Anda di halaman 1dari 10

NAMA : ENGGITA ANGGRAENI OKTA

NIM : 2199016350

MATA KULIAH : HUKUM LINGKUNGAN

KELAS :C

A. Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat

1. Judul Jurnal : Penaatan Terhadap Ketentuan Larangan Merokok Bagi Mahasiswa di Stikes
Dharma Husada Bandung dalam Upaya Pemenuhan Hak atas Lingkungan Hidup yang
Baik dan Sehat
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak setiap orang, sebagaimana
tercantum dalam Pasal 9 ayat (3) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hak
ini dimasukkan dalam hak untuk hidup, bersama dengan hak untuk mempertahankan dan
meningkatkan taraf kehidupan, serta hak untuk hidup tenteram, aman, damai, bahagia,
sejahtera lahir dan batin. Lingkungan yang tidak memadai tentu saja tidak memenuhi hak
asasi manusia, dan karena menghormati hak asasi orang lain adalah merupakan kewajiban,
maka setiap orang tanpa kecuali harus menjaga terciptanya lingkungan yang baik dan
sehat.
Pengaturan tentang pemberlakuan larangan merokok berdasarkan hukum positif yang
berlaku di Indonesia pada dasarnya sudah lengkap mulai dari Undang-Undang, Peraturan
Presiden, Peraturan Menteri, sampai dengan Peraturan Daerah. Namun bagaimanapun
pengaturan tentang larangan merokok hanya akan menjadi sebuah instrument hukum tanpa
adanya ketegasan, kedisiplinan dalam mengimplementasikan peraturan larangan merokok
tersebut.
Penaatan pada ketentuan larangan merokok di STIKes Dharma Husada sangat rendah,
dibuktikan dengan masih adanya mahasiswa yang merokok di lingkungan kampus. Insitusi
pendidikan sebagai salah satu bentuk lain dari organisasi dalam upaya mewujudkan nilai-
nilai karakter dan kepribadian. Sinergi antar civitas akademik dan pendukungnya sangat
diperlukan dalam upaya mengindahkan larangan merokok di lingkungan STIKes Dharma
Husada. Dalam hal ini terutama dosen sebagai rolle model utama dalam suatu proses
Pendidikan di lingkungan kampus. Pada proses pendidikan, teman dan lingkungan sebaya
memberikan pengaruh besar dalam pembentukan karakter termasuk kebiasaan dalam
merokok. Melalui wadah organisasi yang tersedia dan kader antar teman sebaya akan
memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam mengupayakan proses untuk berhenti
merokok. Sebagai mahasiswa kesehatan, seyogyanya mahasiswa lebih memahami dampak
yang akan ditimbulkan dari sebatang rokok, dan yang terpenting adalah membangun
aspek kesadaran untuk meninggalkan kebiasaan merokok.

Link Jurnal : http://ejurnal.stikesdhb.ac.id/index.php/Jsm/article/view/44


2. Judul Jurnal : Perlindungan Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat di Era
Globalisasi
Kerusakan lingkungan hidup yang berdampak terhadap terganggunya lingkungan
yang baik dan sehat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan sebagai bentuk
pelanggaran HAM berat. Hak atas lingkungan hidup merupakan HAM yang harus
dijunjung tinggi dan dihormati oleh masyarakat internasional. Hak atas lingkungan yang
baik dan sehat merupakan hak yang fundamental manusia. Hak itu melekat sebagai yang
memperkuat konstruksi kehidupan manusia. Di era globalisasi pelanggaran HAM berat
bisa diajukan dalam mekanisme peradilan internasional sebagai wujud perlindungan
terhadap Hak atas lingkungan yang baik dan sehat.
Dalam menegakkan hukum atas kejahatan lingkungan merupakan upaya untuk
menjaga pelestarian alam Indonesia. Kejahatan terhadap lingkungan hidup merupakan
kejahatan konstitusional. Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
manusia, sebagai mana diatur dalam Pasal 28 H UUDNRI Tahun 1945. Konstitusionalitas
HAM atas lingkungan hidup semakin dipertegas dengan keluarnya Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH). UUPPLH merupakan payung hukum dan jaminan perlindungan HAM atas
lingkungan hidup. Dalam pasal lain juga dipertegas lagi pengaturan hak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat, yaitu dalam Pasal 3 huruf g, UUPPLH yang berbunyi:
"perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan: menjamin pemenuhan
dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia". Dari
pasal tersebut maka perlu adanya komitmen dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk
menetapkan anggaran anggaran berbasis lingkungan hidup. Anggaran berbasis lingkungan
hidup ini harus diupayakan mampu membiayai langkah-langakah: (a) perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup; dan (b). program pembangunan yang berwawasan
lingkungan hidup. Demikian juga dalam Pasal 65 ayat (1) UUPPLH mengatur hak
lingkungan hidup, sebagai berikut: "setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia". Dengan demikian apabila hak atas
lingkungan hidup tersebut dilanggar, pihak yang menjadi korban dapat mengajukan
tuntutan,
UUDNRI Tahun 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi manusia (DUHAM) (1948),
Kovensi International tentang Hak Sipil dan Politik, Sosial, Budaya (1966), UU No.
26/2000 tentang Pengadilan HAM, UU No. 39/1999 tentang HAM, Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH), Konstitusi Afrika Selatan Tahun 1996, Konferensi Stockhom 1972 dan Rio de
Janeiro 1992 merupakan instrumen pokok, dalam memberikan perlindungan kepada HAM
(hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat ) dan memperkuat pandangan bahwa
semua orang berhak menikmati hak-hak asasi manusia.

Link Jurnal : https://www.neliti.com/publications/156898/perlindungan-hak-atas-


lingkungan-hidup-yang-baik-dan-sehat-di-era-globalisasi
3. Judul Jurnal : Pengaturan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara Di Indonesia
Prespektif Hak Atas Lingkungan yang Baik dan Sehat
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI 1945). Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada setiap
orang sejak ia lahir sampai meninggal dunia. UUD NRI 1945, mengamanatkan mengenai
hak asasi manusia terhadap kesehatan yang diejawantahkan dalam batang tubuh yang
menyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Bukan hanya hak atas kesejahteraan hidup lahir maupun batin, orang juga
berhak untuk mendapatkan lingkungan yang baik pula.
Pasal 3 huruf g Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberikan jaminan untuk pemenuhan dan
perlindungan lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia. Kalau dilihat
semua pengaturan yang menjadi landasan mengenai PLTU Batubara telah memberikan
perlindungan dan pemenuhan terhadap hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Konsep pengaturan kedepannya dilihat dari tiga aspek yaitu substansi hukum, budaya
hukum, serta penegakkan hukum. Dari aspek substansi hukumnya dapat dilihat juga tidak
ada pengaturan yang jelas dan tegas mengenai PLTU Batubara. Untuk budaya
hukumnya, lebih difokuskan pada pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Serta penegakkan hukumnya, masih ada beberapa aturan yang tidak
dijalankan oleh perusahaan yang bersangkutan misalnya dalam penambangan batubara.
Saran yang dapat diberikan sebagai antara lain sebagai berikut Pertama, melakukan
pengawasan, memperkuat aturan, serta menindak tegas bagi pelanggar aturan dari PLTU
Batubara ini, baik itu dari hulu ke hilir (maksudnya dari pertambangan batubara hingga ke
pembakaran di PLTU). Kedua, memfokuskan pada pembangunan yang berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan sebagaimana amanat undang-undang. Juga mendukung
pengembangan teknologi energi terbarukan, dan berfokus pada energi terbarukan yang ada
di Indonesia. Ketiga, peran pemerintah terhadap perubahan iklim harus lebih baik. PLTU
batubara merupakan penyumbang terbesar karbon dioksida (CO2), padahal pemerintahan
memiliki komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sehingga perlu
memperhatikan kembali terkait kebijakan pembangkit listrik tenaga batubara yang mana
eksistensinya telah menurun bagi dunia.

Link Jurnal : https://journal.uii.ac.id/Lex-Renaissance/article/view/16810


4. Judul Jurnal : Perumusan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Serta Upaya
Perlindungandan Pemenuhannya
Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah salah satu hak ekonomi sosial
dan budaya yang disahkan oleh Majelis Umum PBB tahun 1966 yang mulai berlaku tahun
1976 melalui International Covenant on Economic, Social and Cultural Rigths (ICESCR).
Pada mulanya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat ini belum mendapat
perhatian serius dari pemerintah, bahkan dunia internasional juga belum
mengimplementasikan prinsip kovenan PBB tersebut.
Gagasan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat baru dipikirkan pada saat
amandemen UUD 1945. Pemikiran hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat ini
muncul untuk pertama kalinya pada rapat PAH I BP MPR yang ke-17 yang mengundang
kelompok profesional yaitu Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dan Kamar Dagang
Indonesia (Kadin), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBI) dan Pusat
Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI). Gagasan hak atas lingkungan yang baik dan
sehat ini kemudian disahkan menjadi Pasal 28H ayat (1). Pemikiran dimuatnya hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai upaya untuk melindungi lingkungan dari
kerusakannya, karena kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup juga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia. Upaya implementasi Pasal 28H ayat (1) UUD 1945
sebagai wujud dari perlindungan dan pemenuhan hak atas lingkungan yang baik dan sehat
terdapat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang lahir
karena kebutuhan hak atas lingkungan baik dan sehat serta sebagai akibat perkembangan
perekonomian dengan segala pembangunannya mengakibatkan rusaknya lingkungan
hidup.
Sebagai saran, maka perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia
termasuk hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dapat dilakukan oleh semua
pihak (stakeholder), termasuk pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten/kota. Oleh karena hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan hidup yang ada di daerah, maka pemeirntah baik
pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota dalam
pengelolaan sumber daya alam atau lingkungan juga harus memperhatikan perlindungan,
penghormatan dan pemenuhan hak atas lingkungan yang baik dan sehat.

Link Jurnal : http://jurnal.usahid.ac.id/index.php/hukum/article/view/207


5. Judul Jurnal : Penerapan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (CBSWM) di Kota
Manado Sebagai Pemenuhan Hak Atas Lingkungan yang Baik dan Sehat
Perkembangan saat ini Indonesia sedang mengalami proses pembangunan perkotaan
yang pesat. Berbagai kontruksi, seperti pusat perbelanjaan, komersial dan industri
berikutnya, seringkali dapat menyerap sumber daya manusia secara umum. Inilah
sebabnya mengapa orang terpesona oleh kehidupan perkotaan untuk mempertahankan
mata pencahariannya dengan meningkatkan standar hidup. Fakta ini membuat proses
urbanisasi sulit diatasi dan berdampak pada peningkatan kepadatan penduduk perkotaan.
Cepatnya peningkatan masyarakat perkotaan, berbagai kegiatan ekonomi dan sosial
masyarakat meningkat yang mengarah dalam pada problem kota. Situasi ini diperparah
oleh terbatasnya sumber daya pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi masalah ini.
Secara umum, suatu kondisi ini, menjadi tantangan bagi pemerintah kota untuk
menciptakan lingkungan perkotaan yang dapat mendukung kehidupan seluruh warganya.
Masalah lain yang disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk kota adalah peningkatan
jumlah sampah. Jumlah berbanding lurus dengan tingkat konsumsi masyarakat terhadap
produk atau bahan yang digunakan sehari-hari. Seperti halnya jenis sampah, tergantung
pada jenis bahan yang benar-benar dikonsumsi masyarakat. Maka dari itu, pengolahan
sampah tidak dapat dipisahkan dari sifat dari penduduk tersebut.
Penerapan pengelolaan sampah terpadu di Kota Manado didasarkan pada Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah. Jelas disebutkan bahwa
pengolahan sampah bukan tanggung jawab pemerintah. Masyarakat yang menghasilkan
sampah juga bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Melalui
peraturan perundang-undangan, pemerintah memberikan ruang hidup bagi pemerintah
pusat, kota/kabupaten untuk menata dan mengolah sampah diwilayahnya.
Dalam hal ini, harus diterapkan disposisi administratif untuk memastikan bahwa
setiap masalah yang ditemukan dapat dilanjutkan. Hal ini dapat memberikan efek jera di
kemudian hari bagi masyarakat yang memiliki kepatuhan rendah dan tidak menyadari
pentingnya pengolahan sampah, seperti yang tertuang dalam peraturan daerah Pasal 51
Nomor 1 Tahun 2021.
Perlu adanya sanksi yang tegas bagi masyarakat tidak patuh dalam menjaga
kebersihan dan kesehatan lingkungan. Sinergi antara pemerintah kota dan masyarakat
dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan pemberian intensif biaya atau
peralatan pengelolaan sampah. Dengan begitu akan semakin menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya lingkungan yang baik dan sehat.

Link Jurnal : https://ejurnal.unima.ac.id/index.php/geographia/article/view/2698

Anda mungkin juga menyukai