Anda di halaman 1dari 7

“ANALISIS KEPUTUSAN DEKAN FH UNUD TENTANG

PENETAPAN AREAL MEROKOK (PRO)”

Oleh Kelompok 2 :

I MADE ADIMAS JAYA AMERTHA (1804551074)

NYOMAN SUEKHRISNA TEJA (1804551075)

ANAK AGUNG NGURAH WISNU (1804551080)

I KADEK AGUS WIRA PUTRA (1804551081)

IDA AYU GEDE ARTINIA CINTIA PURNAMISINGARSA (1804551085)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
Discussion Task:

KEPUTUSAN DEKAN FH UNUD TENTANG PENETAPAN AREAL MEROKOK

Kondisi lingkungan yang bersih dari polusi merupakan salah satu unsur yang paling
penting untuk menunjang keberlangsungan hidup manusia. Hak untuk memperoleh kesehatan
(right to health) juga telah diformulasikan untuk menjamin kualitas lingkungan hidup bagi
umat manusia di dunia.
Lingkungan mempunyai pengertian dan ruang lingkup yang sangat luas. Namun
dalam pembahasan ini kita mengambil contoh lingkungan di dalam area kampus Fakultas
Hukum Universitas Udayana (FH UNUD). Pada tahun 2011, Dekan FH UNUD
mengeluarkan Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Nomor
64/H.14.1.11/TU/2011 Tentang Penetapan Areal Merokok di Lingkungan Kampus Fakultas
Hukum Universitas Udayana. Pada bagian menimbang disebutkan: “bahwa merokok di satu
sisi adalah hak seseorang dan bukan perbuatan terlarang, akan tetapi disisi lain merokok juga
dapat mengganggu terhadap kesehatan, baik terhadap diri perokok itu sendiri maupun
terhadap orang lain (perokok pasif)”. Bagi pelanggar keputusan dekan tersebut akan
dikenakan sanksi.

Pertanyaan :

Apakah merokok di area kampus dapat dikatakan melanggar HAM, khususnya hak
untuk memperoleh kesehatan (right to health)?

Jawaban (PRO) :

Merokok merupakan salah satu kebiasaan buruk masyarakat, yang jumlah konsumennya
terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Munculnya berbagai masalah kesehatan yang
menjangkiti masyarakat akibat kebiasaan merokok. Sebelum, membahas tentang merokok di
area kampus dapat dikatakan melanggar HAM terlebih dahulu kita mengetahui yang
dimaksud dengan kawaan tanpa rokok. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) diatur dalam Pasal 115
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Ayat (2) yang berbunyi : “Pemerintah daerah wajib
menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.” Di Bali, KTR diatur dalam Pasal 1
Angka 3 Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 10 Tahun 2011 yang berbunyi : “Kawasan
Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan
merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau
mempromosikan produk tembakau.”

Selanjutnya yang meliputi KTR, menurut Pasal 2 Peraturan Daerah Provinsi Bali No.
10 Tahun 2011 adalah:
a. fasilitas pelayanan kesehatan;
b. tempat proses belajar mengajar;
c. tempat anak bermain;
d. tempat ibadah;
e. angkutan umum;
f. tempat kerja;
g. tempat umum; dan
h. tempat lain yang ditetapkan.

Melihat Peraturan Daerah Provinsi Bali ini telah menunjukkan bahwa Fakultas Hukum
Universitas Udayana yang merupakan salah satu tempat proses belajar mengajar merupakan
Kawasan Tanpa Rokok.

Hak atas pelayanan kesehatan yang merupakan hak asasi sosial dasar dapat ditemukan
dalam Pasal 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948, lebih khusus pada ayat
(1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan
kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan
perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan
pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau
mengalami kekurangan mata pencaharian yang lain karena keadaan yang berada di luar
kekuasaannya.” Melihat bunyi ayat ini maka seluruh warga kampus Fakultas Hukum
memiliki hak atas jaminan kesehatan sehingga merokok yang dapat mengganggu keesehatan
warga kampus dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.

Berdasarkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang diadopsi oleh


WHO menyebutkan dalam article 3 yang berbunyi : “The objective of this Convention and
its protocols is to protect present and future generations from the devastating health,
social, environmental and economic consequences of tobacco consumption and exposure
to tobacco smoke by providing a framework for tobacco control measures to be
implemented by the Parties at the national, regional and international levels in order to
reduce continually and substantially the prevalence of tobacco use and exposure to
tobacco smoke.” Dari bunyi pasal ini maka FCTC ini melindungi hak generasi sekarang dan
yang akan datang dari efek merusak konsumsi tembakau khususnya pada aspek kesehatan.
Oleh karenanyalah efek merusak dari tembakau yang dimana merupakan bahan utama dari
rokok ini telah diakui secara mendunia memiliki efek yang merusak kesehatan, sehingga
melanggar HAM orang yang tidak merokok untuk mendapat standar kesehatan yang setinggi-
tingginya.

Jaminan hak atas kesehatan juga terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) Konvensi
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yaitu bahwa “Negara peserta
konvenan tersebut mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang
dapat dicapai dalam hal kesehatan fisik dan mental”. Indonesia telah meratifikasi
Konvenan Internasional ini yang dimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2005 Tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Melihat hal ini maka setiap orang berhak untuk menuntut kesehatan pada standar yang
setinggi-tingginya sehingga diperlukan suatu perlindungan atas hak untuk sehat yang dimana
maka menjadikan merokok itu sebagai pelanggaran HAM.

Pada lingkup nasional, Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Pasal ini menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas lingkungan yang baik
dan sehat sehingga dengan adanya kegiatan merokok yang menghasilkan asap rokok yang
mengandung beragam zat berbahaya ini dapat melanggar HAM orang lain untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dalam Pasal 9 Ayat (3) Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa: “Setiap orang
berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.” Hal ini kembali mempertegas bunyi
Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap orang warga negara Indonesia berhak atas
lingkungan hidup yang bebas atas asap rokok sehingga merokok merupakan pelanggaran
HAM.

Merokok merupakan pelanggaran HAM juga didukung dengan adanya Undang-


Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 4 yang berbunyi : “Setiap orang
berhak atas kesehatan.” Melihat bunyi pasal ini maka kesehatan ini didapatkan apabila
salah satu alasannya yaitu dapat terbebas dari asap rokok. Oleh karenanya merokok
merupakan pelanggaran HAM yang melanggar hak untuk mendapat kesehatan (right to
health). Diatur juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2003 tentang
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Pada Pasal 22 disebutkan bahwa tempat umum, sarana
kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah
dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR). PP tersebut telah
diperbaharui dengan PP No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang mengandung
Zat Adiktif Berupa Profuk Tembakau Bagi kesehatan yang pada pasal 49 dengan tegas
menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mewujudkan KTR.

Secara mengkhusus di Bali telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 10
Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok pada bagian Menimbang huruf a yang
berbunyi : “Bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau dan sintetis yang
mengandung nikotin dan tar yang membahayakan kesehatan manusia.” Melihat hal ini
maka merokok dapat membahayakan kesehatan manusia yang dimana dapat melanggar HAM
untuk mendapatkan kesehatan, tak hanya bagi si penghirup asap rokok juga bagi si perokok
itu sendiri.

Terkait KTR itu sendiri secara mengkhusus di Universitas Udayana sudah diatur
dalam Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor: 01/UN.14/HK/2015 Tentang
Kawasan Tanpa Rokok Universitas Udayana. Pada bagian menimbang huruf a disebutkan
“bahwa asap rokok terbukti dapat membahayakan kesehatan individu, masyarakat, khususnya
di Universitas Udayana, sehingga perlu dilakukan tindakan perlindungan terhadap paparan
asap rokok.” Bagi pelanggar Surat Keputusan Rektor tersebut akan dikenakan sanksi yang
telah diatur pada BAB VI Pasal 9 dan 10 dalam Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana
Nomor: 01/UN.14/HK/2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Universitas Udayana.

Seperti yang sudah dijelaskan pada Discussion task, bahwa pada tahun 2011, Dekan
FH UNUD mengeluarkan Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Nomor
64/H.14.1.11/TU/2011 Tentang Penetapan Areal Merokok di Lingkungan Kampus Fakultas
Hukum Universitas Udayana. Pada bagian menimbang disebutkan: “bahwa merokok di satu
sisi adalah hak seseorang dan bukan perbuatan terlarang, akan tetapi disisi lain merokok juga
dapat mengganggu terhadap kesehatan, baik terhadap diri perokok itu sendiri maupun
terhadap orang lain (perokok pasif)”. Bagi pelanggar keputusan dekan tersebut akan
dikenakan sanksi.

Dalam Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2018
juga mengatur tentang merokok pada bab BAB VI tentang Pelanggaran Akademik Dan
Pedoman Etika Dosen, Tenaga Kependidikan (Pegawai) Administrasi Serta Mahasiswa. Pada
bagian pelanggaran akademik sedang angka 5 menyatakan : “Merokok dalam kelas,
mencorat-coret meja, bangku, tembok atau sarana pembelajaran lainnya, membuat keonaran,
kegaduhan atau keributan, mabuk-mabukan dan perbuatan lain yang mengganggu keamanan
dan ketertiban kampus”. Dalam bagian etika dosen, pegawai dan mahasiswa diatur dalam
bagian lingkungan yang menyatakan bahwa baik dosen, pegawai dan mahasiswa tidak
merokok dalam ruangan kelas dan ruangan kantor di lingkungan fakultas/kampus.

Dapat disimpulkan bahwa merokok adalah tindakan yang dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran HAM. Merokok di lingkungan kampus merupakan suatu tindakan yang sudah
jelas melanggar aturan yang ada, karena kampus merupakan kawasan tanpa rokok dan telah
mengintimidasi HAM masyarakat kampus, untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat. Masyarakat kampus juga harus bekerjasama untuk menegakkan HAM, dan
mentaati peraturan-peraturan yang ada mengenai KTR serta menghargai HAM masyarakat
kampus lainnya. Serta bersama-sama mewujudkan Fakultas Hukum Universitas Udayana
yang sadar akan bahaya merokok dan bebas dari asap rokok. Karena rokok sudah menjadi
penyakit yang serius bagi bangsa ini khususnya bagi generasi muda penerus bangsa baik
perokok pasif maupun aktif. HAM dapat terwujud ketika kita telah melakukan kewajiban
dasar manusia, yaitu sikap saling menghormati, toleransi dan menghargai hak asasi manusia
yang juga dimiliki oleh orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948.

Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang


Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok
Bagi Kesehatan.

Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang mengandung
Zat Adiktif Berupa Profuk Tembakau Bagi kesehatan.

Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor: 01/UN.14/HK/2015.

Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Nomor 64/H.14.1.11/TU/2011


Tentang Penetapan Areal Merokok di Lingkungan Kampus Fakultas Hukum
Universitas Udayana.

Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai