Anda di halaman 1dari 74

ASPEK HUKUM & MEDIKOLEGAL

KEKERASAN TERHADAP
PEREMPUAN & ANAK
SISWO P SANTOSO
KEKERASAN

Kekerasan diartikan sebagai sebuah bentuk perbuatan yang dilatar


belakangi oleh sikap atau prilaku yang tidak manusiawi, dilakukan
terhadap orang lain serta menimbulkan kerugian terhadap orang
tersebut.
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Segala bentuk tindak kekerasan berbasis gender yang berakibat, atau


mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau
penderitaan terhadap perempuan termasuk ancaman dari tindakan
tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik
yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan
pribadi
PASAL 1 AYAT (3) PERATURAN MENTERI NEGARA
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN
ANAK NO. 01/2010 TTG SPM BIDANG LAYANAN TERPADU
BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

“ Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat


atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara
fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang,
baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi”
KEKERASAN TERHADAP ANAK

Semua bentuk tindakan/perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun


emosional, penyalahgunaan seksual, trafiking, penelantaran, eksploitasi
seksual komersial anak (ESKA) yang mengakibatkan cidera/kerugian nyata
ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak,
tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam
konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan
UU 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN
ATAS UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK
• Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual,
dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
JENIS KEKERASAN

• Kekerasan Fisik
• Kekerasan Psikis
• Kekerasan Seksual
• Eksploitasi/Trafficking
• Penelantaran/Ekonomi
• Lansia/Difable
• Perempuan Dalam Situasi Darurat Lainnya
PERLINDUNGAN HUKUM

• Perlindungan HUKUM DIARTIKAN SEBAGAI UPAYA HUKUM YANG HARUS


DIBERIKAN OLEH APARAT PENEGAK HUKUM UNTUK MEMBERIKAN RASA
AMAN, SECARA PIKIRAN MAUPUN FISIK, DARI GANGGUAN ATAU ANCAMAN
OLEH PIHAK LAIN (KANSIL)

• PERLINDUNGAN HUKUM ITU SENDIRI …….. HARUS MAMPU


MEREFLEKSIKAN HUKUM SEBAGAI PERANGKAT KAIDAH YANG FUNGSI DAN
KONSEPNYA ADALAH  MEMBERIKAN RASA KEADILAN, KETERTIBAN,
KEPASTIAN, KEMAMFA’ATAN, DAN KEDAMAIAN.
PERLINDUNGAN HUKUM

• Perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak harus dimulai dari pembentukan
peraturan perundang-undangan yang bermutu, yaitu peraturan yang dari:
• Aspek filosofis: adil
• Aspek sosiologis: menyerap aspirasi dari stakeholders .… sehingga UU
tersebut efektif
• Aspek yuridis: kaidahnya jelas, tegas, lugas, tuntas, dan ide hukumnya
mudah difahami ….…. sehingga tidak terjadi salah tafsir atau multi tafsir
KEDOKTERAN VERSUS HUKUM
KEDOKTERA HUKUM
N

KEDOKTERA HUKUM
N FORENSIK KEDOKTERA
N

MEDIKO
LEGAL
KEDOKTERAN VERSUS HUKUM

KETIDAKSESUAIAN PENDAPAT ANTARA DOKTER DENGAN AHLI HUKUM


DIAKIBATKAN OLEH:
• PERBEDAAN PARADIGMA ILMU KEDUANYA. ILMU KEDOKTERAN BERSIFAT
DESKRIPTIF DAN EMPIRIS
• SEDANGKAN ILMU HUKUM BERSIFAT PRESKRIPTIF DAN NORMATIF,
• ILMU KEDOKTERAN TIDAK BISA MENCAPAI KEPASTIAN YANG SERATUS
PERSEN, TETAPI SELALU BERDASARKAN PROBABILITAS, DENGAN
MEMPERHATIKAN BERBAGAI ASPEK LAIN
KEDOKTERAN VERSUS HUKUM

KETIDAKSESUAIAN PENDAPAT ANTARA DOKTER DENGAN AHLI HUKUM


DIAKIBATKAN OLEH:
• PERBEDAAN PARADIGMA ILMU KEDUANYA. ILMU KEDOKTERAN BERSIFAT
DESKRIPTIF DAN EMPIRIS
• SEDANGKAN ILMU HUKUM BERSIFAT PRESKRIPTIF DAN NORMATIF,
• ILMU KEDOKTERAN TIDAK BISA MENCAPAI KEPASTIAN YANG SERATUS
PERSEN, TETAPI SELALU BERDASARKAN PROBABILITAS, DENGAN
MEMPERHATIKAN BERBAGAI ASPEK LAIN
PELAKU FUNGSI KEDOKTERAN FORENSIK
KLINIK

• Dokter Umum Di IGD Rumah Sakit


• Dokter Spesialis Di IGD / Rawat Inap
• Dokter Konsultan Forensik Klinik (DKFK)
BEBAN TAMBAHAN SBG DOKTER KLINIK

• Peran dokter klinik sebagai dokter “forensik’ umumnya merupakan beban selain


memeriksa dan mengobati pasien merupakan tugas utama
• Adanya tugas tambahan sbg dokter “forensik” terpaksa harus mengurangi perhatian
tugas utamanya, perasaan kurang kompeten, kedokteran forensik klinik umumnya
amat minim  
• Membuat VER, dan menghadiri sidang pengadilan untuk memberikan keterangan ahli,
meruipakan hal yang tidak disukai karena merepotkan dan membuang-buang waktu 
• Adanya perasaan tidak nyaman saat berhubungan dgn pengacara, polisi, jaksa serta
hakim berkaitan penanganan kasus tsb 
• Kewajiban ini bukan merupakan sumber penghasilan. 
ASPEK HUKUM
INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL DAN
NASIONAL
• Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women
1979 (CEDAW)
• UU 7 / 1984 Ttg Ratifikasi CEDAW
• UU 23/2004 Ttg Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT)
• UU 21/2007 Ttg Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO
• UU 35/2014 Ttg Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA)
• Inpres 9/2000 Ttg Pengarusutamaan Gender (PUG)
ASPEK MEDIKOLEGAL
MEDIKOLEGAL

• Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu
yaitu mediko yang berarti ilmu kedokteran dan legal yang berarti
ilmu hukum.
• Medikolegal berpusat pada standar pelayanan medis dan standar
pelayanan operasional dalam bidang kedokteran dan hukum –
hukum yang berlaku pada umumnya dan hukum – hukum  yang
bersifat khusus seperti kedokteran dan kesehatan pada khususnya.
PROSEDUR MEDIKOLEGAL

• Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan


berbagai aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum.
• Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum,
pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian
keterangan ahli di dalam persidangan, berkaitan visum et repertum dgn rahasia
kedokteran, penerbitan surat kematian dan surat keterangan medik, pemeriksaan
kedokteran terhadap tersangka (psikiatri forensik) dan kompetensi pasien untuk
menghadapi pemeriksaan penyidik.
PERANAN MEDIKO-LEGAL

1. Membantu menentukan adanya kekerasan.


2. Membantu mengungkap prosesnya, yaitu:
a) Kapan dilakukan.
b) Dimana dilakukan.
c) Dengan benda atau senjata apa dilakukan.
d) Bagaimana cara melakukan.
e) Apa akibatnya, yaitu : - luka ringan;
- luka sedang;
- luka berat; atau
- Meninggal dunia.
3. Membantu mengungkap IDENTITAS KORBAN.
4. Membantu mengungkap IDENTITAS PELAKU.
• Point 1) utk penyelidikan. Point 2), 3) dan 4) utk penyidikan.
UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1981

• Melalui pendekatan yuridis visum et repertum di dalam undang-


undang no 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana, menunjukkan
terdapat masalah mendasar yaitu kedudukan visum et repertum masuk
dalam alat bukti : keterangan ahli atau alat bukti : surat yang kedua
alat bukti ini sah menurut hukum sesuai pasal 184 KUHAP
ALAT BUKTI YANG SAH

KUHAP pasal 186 dan 187. (Adopsi: ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1)
• Pasal 186: keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.
• Pasal 187(c): surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya.
• Kedua pasal tersebut termasuk dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan
dalam kuhap
ASPEK YURIDIS

Pasal 184 KUHAP Ayat 1 huruf b


1) Alat bukti yang sah ialah :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
DASAR HUKUM

Pasal 133 KUHAP menyebutkan :


(1)Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seseorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainya.
(2)Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat
PENGERTIAN VISUM ET REPERTUM

Kata visum et repertum berasal dan kata visual (= melihat) dan repertum
(= melaporkan), sehingga visum et repertum berarti laporan mengenai apa
yang dilihat atau di­periksanya.
Visum et repertum (ver) adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter
atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis
terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari
tubuh manusia, berupa temuan dan intepretasinya, dibawah sumpah dan
untuk kepentingan peradilan
ASPEK HUKUM KETERANGAN AHLI

• Pasal 179 KUHAP… Diminta Pendapatnya Sebagai Ahli Kedokteran


Kehakiman Atau Dokter Atau Ahli Lainnya …
• Pasal 180 KUHAP… Hakim Ketua Sidang Dapat Minta Keterangan Ahli
Dan Dapat Pula Minta Agar Diajukan Bahan Baru
• Pasal 184 KUHAP Ayat 1 Huruf B…alat Bukti Yg Sah..Keterangan Ahli
& Surat
• Pasal 186 KUHAP.. Keterangan Ahli Sidang Pengadilan
VISUM ET REPERTUM & RAHASIA
KEDOKTERAN

• Pasal 50 KUHP : barangsiapa melakukan perbuatan untuk


melaksanakan ketentuan undang undang, tidak dipidana.
• Kewajiban pembuatan visum et repertum didasarkan atas undang-
undang (lebih tinggi dari pp no 10 / 1966)
• Dasar hukumnya undang-undang sehingga menggugurkan wajib simpan
rahasia kedokteran (dalam membuat ver)
SURAT KETERANGAN DOKTER

Sebagai Profesional: (Terperiksa Adalah PASIEN)


• Surat Keterangan Kesehatan;
• Surat Keterangan Lahir;
• Surat Keterangan Sakit;
• Surat Keterangan Hamil;
• Surat Keterangan Kematian;
• Surat Keterangan Medis (Resume Medis);
Sebagai Ahli (Saksi Ahli): (Terperiksa Adalah KORBAN)
• Visum Et Repertum (Keterangan Tertulis).
FUNGSI
KETERANGAN DOKTER DI SIDANG
PENGADILAN
Sebagai ALAT BUKTI katagori:
a) Keterangan ahli, bila diberikan secara lisan di sidang pengadilan dengan sumpah
atau janji.
b) Surat, bila diberikan secara tertulis dengan mengingat sumpah saat menerima
jabatan (visum et repertum).
Sebagai keterangan yang disamakan nilainya dengan alat bukti,
 Bila diberikan didepan penyidik dgn sumpah atau janji tetapi kemudian keterangan
tersebut dibacakan di sidang pengadilan karena dokterr tidak dapat didatangkan karena
alasan yang syah.
Sebagai keterangan yg hanya menguatkan keyakinan hakim,
• Bila diberikan di sidang pengadilan setelah dr selesai menjalani penyanderaan karena
tanpa alasan sah menolak mengucapkan sumpah atau janji.
FUNGSI
KETERANGAN DOKTER DI SIDANG
PENGADILAN

• Alat Bukti KETERANGAN AHLI


• Alat Bukti SURAT (Ver)
Unsur Pembentuk
• Keterangan (Yang Disamakan Nilainya Keyakinan Hakim
Dengan Alat Bukti)

Keterangan Yang Hanya Dapat UNSUR PENGUAT


Menguatkan Keyakinan Hakim KEYAKINAN HAKIM
FUNGSI
KETERANGAN DOKTER DI SIDANG
PENGADILAN

Bila dalam suatu perkara hanya bisa diperoleh:


 Sebuah unsur pembentuk keyakinan; dan
 Sebuah unsur penguat keyakinan;
Maka seharusnya keyakinan hakim tidak boleh terbentuk.
Bila minimal dua alat bukti yang sama-sama merupakan unsur
pembentuk keyakinan, maka keyakinan hakim boleh terbentuk
PERAN TENAGA KESEHATAN

• Wajib memeriksa kesehatan korban


• Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan kesehatan
• Membuat visum et repertum atau
• Surat keterangan medis yg memiliki kekuatan hukum jadi alat bukti
KEWAJIBAN
MENGUCAPKAN SUMPAH ATAU JANJI
• Bila diminta keterangannya maka dr wajib mengucapkan sumpah atau janji.
• Jika dokter menolak mengucapkan sumpah atau janji tanpa alasan hukum yg sah
maka dr:
• Disandera di rumah tahanan negara maksimal 14 hari bila penolakannya dilakukan di
sidang pengadilan.
• Tidak boleh disandera di rumah tahanan negara jika penolakannya dilakukan di depan
penyidik.
Ingat :
• Disandera = dirampas kemerdekaannya (sebagai upaya paksa) agar dr bersedia
mengucap sumpah atau janji.
• Ditahan = dirampas kemerdekaannya agar tidak mengulangi perbuatannya, tidak lari,
atau menghilangkan barang bukti.
KUHAP PASAL 108 AYAT.1

Setiap orang yg mengalami,melihat menyaksikan dan atau menjadi


korban peristiwa yg merupakan tindak pidana kepada penyelidik dan
atau untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik
dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
68 TAHUN 2013 TENTANG
KEWAJIBAN PEMBERI LAYANAN KESEHATAN
Setiap tenaga kesehatan wajib:
• Memberitahukan orang tua/pendamping bila menemukan adanya dugaan
kekerasan terhadap anak disertai anjuran untuk melaporkan kepada kepolisian
• Jika orang tua/pendamping menolak melaporkan, nakes wajib memberikan
informasi kepada kepolisian.
• Tenaga kesehatan dalam hal ini berkedudukan sebagai pemberi informasi, bukan
saksi pelapor
PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
DALAM PP KTP/A

Pelayanan tk rujukan
Pelayanan dasar dapat diakses 24
mengidentifikasi & jam dilakukan secara
tatalaksana korban komprehensif baik
Sosialisasi pencegahan medis, psikososial &
& penaganan medikolegal
PELAYANAN KESEHATAN KASUS KTPA
PELAYANAN MEDIS
Pemeriksaan Medis (Anamnesis & px Fisik)
Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan Penunjang (Rontgen, USG, Px Lab: darah & urin rutin).
Penatalaksanaan medik

PELAYANAN MEDIKO-LEGAL
mengumpulkan barang- barang bukti yg dituangkan dlm bentuk Visum
et Repertum (VeR)

PELAYANAN PSIKOSOSIAL
Penanganan krisis konseling, pendampingan, kunjungan
rumah & rumah aman bagi korban.
TUJUAN LAYANAN DI RS

• Layanan KtPA di RS berfokus pada korban.


• Menjamin kerahasiaan korban KtPA .
• Menghormati keinginan, kebutuhan, hak dan kapasitas korban dan
mempertimbangkan kepentingan terbaik.
• Perlakukan secara bermartabat, berikan prilaku yg mendukung, sediakan
informasi dan kelola ekspektasi, pastikan rujukan dan pendampingan
selama proses berlangsung.
• Menjamin tidak ada diskriminasi thd korban.
MEDIKOLEGAL

Aspek mediko legal dalam penatalaksanaan kasus kekerasan


terhadap perempuan dan anak :
• Klien/korban dapat datang dengan atau tanpa disertai surat permintaan
visum. Atau korban datang ke RS untuk pelayanan medis namun
terindikasi merupakan korban KTP/A. Kekerasan yang dapat terjadi
meliputi kekerasan fisik, kekerasan mental dan kekerasan seksual
Hukum dan peraturan berkaitan KtPA

PERKOSAAN (KUHP PASAL 285)


• Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang perempuan bersetubuh dengan dia di luar perkawinan,
diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun
• PERSETUBUHAN DENGAN ORANG YANG TIDAK BERDAYA (KUHP
PASAL 286)
•  Barangsiapa bersetubuh dengan seorang perempuan diluar
perkawinan, padahal diketahui bahwa perempuan itu dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun
• PERSETUBUHAN DENGAN ANAK DIBAWAH 15 TAHUN (KUHP
PASAL 287)
•  1. Barangsiapa bersetubuh dengan seorang perempuan diluar
perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umurnya belum limabelas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas,
bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun
• 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur
perempuan itu belum sampai duabelas tahun atau jika ada salah satu hal
berdasarkan pasal 291 dan pasal 294
•• Pasal 291 : menderita iuka berat atau mati akibat perbuatan itu
• • Pasal 294: karban adalah anaknya, anak tirinya, muridnya, anak
yang berada dibawah pengawasannya, bujangnya atau bawahannya
KEWAJIBAN DOKTER MEMBUAT
KETERANGAN AHLI (KUHAP Pasal 133)
•  Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
iuka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Keterangan ahli ini dapat
diberikan:
• Secara lisan di depan sidang pengadilan (pasal 186 KUHAP)
• Pada masa penyidikan dalam bentuk laporan penyidik (penjelasan psi 186 kuhap)
• Bentuk keterangan tertulis di dalam suatu surat (pasal 187 KUHAP)
• BIAYA PEMBUATAN KETERANGAN AHLI (PASAL 136 KUHAP)
•  Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam bagian kedua bab 14 ditanggung oleh
negara
• PENANGANAN KEKERASAN (UU NOMOR 23 TAHUN 2004 PASAL 15)
•  Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:
• A. Mencegah berlangsungnya tindak pidana;
• B. Memberikan perlindungan kepada korban;
• C. Memberikan pertolongan darurat; dan
• D. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan
• UU NOMOR 23 TAHUN 2002 PERLINDUNGAN ANAK PASAL 78
•  Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari
kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban
perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud pada pasal 59, padahal anak
tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
• PENANGANAN KEKERASAN (UU NOMOR 21 TAHUN 2007 PEMBERANTASAN
• TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG/PTPPO PASAL 51)
•  (1) Karban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan,
dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami
penderitaan baik fisik maupun psikis akibat tindak perdagangan orang
• (2) hak-hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh korban atau keluarga korban,
teman korban, kepolisian, relawan pendamping, atau pekerja sosial setelah korban melaporkan
kasus yang dialaminya atau pihak lain melaporkannya kepada kepolisian negara republik
indonesia
• KEWAJIBAN MEMBENTUK PUSAT PELAYANAN (UU NOMOR 21 TAHUN
2007
• PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG/PTPPO PASAL
52)
•  (1) Menteri atau instansi yang menangani rehabilitasi sebagaimana
diamksud dalam pasal 51 ayat (1) wajib memberikan rehabilitasi kesehatan,
rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial paling lambat 7 (tujuh) hari
terhitung sejak diajukan permohonan.
• WAJIB LAPOR (PASAL 108 KUHAP)
•  (1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban
peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan
atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
• (3) setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui
tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera
melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik
INFORMED CONSENT

 Informed consent adalah isu sentral dalam masalah medikolegal. Pemeriksaan terhadap
seseorang tanpa mendapat persetujuan tertulisnya dapat berdampak pada petugas
kesehatan tersebut berupa tuduhan penyerangan, penganiayaan atau pelanggaran.
Di beberapa pengadilan, hasil pemeriksaan yang dilakukan tanpa persetujuan tidak
dapat digunakan dalam proses hukum. Di indonesia, hal ini diatur dalam permenkes RI
no.290 tahun 2008 tentang persetujuan tindakan medik.
Dalam hal kasus kekerasan pada anak, informed consent dilakukan terhadap orang
tua/ wali anak tersebut.
BAGAN ALUR PELAYANAN
MEDIKOLEGAL DI RS
KORBAN

PENYIDIK (POLISI) IGD/ POLIKLINIK

PUSAT PELAYANAN
TERPADU

SURAT
VISUM et REPERTUM KETERANGAN
DOKTER
PEMBUATAN VISUM DAN SAKSI AHLI
DALAM PROSES HUKUM
Tenaga kesehatan terutama dokter dapat dipanggil unutk memberikan bukti, baik dalam bentuk
laporan tertulis atau sebagai saksi ahli di pengadilan
KUHP PS 179 TENTANG SAKSI AHLI
• (1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
• (2) semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan YANG SEBENARNYA MENURUT
PENGETAHUAN DALAM BIDANG KEAHLIANNYA.
• PERTANYAANNYA,APAKAH KETERANGAN DOKTER DAPAT DIKATAGORIKAN SEBAGI ALAT BUKTI YANG SYAH DI
SIDANG PENGADILAN? JIKA DAPAT MAKA TERMASUK ALAT BUKTI KATAGORI YANG MANAKAH KETERANGAN DOKTER
TERSEBUT?
• UNTUK MENJAWAB PERTANYAAN TERSEBUT MAKA PERLU DIPAHAMI LEBIH DAHULU TENTANG SYARAT-SYARAT
SYAHNYA SUATU ALAT BUKTI, YAITU HARUS MEMENUHI SYARAT FORMIEL DAN MATERIEL. SYARAT FORMIEL ADALAH
SYARAT YANG BERKAITAN DENGAN CARA DOKTER MENYAMPAIKAN KETERANGANNYA, YAKNI SESUAI DENGAN
KETENTUAN YANG BERLAKU ATAU TIDAK. ADAPUN SYARAT MATERIEL IALAH SYARAT YANG BERKAITAN DENGAN ISI
(SUBSTANSI), YAITU:
•  A. FAKTUAL (FACTUALLY CORRECT), YAITU SESUAI DENGAN KENYATAAN YANG ADA PADA OBJEK YANG DIPERIKSA.
•  B. OPININYA (KESIMPULANNYA) TIDAK BERTENTANGAN DENGAN TEORI KEDOKTERAN YANG TELAH TERUJI
KEBENARANNYA
• SELAMA KETERANGAN DOKTER DALAM KAPASITASNYA SEBAGAI AHLI TELAH MEMENUHI KEDUA
SYARAT TERSEBUT MAKA KETERANGANNYA DAPAT BERFUNGSI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SYAH.
OLEH SEBAB ITU MENJADI TUGAS HAKIM UNTUK MENGUJI KEDUA SYARAT TADI.
•  UNTUK SYARAT MATERIEL HAKIM DAPAT MELAKUKANNYA DENGAN MENCOCOKKAN DENGAN ALAT
BUKTI LAIN. JIKA MASIH MERASA RAGU, IA DAPAT MEMINTA PENDAPAT DOKTER LAIN ATAU MEMINTA
AGAR DIAJUKAN BAHAN BARU OLEH YANG BERKEPENTINGAN. BAHKAN KARENA JABATANNYA
HAKIM DAPAT MEMERINTAHKAN UNTUK DILAKUKAN PEMERIKSAAN ULANG ATAS BARANG BUKTI
YANG TELAH DIPERIKSA KEPADA INSTANSI LAIN ATAU INSTANSI YANG SAMA SEPANJANG DOKTER
PEMERIKSANYA BERBEDA. SEDANGKAN UNTUK SYARAT FORMIEL, HAKIM PERLU MENELITI APAKAH
SUDAH MEMENUHI KETENTENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.
• Mengenai katagorinya, keterangan dokter dalam kapasitasnya sebagai ahli dapat dimasukkan sebagai:
•  1. Alat bukti, yaitu:
• A. Alat bukti katagori “keterangan ahli”, apabila diberikan dalam bentuk lisan di sidang pengadilan dengan mengucapkan
sumpah atau janji sebelum atau jika dianggap perlu juga sesudah memberikan keterangan,
•  B. Alat bukti katagori "surat", apabila diberikan dalam bentuk tertulis dengan mengingat sumpah waktu menerima jabatan
sebagai dokter atau dengan lebih dahulu mengucapkan sumpah atau janji sebagi ahli ketika hendak melakukan pemeriksaan.
•  2. Keterangan yang disamakan nilainya dengan alat bukti apabila suatu keterangan dokter pernah diberikan dalam bentuk lisan
disertai sumpah atau janji di depan penyidik, tetapi kemudian dokter berhalangan hadir di siding
•  3. Keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim, yaitu apabila diberikan secara lisan di sidang pengadilan sesudah
dokter menjalani penyanderaan maksimal 14 (empat belas hari) karena waktu itu ia menolak mengucapkan sumpah atau janji di
sidang pengadilan.
• UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
DALAM UU NO. 23 TAHUN 2004 PASAL 1 AYAT 1, DEFINISI KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA DIRUMUSKAN SEBAGAI BERIKUT:
•  “SETIAP PERBUATAN TERHADAP SESEORANG, TERUTAMA PEREMPUAN, YANG
BERAKIBAT TIMBULNYA KESENGSARAAN ATAU PENDERITAAN SECARA FISIK, SEKSUAL,
PSIKOLOGIS, DAN/ATAU PENELANTARAAN RUMAH TANGGA, TERMASUK ANCAMAN UNTUK
MELAKUKAN PERBUATAN, PEMAKSAAN, ATAU PERAMPASAN KEMERDEKAAN SECARA
MELAWAN HUKUM DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA".
• Menurut UU ini, bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut.
•  > Kekerasan fisik (pasal 6), yakni perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat.
•  Kekerasan psikis (pasal 7) adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
•  Kekerasan seksual (pasal 8) meliputi, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
•  Penelantaran rumah tangga (pasal 9) adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam rumah tangganya,
padahal menurut hukum atau persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut.
•  
ATURAN HUKUM PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
DAN ANAK
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

• MENURUT KETENTUAN PASAL 1 UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK, ANAK (BELUM


DEWASA) ADALAH SESEORANG YANG USIANYA BELUM MENCAPAI 18 TAHUN, TERMASUK
ANAK YANG BELUM LAHIR. PERKAWINAN TIDAK MENGUBAH STATUS KETIDAKDEWASAAN
SI ANAK. UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK MENGESAMPINGKAN SEMUA KETENTUAN
LAIN BERKENAAN DENGAN PENETAPAN USIA DEWASA, TERMASUK UNDANG-UNDANG
PERKAWINAN (1/1974).
• PENELANTARAN, KEKEJAMAN DAN ADOPSI
• 77 B PENELANTARAN SETIAP ORANG YANG DENGAN SENGAJA
MELAKUKAN TINDAKAN: B. PENELANTARAN TERHADAP ANAK YANG
MENGAKIBATKAN ANAK MENGALAMI SAKIT ATAU PENDERITAAN,
BAIK FISIK, MENTAL, MAUPUN SOSIAL
• 78 MEMBIARKAN ANAK DALAM SITUASI DARURAT
• 79 ADOPSI/PENGANGKATAN ANAK
• 80 TINDAKAN KEKEJAMAN, KEKERASAN, DSTNYA
• KEKERASAN UNTUK TUJUAN SEKSUAL
• 81 KEKERASAN DENGAN TUJUAN HUBUNGAN SEKSUAL
• 82 KEKERASAN DENGAN TUJUAN PERBUATAN CABUL ATAU ASUSILA
• KEKERASAN UNTUK TUJUAN SEKSUAL

• 83 PERDAGANGAN, JUAL- BELI ATAU PENCULIKAN


• TRANSPLANTASI DAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH
• 84 TRANSPLANTASI ILEGAL
• 85 PERDAGANGAN ATAU JUAL-BELI ORGAN TUBUH
• EKSPLOITASI EKONOMI DAN SEKSUAL

• 88 EKSPLOITASI EKONOMI DAN SEKSUAL


UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA

• 44 KEKERASAN FISIK
• KEKERASAN PSIKIS
• 45 KEKERASAN PSIKIS
• KEKERASAN SEKSUAL
• 46 KEKERASAN SEKSUAL (1)
• 47 KEKERASAN SEKSUAL (2)
• MENELANTARKAN ORANG DALAM RUMAH TANGGA

• 49 MENELANTARKAN ORANG DALAM RUMAH TANGGA


KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BUKU II, BAB XIV: KEJAHATAN
TERHADAP

• KESUSILAAN
• 297 PERDAGANGAN PEREMPUAN
• BAB XII: MEMALSUKAN SURAT-SURAT
• 263 MEMALSUKAN SURAT
• BAB III: KEJAHATAN TERHADAP KEDUDUKAN WARGA
• 277 MENGABURKAN ASALUSUL SESEORANG
•  278 PENGAKUAN PALSU

•  
• KEJAHATAN TERHADAP KESUSILAAN
• 285 PERKOSAAN
• 286 PERSETUBUHAN DENGAN PEREMPUAN YANG PINGSAN ATAU TIDAK BERDAYA
• 287 BERSETUBUH DENGAN ANAK PEREMPUAN BERUSIA DI BAWAH 15 TAHUN

• 288 PERSETUBUHAN DENGAN ISTERI YANG BELUM MASANYA DIKAWINKAN


• 289 PERBUATAN CABUL ATAU ASUSILA
• 290 PERBUATAN ASUSILA YANG DILAKUKAN TERHADAP ORANG YANG TIDAK BERDAYA
• 292 293PERBUATAN CABUL DENGAN ANAK-ANAK BELUM DEWASA TERTENTU
•  294 PERBUATAN CABUL DENGAN PENYALAHGUNAAN KEKUASAAN
• 295 MEMFASILITASI (MEMUDAHKAN) PERBUATAN ASUSILA DENGAN ORANG BELUM
DEWASA (ANAK-ANAK)
• 296 MEMUDAHKAN PERBUATAN CABUL SEBAGAI MATA PENCAHARIAN/ PEKERJAAN ATAU
KEBIASAAN
• 301 MEMPEKERJAKAN ORANG DI BAWAH UMUR SEBAGAI PENGEMIS ATAU PEKERJAAN
BERBAHAYA
• BAB XV: MENINGGALKAN ORANG YANG PERLU DITOLONG
• 304 MENINGGALKAN DALAM KEADAAN SENGSARA
• BAB XVIII: KEJAHATAN TERHADAP KEMERDEKAAN SESEORANG
• 324 PERDAGANGAN BUDAK BELIAN
• 328 PENCULIKAN
• 330 MELARIKAN ORANG YANG BELUM DEWASA DARI KEKUASAAN ORANG YANG BERHAK
• 331 MENYEMBUNYIKAN ATAU MENCABUT ORANG YANG BELUM DEWASA DARI PENYIDIKAN

• 332 MELARIKAN PEREMPUAN


• 333 DENGAN SENGAJA DAN TANPA HAK MERAMPAS KEMERDEKAAN SESEORANG

• 334 KARENA KESALAHAN (KELALAIAN: CULPA/ SCHULD) TERAMPASNYA KEMERDEKAAN


ORANG LAIN
• 335 MEMAKSA ORANG LAIN MELAKUKAN/ TIDAK MELAKUKAN SESUATU
• 336 ANCAMAN DENGAN KEJAHATANKEJAHATAN KHUSUS
• BAB XX: PENGANIAYAAN
• 351 PENGANIAYAAN
• 352 PENGANIAYAAN “RINGAN"
•  353 PENGANIAYAAN DENGAN RENCANA TERLEBIH DAHULU
• 354 PENGANIAYAAN BERAT
• 355 PENGANIAYAAN BERAT DENGAN RENCANA TERLEBIH DAHULU
• BAB XX: PENCURIAN

• 362 PENCURIAN
• 362 PENCURIAN DENGAN KEKERASAN ATAU ANCAMAN KEKERASAN
• BAB XXIII: PEMERASAN DAN PENGANCAMAN : 368,362
• BAB XXV: PERBUATAN CURANG ATAU PENIPUAN: 378,
• BAB II: PELANGGARAN KETERTIBAN UMUM: 506
UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN
 
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

• UMUM: PASAL 100 & 101 MEMUAT SANKSI ADMINISTRATIF BERKENAAN DENGAN
PELANGGARAN PASAL-PASAL 17, 20, 30, 32 (1), 33, 34 (3), 38 (2), 54 (1),
55 (2) & (3), 58 (1) & (2), 62 (1), 67 (1) & (2), 69 (1), 71, 72, 73
(2), 74, 76 (1), 82, 83 DAN 105.
• KETENTUAN PASAL 102, 103 DAN 104 MEMUAT SANKSI PIDANA

• PENEMPATAN TKI SECARA LLEGAL ATAU BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN: 102,


103, 104,
• UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN : 133, 192
• HUKUM PIDANA ADMINISTRATIF UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN : 190,5,6, 15, 25, 38 AYAT 2, 45 AYAT 1, 47 AYAT 1,
48,87,106, 136 AYAT 3, 160 AYAT 1 & 2, 183, 74, 184, 167 AYAT 5, 156
AYAT 2,3,4, 185, 42 AYAT 1 2,68,69 AYAT 2, 80,82,90 AYAT 1,143,160 AYAT
4&7,186, 35 AYAT 2 & 3,93 AYAT 2,137,138 AYAT 1,
• UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TE
• UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai