Anda di halaman 1dari 14

HAK ASASI MANUSIA

Disusun guna memenuhi tugas harian kelompok mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu:
Fitria Dwi Prasetyaningtyas, S.Pd., M.Pd.

Oleh Kelompok 2:
Violan Inge Gunawan (1401418228)
Niken Dhea Putri (1401418240)
Titisan Sukma L (1401418246)
Damar Jati N (1401418248)
Bayu Widodo (1401418251)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kemudahan
yang telah diberikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan berupa makalah tentang “Hak Asasi Manusia”.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu
kritik dan saran dari para pembaca akan membantu kami untuk memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga para pembaca dapat mendapatkan manfaat setelah membaca
makalah ini dan kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, bahasa atau yang
lainnya.

Semarang, September 2019

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................2
C. TUJUAN..................................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA..............................................................3
B. PENGAKUAN ATAS MARTABAT YANG SAMA SEBAGAI MANUSIA HIDUP DI
DUNIA ....................................................................................................................4
C. PENGHARGAAN DAN PENGHORMATAN ATAS HAK-HAK MANUSIA DENGAN
PERLINDUNGAN HUKUM DI INDONESIA .....................................................5
D. ISU ISU KEKINIAN YANG TERJADI PADA PELANGGARAN HAM............6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan
umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak
dapat menggangu hak asasi masing-masing individu. Oleh karena itu, hak asasi harus
dipahami oleh setiap orang. Karena begitu pentingnya, hak asasi manusia (HAM)
dijadikan sebagai salah satu materi dalam perkuliahan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Itu sebabnya untuk menjadi warga negara yang baik harus memahami
dan menyadari mengenai hak asasi manusia.
Sudah 68 tahun semenjak ditetapkannya Universal Declaration of Human Rights
(UDHR) atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948, manusia hidup
dalam kebebasan, persamaan dan perlindungan. Setiap orang diakui hak dasarnya. Hal ini
mengharuskan bagi semua orang tanpa terkecuali untuk mengakui hak dasar atau kodrati
orang lain, termasuk negara beserta penguasanya sekalipun. Sebagaimana yang
diungkapkan Muhtaj (2008:19), “DUHAM adalah puncak konseptualisasi HAM
universal”, artinya isi DUHAM berlaku untuk semua bangsa di dunia, termasuk bangsa
Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang mendeklarasikan kemerdekaan 3 tahun lebih dahulu
sebelum ditetapkan DUHAM 1948. Negara Indonesia sangat memperhatikan penegakan
HAM. Dalam upaya memberikan jaminan atas penegakan HAM, materi muatan HAM
dimasukkan dalam Amandemen Kedua dan UUD 1945. Di dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 juga terdapat ketentuan mengenai HAM.
Pemerintah bertanggungjawab terhadap hak asasi dalam segala bidang. Sebagaimana
dalam Pasal 72 UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu
“Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71,
meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain”. Dengan kata lain,
pemerintah harus memenuhi dan menjamin hak sipil politik (sipol) dan hak ekonomi,
sosial, budaya (ekosob).

1
Hak asasi manusia bidang sosial berkaitan dengan hak atas jaminan sosial, hak atas
perumahan dan hak atas pendidikan. Hak asasi manusia bidang sosial tercantum dalam
Pasal 28 H ayat (1) hasil Amandemen Kedua UUD 1945 berbunyi “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Ditegaskan pula
dalam Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara bertanggungjawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan umum. Oleh karena
itu, pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyejahterakan warga negaranya dan
memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Hak Asasi Manusia?
2. Bagaimana pengakuan atas martabat dan hak-hak yang sama sebagai manusia?
3. Bagaimana hokum di Indonesia tentang HAM?
4. Apa saja isu-isu kekinian yang terjadi pada pelanggaran HAM?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian HAM
2. Untuk mengetahui pengakuan atas martabat dan hak-hak yang sama sebagai manusia
3. Untuk mengetahui hokum di Indonesia tentang HAM
4. Untuk mengetahui isu-isu kekinian yang terjadi pada pelanggaran HAM

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA

Dalam Tap MPR No. XVII/1998, hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat
pada diri manusia: secara kodrati, universal dan abadi, sebagai anugerah Tuhan YME.
Hak-hak itu meliputi hak untuk hidup, hak berkomunikasi, hak berkeluarga, hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak keamanan, hak kesejahteraan.
Hak-hak itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Dengan ungkapan lain
dapat dinyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada martabat
manusia sebagai insan ciptaan tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan dalam UU No. 39
Tahun 1999 dinyatakan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
Negara, hokum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia (ketentuan umum, pasal 1 sub 1)
Dari rumusan pengertian tersebut tampak bahwa hak asasi manusia merupakan hak
dasar sebagai pemberian Tuhan, dan bukan pemberian pemerintah, maupun pemberian
masyarakat. Adapun kewajiban pemerintah adalah memberikan perlindungan terhadap
hak asasi manusia tersebut melalui berbagai instrument peraturan perundang-undang.
Sedangkan kewajiban sesama warga masyarakat adalah saling menghormati satu sama
lain atas hak asasi masing-masing. Perlu juga disadari bahwa hak asasi manusia berarti
menempatkan manusia berarti menempatkan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai manusia.
Hak asasi manusia memiliki cakupan yang sangat luas dan meliputi segala aspek
kehidupan manusia. Hak asasi meliputi segala aspek kehidupan manusia yaitu politik,
ekonomi, social, kebudayaan, dan sebagainya. Bahkan cakupan ini dari waktu ke waktu
tampak semakin luas dan kompleks sejalan dengan semakin kompleksnya kehidupan
manusia. Banyak hal yang dialami dalam kehidupan manusia yang sebelumnya tidak
pernah dilihat dan dikaitkan dengan perspektif hak asasi manusia, sekarang mulai
dikaitkan dengan hak asasi manusia. Perihal perlindungan terhadap seseorang dari
kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan seseorang dari praktek perdagangan
manusia (human trafficking), perlindungan masyarakat dari pencemaran lingkungan,
perlindungan konsumen atas produk-produk yang dikonsumsinya, semua itu sekarang
mulai mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari perspektif hak asasi manusia.
Diantara berbagai macam hak asasi manusia itu ada yang digolongkan sebagai
derogable rights dan ada yang digolongkan sebagai non derogable rights. Derogable
rights adalah Hak asasi manusia yang dalam kondisi yang sangat memaksa dapat
disampingkan seperti kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat, kebebasan.

3
B. PENGAKUAN ATAS MARTABAT YANG SAMA SEBAGAI MANUSIA HIDUP
DI DUNIA

Pembicaraan tentang pengakuan atas martabat dan hak-hak yang sama bagi setiap
manusia hidup di dunia, mengarahkan perhatian kita pada bagaimana sejarah pengakuan
atas martabat dan hak-hak asasi manusia itu sendiri.
Sejarah mukhtahir tentang hak asasi manusia diinjak-injak, kemudian timbul keinginan
untuk merumuskan hak asasi manusia dalam suatu naskah yang berlaku secara
internasional. Usaha ini pada tahun 1948 berhasil dengan diterimanya universal
declaration of human rights (pernyataan sedunia dengan HAM) oleh Negara-negara yang
tergabung dalam perserkatan bangsa-bangsa (PBB).
HAM adalah hak asasi yang di miliki manusia sejak lahir. Menurut Prof. Mr. Koentjoro
Poerbapronoto (1976:18), “hak asasi adalah hak yang bersifat asasi artinya, hak-hak yang
di miliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat di pisahkan dari hakekatnya,
sehingga sifatnya suci”.
Mirian budiarjo ”hak Asasi adalah Hak yang paling penting Bagi Manusia. Hak
Mutlak”
Jadi Hak Asasi Manusia adalah hak mendasar antara lain: Hak Hidup, Hak Merdeka, Hak
milik, dapat dikatakan hak yang telah melekat sejak dilahir.
Selain itu juga dapat di simpulkan Hak Asasi Manusia dapat di bedakan sebagai berikut:
1. Hak-hak Asasi Pribadi
2. Hak-hak Asasi Ekonomi
3. Hak-hak Asasi Politik
4. Hak-hak Asasi Sosial dan Kebudayaan
5. Hak-hak Asasi Perlakuan tata cara peradilan dan Perlindungan Hukum

Pandangan ontology yang sprirtualistik di satu sisi dan pandangan materialistik di


sisi lain jelas akan melahirkan konsep mengenai HAM yang tidak saja berbeda, bahkan
bertentangan, yang implikasinya akan berkembang dalam pertentangan untuk
memperlakukan nilai-nilai etik dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Namun demikian bangsa Indonesia yang memiliki pancasila sebagai landasan
filsafatinya menyatakan bahwa arti dan makna HAM terletak pada manusia sebagai
person yang secara kodrati diciptakan Tuhan Sang Pencipta dengan dikaruniai derajat,
harkat, dan martabat yang sama bagi siapapun, sedemikian rupa sehingga tanpa terkecuali
manusia sebagai persona memiliki hak dan kewajiban yang sama pula.
Sebagai bagian dari masyarakat internasional, sudah dengan sendirinya bangsa
Indonesia menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang telah
digariskan dalam Universal declaration of Human Rights yang dikeluarkan PBB pada
tahun 1948, disamping juga menerima apa yang disebut sebagai Vienna declaration and
Programme of action of the World Conference of Human Rights.
Pembukaan UUD 1945 beserta batang tubuh UUd-nya pada hakikatnya telah merupakan
dasar dan arah bagaimana HAM dibina dan dikembangkan di Indonesia. Dapat
disimpulkan bahwa sesuai dengan nilai-nilai yang digariskan dalam pembukaan UUD

4
1945, pandangan ontologik Pancasila tentang apa dan siapa manusian itu, ialah, bahwa
manusia adalah makhluk pribadi dan sekaligus makhluk social, makhluk jasmani
sekaligus rohani yang disebut sebagai manusia monopluralis yang memiliki harkat dan
martabat yang sama.

C. PENGHARGAAN DAN PENGHORMATAN ATAS HAK-HAK MANUSIA


DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM DI INDONESIA

Seperti halnya dengan Negara-negara baru lainya, Indonesia telah mencantumkan


beberapa hak asasi dalam undang-undang dasarnya, baik dalam UUD 1945 tersebar
dalam beberapa pasal terutama pasal 27 sampai pasal 34. Akan tetapi hak-hak asasi yang
tercantum dimuat terbatas jumlahnya dan dirumuskan secara singkat. Hal ini tidak
mengherankan mengingat bahwa naskah ini disusun pada akhir masa pendudukan jepang
dalam suasana mendesak. Sehingga tidak memungkinkan membicarakan hak-hak asasi
secara mendalam sekali.
Selain diantara itu diantara tokoh-tokoh masyarakat terdapat perbedaan pendapat
mengenai peranan hak-hak asasi manusia Negara demokrasi. Soekarno waktu itu
menyatakan: “jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan Negara kita kepada paham
kekeluargaan, faham tolong menolong,faham gotong royong, dan keadilan social,
enyahlah tiap-tiap pikiran, tiap paham individualisme dan liberalism dari padanya”.
Sebaliknya Hatta, menyatakan bahwa: “walaupun yang dibentuk itu Negara
kekeluargaan, tetapi masih perlu ditetapkan beberapa hak dari warga Negara, jangan
sampai timbul Negara kekuasaan”.
Di era globalisasi masalah hak asasi manusia telah menjadi isu global, yaitu isu yang
menjadi kepedulian banga-bangsa diseluruh dunia. Perlindungan hak asasi manusia
disuatu Negara tidak lagi hanya menjadi perhatian dari masyarakat Negara yang
bersangkutan, akan tetapi juga menjadi sorotan bangsa-bangsa lain. Menanggapi
perubahan jaman yang semacam itu maka MPR dalam melakukan amandemen terhadap
UUD 1945 menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap rumusan hak asasi
manusia yang dirasa perlu untuk disesuaikan dengan dinamika dan perkembangan jaman.
Dan akhirnya dapat kita lihat hasil amandemen UUD 1945 di mana masalah hak asasi
manusia yang sebelumnya hanya dituangkan secara garis besar, dengan amandemen yng
telah disahkan rumusan ketentuan tentang hak asasi manusia itu menjadi jaauh lebih baik
dan temperinci.
Dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan perkembangan dan dinamika masyarakat,
masalah HAM di Indonesia telah diatur dalam:
a. Undang-undang dasar 1945
b. Tap MPR no. XVII/MPR/1998 tentang HAM
c. UU No. 39/1999 tentang HAM
d. UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM

5
D. ISU-ISU KEKINIAN YANG TERJADI PADA PELANGGARAN HAM

Salah satu isu yang ada di Indonesia yaitu adalah radikalisme Radikalisme merupakan
perubahan pergeseran yang sifatnya kekerasan, dalam tatanan politik, yang menginginkan
perubahan undang-undang dan Pemerintahan.

Dalam sejarah Islam, radikalisme sudah muncul sejak jaman sejarah kenabian,
kelompok Khawarij dan Hasyimi. Radikalisme dengan istilah Taqarub, dimana ada
gerakaan penutupan pintu ijtihad, karena dianggap tidak ada lagi yang mampu melakukan
kegiatan ijtihad. Banyak ulama yang ikut dalam politik, sehingga muncul sifat panatisme
golongan, menggunakan teks keagamaan bukan untuk kebenaran, tapi untuk memperkuat
posisi aliran yang dianutnya.

Kebenaran tidak akan muncul kalau sudah diliputi hawa nafsu. Secara umum
radikalisme berkembang melalui proses. Ada beberapa sebab yang dapat menimbulkan
radikalisme yaitu pemahaman keagamaan yang lemah, mengajak orang lain untuk
mengikuti ajarannya, ada usaha yang menekan dari kelompok tertentu yang
mempengaruhi alirannya dan melakukan kegiatan yang bergejolak.

Radikalisme muncul karena membungkam kekuatan yang ada, contoh di Mesir dalam
menangani Ikhwanul Muslimun ditekan oleh pemerintah Husni Mubarok. Ikhwanul
Muslimin dengan tokohnya Hasan Albana di Mesir adalah gerakaan dakwah yang
menolak perzinahan, perjudian, kemudian gerakan ini menjadi gerakan politik, sehingga
dianggap membahayakan negara. Di Syiria, Majalah Annazir, yang mengungkap
penyiksaan oleh pemerintah, tidak boleh buang air besar/kecil, dicabut kukunya dll, juga
dianggap radikal.

Dampaknya karena merasa tertekan, munculah gerakan-gerakan mulai dari pemikiran


sampai pergerakan di masyarakat, sehingga muncul gerakan yang radikalisme dan
terorisme (pelaksanaan). Adapun indikator radikalisme sifat fanatik terhadap satu
paham/gerakan, menganggap yang lain salah dan bukan sekedar benar salah, tapi muncul
pengkafiran (Taqfiri). Semua gerakan diatas, menginginkan syariat Islam diterapkan
secara utuh di negara, tidak ada tawar menawar.

Seharusnya kalau ingin syariat Islam ditegakaan dimana saja, maka pengusungnya
menguasai partai-partai, merebut DPR/MPR, kemudian membuat hukum/ undang-undang
berdasarkan syariat Islam.

Terjadinya peledakan bom di Hotel JW Mairot, bom Bali dan lain-lain merupakan
kesalahan dalam penafsiran ayat Al Qur’an oleh umat/jamaah, karena adanya saling
penafsiran Al Qur’an. Oleh karena itu, harus ada orang yang benar-benar ahli dalam
penafsiran Al Qur’an.

6
Terapkan Pancasila
Fenomena radikalisme berawal dari menguatnya intoleransi, dimana gejala intoleransi
semakin menyebar akhir-akhir ini, sehingga radikalisme bahkan terorisme tidak akan
selesai dalam waktu dekat.

Kita sering merasakan perbedaan-perbedaan yang muncul dalam kehidupan


bermasyarakat akhir-akhir ini yang terjadi di bangsa kita namun semua itu janganlah
dijadikan suatu sekat penghalang bagi kita untuk hidup bersama berdampingan dengan
perbedaan tetapi justru perbedaan itulah seharusnya dijadikan alasan sebagai mempererat
rasa persatuan kita.

Beberapa waktu yang lalu ada suatu kejadian dikalangan mahasiswa Undip yang
mempermainkan lambang negara, kejadian tersebut membuat banyak pihak geram dan
menimbulkan perhatian. Mahasiswa yang melakukan hal tersebut, harus diberi tindakan
efek jera agar tidak terulang lagi baik bagi pelaku maupun mahasiswa yang lain karena
Undip adalah salah satu kampus yang mempertahankan Pancasila.

Hasil Survei Nasional bertajuk "Potensi Intoleransi dan Radikalisme Sosial Keagamaan
di Kalangan Muslim Indonesia" yang digelar Wahid Foundation bekerja sama dengan
Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2016 menunjukan meski mayoritas umat Islam di
Indonesia menolak radikalisme, namun ada sekitar 7,7% bersedia melakukan tindakan
radikal jika ada kesempatan, dan 0,4% pernah melakukan tindakan radikal. Selain itu,
Survei juga menemukan bahwa 59,9% responden memiliki kebencian terhadap kelompok
sosial tertentu, baik etnis, agama maupun ideologi politik. Kebencian itu juga diikuti
dengan penolakan terhadap hak politik untuk duduk dalam pemerintahan, serta untuk
berinteraksi secara sosial. Temuan Wahid Foundation yang dirilis pada 2016 ini
membuka mata kita bahwa intoleransi merupakan realitas faktual yang kian meningkat
dan menjadi persemaian bagi berkembangnya paham dan tindakan radikal di Indonesia.

Data yang cukup mencengangkan terkait dengan intoleransi juga dirilis oleh SETARA
Institute (16/2/2017) yang mencatat ada 208 peristiwa intoleransi dan 270 tindakan
intoleransi pada 2016. Pelaku intoleransi ini melibatkan warga, ormas, korporasi hingga
aktor negara dalam berbagai bentuk meliputi penyesatan, intimidasi, ucapan kebencian,
ancaman, pelarangan pendirian tempat ibadah, perusakan properti, hingga pembubaran
paksa kegiatan keagamaan.Catatan SETARA Institute juga menunjukan bahwa Jawa
Barat merupakan propinsi dengan angka intolerasi tertinggi dengan jumlah 41 kasus,
disusul Jakarta (31 kasus), Jawa Timur (22), Jawa Tengah (14), dan Bangka Belitung
(11).

Menurut data yang dirilis oleh Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan (KBB) Komnas HAM, Pendeta Jayadi Damanik, jumlah kasus intoleransi
di Indonesia mengalami peningkatan signifikan. Data Komnas HAM mencatat ada 74

7
kasus intoleransi yang dilaporkan ke pos pengaduan Desk KBB pada tahun 2014,
meningkat menjadi 87 kasus pada tahun 2015, dan hampir 100 kasus pada tahun 2016
(Kompas, 5/1/2017). Kasus intoleransi itu marak terjadi terkait dengan kebebasan
beragama dan berkeyakinan, seperti melarang aktivitas keagamaan, merusak rumah
ibadah, diskriminasi atas dasar keyakinan atau agama, intimidasi, dan pemaksaan
keyakinan.Intoleransi itu telah berkontribusi pada terjadinya tindak kekerasan dan
pelanggaran HAM di Indonesia.

Untuk mengatasi paham radikal, harus dicari jalan keluar, yang memiliki paham radikal
harus dirangkul dan diberikan pemahaman yang benar, jangan dijauhi nanti bisa
berbahaya, ajarannya akan lebih keras dan kasar. Bahkan yang paling cocok mengatasi
radikalisme dengan menerapkan Pancasila secara benar dalam konteks kekinian.

Negara Indonesia adalah berdasarkan Pancasila, namun sekarang muncul diskursus-


diskursus di berbagai tempat maupun waktu termasuk di medsos dan ini menjadi salah
kaprah. Banyak pihak juga yang menjejalkan dogma ke masyarakat baik positif atau
negatif sehingga masing-masing menyatakan mereka paling Pancasilais sehingga ini
perlu dirembuk/dibicarakan bersama. Termasuk apabila dosen yang bertentangan dengan
Pancasila maka dia berarti bertentangan dengan sumpahnya dan bisa diproses hukum.

Nilai Pancasila belum sepenuhnya tertanam dalam diri kita saat ini, tidak sesuai
harapan para pendiri kita. Pancasila telah membuktikan diri sebagai konsep yang terbaik.
Mari kita menegakkan dan merawat Pancasila dan NKRI.

Sejarah peradaban Islam mencatat praktik kepemimpinan terbaik yaitu dibawah Nabi
Muhammad berlangsung selama 10 tahun, dibawah para Khulafaur Rasyidin berlangsung
selama 29 tahun dengan inti kepemimpinan adalah permusyawaratan/perwakilan, namun
masa-masa kepemimpinan setelah itu prinsip permusyawaratan/perwakilan justru
ditinggalkan, dan mengutamakan sistem keturunan.

Dalam sejarah, khilafah bukanlah konsep politik yang matang, namun hanyalah sebuah
istilah untuk pergantian kepemimpinan. Di Indonesia sendiri sejak awal berdirinya
menyadari bahwa kepemimpinan adalah permusyawaratan/perwakilan dan tidak terjebak
dalam penerapan khilafah yang salah.

Menurut Prof. Mudjahirin Thohir, agama mestinya sebagai sumber untuk peningkatan
peradaban, bukan sebagai identitas kelompok sosial, sehingga kehadiran agama yang
berbeda-beda, tidak dimaknai sebagai ancaman antar kelompok keagamaan itu sendiri.
Agama bisa meneguhkan nilai-nilai Pancasila ketika agama dimaknai oleh pemeluknya
sebagai sumber peradaban dalam masyarakat plural seperti di Indonesia.

Tidak ada solusi lain untuk menghilangkan radikalisme di Indonesia, yaitu dengan
menerapkan Pancasila. Semoga kita dapat menjalankannya secara istiqomah seiring

8
dengan keistiqomahan kita menjalankan ajaran agama kita masing-masing. Kita
Indonesia, Kita Pancasila.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.
Orang lain tidak dapat menggangu hak asasi masing-masing individu. Oleh
karena itu, hak asasi harus dipahami oleh setiap orang. Karena begitu pentingnya,
hak asasi manusia (HAM) dijadikan sebagai salah satu materi dalam perkuliahan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Itu sebabnya untuk menjadi warga
negara yang baik harus memahami dan menyadari mengenai hak asasi manusia.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://www.neraca.co.id/article/87176/makna-radikalisme
http://rudidarmadi.blogspot.com/2010/11/pengertian-hak-hak-asasi-manusia.html
suratno, dkk. 2018. Pendidikan Kewarganaan di Perguruan Tinggi. Semarang:UNNES PRESS.

11

Anda mungkin juga menyukai