Anda di halaman 1dari 5

HAK ASASI ANAK DI INDONESIA

OPI AMELIA (22144600296), NURUL FARIDA (22144600299)


A5-22
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

ABSTRAK
Anak masuk dalam sistem peradilan pidana karena melakukan pelanggaran hukum harus
menjadi perhatian khusus oleh para penegak hukum, tentunya Balai Pemasyarakatan
mempunyai peran besar dalam memberikan rekomendasi kepada pihak kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dalam rangka perlindungan hak anak. Posisi anak-anak dalam instrumen HAM
nasional dan internasional ditempatkan sebagai kelompok rentan yang harus diberlakukan
istimewa, dan negara mempunyai tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak-hak
istimewa tersebut. Perlindungan terhadap hak anak merupakan bagain dari Hak Asasi
Manusia. Upaya untuk melindungi hak-hak dan masa depan anak yang dilanggar oleh negara,
orang dewasa, lingkungan sendiri, ataupun orangtua masih belum begitu di perhatikan.
Padahal anak merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa depan, asset keluarga,
agama serta bangsa dan negara. UndangUndang Perlindungan Anak telah memberikan sanksi
pada setiap orang tua yang gagal memberikan perlindungan kepada anak. Terhadap kasus
orang tua yang gagal di dalam melindungi hak anaknya, maka melanggar hak asasi anak yang
merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.
KATA KUNCI : Perlindungan, Hak Anak, Hak Asasi Manusia

PENDAHULUAN
Anak merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita lindungi agar tercapai masa
pertumbuhan dan perkembangannya menjadi seorang manusia dewasa sebagai keberlanjutan
masa depan bangsa sehingga mutlak bagi negara dan pemerintah memberikan perlindungan
hukum dan hak asasi manusia kepada anak sebagai bagian dari anak bangsa yang diharapkan
menjadi pelanjut citacita perjuangan bangsa Indonesia. Di Indonesia, gerakan global terhadap
perhatian dan peningkatan hak anak tersebut telah dimasukkan dalam amandemen ke-3 UUD
NRI 1945. Beberapa pasal yang menjadi landasan konstitusional perlunya perhatian dan
peningkatan hak-hak anak, seperti diatur dalam Pasal 34 ayat (1), Pasal 4 UU No.6 Tahun
1974, Pasal 11,12 dam 13 UU Nomor 4 Tahun 1979, Pasal 55 -58 UU Nomor 23 Tahun 2002
dan PP Nomor 2 Tahun 1999 yang memberikan delapan (8) kewenangan kepada Mensos RI
untuk melaksanakan usaha kesejahteraan sosial bagi anak.
Penyelenggaraan perlindungan anak merupakan kewajiban dan tanggung jawab negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua yang meliputi perlindungan di bidang agama,
pendidikan, kesehatan dan sosial. Kualitas perlindungan terhadap anak hendaknya memiliki
derajat atau tingkat yang minimal sama dengan perlindungan terhadap orang dewasa
perempuan maupun pria, karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan
hukum. Hak Asasi Anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Konvensi perserikatan
bangsa-bangsa tentang Hakhak Anak.Ketentuan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Indonesia pada tahun 1990 telah meratifikasi Konvensi hak Anak tersebut berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tertanggal 25 Agustus 1990. sesuai dengan
ketentuan konvensi Pasal 49 ayat (2), maka Konvensi hak Anak dinyatakan berlaku di
Indonesia sejak tanggaI 5 Oktober 1990. Sebagai konsekuensinya "seharusnya" Pemerintah
Indonesia berkewajiban untuk semaksimal mungkin berupaya memenuhi hakhak anak di
Indonesia. Pemerintah Indonesia dalam usahanya untuk menjamin dan mewujudkan
perlindungan dan kesejahteraan anak adalah melalui pembentukan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dan dalam rangka penyesuaian terhadap
beberapa ketentuan maka dilakukan beberapa perubahan terhadap pasal-pasal tertentu maka
diundangkan Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahana atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perlindungan anak terkait erat dengan lima pilar yakni, orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, pemerintah daerah dan negara. Kelimanya memiliki keterkaitan satu sama lain
sebagai penyelenggara perlindungan anak. Dalam bentuknya yang paling sederhana,
perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak anak tidak dirugikan. Perlindungan anak
bersifat melengkapi hak-hak lainnya menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang
mereka butuhkan agar mereka dapat bertahan hidup, berkembang dan tumbuh.

PEMBAHASAN
KONSEP HAK ASASI ANAK
Hak Asasi anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan
dipenuhi oleh orang tua sebagai lingkungan yang pertama dan utama. Selain itu, keluarga,
masyarakat, negara, pemerintahan, dan pemerintah daerah juga berperan dalam memenuhi
hak anak. Hak-hak anak antara lain hak atas lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif,
kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan
budaya, serta perlindungan khusus anak. Pemenuhan hak-hak anak merupakan pondasi dan
modal anak sebagai tunas bangsa yang memiliki potensi serta generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa untuk berpartisipasi dalam membangun Indonesia menjadi negara yang
berdaulat, maju, adil, dan makmur.
PBB mengesahkan Konvensi Hak-Hak Anak untuk memberikan perlindungan terhadap anak
dan menegakkan hak-hak anak di seluruh dunia pada tanggal 20 November 1989 dan mulai
mempunyai kekuatan memaksa pada tanggal 2 September 1990. Konvensi ini telah
diratifikasi oleh semua negara di dunia, kecuali Somalia dan Amerika Serikat. Indonesia telah
meratifikasi Konvensi Hak Anak ini dengan KeputusanPresiden Nomor 36 Tahun 1996.
Konvensi Hak-Hak Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu:
1. Mukadimah, yang berisi konteks Konvensi Hak-Hak Anak
2. Bagian Satu (Pasal 1-41), yang mengatur Hak-Hak Anak
3. Bagian Dua (Pasal 42-45), yang mengatur masalah prmantauan dan pelaksanaan
Konvensi Hak-Hak Anak
4. Bagian Tiga (Pasal 46-54), yang mengatur masalah pemberlakuan konvensi
Konvensi Hak-Hak Anak mempunyai 2 protokol opsional, yaitu :
1. Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam
Konflik Bersenjata ( telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2012)
2. Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi
Anak dan Pornografi Anak (Indonesia telah meratifikasi protocol opsional ini dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012)
Konvensi Hak-Hak Anak berisi 8 kluster, yaitu:
1. Kluster I : Langkah-Langkah Implementasi
2. Kluster II : Definisi Anak
3. Kluster III : Prinsip-Prinsip Hukum KHA
4. Kluster IV : Hak Sipil dan Kebebasan
5. Kluster V : Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
6. Kluster VI : Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar
7. Kluster VII : Pendidikan, Waktu Luang dan Kegiatan Budaya
8. Kluster VIII : Langkah-Langkah Perlindungan Khusus
Hak-Hak anak menurut Konvensi Hak-Hak Anak dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu:
1. Hak Kelangsungan Hidup, yaitu hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup
dan hak memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya
2. Hak Perlindungan, yaitu perlindungan dari diskriminasi, eksplotasi, kekerasan, dan
keterlantaran
3. Hak Tumbuh Kembang, yaitu hak memperoleh pendidikan dan hak mencapai standar
hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial
4. Hak Berpartisipasi, yaitu hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang
mempengaruhi anak
Sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak,
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002 yang secara keseluruhan, materi pokok
dalam undang-undang tersebut memuat ketentuan dan prinsip-prinsip Konvensi Hak-hak
Anak. Bahkan sebelum Konvensi Hak-hak Anak disahkan, Pemerintah telah mengesahkan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 telah diperluas pengertian anak, yaitu bukan hanya seseorang yang
berusia dibawah 18 tahun, seperti yang tersebut dalam Konvensi Hak-hak Anak, tapi
termasuk juga anak yang masih dalam kandungan. Begitu juga tentang hak anak, dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 terdapat 31 hak anak. Setelah meratifikasi Konvensi
hak-hak Anak, negara mempunyai konsekuensi :
1. Mensosialisasikan Konvensi Hak-Hak Anak kepada anak
2. Membuat aturan hukum nasional mengenai hak-hak anak
3. Membuat laporan periodik mengenai implementasi Konvensi Hak-Hak Anak setiap 5
tahun
Peraturan Perundangan lainnya yang berkaitan dengan Konvensi Hak-Hak Anak,
diantaranya:
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO 138 tentang
Usia Minimum untuk diperbolehkan Bekerja
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO 182 tentang
Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahu 2006 tentang Kewarganegaran Republik Indonesia
10. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
11. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
12. Keppres Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Eksploitasi Seksual Komersial Anak (RAN-PESKA)
Anak perlu perlindungan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
WUJUD DAN KUALIFIKASI HAK ASASI ANAK
Penegakan terhadap hak asasi anak dalam bidang pendidikan (pendidikan dasar) tidak dapat
dilepaskan dari peran pemerintah sebagai penanggungjawab pelayanan penyelenggaraan hak-
hak publik. Dalam berbargai teori HAM dan doktrin hukum publik menunjukkan bahwa
penyelenggara pendidikan dalam suatu Negara dibebankan kepada Negara yang dilaksanakan
sepenuhnya oleh suatu pemerintahan. Konsep dan teori serta konvensi internasional secara
tegas menunjukkan bahwa masalah penegakan hak-hak asasi anak, termasuk akan jalanan
dalam bidang pendidikan dasar menjadi tanggung jawab pemerintah. Oleh karena itu,
penegakan dan perlindungan hak asasi anak jalanan dalam bindang pendidikan secara
normatif dibebankan kepada pemerintah selaku pemegang amanah konstitusi Negara. Adapun
landasan teoretik yang dapat digunakan merekonstruksi dapat dipertanggungjawabkannya
pemerintah terhadap pelanggaran hak asasi anak jalanan dalam bidang pendidikan dasar
dapat terwujud dalam tiga bentuk yaitu:
1. Pelanggaran karena tindakan (Violence by Action), yang terjadi karena perbuatan atau
tindakan seseorang atau kelompok orang baik disengaja ataupun tidak.
2. Pelanggaran karena pembiaran, (Violence by Ommision), terjadi karena
seseorang/kelompok orang membiarkan terjadinya pelanggaran atau kejahatan hak
asasi manusia atau tindak pidana kejahatan / pelanggaran hukum.
3. Pelanggaran hak asasi manusia dari segi substansi peraturan perundangundangan
(Legislatif Violence). Jenis pelanggaran demikian mengacu pada substansi undang-
undang yang belum memuat asas-asas, aturanaturan yang berwawasan hak asasi
manusia
Pemenuhan terhadap hak-hak dasar bagi anak jalanan merupakan salah satu faktor pendorong
bagi terwujudnya kebahagiaan setiap anak manusia yang sekaligus mempererat hubungan
keluarga dalam kehidupan masyarakat yang tergolong tindak mampu. Sedangkan bagi suatu
bangsa, sosok anak sangatlah penting terutama sebagai generasi yang nantinya bakal
melanjutkan kepemimpinan bangsa di masa depan. Oleh sebab itu, pembinaan anak dengan
hak-hak asasinya dalam bidang pendidikan harus diberi perhatian dan perlakuan istimewa,
mengingat merekalah yang kelak akan memberi cerminan bagaimana corak dan eksistensi
kehidupan suatu bangsa dimasa depan. Terkait dengan eksistensi anak tersebut sesungguhnya
banyak persoalan yang dihadapi oleh bangsa baik menyangkut masalah ke jiwaan anak itu
sendiri, masalah yang terjadi dalam hubungan sosial budaya serta ekonomi dalam lingkungan
keluarganya yang pada hakikatnya persoalan hak asasi anak bukan saja masalah pendidikan
tetapi berkaitan erat dengan masalah ekonomi keluarga. Banyaknya anak-anak menjadi anak
jalanan umumnya didorong oleh faktor ekonomi, broken home, hilangnya perhatian dan kasih
saying orang tuanya dan pengaruh lingkungan sosialnya

Anda mungkin juga menyukai