Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menemukan kebenaran materiil (matteriile waarheid) perkara merupakan
tujuan utama pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan. Hal ini terlihat
dari berbagai upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk
mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk menetapkan suatu perkara baik
pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan, maupun
pada tahap persidangan.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 6 ayat 2 yang berbunyi
sebagian, “Upaya yang dilakukan oleh penegak hukum untuk menemukan
kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari
kesalahan dalam orang : “Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali
apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut Undang-undang
mendapat keyakinan bahwa seseorang yang diangggap dapat bertanggung jawab,
telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya”.
Oleh karena pembatasan undang-undang tersebut di atas, maka penegak
hukum dituntut untuk berupaya semaksimal mungkin untuk mengumpulkan
informasi dan fakta tentang perkara pidana yang ditangani selengkap mungkin
dalam penyelesaian perkara pidana. Mengenai alat bukti yang sah tersebut di atas
dan yang dipilih sesuai dengan syarat undang-undang, lihat Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pasal 184 Ayat 1,
“Bukti Yang Sah ialah:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Tujuan acara pidana ialah kebenaran dan keadilan material, dan sebagai
pemenuhan asas kepastian hukum, aparat penegak hukum diharapkan bertindak

1
dan memenuhi tanggung jawab hukumnya. Kehati-hatian dalam menggunakan
alat bukti dalam proses pembuktian di pengadilan merupakan salah satu cara kerja
hakim untuk menegakkan keadilan serta mencari dan menentukan kebenaran
dalam perkara pidana.
Otopsi ialah salah satu bukti pengadilan. Dalam istilah kedokteran, otopsi
atau post mortem ialah penyelidikan atau pemeriksaan mayat, termasuk organ atau
organ dalam setelah pembedahan, dengan tujuan untuk mengetahui penyebab
kematian seseorang, baik untuk kemajuan ilmu kedokteran maupun untuk
kemajuan ilmu kedokteran. untuk memecahkan misteri tindak pidana.1 PP 18
Tahun 1981 menetapkan syarat-syarat untuk melakukan otopsi anatomi yakni :
“Adanya surat wasiat dari yang bersangkutan yang menghendaki supaya
mayatnya diserahkan kepada suatu Fakultas Kedokteran untuk otopsi
anatomis yang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Bugerlijk
Wetboek (B.W) atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 935,
surat persetujuan keluarga yang terdekat yang menyerahkan mayat yang
bersangkutan kepada Fakultas Kedokteran, tanpa persetujuan keluarga
yang tersekat, bila dalam waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh empat jam)
tidsk ada keluarha terdekat dari yang meninggal dunia datang ke Rumah
sakit untuk mengurus mayat”.

Dalam kasus pidana, Visum et Repertum juga digunakan sebagai alat bukti
dalam proses pembuktian sebelum sidang pengadilan selain otopsi. Visum et
Repertum ialah alat bukti yang dapat diterima apabila memuat pernyataan dari
dokter yang melakukan pemeriksaan yang menyatakan bahwa keterangan tersebut
akurat atau sesuai dengan apa yang diamati dan ditemukan pada benda atau
jenazah yang diperiksa, berdasarkan pengetahuan yang telah dikumpulkan dokter
selama bertahun-tahun. belajar. Menurut kerangka Pasal 184 KUHAP, Visum et
Repertum ialah alat bukti surat yang sah, yang kebenarannya dapat dipercaya oleh
hakim pengadilan.
Ketentuan KUHAP, disingkat KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981), dan
peraturan perundang-undangan lainnya, serta ketentuan mengenai berbagai

1
M. Soekry Erfan Kusuma,dkk, Ilmu kedokteran Forensik dan Medikolegal, (Surabaya: Fakultas
Kedokteran Universitas Airl angga,2012), hlm. 200

2
macam alat bukti yang sah mengenai “alat bukti” dalam proses pemeriksaan di
sidang pengadilan, telah dilaksanakan secara penuh sejak pelaksanaannya.
Menemukan kebenaran materiil (matteriile waarheid) perkara merupakan
tujuan utama pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan. Hal ini terlihat
dari berbagai upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk
mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk menetapkan suatu perkara baik
pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan, maupun
pada tahap persidangan.2
Sesuai pasal 340 KUHP pembunuhan biasa sama dengan pasal 338
KUHP, tetapi yang membedakan adalah perencanaan sebelumnya. Antara
memiliki keinginan untuk membunuh dan benar-benar melakukannya, ada periode
waktu yang dikenal sebagai perencanaan (voorbedachte rade), yang
memungkinkan penyerang untuk dengan tenang mempertimbangkan hal-hal
seperti bagaimana mereka akan melakukan pembunuhan tersebut. Perbedaan
antara pembunuhan dan pembunuhan berencana adalah menurut Pasal 338 KUHP,
pembunuhan dilakukan segera setelah timbul niat, tetapi pembunuhan berencana
bersiap untuk melakukan pembunuhan setelah timbul niat.3
Oleh karena itu, sangat penting untuk memiliki bukti dan bukti untuk
membuktikan bahwa kejahatan telah dilakukan ketika mencoba menyelesaikan
kasus pembunuhan biasa atau pembunuhan berencana. Sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 133 KUHAP, “ia mempunyai kesanggupan untuk mengajukan
permintaan keterangan ahli dari ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya” (penekanan ditambahkan), “visum et repertum” ialah pemeriksaan tubuh
manusia, baik hidup maupun mati.
Telah ditemukan bahwa Visum et Repertum ini adalah bukti yang dapat
dipercaya. karena memiliki liputan berita ialah wasiat. Berkenaan dengan
kejahatan yang mengakibatkan kematian seseorang, yang merupakan jenis

2
Kerjasama antara Kejaksaan Agung RI dengan FHPM Unibraw, Laporan Penelitian Tentang
Masalah Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti, (Malang: Depdikbud Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, 1982), hlm 1
3
Roeslan Saleh, Perbuatan dan Pertanggung Jawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 2003, hlm.
80

3
kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat, tujuan utama Visum et Repertum
ialah untuk menemukan penyebab kematian dan bahkan cara kematiannya. Untuk
melakukan ini, semua organ tubuh harus diperiksa.
Pembunuhan berencana terhadap korban M. Nasir dan Roslinda pada
Selasa 26 Februari 2019 sekitar pukul 02.40 WIB di Desa Lamteh, Kecamatan
Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, merupakan salah satu contoh kasus dalam kasus
putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh. Nomor 214/Pid.B/2019/PN Bna.
Iskandar Bin Muhammad yang bekerja di warung nasi pecal milik korban
melakukan pembunuhan berencana tersebut. Korban Roslinda dan korban M.
Nasir sama-sama ditikam di bagian dada, perut, pergelangan tangan kiri, paha, dan
betis sehingga mengakibatkan luka robek pada paha dan betis Roslinda. M. Nasir,
suami Roslinda, tewas dengan cara ditebas berkali-kali dengan parang dan ditusuk
dengan pisau di bagian dada, perut, dan punggung.
Keinginan terdakwa untuk merencanakan pembunuhan berkembang di
tengah malam karena korban sering menegur. Kedua korban kemudian menjalani
visum et repertum yang dijadikan alat bukti dalam putusan yang dijatuhkan oleh
Dr Zainal Abidin Banda Aceh pada tanggal 6 Maret 2019. Terdakwa dalam kasus
ini dijerat pasal 340 KUHP setelah dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan
berencana terhadap M. Nasir dan Roslinda.4
Surat yang dikenal dengan nama Novum Visum Et Repertum dapat
digunakan untuk menyampaikan hasil pemeriksaan dokter. Untuk menentukan
apakah orang tersebut terluka atau tidak, hasil post mortem dari pemeriksaan
dokter. Dalam KUHAP memuat Aturan yang lengkap tentang pembuktian post-
mortem, namun hal ini tergolong baru jika dihubungkan dengan pendapat para
ahli hukum pidana Islam klasik yang menurut mereka tidak pernah mengenal
pembuktian visum et repertum.5 Tiga jenis alat bukti yang selama ini digunakan
sebagai alat bukti dalam hukum pidana Islam, yaitu:
a. persaksian
b. pengakuan

4
Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 214/Pid.B/2019/PN Bna
5
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), hlm.41

4
c. qarinah
Dengan memeriksa tiga jenis bukti yang tercantum di atas, kita dapat
menentukan apakah post mortem termasuk dalam salah satu dari tiga kategori ini
atau merupakan perkembangan baru dalam alat bukti yang digunakan dalam
prosedur pidana Islam. Dahulu, harus jelas dari masing-masing uraian ringkas
tentang ketiga bentuk pembuktian itu.
Sehubungan dengan adanya alat bukti visum et repertum dalam
pembuktian dan pertimbangan hakim dalam putusan, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang kekuatan dan penerapan alat bukti visum et
repertum dalam menjatuhkan hukuman atau putusan dalam putusan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berkaitan dengan judul tersebut “Tinjauan Yuridis Terhadap Visum Et
Repertum Dalam Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi
Putusan Nomor: 214/Pid.B/2019/PN.BNA)”

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat masalah-masalah
yang berkaitan dengan penelitian ini, masalah tersebut diidentifikasikan sebagai
berikut :
1. Penerapan Visum et Repertum untuk membantu hakim dalam
merumuskan putusan dalam perkara pembunuhan berencana
2. Kekuatan pembuktian Visum et Repertum sebagai alat bukti

1.3 Rumusan Masalah


Beranjak dari latar belakang masalah sebelumnya, penulis merasa tertarik
untuk mengkaji lebih lanjut tentang masalah tersebut. Adapun yang menjadi fokus
pembahasan dan penelitian yang akan penulis lakukan dalam penelitian ini,
penulis sajikan dalam bentuk rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kekuatan pembuktian visum et repertum sebagai alat bukti
dalam tindak pidana pembunuhan berencana (Kajian Putusan Nomor:
214/Pib.B/2019/PN.Bna)?

5
2. Bagaimana cara hakim menerapkan Visum et Repertum dalam memutus
perkara pembunuhan berencana dalam putusan : 214/Pid.B/2019/PN.Bna?

1.4 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian


Untuk mengetahui bagaimana hakim menimbang penerapan Visum et
Repertum dalam kasus pembunuhan berencana, studi ini termasuk dalam bagian
hukum pidana. Tujuan dari penelitian ini ialah:
1. Untuk mengetahui kekuatan Visum et Repertum sebagai bukti
pembunuhan berencana (Kajian Putusan Nomor:
214/Pib.B/2019/PN.Bna).
2. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana Visum et Repertum
digunakan oleh hakim ketika menjatuhkan putusan dalam kasus
pembunuhan berencana: 214/Pid.B/2019/PN.Bna.

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat baik secara teoritis


maupun secara praktis yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis.
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya, maupun bagi masyarakat
pada umumnya mengenai penerapan Visum et Repertum.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para penegak hukum
yang mempunyai tugas dan wewenang.

2. Manfaat praktis.
a. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini nantinya dapat di jadikan
bahan masukan dalam penerapan Visum et Repertum
b. Bagi penegak hukum, hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi
bahan dalam penerapan Visum et Repertum

1.5 Penjelasan Istilah

Interpretasi terminologi dalam penelitian ini adalah interpretasi definisi


operasional variabel penelitian yang secara mendesak ditafsirkan untuk

6
menekankan substansi penelitian yang sedang berlangsung penulis, dan frase yang
membentuk judul penelitian. Sedang mengerjakan. Sedang mengerjakan.
Memegang. Diformat oleh penulis, yaitu:

1.Visum et Repertum
Pernyataan dan laporan tertulis seorang dokter (ahli) yang dibuat di bawah
sumpah tentang apa yang diamati dan ditemukan pada orang yang hidup, mayat,
bukti fisik, atau bukti lain dikenal sebagai visum et repertum. Setelah ini,
pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan informasi terbaik yang tersedia.
Visum et repertum ialah laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah
mengenai apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya
serta memuat kesimpulan pemeriksaan untuk kepentingan pengadilan, menurut
Mun’im Idris, kedokteran forensik spesialis dari Universitas Indonesia. Visum et
repertum, menurut R. Soeparnomo, berasal dari kata latin “visual” yang berarti
melihat dan “repertum” yang berarti melaporkan. Pemeriksaan dilakukan
berdasarkan informasi terbaik setelah visum et repertum—laporan tertulis dari
dokter yang dibuat di bawah sumpah—menggambarkan apa yang diamati dan
ditemukan pada orang hidup, mayat, bukti fisik, atau bukti lain.6

2. Tindak Pidana Pembunuhan


Pembunuhan ialah pengambilan nyawa orang lain dengan sengaja. Untuk
melakukan pembunuhan, pelaku harus melakukan satu tindakan—atau
serangkaian tindakan—yang berujung pada kematian korban, selama kematian
korban menjadi bukti dari tujuan pelaku. Kata “pembunuhan” sendiri berasal
dari kata kerja “membunuh” yang mengandung arti mengakhiri hidup.
Membunuh berarti mendatangkan kematian. Pembunuh mengacu pada
seseorang atau sesuatu yang membunuh, sedangkan pembunuhan mengacu
pada insiden pembunuhan, tindakan, atau sesuatu yang membunuh. Siapapun
yang dengan sengaja mengambil nyawa orang lain dikatakan telah melakukan
pembunuhan. Mencabut nyawa orang lain menunjukkan apakah kejahatan

6
R. Soeparnomo, Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam aspek hukum acara pidana,
(Mandar Maju, Bandung, 2002), hlm. 98

7
pembunuhan telah mengakibatkan akibat yang dilarang atau tidak. Misalnya,
tebasan tidak menyebabkan kematian orang lain. Kejadian ini hanya
percobaan pembunuhan menurut Pasal 338 dan 53, dan belum tentu
merupakan pembunuhan penuh menurut Pasal 338.7

3. Dasar Pertimbangan Hakim


Salah satu faktor yang sangat menentukan dalam menentukan nilai putusan
hakim yang meliputi keadilan (ex aequo et bono), kejelasan hukum, serta
pemaafan bagi para pihak yang terlibat, adalah pertimbangan hakim.
Akibatnya, pertimbangan hakim harus disikapi secara tuntas. Apabila
pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang
berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan
Tinggi/Mahkamah Agung.8

4. Alat Bukti Dalam Perkara Pidana


Dalam Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia diantaranya diatur tentang
pembuktian adalah proses memberikan bukti-bukti yang cukup kepada hakim
yang memeriksa perkara bersangkutan guna memberikan kepastian tentang
kebenaran peristiwa hukum yang diajukan tersebut. Untuk pembuktian hakim
dapat menjatuhkan pidana, berdasarkan Pasal 183 KUHAP sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah yang dapat membentuk keyakinan hakim
tentang kesalahan terdakwa. Dalam KUHP telah dibatasi alat-alat bukti yang
bisa dijadiakan dasar bagi putusan hakim, di mana alat-alat bukti yang sah.
Menurut ketentuan dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah
ialah: a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e.
Keterangan terdakwa9

7
P.A.F Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh , Dan Kesehatan, (PT.Sinar Grafika:
Jakarta, 2012) hlm. 1
8
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet ke-5, (Pustaka
Belajar:Yogyakarta, 2004) hlm. 140
9
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Nyawa dan Tubuh, (Grafindo:Jakarta, 2010), hlm. 57

8
1.6 Kajian Pustaka
Kegiatan penelitian selalu dimulai dengan pengetahuan yang ada, dan
biasanya semua ilmuwan memulai penelitiannya dengan menggali apa yang telah
dikemukakan atau ditemukan oleh para ahli sebelumnya. Sebelum memulai
penyelidikan ini, penulis menelusuri sejumlah temuan studi studi baik berupa
makalah akademis maupun buku—terkaitan dengan fungsi Visum et repertum,
namun ia tidak dapat menemukan satu pun yang secara spesifik mirip dengan
studi ini.
Namun, telah ditunjukkan bahwa sejumlah makalah memperdebatkan
subjek ini. Studi-studi ini termasuk dalam kategori berikut:
1. Mun'in Dalam bukunya Penerapan Kedokteran Yudisial dalam
Proses Penyidikan, Idris Abdullah dan Agung Legowo
Tjiptomartono membahas tentang visum et repertum, yaitu laporan
tertulis dari dokter tersumpah tentang apa yang dilihat dan
ditemukan dalam barang bukti yang diperiksa dan juga memuat
kesimpulan pemeriksaan untuk kepentingan persidangan.10
2. Suharto dan Jonaedi Efendi secara eksplisit mengkaji persoalan
mulai dari prosedur penyidikan hingga persidangan dalam bukunya
Panduan Praktis Menghadapi Perkara Pidana. Sementara itu, para
penulis berbicara secara rinci tentang bagaimana postmortem
digunakan untuk menunjukkan kejahatan penganiayaan.11
3. Disertasi Ardiansyah, “Visum et repertum dalam Pembuktian
Perkara Perkosaan di Pengadilan Negeri Makassar,” Tesis ini lebih
menitik beratkan pada pembahasan pembuktian tahap penyidikan
tentang adanya faktor hubungan persetubuhan atau kekerasan.
Sementara itu, saya berkonsentrasi pada prinsip-prinsip hukum
yang mengatur penerapan visum et repertum dan perspektif Islam

10
Mun’in Idris Abdullah dan Agung Legowo Tjiptomartono, Peranan Ilmu Kedokteran
Kehakiman Dalam Proses Penyidikan ( Jakarta: Karya Unipres, 2002), hlm 10
11
Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan praktis Bila Menghadapi Perkara Pidana , hlm 58

9
tentang penerapan visum et repertum dalam menetapkan kejahatan
penganiayaan dalam tesis saya.12
4. Tesis No.19/Pid.B/2013/Pn.Kdr oleh Veronika Rukmana,
“Kekuatan Bukti Visum ET Repertum Dalam Tindak Pidana
Penganiayaan Sutrisno” Kekuatan Bukti Visum et Repertum dalam
Tindak Pidana Penganiayaan dan Pertimbangan Hukum Hakim
ialah topik utama dari tesis ini. Sementara itu, saya berkonsentrasi
pada asas-asas hukum yang mengatur penerapan post mortem et
repertum dan bagaimana penggunaannya untuk menetapkan
kejahatan penganiayaan dalam tesis yang saya susun.13

1.7 Metodelogi Penelitian


Secara umum karya ilmiah membutuhkan data yang lengkap dan objektif,
dan ada metode tertentu tergantung pada masalah yang akan diteliti:
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis empiris.
yang berusaha menggambarkan hubungan antara fakta yang diteliti dengan
fenomena yang diteliti. Ini adalah gambaran singkat tentang Tinjauan
Yuridis Terhadap Visum Et Repertum Dalam Pembuktian Tindak Pidana
Pembunuhan Berencana, pendekatan penelitian yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis
adalah mengidentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi
sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan nyata. 14Pendekatan
yuridis sosiologis pada penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan hukum secara empiris dengan mendapatkan data secara
langsung ke lapangan yaitu dengan wawancara ataupun observasi

12
Skripsi ARDIANSYAH, Peranan Visum Et Revertum Dalam Pembuktian Perkara
Pemerkosaan di Pengadilan Negeri Makassar, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syari’ah dan
Hukum, Uin Alauddin Makassar Tahun 2011.
13
Skripsi VERONIKA RUKMANA, Kekuatan Pembuktian Visum Et Revertum Dalam Tindak
Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Sutrisno ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No.
179/Pid.B/2013/PN.Kdr.) Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Purwokerto, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Jenderal Soedirman, Tahun 2014.
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (UI Press, Jakarta, 1984) hlm.51

10
1.7.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan topik penelitian,
meliputi data primer dan data sekunder, penelitian ini menggunakan metode
penelitian kepustakaan dan lapangan.
a. Metode Penelitian Kepustakaan (Labriry Research)
Tinjauan Pustaka adalah metode pengumpulan data sekunder dengan cara
membaca, membaca, meneliti, dan meneliti buku, buku, Artikel, media, media
online dan materi kuliah yang relevan dengan topik penelitian yang diteliti.Data
tersebut kemudian diklasifikasikan menurut data yang digunakan untuk menyusun
makalah penelitian ini agar menghasilkan hasil yang otentik.
b.Metode Penelitian Lapangan (Field Research)
Dengan fokus pada kegiatan langsung, seperti akses langsung ke data,
wawancara dengan pihak terkait seperti hakim di Pengadilan Negeri Banda Aceh,
jaksa, dokter di rumah sakit, dan anggota Polri, khususnya penyidik kasus
pembunuhan, penelitian lapangan ialah pengumpulan data primer, studi tentang
topik tersebut.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian, data merupakan gambaran subjek penelitian yang
diperoleh dari bidang studi. Penulis menggunakan metode pengumpulan data
wawancara dan wawancara untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat dari
penelitian ini. Metode wawancara mengumpulkan data melalui interaksi verbal
langsung antara peneliti dan orang yang diwawancarai. 15 Metode wawancara yang
dimaksud adalah metode pengumpulan data yang akurat yang digunakan dalam
proses menyelesaikan beberapa pertanyaan berdasarkan informasi yang diperoleh.
Dalam pendekatan ini, pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan lisan dan tatap muka kepada responden yang dapat memberikan
informasi secara langsung kepada penulis. Wawancara akan dilakukan dengan
hakim dari Pengadilan Negeri Banda Aceh, kejaksaan, staf rumah sakit, dan

15
Muhammad Tegu, Metode Penelitian Ekonomi: Teori dan Aplikasi (Jakarta: Pt. Raja Grafindo
Persada, 2005), hlm.136.

11
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya yang menyelidiki
kasus pembunuhan tersebut.
1.7.4 Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis, setiap penelitian
menggunakan alat bantu yang berbeda. Penulis menggunakan metode wawancara,
penulis memperoleh data dari responden dengan menggunakan alat-alat kertas,
alat tulis, dan telepon genggam.
1.7.5 Langkah-langkah Analisis Data
Setelah membutuhkan informasi tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Visum
Et Repertum, penulis akan mengolah dan menganalisis data menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan yang sistematis, akurat dan jujur dalam
menyelenggarakan acara. Data wawancara mengungkapkan kesenjangan antara
praktek lapangan dan teori dan dianalisis untuk temuan.

1.8 Sistematika Pembahasan


Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang
dilakukan, maka disusunlah suatu sistematika penulisan yang berisi informasi
mengenai materi dan hal yang dibahas dalam tiap-tiap bab, adapun sistematika
penulisan terdiri dari 4 (empat) bab yang di susun dalam penelitian sebagai
berikut:
BAB 1 :
bab ini terdiri dari latar belakang masalah yang berisikan uraian tentang
permasalahan yang diteliti, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
difinisi istilah, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan pembahasan
metodologi.
BAB II :
Bab ini menganalisis tinjauan hukum penggunaan visum et repertu dalam
pembuktian tindak pidana pembunuhan berencana dalam Putusan Nomor:
214/Pid.B/2019/PN.BNA. Ini menilai kekuatan bukti yang diberikan oleh visum et
repertum dalam kejahatan pembunuhan berencana.

12
BAB III :
Bab ini merupakan bab inti dan pembahasan mengenai kekuatan alat bukti Visum
et Repertum sebagai alat bukti dalam tindak pidana pembunuhan berencana dan
penerapan Visum et Repertum dalam pertimbangan Hakim dalam memutus
perkara pembunuhan berencana dalam putusan Nomor: 214/Pid .B/2019/PN.Bna.

BAB IV :
Bab ini terdiri dari dua sub yaitu kesimpulan dari hasil penelitian dan
saran atau masukkan untuk penelitian ini.

13
DAFTAR PUSTAKA
Adami Cazawi, 2010, Kejahatan Terhadap Nyawa dan Tubuh, Grafindo:Jakarta
Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan praktis Bila Menghadapi Perkara Pidana
Kerjasama antara Kejaksaan Agung RI dengan FHPM Unibraw, 1982, Laporan
Penelitian Tentang Masalah Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti,
Kusuma,dkk, 2012, Ilmu kedokteran Forensik dan Medikolegal, Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Malang: Depdikbud Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.M. Soekry Erfan
Mukti Arto, 2004, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet ke-5,
Pustaka Belajar:Yogyakarta,
Muhammad Tegu, 2005, Metode Penelitian Ekonomi: Teori dan Aplikasi, Jakarta:
Pt. Raja Grafindo Persada
Mun’in Idris Abdullah dan Agung Legowo Tjiptomartono, 2002, Peranan Ilmu
Kedokteran Kehakiman Dalam Proses Penyidikan, Jakarta: Karya Unipres
P.A.F Lamintang, 2012, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh , Dan Kesehatan,
PT.Sinar Grafika: Jakarta
Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 214/Pid.B/2019/PN Bna
Roeslan Saleh, 2003, Perbuatan dan Pertanggung Jawaban Pidana, Aksara Baru,
Jakarta
R. Soeparnomo, 2002, Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam aspek
hukum acara pidana, Mandar Maju, Bandung
Skripsi ARDIANSYAH, Peranan Visum Et Revertum Dalam Pembuktian
Perkara Pemerkosaan di Pengadilan Negeri Makassar, Program Studi
Ilmu Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Uin Alauddin Makassar
Tahun 2011.
Skripsi VERONIKA RUKMANA, Kekuatan Pembuktian Visum Et Revertum
Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Sutrisno ( Tinjauan
Yuridis Terhadap Putusan No. 179/Pid.B/2013/PN.Kdr.) Program Studi
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Purwokerto, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Universitas Jenderal Soedirman, Tahun 2014.
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai