KEKERASAN TERHADAP
PEREMPUAN & ANAK
SISWO P SANTOSO
KEKERASAN
• Kekerasan Fisik
• Kekerasan Psikis
• Kekerasan Seksual
• Eksploitasi/Trafficking
• Penelantaran/Ekonomi
• Lansia/Difable
• Perempuan Dalam Situasi Darurat Lainnya
PERLINDUNGAN HUKUM
• Perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak harus dimulai dari pembentukan
peraturan perundang-undangan yang bermutu, yaitu peraturan yang dari:
• Aspek filosofis: adil
• Aspek sosiologis: menyerap aspirasi dari stakeholders .… sehingga UU
tersebut efektif
• Aspek yuridis: kaidahnya jelas, tegas, lugas, tuntas, dan ide hukumnya
mudah difahami ….…. sehingga tidak terjadi salah tafsir atau multi tafsir
KEDOKTERAN VERSUS HUKUM
KEDOKTERA HUKUM
N
KEDOKTERA HUKUM
N FORENSIK KEDOKTERA
N
MEDIKO
LEGAL
KEDOKTERAN VERSUS HUKUM
• Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu
yaitu mediko yang berarti ilmu kedokteran dan legal yang berarti
ilmu hukum.
• Medikolegal berpusat pada standar pelayanan medis dan standar
pelayanan operasional dalam bidang kedokteran dan hukum –
hukum yang berlaku pada umumnya dan hukum – hukum yang
bersifat khusus seperti kedokteran dan kesehatan pada khususnya.
PROSEDUR MEDIKOLEGAL
KUHAP pasal 186 dan 187. (Adopsi: ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1)
• Pasal 186: keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.
• Pasal 187(c): surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya.
• Kedua pasal tersebut termasuk dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan
dalam kuhap
ASPEK YURIDIS
Kata visum et repertum berasal dan kata visual (= melihat) dan repertum
(= melaporkan), sehingga visum et repertum berarti laporan mengenai apa
yang dilihat atau diperiksanya.
Visum et repertum (ver) adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter
atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis
terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari
tubuh manusia, berupa temuan dan intepretasinya, dibawah sumpah dan
untuk kepentingan peradilan
ASPEK HUKUM KETERANGAN AHLI
Pelayanan tk rujukan
Pelayanan dasar dapat diakses 24
mengidentifikasi & jam dilakukan secara
tatalaksana korban komprehensif baik
Sosialisasi pencegahan medis, psikososial &
& penaganan medikolegal
PELAYANAN KESEHATAN KASUS KTPA
PELAYANAN MEDIS
Pemeriksaan Medis (Anamnesis & px Fisik)
Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan Penunjang (Rontgen, USG, Px Lab: darah & urin rutin).
Penatalaksanaan medik
PELAYANAN MEDIKO-LEGAL
mengumpulkan barang- barang bukti yg dituangkan dlm bentuk Visum
et Repertum (VeR)
PELAYANAN PSIKOSOSIAL
Penanganan krisis konseling, pendampingan, kunjungan
rumah & rumah aman bagi korban.
TUJUAN LAYANAN DI RS
Informed consent adalah isu sentral dalam masalah medikolegal. Pemeriksaan terhadap
seseorang tanpa mendapat persetujuan tertulisnya dapat berdampak pada petugas
kesehatan tersebut berupa tuduhan penyerangan, penganiayaan atau pelanggaran.
Di beberapa pengadilan, hasil pemeriksaan yang dilakukan tanpa persetujuan tidak
dapat digunakan dalam proses hukum. Di indonesia, hal ini diatur dalam permenkes RI
no.290 tahun 2008 tentang persetujuan tindakan medik.
Dalam hal kasus kekerasan pada anak, informed consent dilakukan terhadap orang
tua/ wali anak tersebut.
BAGAN ALUR PELAYANAN
MEDIKOLEGAL DI RS
KORBAN
PUSAT PELAYANAN
TERPADU
SURAT
VISUM et REPERTUM KETERANGAN
DOKTER
PEMBUATAN VISUM DAN SAKSI AHLI
DALAM PROSES HUKUM
Tenaga kesehatan terutama dokter dapat dipanggil unutk memberikan bukti, baik dalam bentuk
laporan tertulis atau sebagai saksi ahli di pengadilan
KUHP PS 179 TENTANG SAKSI AHLI
• (1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
• (2) semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan YANG SEBENARNYA MENURUT
PENGETAHUAN DALAM BIDANG KEAHLIANNYA.
• PERTANYAANNYA,APAKAH KETERANGAN DOKTER DAPAT DIKATAGORIKAN SEBAGI ALAT BUKTI YANG SYAH DI
SIDANG PENGADILAN? JIKA DAPAT MAKA TERMASUK ALAT BUKTI KATAGORI YANG MANAKAH KETERANGAN DOKTER
TERSEBUT?
• UNTUK MENJAWAB PERTANYAAN TERSEBUT MAKA PERLU DIPAHAMI LEBIH DAHULU TENTANG SYARAT-SYARAT
SYAHNYA SUATU ALAT BUKTI, YAITU HARUS MEMENUHI SYARAT FORMIEL DAN MATERIEL. SYARAT FORMIEL ADALAH
SYARAT YANG BERKAITAN DENGAN CARA DOKTER MENYAMPAIKAN KETERANGANNYA, YAKNI SESUAI DENGAN
KETENTUAN YANG BERLAKU ATAU TIDAK. ADAPUN SYARAT MATERIEL IALAH SYARAT YANG BERKAITAN DENGAN ISI
(SUBSTANSI), YAITU:
• A. FAKTUAL (FACTUALLY CORRECT), YAITU SESUAI DENGAN KENYATAAN YANG ADA PADA OBJEK YANG DIPERIKSA.
• B. OPININYA (KESIMPULANNYA) TIDAK BERTENTANGAN DENGAN TEORI KEDOKTERAN YANG TELAH TERUJI
KEBENARANNYA
• SELAMA KETERANGAN DOKTER DALAM KAPASITASNYA SEBAGAI AHLI TELAH MEMENUHI KEDUA
SYARAT TERSEBUT MAKA KETERANGANNYA DAPAT BERFUNGSI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SYAH.
OLEH SEBAB ITU MENJADI TUGAS HAKIM UNTUK MENGUJI KEDUA SYARAT TADI.
• UNTUK SYARAT MATERIEL HAKIM DAPAT MELAKUKANNYA DENGAN MENCOCOKKAN DENGAN ALAT
BUKTI LAIN. JIKA MASIH MERASA RAGU, IA DAPAT MEMINTA PENDAPAT DOKTER LAIN ATAU MEMINTA
AGAR DIAJUKAN BAHAN BARU OLEH YANG BERKEPENTINGAN. BAHKAN KARENA JABATANNYA
HAKIM DAPAT MEMERINTAHKAN UNTUK DILAKUKAN PEMERIKSAAN ULANG ATAS BARANG BUKTI
YANG TELAH DIPERIKSA KEPADA INSTANSI LAIN ATAU INSTANSI YANG SAMA SEPANJANG DOKTER
PEMERIKSANYA BERBEDA. SEDANGKAN UNTUK SYARAT FORMIEL, HAKIM PERLU MENELITI APAKAH
SUDAH MEMENUHI KETENTENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.
• Mengenai katagorinya, keterangan dokter dalam kapasitasnya sebagai ahli dapat dimasukkan sebagai:
• 1. Alat bukti, yaitu:
• A. Alat bukti katagori “keterangan ahli”, apabila diberikan dalam bentuk lisan di sidang pengadilan dengan mengucapkan
sumpah atau janji sebelum atau jika dianggap perlu juga sesudah memberikan keterangan,
• B. Alat bukti katagori "surat", apabila diberikan dalam bentuk tertulis dengan mengingat sumpah waktu menerima jabatan
sebagai dokter atau dengan lebih dahulu mengucapkan sumpah atau janji sebagi ahli ketika hendak melakukan pemeriksaan.
• 2. Keterangan yang disamakan nilainya dengan alat bukti apabila suatu keterangan dokter pernah diberikan dalam bentuk lisan
disertai sumpah atau janji di depan penyidik, tetapi kemudian dokter berhalangan hadir di siding
• 3. Keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim, yaitu apabila diberikan secara lisan di sidang pengadilan sesudah
dokter menjalani penyanderaan maksimal 14 (empat belas hari) karena waktu itu ia menolak mengucapkan sumpah atau janji di
sidang pengadilan.
• UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
DALAM UU NO. 23 TAHUN 2004 PASAL 1 AYAT 1, DEFINISI KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA DIRUMUSKAN SEBAGAI BERIKUT:
• “SETIAP PERBUATAN TERHADAP SESEORANG, TERUTAMA PEREMPUAN, YANG
BERAKIBAT TIMBULNYA KESENGSARAAN ATAU PENDERITAAN SECARA FISIK, SEKSUAL,
PSIKOLOGIS, DAN/ATAU PENELANTARAAN RUMAH TANGGA, TERMASUK ANCAMAN UNTUK
MELAKUKAN PERBUATAN, PEMAKSAAN, ATAU PERAMPASAN KEMERDEKAAN SECARA
MELAWAN HUKUM DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA".
• Menurut UU ini, bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut.
• > Kekerasan fisik (pasal 6), yakni perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat.
• Kekerasan psikis (pasal 7) adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
• Kekerasan seksual (pasal 8) meliputi, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
• Penelantaran rumah tangga (pasal 9) adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam rumah tangganya,
padahal menurut hukum atau persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut.
•
ATURAN HUKUM PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
DAN ANAK
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
• 44 KEKERASAN FISIK
• KEKERASAN PSIKIS
• 45 KEKERASAN PSIKIS
• KEKERASAN SEKSUAL
• 46 KEKERASAN SEKSUAL (1)
• 47 KEKERASAN SEKSUAL (2)
• MENELANTARKAN ORANG DALAM RUMAH TANGGA
• KESUSILAAN
• 297 PERDAGANGAN PEREMPUAN
• BAB XII: MEMALSUKAN SURAT-SURAT
• 263 MEMALSUKAN SURAT
• BAB III: KEJAHATAN TERHADAP KEDUDUKAN WARGA
• 277 MENGABURKAN ASALUSUL SESEORANG
• 278 PENGAKUAN PALSU
•
• KEJAHATAN TERHADAP KESUSILAAN
• 285 PERKOSAAN
• 286 PERSETUBUHAN DENGAN PEREMPUAN YANG PINGSAN ATAU TIDAK BERDAYA
• 287 BERSETUBUH DENGAN ANAK PEREMPUAN BERUSIA DI BAWAH 15 TAHUN
• 362 PENCURIAN
• 362 PENCURIAN DENGAN KEKERASAN ATAU ANCAMAN KEKERASAN
• BAB XXIII: PEMERASAN DAN PENGANCAMAN : 368,362
• BAB XXV: PERBUATAN CURANG ATAU PENIPUAN: 378,
• BAB II: PELANGGARAN KETERTIBAN UMUM: 506
UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
• UMUM: PASAL 100 & 101 MEMUAT SANKSI ADMINISTRATIF BERKENAAN DENGAN
PELANGGARAN PASAL-PASAL 17, 20, 30, 32 (1), 33, 34 (3), 38 (2), 54 (1),
55 (2) & (3), 58 (1) & (2), 62 (1), 67 (1) & (2), 69 (1), 71, 72, 73
(2), 74, 76 (1), 82, 83 DAN 105.
• KETENTUAN PASAL 102, 103 DAN 104 MEMUAT SANKSI PIDANA