Anda di halaman 1dari 6

Kedokteran Forensik adalah penerapan atau pemanfaatan ilmu kedokteran untuk

kepentingan penegakan hukum dan pengadilan. Kedokteran forensik mempelajari


hal
ikhwal manusia atau organ manusia dengan kaitannya peristiwa kejahatan.
Di Inggris kedokteran forensik pertama kali dikenal dengan Coroner. Seorang
coroner
adalah seorang dokter yang bertugas melalukan pemeriksaan jenasah, melakukan
otopsi medikolegal apabila diperlukan, melakukan penyidikan dan penelitian
semua
kematian yang terjadi karena kekerasan, kemudian melalukan penyidikan untuk
menentukan sifat kematian tersebut.

Di Amerika Serikat juga dikenal dengan medical examiner. Sistem ini tidak
berbeda
jauh dengan sistem coroner di Inggris.
Bidang ini di Jerman dikenal dengan Verkehrsmedizin.
Dalam perkembangannya bidang kedokteran forensik tidak hanya berhadapan
dengan
mayat (atau bedah mayat), tetapi juga berhubungan dengan orang hidup. Dalam
hal ini
peran kedokteran forensik meliputi:
melakukan otopsi medikolegal dalam pemeriksaan untuk mengungkap sebabsebab kematian,
apakah mati wajar atau tidak wajar, penyidikan ini juga bertujuan untuk mencari
peristiwa apa yang sebenarnya telah terjadi,
identifikasi mayat,
meneliti waktu kapan kematian itu berlangsung time of death
penyidikan pada tindak kekerasan seperti kekerasan seksual, kekerasan terhadap
anak dibawah umur, kekerasan dalam rumah tangga,
pelayanan genetika/penelusuran keturunan,
di negara maju kedokteran forensik juga menspesialisasikan dirinya pada bidang
kecelakaan lalu lintas akibat pengaruh obat-obatan atau yang dikenal dengan
driving under drugs influence.

Tahap-tahap forensik diantaranya ialah sebagai berikut :


1. Pengumpulan (Acquisition)
2. Pemeliharaan (Preservation)

3. Analisa (Analysis)
4. Presentasi (Presentation)
Sumber: Pengantar Menuju Ilmu Forensik oleh I Made Agus Gelgel Wirasuta
http://www.laskarinformasi.com/2012/02/pengertian-kedokteran-forensik.html

Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam ilmu kedokteran forensik, biasanya
dikenal dengan nama Visum. Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk tunggalnya adalah
visa. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata visum atau visa berarti tanda
melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal
yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan Repertum berarti melapor yang artinya
apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara etimologi, visum et
repertum adalah apa yang dilihat dan ditemukan. Menurut Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350
Visum Et Repertum adalah laporan tertulis untuk kepentingan peradilan atas permintaan yang
berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada
pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan
pengetahuannya yang sebaik-baiknya". Visum et repertum merupakan laporan ahli dan sambil
menunjuk LN 1937 -380 RIB/306[3] melalui ketentuan Pasal 1 angka 28, Pasal 120, Pasal 133,
dan Pasal 187 huruf c KUHAP. Selanjutnya, permintaan keterangan ahli dilakukan penyidik
secara tertulis, kemudian ahli yang bersangkutan membuat laporan yang berbentuk surat
keterangan atau visum et repertum. Dalam praktek pengadilan sepanjang pengalaman penulis
maka keterangan ahli dalam bentuk visum et repertum (diatur dalam sataatsblad Tahun 1937
Nomor 350, Ordonnantie 22 mei 1937 tentang visa reperta van genesskundigen yang banyak
dilampirkan dalam BAP (Berita Acara Pengadilan).
Adapun pendapat dari para ahli hukum tentang visum et repertum, ialah :
1. Abdul Munim Idris memberikan pengertian visum et repertum adalah suatu
laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan
ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula
kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.
2. Menurut pendapat D Tjan Han Tjong visum et repertum merupakan suatu hal
yang penting dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya tanda
bukti (corpus delicti), seperti diketahui dalam suatu perkara pidana yang
menyangkut perusakan tubuh dan kesehatan serta membinasakan nyawa
manusia, maka tubuh si korban merupakan tanda bukti (corpus delicti).
3. R. Atang Ranoemihardja, pengertian yang terkandung dalam visum et
repertum ialah yang dilihat dan ditemukan, jadi visum et repertum adalah
suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan diketemukan dalam
melakukan terhadap orang luka atau mayat, dan merupakan kesaksian
tertulis[4]

4. R. Soeparmono, pengertian harafiah visum et repertum berasal dari kata-kata


visual yaitu melihat dan repertum yaitu melaporkan. Sehingga visum et
repertum merupakan suatu laporan tertulis dari ahli dokter yang dibuat
berdasarkan sumpah, perihal apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti
hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan
pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya [5].

Dari pengertian visum et repertum tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa visum et repertum
adalah keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan dalam melakukan pemeriksaan
barang bukti guna kepentingan peradilan. Jadi dalam hal ini visum et repertum merupakan
kesaksian tertulis dalam proses peradilan.
Tujuan visum et repertum merupakan untuk memberikan kepada hakim suatu kenyataan akan
fakta-fakta dari bukti-bukti yang ada pada korban atas semua keadaan sebagaimana tertuang
dalam pembagian pemberitaan agar hakim dapat mengambil putusan dengan tepat dengan dasar
kenyataan atau fakta-fakta tersebut, sehingga dapat menjadi pendukung keyakinan hakim.
Jenis Visum et repertum

A. Untuk orang hidup

VeR Biasa, perlukaan (termasuk keracunan)

VeR Lanjutan, kejahatan susila

VeR Sementara, psikiatrik

B. Untuk Orang Mati

VeR jenazah

Lima bagian tetap VeR

Ada lima bagian tetap dalam laporan Visum et repertum, yaitu:

Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa
visum et repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan
materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan
yang mempunyai kekuatan hukum[6] .

Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan


langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini
menerangkan penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat
permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang
diperiksa.

Pemberitaan. Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan", berisi semua


keterangan pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia
dan yang tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam
bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.

Kesimpulan. Bagian ini berjudul "kesimpulan" dan berisi pendapat dokter


terhadap hasil pemeriksaan, berisikan:
1. Jenis luka
2. Penyebab luka
3. Sebab kematian
4. Mayat
5. Luka
6. TKP
7. Penggalian jenazah
8. Barang bukti
9. Psikiatrik

Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah
visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan
saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang
hukum acara pidana/KUHAP".

Dasar hukum

Dalam KUHAP pasal 186 dan 187. (adopsi: Ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1)

Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.

Pasal 187(c): Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang
diminta secara resmi daripadanya.

Kedua pasal tersebut termasuk dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan dalam
KUHAP.
Melalui pendekatan yuridis visum et repertum di dalam Undang-Undang No 8 tahun 1981
tentang hukum acara pidana, menunjukkan terdapat masalah mendasar yaitu kedudukan visum et

repertum masuk dalam alat bukti keterangan ahli atau alat bukti surat yang kedua alat bukti ini
sah menurut hukum sesuai pasal 184 KUHAP. Berikut analisis yuridis peraturan perundangundangan pidana di indonesia :
1. Pasal 179 KUHAP
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi saksi yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaikbaiknya dan yang sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang
keahliannya.
2. Pasal 180 KUHAP
1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul
di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan
dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan
penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2)
4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan
instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.
3. Pasal 184 KUHAP ayat 1 huruf b
1) Alat bukti yang sah ialah :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
4. Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli sidang pengadilan ialah apa yang seorang ahli nyatakan di
sidang pengadilan.
5. Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah:

1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangannya itu;
2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk
dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan;
3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan
yang diminta secara resmi daripadanya;
4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain.

Berdasarkan analisis yuridis peraturan perundang-undangan pidana di Indonesia tersebut maka


kedudukan visum et repertum kendatipun isinya berupa keterangan ahli yang diberikan dibawah
sumpah dan di luar persidangan pengadilan, dan kualifikasinya termasuk sebagai alat bukti surat
dan bukan alat bukti keterangan ahli[7].
Akan tetapi apabila visum et repertum dihubungkan dengan Pasal 1 stb. 1937 No. 350 dapat juga
dianggap sebagai keterangan ahli dan keterangan ahli merupakan alat bukti yang sah dalam pasal
184 KUHAP.
http://id.wikipedia.org/wiki/Visum_et_repertum
http://odontologiforensikinvestigasi.blogspot.com
https://mhs.blog.ui.ac.id/putu01/2013/06/12/forensik-kedokteran-gigi
https://dewi37lovelight.wordpress.com/2011/02/10/peran-visum-et-repertum-dalampenyidikan-tindak-pidana-di-indonesia-beserta-hambatan-yang-ditimbulkannya
http://robinperdana.blogspot.com/2013/12/visum-et-repertum.html
http://digilib.esaunggul.ac.id/fungsi-dan-peranan-visum-et-repertum-dalam-kasuspenganiayaan-berat-748.html
http://chyntiayuliza.blogspot.com/2012/06/modul-forensik-identifikasi.html

Anda mungkin juga menyukai