KELOMPOK
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
Sebelum membahas mengenai pariwisata adalah Hak Asasi Manusia, akan lebih baik
jika mengetahui terlebih dahulu mengenai pengertian dari HAM. Pengaturan mengenai HAM
di Indonesia sudah terdapat di Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
pasal 27 sampai 34, dan dalam undang undang diatur di UU Nomor 39 Tahun 1999. Selain
itu, pengaturan HAM di Indonesia mengacu pada Universal Declaration of Human Rights
(UDHR) dan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR)
yang telah diratifikasi dalam UU Nomor 11 Tahun 2005.
Dari ketiga unsur yang ada berwisata adalah HAM sudah melanggar dua unsur yaitu
The Duty – Bearers dan The Substance yaitu sebagai berikut :
b. Unsur The Substance (apa yang menjadi substansi dari jenis HAM tersebut)
Dalam konteks ini pertanyaan yang dijawab adalab apa substansi dari berwisata ?
Untuk menjawab kiranya bisa berawal dari definisi "tourism" yaitu: bepergian mengisi
Ni Ketut Supasti Darmawan, Made Nurmawati dan Kadek Sarna, 2011, "The
1
right to Toursim Dalam Perpesktif Hak Asasi Manusia di Indonesia” , Kertha Patrika Jurnal
Ilmiah Fakultas Hukum Volume 36 Nomor 2, September 2011, h. 11.
waktu luang dan tidak bekerja untuk tujuan bersenang-senang dalam jangka waktu
tertentu tidak lebih dari satu tahun, Pertanyaan-pertanyaan yang barns dijawab adalah ;
pertama konsep bepergian , apakah berarti bepergian ke luar desa sudah termasuk, atau
ke luar daerah, provinsi atau harus ke luar negeri, apakah dengan kendaraan, kapal laut, atau
barns pesawat udara. Pada konsep pertama ini tidak ada indikator yang tegas. Kedua,
konsep bersenang-senang, apakab berjemur di pantai, menikmati alam pegunungan,
internet dan menelpon, shopping. Seperti halnya konsep yang pertama, pada konsep
kedua juga tidak jelas. Ketiga, konsep selanjutnya yang di test dan dijawab adalab konsep
tentang jangka waktu tertentu yang tidak lebih dari setahun. Apakah seminggu, satu bulan,
tiga bulan, atau 9 bulan 25 hari, Bayangkan jika setiap orang berwisata dalam jangka
waktu yang maksimal misalnya mernilih menggunakan waktu 9 bulan 25 hari, maka
dapat dibayangkan pada akhirnya negara akan menjadi bangkrut. Sehubungan dengan
hal tersebut dapatlah dikemukakan babwa hasil "test' terbadap unsur "the
substance" menunjukkan hasil penuh dengan ketidakpastian.
2. Bagaimanakah status pengakuan hak untuk berwisata sebagai Hak Asasi Manusia
dalam konteks hukum Nasional dan Internasional?
Dalam konteks hukum nasional terdapat 2 pasal yang dijadikan sebagai dasar
mengartikan berwisata sebagai HAM. Pertama, terdapat dalam Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 pasal 28C yang menyatakan : “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia” Dalam hal ini,
yang dijadikan dasar berwisata adalah HAM adalah kalimat “berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, . . .” padahal berwisata tidak dapat dikatakan
sebagai ‘kebutuhan dasar’. Kedua, dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan dalam bagian konsideran menimbang huruf b “bahwa kebebasan melakukan
2
Ibid., h. 19.
perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari
hak asasi manusia”
1) The UDHR 1948 : Article 13 menyatakan :"Everyone has the right to freedom of
movement and residence within the borders of eacg State" dan Article 24 menyatakan
"Everyone has the right to rest and leisure, including reasonable limitation of
working hours and periodic holidays with pay"
2) International Covenant on Economic and Social Rights (ICESCR) 1966 Article 7
mengemukakan : The state parties to the present Covenant recognize the right of
everyone to the ejoyment of just and favourable conditions of work which ensure, in
particular. (d) rest, leisure and reasonable limitation of working hours and periodic
holidays with pay, at well as remuneration for public holidays
3) The European Social Charter (1961) pada Article 2 (2) : "to provide for public holiday
with pay"
4) The UN WTO Global Code of Ethics for Tourism : Article 7
Terlihat dari pengaturan hukum internasional tersebut tidak ada satupun yang secara
jelas menggunakan kata ‘tourism’. Umumnya yang diatur dalam hukum internasional diatas
adalah hak kebebasan bergerak hingga melalui batas negara, hak memperoleh rest, leisure
and reasonable limitation of working hours (istirahat, waktu luang dan pembatasan jam
kerja yang wajar) serta memperoleh hak untuk mendapatkan hari libur.
Kesimpulan
Jadi, dapat disimpulkan dalam sudut pandang kontra bahwa berwisata bukanlah
sebuah hak asasi manusia dapat ditemukan dengan mengetahui bahwa gagalnya berwisata
untuk memenuhi 2 elemen penting HAM, yaitu
The Duty-Bearers (siapa yang berkewajiban untuk mewujudkan)
The Substance ( apa yang menjadi substansi dari jenis HAM tersebut)
Selain itu, hukum nasional maupun hukum internasional yang secara jelas mengakui
bahwa berwisata adalah hak asasi manusia hanya terdapat di UU Nomor 10 Tahun 2009.
Dalam UUD NRI 1945 yang menjadi hak asasi manusia adalah ‘pengembangan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasar’, yang kita ketahui berwisata belum dapat disebut sebagai
kebutuhan dasar. Dalam konteks hukum internasional sebagaimana telah diurai dalam
pembahasan, tidak ada satupun yang menggunakan kata ‘tourism’ sebagai hak asasi
manusia, umumnya hanya mengatur tentang hak kebebasan bergerak, memperoleh waktu
istirahat, waktu luang dan pembatasan jam kerja serta memperoleh hak untuk
mendapatkan hari libur