DISUSUN OLEH:
Kelompok 8 :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat
dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peran peran strategis yang kelak
menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara Indonesia bertumpu. Dengan ke-khususan
ciri dan sifat mereka, serta mental dan fisik yang rentan, anak membutuhkan perawatan dan
perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental
maupun sosial. Demi mewujudkan kesejahteraan anak dan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan hak haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi, maka diperlukan dukungan
kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang menjamin pelaksanaan dan menjamin
hak-hak anak secara khusus.
Hak asasi anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang termuat dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Menurut Undang undang, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia."
Anak dalam pengertian yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam ilmu pengetahuan,
tetapi juga dapat diperhatikan dari sisi pandang sentralistis kehidupan, seperti Agama, Hukum
dan Sosiologis yang menjadikan anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial.
Dalam Mukadimah Konvensi Hak Anak 20 November 1989 yang telah diratifikasi oleh
Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990, dijelaskan bahwa anak harus
sepenuhnya dipersiapkan sebagai pribadi dalam masyarakat, maka anak harus dipersiapkan baik
secara fisik maupun mental untuk dapat tumbuh sebagaimana mestinya dalam lingkungannya
tanpa tekanan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja latar belakang dari Konvensi Anak ?
2. Apa saja Ruang Lingkup hak anak ?
3. Apa itu pengadilan anak ?
BAB II
PEMBAHASAN
Latar belakang lahirnya konvensi hak anak adalah merupakan suatu upaya kemanusiaan untuk
mewujudkan perlindungan dan jaminan nyata atas hak-hak anak di seluruh dunia. Kronologisnya
gagasan hak anak bermula sejak berakhirnya perang Dunia ke 1 sebagai reaksi atas penderitaan
yang timbul akibat dari bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan
anakanak.Liga Bangsa-Bangsa saat itu tergerak karena besarnya jumlah anak yatim piatu akibat
perang. Awal bergeraknya ide hak anak bermula dari gerakan para aktivis perempuan yang
melakukan protes dan meminta perhatian atas nasib anakanak yang menjadi korban perang.
Salah seorang aktivis tersebut bernama Eglantyne Jebb (pendiri Save the childrent), kemudian
mengembangkan sepuluh butir pernyataan hak anak atau rancangan deklarasi hak anak
(Declaration of the right of the child) yang pada tahun 1923 diadopsi oleh save the children Fund
Internasional Union. Pada tahun 1924 untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi
secara Internasional oleh liga Bangsa-Bangsa,yang dikenal dengan Deklarasi Jenewa. Pada tahun
1948 setelah berakhirnya perang Dunia ke II, pada pada tanggal 10 Desember Majlis PBB
mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Peristiwa ini setiap tahunnya diperingati
sebagai Hari Hak Asasi Manusia_ seDunia. Hal ini menandai perkembanga penting dalam
sejarah HAM. Pada tahun 1959 Majlis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan mengenai
hak anak yang merupakan deklarasi internasional kedua bagi hak anak. tahun 1979 saat
dicanangkannya Tahun Anak Internasional, pemerintah Polandia mengajukan usul bagi
perumusan suatu dokumen yang meletakan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-
hak anak dan mengikat secara yuridis, pada tahun1989, rancangan konvensi hak anak
diselesaikan dan naskah akhir tersebut disahkan oleh Majlis Umum PBB. pada tanggal 20
November konvensi ini dirativikasi oleh setiap bangsa kecuali Somalia dan Amerika Serikat.
Oleh Karena itu perlu dikemukakan dan ditegaskan kembali, bahwa konvensi ini merupakan
instrumen Internasional di bidang Hak Asasi Manusia dengan cakupan hak yang paling
komprehensif. Rumusan yang tertuan dalam konvensi ini terdiri dari 54 pasal. Konvensi ini
hingga sekarang dikenal sebagai satu-satunya konvensi di bidang Hak Asasi Manusia yag
mencakup baik hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Konvensi Hak-hak Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu :
1. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Keterlibatan Anak Dalam Konflik
Bersenjata (telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2012).
2. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan
Pornografi Anak (Indonesia telah meratifikasi protokol opsional ini dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2012).
Hak-hak anak menurut Konvensi Hak-hak Anak dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu :
1. Hak Kelangsungan Hidup, hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak
memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.
2. Hak Perlindungan, perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi, kekerasan dan
keterlantaran.
3. Hak Tumbuh Kembang, hak memperoleh pendidikan dan hak mencapai standar hidup
yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.
4. Hak Berpartisipasi, hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang
mempengaruhi anak.
B. Ruang Lingkup Hak Anak
Ruang lingkup dari Konvensi Hak Anak adalah mengatur hubungan antara Negara dan warga
negara. Di sini, yang dimaksud dengan Negara adalah para penyelenggara pemerintahan atau
organ-organ yang menjalankan berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan Negara. Seperti misal,
presiden yang menjalankan pemerintahan. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dibantu
oleh para menteri yang menangani bidangnya masing-masing. Selain itu, untuk mengimbangi
jalanya pemerintahan oleh presiden, harus beriring dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Tugas dari Dewan Perwakilan Rakyat ini adalah sebagai penyalur suara rakyat dalam membuat
peraturan. Juga termasuk di dalamnya adalah Mahkamah Agung, sebagai pihak yang berfungsi
menakar keadilan sosial yang tertuang dalam perundang-undangan. Pihak inilah yang kemudian
didesain sebagai pemangku kewajiban dalam melindungi, memenuhi dan menghormati hak
warga negara.Sedangkan, warga negara adalah setiap orang yang memenuhi persyaratan tertentu
pada suatu wilayah negara, sehingga dinyatakan sebagai bagian dari Republik Indonesia.
Selanjutnya, pihak inilah yang dianggap sebagai pemegak hak.
Upaya perlindungan hak anak harus diambil melalui langkah pengakuan hak-hak anak dan
menjamin dalam perundang-undangan yang berlaku. Maksudnya adalah, pemerintah wajib
membuat (bagi yang belum punya) dan menyesuaikan (bagi yang sudah ada) perundang-
undangan agar sesuai dengan muatan hak dan kebabasan anak yang terkandung dalam Konvensi
Hak Anak.
Contoh nyata yang dilakukan oleh Negara Indonesia dalam melindungi hak anak adalah dengan
membuat undang-undang Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002. Pada waku itu, Indonesia
belum memiliki sebuah undang-undang yang secara khusus mengatur tentang hak anak. Undang-
undang tersebut dibuat setelah Indonesia mengikatkan diri menjadi Negara peserta hak anak,
1990. Selain membuat undang-undang yang belum ada, Negara juga harus menyesuaikan
undang-undang yang terkait dengan Konvensi Hak Anak. Misalnya, UU Perkawinan, UU
Ketenagakerjaan, UU Sistem Peradilan Anak, UU administrasi kependudukan dan sebagainya,
kesemuanya harus tunduk dengan semangat yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak. Tidak
boleh bertentangan. Dalam situasi ini, Konvensi Hak Anak harus digunakan sebagai acuan utama
dalam menyusun, membuat dan memutuskan aturan hukum maupun kebijakan yang akan
berdampak pada anak.
Selain itu, Negara juga wajib melakukan upaya-upaya nyata dalam penyebarluasan informasi
Konvensi ini. Setidaknya, kewajiban ini di sini mencakup langkah-langkah strategis, efektif dan
implementatif dalam menyebarluaskan Konvensi. Penyebarluasan harus mencakup seluruh
warga negara, baik orang dewasa maupun anak-anak. Perlu juga diperhatikan, dalam upaya
mencapai tujuan ini, bagi negara-negara mempunyai keberagaman ras dan suku bangsa, maka,
negara dituntut untuk kreatif dalam menciptakan perangkat dan metode supaya Konvensi Hak
Anak bisa dipahami oleh seluruh warga negara. Begitu juga, perbedaan ini harus dipikirkan
caranya agar semua anak, termasuk penyandang disabilitas, anak minoritas dan lainya bisa
mengakses informasi ini.
C. Pengadilan Anak
Sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang
berhadapan hukum mulai tahap penyidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah
menjalani proses pidana yang berdasarkan perlindungan, keadilan, non diskriminasi, kepentingan
terbaik bagi anak, penghargaan terhadap anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak,
proporsional, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan
penghindaran balasan (vide Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dalam sistem peradilan pidana anak bahwa terhadap anak adalah anak yang berkonflik dengan
hukum, anak yang menjadi korban dan anak yang menjadi saksi dalam tindak pidana. Anak yang
berkonflik dengan hukum adalah anak yang yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur
18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana; Anak yang menjadi korban adalah anak yang
belum berumur 18 (delapan belas tahun) yang mengalami penderitaan fisik, mental dan atau
kerugian ekonomi yang disebabkan tindak pidana; Anak yang menjadi saksi adalah anak yang
belum berumur 18 (delapan belas tahun) yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
proses hukum mulai tingkat penyidikan, penuntutan dan sidang pengadilan tentang suatu perkara
pidana yang didengar, dilihat dan atau dialami;
Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 tahun dan diajukan ke
sidang pengadilan setelah anak melampaui batas umur 18 tahun tetapi belum mencapai umur 21
tahun anak tetap diajukan ke sidang anak (Pasal 20 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).Selanjutnya dalam hal anak belum berumur 12 tahun
melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka penyidik, pembimbing kemasyarakatan,
mengambil keputusan untuk menyerahkanan kepada orang tua/wali atau mengikutsertakannya
dalam program pendidikan, pembinaan pada instansi pemerintah atau lembaga penyelenggaraan
kesejahteraan sosial yang menangani bidang kesejateraan sosial (Pasal 21 Undang Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak jo, Pasal 67 Peraturan Pemerintah
RI Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum
Berumur 12 (Dua Belas) Tahun).
Kalau dalam perkara dewasa (usia 18 tahun ke atas) setiap tingkatan pemeriksaan tidak perlu
didampingi orang tua/wali namun dalam perkara anak berhadapan hukum perlu didampingi
orang tua/wali.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana anak yakni Penyidik, Penuntut
Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial
KESIMPULAN
konvensi hak anak adalah merupakan suatu upaya kemanusiaan untuk mewujudkan
perlindungan dan jaminan nyata atas hak-hak anak di seluruh dunia. Kronologisnya gagasan hak
anak bermula sejak berakhirnya perang Dunia ke 1 sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul
akibat dari bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anakanak.Liga
Bangsa-Bangsa saat itu tergerak karena besarnya jumlah anak yatim piatu akibat perang. Awal
bergeraknya ide hak anak bermula dari gerakan para aktivis perempuan yang melakukan protes
dan meminta perhatian atas nasib anakanak yang menjadi korban perang. Salah seorang aktivis
tersebut bernama Eglantyne Jebb (pendiri Save the childrent), Indonesiamemiliki kewajiban
memastikan pemenuhan hak danperlindungan anak sesuai dengan ketentuan di dalam Konvensi
Hak Anak.
Melalui ratifikasi KHA berupa Keppres Nomor 36 Tahun 1990, Indonesia harus memiliki
kebijakan dan program-program terkait dengan anak. Salah satunya adalah undang-undang
perlindungan anak yang telah mengalami beberapa kali perubahan untuk menyesuaikan kondisi
anak saat ini, serta beberapa undang-undang yang menjawab permasalahan anak.Program-
program pemerintah di Indonesia yang menjadi prioritas nasional dalam mewujudkan setiap
klaster dalam KHA seperti yang dilakukan olehKemensos, KPPPA dan Kemendagri. Kemensos
memiliki PKH dan Progresa, KPPPA memiliki Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang di
dalamnya terdapat pemenuhan akta kelahiran, PRA, SRA, PATBM, dan Kampung Anak
Sejahtera sedangkan masih ada beberapa program terkait yang turut mendukung implementasi
KHA di Indonesia.Kemendagri juga memprioritaskan pemenuhan akta kelahiran dimiliki oleh
tiap anak Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/363-sekilas-tentang-sistem-
peradilan-pidana-anak
https://baperlitbang.kendalkab.go.id/konvensi-hak-hak-anak-kha/
https://text-id.123dok.com/document/1y95j3llz-latar-belakang-dan-sejarah-konvensi-hak-
anak.html
https://gnindonesia.org/assets/result/
publication_20191129033846000000_Bahan_Bacaan_Awal_Mengenal_Hak_Anak.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/1151/2/1HK09674.pdf