Anda di halaman 1dari 14

JOURNAL READING

VISUM ET REPERTUM AS EVIDENCE IN UNCOVERING THE OCCURRENCE


OF CRIMINAL ACTS

Pembimbing :
dr. Suryo Wijoyo, Sp. KF, MH.Kes

Disusun oleh :
Gracia J. R. Tuamelly - 2165050101

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


PERIODE 11 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RSUD DR.CHASBULLAH ABDUMADJID KOTA BEKASI
2023
01
PENDAHULUAN
● Tahapan proses penyelesaian perkara pidana : penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
● Putusan pidana oleh hakim berdasarkan pada kebeneran materiil, yaitu
kebenaran hakiki berdasarkan fakta hukum yang ada → diperoleh dari proses
pembuktian.
● Pasal 184 Ayat 1 KUHAP (Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana) :
“Alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, keterangan terdakwa”
● Pada tahap pemeriksaan, diperlukan bantuan ahli dalam membantu pencarian
kebenaran. Contoh, (+) perkara yang berkaitan dengan luka pada tubuh manusia →
diperlukan kedokteran forensik → membuat keterangan secara tertulis Visum et
Repertum (VER), dengan berpegang teguh pada sumpah sesuai dengan KUHAP
● VER → alat bukti berupa surat
● Tindak pidana yang memerlukan visum → pembunuhan berencana (moord) termasuk
bunuh diri dan pembunuhan anak yang tercantum dalam Pasal 340, 342, dan 345
KUHP
● Visum tidak dapat menjadi alat bukti yang berdiri sendiri → penyidik perlu mengkaji
leih dalam untuk memperoleh kebenaran materiil.
● Penelitian hukum yang
menggunakan pendekatan

02 yuridis normatif/doktrinal
dengan mengumpulkan
dan menganalisis data
sekunder.
METODE ● Teknik pengumpulan data
: penelitian kepustakaan

PENELITIAN ○ Data Primer : UUD


1945, KUHP, KUHAP
○ Data Sekunder : Buku,
Karya ilmiah (jurnal,
makalah, tesis, artikel)
03
HASIL DAN
DISKUSI
Apa posisi Visum et Repertum dalam proses pidana?

Untuk membuktikan corpus delicti


Corpus delicti → penting
→ penuntut harus membuktikan adanya
untuk membuktikan terjadinya luka - luka, perbuatan merugikan, dan
suatu tindak pidana sebelum perbuatan melawan hukum.

seseorang didakwa melakukan


Visum et Repertum → digunakan untuk
tindak pidana tersebut. menggantikan corpus delicti.
● Visum digunakan untuk memperjelas suatu barang bukti →
dibutuhkan ahli forensik
● Kesaksian ahli forensik di sidang pengadilan dikategorikan sebagai,
keterangan ahli ; Hasil visum dalam VER, sebagai bukti surat →
VER merupakan alat bukti yang sah
● Dari ilmu forensik, dapat diketahui apakah luka, gangguan kesehatan,
atau kematian seseorang disebabkan oleh suatu tindak pidana.
● Pasal 184 KUHAP, menyebutkan ada 5 alat bukti dalam perkara
pidana :
○ Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
keterangan terdakwa
● Kedudukan VER dalam hukum pembuktian acara pidana :
○ Alat bukti surat, , diatur dalam Pasal 184 ayat 1 huruf c dan Pasal 187
huruf c KUHAP.
○ Alat bukti keterangan ahli, diatur dalam Pasal 184 ayat 1 huruf b
KUHAP.
● Tugas Dokter ahli forensik dalam proses peradilan :
○ Pemeriksaan ditempat terjadinya perkara, di TKP untuk mengetahui
korban meninggal di tempat dan penyebab kematian.
○ Pemeriksaan terhadap korban luka, Untuk mengetahui ada tidaknya
penganiayaan, kejahatan atau pelanggaran kesusilaan, untuk mengetahui
umur seseorang dan untuk mengetahui apakah bayi meninggal dalam
kandungan.
Apa kekuatan pembuktian Visum et Repertum ?

● Visum et Repertum → mempunyai kekuasaan mutlak, namun harus disertai


bukti lain, sesuai dengan pasal 183 KUHP “bahwa dalam persidangan seorang
hakim dapat menjatuhkan pidana apabila mempunyai sekurang-kurangnya 2
(dua) alat bukti yang sah dan keyakinan hakim”.
● Pembuatan pidana yang dapat dibuktikan dengan visum adalah sebagai berikut:
Pembunuhan berencana, bunuh diri, penganiayaan, pemerkosaan.
● Dokter berperan penting dalam mengungkap bukti → dokter yang membuat
VER harus mendapatkan perlindungan hukum agar dapat memberikan bukti
yang jelas dan tanpa tekanan dari pihak tertentu.
● Kedudukan VER dalam
perkara pidana →

04 pengganti corpus delicti,


untuk menunjukkan telah
terjadi luka, kerugian, dan
perbuatan melawan
KESIMPULAN hukum.
● VER memuat alat bukti
berupa surat.
● Untuk memutuskan suatu
perkara, hakim harus
punya paling sedikit 2
(dua) alat bukti yang sah.
TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA
1. Adyan, Antory Royan. (2010). Kekuatan Hukum Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Di Tinjau Dari KUHAP Dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004. Keadilan
Progresif, 1(1).
2. Barda Nawawi Arief, S. H. (2018). Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan. Prenada Media.
3. Christ, Destalia. (2016). Kedudukan Visum Et Repertum (VER) Dalam Tindak Pidana Pembunuhan. Lex Et Societatis, IV(2), 5–10. Opgehaal Van
4. Gainer, Ronald L. (2018). Federal Criminal Code Reform: Past And Future. Buffalo Criminal Law Review, 2(1), 45–159.
5. Gumilang, Putu Gupta Arya, Adiputra, Luh Made Indah Sri Handari, & Adiartha, I. Putu. (2020). Gambaran Tingkat Risiko Musculoskeletal Disorders (Msds)
Berdasarkan Metode Reba Saat Proses Menyetrika Pada Pekerja Laundry Di Denpasar, Bali. Jurnal Medika Udayana, 9(1), 22–27. Opgehaal Van
6. Hamonangan, Richardo Friendly. (2022). Kedudukan Visum Et Repertum Dalam Pembuktian Perkara Pidana Penganiayaan.
7. Indonesia, Undang Undang Dasar Negara Republik. (2018). UUD 1945 Dan Gagasan Amandemen Ulang. Rajawali Pers.
8. Iqbal Setiaji, Rikat, & Sugiharto, Dan R. (2020). Fungsi Visum Et Repertum Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penganiayaan (Studi Kasus Di Polres Kendal). 819–
833. Opgehaal Van
9. Jabir, M., Suhaimi., & Syarifuddinhasyim. (2015). Peranan Visum Et Repertum Dalammengungkap Suatu Tindak Pidana Pembunuhan. Jurnal Ilmu Hukum, 3(3), 41–
50. Opgehaal Van
10. Mario, Sabam Mahita. (2018). Dakwaan Alternatif Pemidanaan Gabungan Tindak Pidana Pemalsuan Surat Dan Penggunaanya Serta Tindak Pidana Perdagangan
Orang (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 632k/Pid. Sus/2016). Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
11. Nisa, Yusup Khairun, & Krisnan, Johny. (2015). Kekuatan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Mengungkap Terjadinya Tindak Pidana. Varia Justicia,
11(1), 185–199.
12. Sandu, Siyoto, & Sodik, M. Ali. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 3.
13. Soekanto, Soerjono. (2016). Introduction To Legal Research, Jakarta. UI Press.
14. Sonata, Depri Liber. (2012). Permasalahan Pelaksanaan Lelang Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Perkara Perdata Dalam Praktik. Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum,
6(2).
15. Utrecht, E. (2020). Hukum Administrasi Negara Indonesia. Bandung: FHMP Universitas Negeri Padjajaran

Anda mungkin juga menyukai