Anda di halaman 1dari 8

Lex Et Societatis Vol. VIII/No.

4/Okt-Des/2020

KAJIAN HUKUM KONSERVASI SUMBER DAYA PENDAHULUAN


ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DI A. Latar Belakang
INDONESIA1 Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia
Oleh: Alviano Ottohan Oktavianus adalah berbagai macam satwa, yang tersebar di
Rumimpunu2 seluruh pulau-pulau yang ada di Indonesia.
Flora Priscilla Kalalo3 Tidak kurang 10 persen makhluk hidup di dunia
Jemmy Sondakh4 jenisnya ditemukan di Indonesia, Centre on
Biological Biodiversity (CBD) mencatat bahwa
ABSTRAK 12% mamalia, dan 16% reptil di dunia berada di
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk indonesia. Kemudian terdapat 1.592 spesies
mengetahui mengapa pelaksanaan Konservasi burung dan setidaknya 270 spesies ampibhi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di hidup di Indonesia.5
Indonesia dan mengapa yang menjadi faktor Lingkungan alam sebagai unsur riel ikut
penghambat dan pendukung dalam membentuk hukum dan berpengaruh terhadap
pelaksanaan konservasi Sumber Daya Alam keberlakuan hukum. Keberadaaan Sumber
Hayati dan Ekosistemnya di Indonesia. Dengan Daya Alam (SDA) dapat dipahami secara sosial
menggunakan metode penelitian yuridis dalam hubungannya dengan manusia. Alam
normatif, disimpulkan: 1. Dalam undang- menyediakan banyak hal yang menjadi
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang kebutuhan manusia, seperti air, udara, maupun
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan lahan (daratan) yang kesemuanya dapat di
Hidup telah memberikan perhatian yang besar dayagunakan sebagai ‘sumber daya’ dan
terhadap konservasi sumber daya alam hayati, pemanfaatannya mampu memberi pengaruh
hal ini terlihat dalam Pasal 10 ayat (2) yang atau dampak bagi kehidupan manusia itu
memberikan ketentuan rencana perlindungan sendiri.6
bahwa pengelolaan lingkungan hidup wajib Di wilayah hutan, pesisir, laut, perikanan
dilakukan secara terpadu dengan penataan sungai, maupun danau selalu didapati
ruang, perlindungan sumber daya alam hayati, masyarakat yang hidup dan bergantung pada
perlindungan sumber daya buatan, konservasi keberadaan sumber daya alam tersebut.
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Interaksi yang terjadi tidak hanya didasarkan
cagar budaya, keanekaragaman hayati dan pada fungsi dan pemanfaatan SDA, tetapi
perubahan iklim. 2. Mengapa f aktor secara budaya telah mengembangkan adab-
penghambat pelaksanaanya antara lain: kondisi kearifan, perilaku, norma kepemilikan atau
internal yaitu status dan kondisi kawasan yang penguasaan, tata kelola, dan kelembagaan
belum sepenuhnya disepakati atau belum clear pengelolaan SDA.
and clean, belum selesainya proses penataan Undang-Undang Dasar Negara Republik
batas, serta pengelolaan kawasan yang belum Indonesia 1945 (UUD 1945) memberikan dasar
optimal Sedangkan kondisi eksternal antara lain hukum yang kuat bagi pengelolaan SDA Hayati
kebutuhan lahan karena dinamika demografi, seperti disebutkan dalam pembukaan,
pemekaran wilayah yang diikuti kebutuhan khususnya pada Pasal 33 ayat 3 yang
infrastruktur, mobilitas, pertambangan, menyatakan dengan tegas bahwa kekayaan
perkebunan skala besar, permintaan pasar alam Indonesia termasuk SDA Hayati yang ada
terhadap komoditi tertentu. didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan
Kata kunci: Kajian Hukum, Konservasi, Sumber sebesar-besarnya untuk kemakmuran
Daya Alam Hayati, Ekosistemnya.
5
Koesnandi Hardjasoemantri,2009, Hukum
Perlindungan Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, Yogyakarta : Edisi
1
Artikel Skripsi Pertama, Gadjah Mada University Press, hal 64.
2 6
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM: Oktavianus Rizwa dan Andik Hardiyanto,
15071101605 Litigasi di Bidang Lingkungan Hidup dan
3
Fakultas Hukum Unsrat, Doktor Ilmu Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam, Jakarta :
4
Fakultas Hukum Unsrat, Doktor Ilmu Hukum Kementerian kehutanan, 2010, hlm. 10.

5
Lex Et Societatis Vol. VIII/No. 4/Okt-Des/2020

rakyatnya. UUD 1945 mengamanatkan Alam Hayati dan Ekosistemnya di


pemerintah dan seluruh unsur masyarakat Indonesia ?
wajib melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dalam pelaksanaan C. Metode Penelitian
pembangunan berkelanjutan, agar lingkungan penulisan ini ialah pada disiplin Ilmu Hukum,
hidup Indonesia tetap menjadi sumber daya maka penelitian ini merupakan bagian dari
dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia Penelitian dari segi Prepustakaan Hukum, yakni
serta makhluk hidup lain.7 dengan cara “meneliti bahan pustaka atau yang
Dasar hukum perlindungan dan pengelolaan dinamakan Penelitian Hukum Normatif”.
sumber daya alam hayati dapat ditemukan
dalam berbagai peraturan perundang- PEMBAHASAN
undangan, termasuk hukum tidak tertulis A. Pelaksanaan Konservasi Sumber Daya Alam
berupa hukum adat, dan kebiasaan setempat Hayati dan Ekosistemnya di Indonesia
yang masih berlaku dan dipatuhi oleh Konservasi Ekosistem dalam peraturan
masyarakat. Pasal 4 Undang-Undang (UU) perundang-undangan:
Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 a) UUD 1945 Pasal 33 ayat (3): “Bumi dan
tentang Konservasi SDA Hayati dan air dan kekayaan alam yang terkandung
Ekosistemnya menyatakan bahwa Konservasi di dalamnya dikuasai oleh negara dan
SDA hayati dan ekosistemnya merupakan dipergunakan untuk sebesar-besar
tanggung jawab dan kewajiban pemerintah dan kemakmuran rakyat”.
masyarakat.8 b) TAP MPR No. IX/MPR/200 tentang
Konservasi merupakan tanggung jawab Pembaruan Agraria dan Pengelolaan
semua pihak baik Pemerintah maupun Sumber Daya Alam.
masyarakat. Menyadari bahwa konservasi Salah satu prinsip adalah “Memelihara
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya keberlanjutan yang dapat memberi manfaat
tidak dapat berjalan sendiri maka Balai yang optimal, baik untuk generasi sekarang
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang maupun generasi akan mendatang, dengan
diberi kewenangan dalam mengawasi masalah tetap memperhatikan daya tampung dan daya
mengenai satwa liar dan sebagai pelaksana dukung lingkungan.”
teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan c) UU No. 5/1990 tentang Konservasi
dan Konservasi Alam (PHKA) bagian Direktorat Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan UU ini menetapkan ekosistem\
Ekosistem melaksanakan pola kemitraan d) UU No. 12/1992 tentang Sistem Budi
terhadap konservasi sumber daya alam hayati Daya Tanaman.
dan ekosistemnya terhadap penangkaran satwa e) UU No. 5/1994 tentang Pengesahan
liar. UNCBD: Ekosistem sebagai salah satu
Penulis terdorong mengangkat tema ini dengan keanekaragaman hayati perlu dijamin
judul “Kajian Hukum Konservasi Sumber Daya keberadaan dan keberlanjutannya bagi
Alam Hayati Dan Ekosistemnya Di Indonesia“ kehidupan manusia.
f) UU No. 41/1999 tentang Kehutanan.
B. Perumusan Masalah Hutan merupakan salah satu ekosistem
1. Mengapa pelaksanaan Konservasi yang kompleks dan UU ini mengatur
Sumber Daya Alam Hayati dan pengelolaan hutan berdasarkan
Ekosistemnya di Indonesia ? fungsinya. Fungsi lindung dan fungsi
2. Mengapa yang menjadi faktor konservasi dipertahankan untuk
penghambat dan pendukung dalam menjamin keanekaragaman hayati di
pelaksanaan konservasi Sumber Daya tingkat ekosistem terjaga.
g) UU No. 39/2014 tentang Perkebunan. UU
ini lebih fokus pada keanekaragaman
hayati sumber daya genetik tanaman
7
Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan, Jakarta : perkebunan.
Sinar Grafika, 2012, hlm. 1.
8
Tri Sugihati, Buletin Siamang, 2003, Hlm. 1.

6
Lex Et Societatis Vol. VIII/No. 4/Okt-Des/2020

h) UU No. 21/2004 tentang Pengesahan Kawasan Konservasi In Situ


Protokol Cartagena tentang Keamanan Kawasan in situ adalah kawasan perlindungan
Hayati atas Konvensi tentang di habitat alami.
Keanekaragaman Hayati. Inti dari UU ini Kondisi saat ini:
adalah keamanan penerapan produk - Kawasan konservasi in situ ditetapkan
bioteknologi modern yaitu Organisme berdasarkan SK Menhut dengan batas-
Hasil Modifikasi Genetik (OHMG). batas yang jelas, PP No. 68/1998
Pengamanan diperlukan untuk menetapkan KSA dan KPA.
menghindari pengaruh merugikan - Taman Buru
terhadap keanekaragaman hayati, - Cagar Biosfer dan Warisan Dunia (World
termasuk ekosistem, serta risiko Heritage) ditetapkan oleh UNESCO.
terhadap kesehatan manusia. - Kawasan Konservasi Laut Daerah
i) UU No. 45/2009 tentang Perikanan. Kawasan Konservasi ex situ
Pemerintah menetapkan kawasan - Kebun Raya
konservasi ekosistem sumber daya ikan, - Taman Keanekaragaman Hayati
antara lain suaka alam perairan, taman Pada bulan Januari 2015 telah diluncurkan
nasional perairan, taman wisata perairan, Perpres no. 2/2015 yang berisikan Rencana
dan/atau suaka perikanan. Pembangunan Jangka Menengah Nasional
j) UU No. 27/2007 (UU No. 1/2014) tentang (RPJMN) 2015-2019. Di dalam Strategi
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pembangunan Nasional, norma yang
Pulau Kecil. Kawasan konservasi di diterapkan adalah:
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil 1. Membangun untuk meningkatkan
merupakan eksosistem yang dijamin kualitas hidup manusia dan masyarakat.
keberadaan, ketersediaan dan 2. Setiap upaya meningkatkan
kesinambungannya. kesejahteraan, kemakmuran,
k) UU No. 32/2009 tentang Perlindungan produktivitas tidak boleh menciptakan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU ketimpangan yang makin melebar yang
dimaksudkan sebagai aturan terpenting dapat merusak keseimbangan
dalam perlindungan dan pengelolaan pembangunan. Perhatian khusus kepada
ingkungan hidup akibat kegiata manusia peningkatan produktivitas rakyat lapisan
dalam upaya pemanfaatan sumber daya menengah-bawah, tanpa menghalangi,
alam. Salah satu tujuan adalah menjamin menghambat, mengecilkan dan
kelangsungan kehidupan makhluk hidup mengurangi keleluasaan pelaku-pelaku
dan kelestarian ekosistem. Dalam UU besar untuk terus menjadi agen
terdapat instrumen untuk perencanaan, pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk
serta pengendalian pencemaran dan menciptakan pertumbuhan ekonomi
kerusakan lingkungan hidup melalui yang berkelanjutan.
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan 3. Aktivitas pembangunan tidak boleh
Lingkungan Hidup (RPPLH), Kajian merusak, menurunkan daya dukung
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk lingkungan dan mengganggu
tingkat kebijakan, serta AMDAL untuk keseimbangan ekosistem.
tingkat kegiatan. Dari norma ketiga terlihat bahwa
l) UU No. 11/2013 tentang Pengesahan keberlanjutan ekosistem merupakan salah satu
Nagoya Protocol on Access to Genetic aspek yang diperhatikan dalam pembangunan
Resources and The Fair and Equitable nasional. Arah kebijakan konservasi ekosistem
Sharing of Benefits Arising from Their dibagi secara umum:
Utilization to the CBD.9 - Kawasan Konservasi
- Kawasan Konservasi in situ
- Kawasan Suaka Alam
9

http://www.ampl.or.id/digilib/read/konservasi- ekosistemnya/47619 diakses pada tanggal 29


sumber-daya-alam-hayati-dan April 2019 Pukul 14.00 WITA

7
Lex Et Societatis Vol. VIII/No. 4/Okt-Des/2020

- Cagar Alam Perhutanan Sosial Nomor: SK. 4/V-OAS/2015,


- Suaka terdapat lahan kritis dan sangat kritis di
- Margasatwa Indonesia seluas 24.303.294 ha. Sebanyak
- Kawasan Perlindungan Alam 2.075.350 ha diantaranya berada di dalam
- Taman Nasional kawasan konservasi. Berdasarkan kajian
- Taman Hutan Raya Direktorat Kawasan Konservasi dan Direktorat
- Taman WIsata Alam Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam,
- Taman Buru diperoleh taksiran adanya open area atau
- Kawasan Konservasi Laut indikasi kerusakan di dalam kawasan konservasi
- Daerah Cagar Biosfer seluas +- 2,3 juta ha.12
- Warisan Alam Dunia Untuk mengembalikan fungsi kawasan
- Kawasan Konservasi ex situ konservasi yang rusak atau menurun
- Kebun Raya kualitasnya, dibutuhkan upaya pemulihan
- Taman Keanekaragaman Hayati10 ekosistem. Upaya tersebut dapat dilakukan
melalui berbagai strategi, seperti suksesi alam
B. Faktor penghambat dan pendukung dalam atau mekanisme alam, suksesi alam dengan
pelaksanaan konservasi Sumber Daya Alam bantuan manusia, rehabilitasi atau restorasi.
Hayati dan Ekosistemnya di Indonesia Beberapa contoh kegiatan spesifik di dalam
Kawasan konservasi Indonesia yang meliputi pemulihan ekosistem mencakup penanaman
Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan pengkayaan, pengendalian jenis asing invasif,
Pelestarian Alam (KPA) memiliki fungsi, nilai, pembinaan habitat, serta reintroduksi. Berbagai
beserta manfaat yang sangat tinggi dan strategi dan kegiatan pemulihan ekosistem di
beraneka ragam, tidak hanya bagi alam itu kawasan konservasi menjadi bagian integral
sendiri, tetapi juga bagi manusia. Keberadaan dari upaya restorasi hutan dan bentang lahan,
serta kelestarian pengelolaan KSA dan KPA yang yakni sebuah proses berkelanjutan untuk
meliputi Taman Nasional, Suaka Margasatwa, mengembalikan fungsi ekologis dan
Cagar Alam, Taman Hutan Raya, Taman Wisata meningkatkan penghidupan masyarakat di
Alam dan Taman Buru menjadi jaminan agar hutan dan lahan yang telah rusak atau
anak cucu kita kelak dapat merasakan fungsi, terdegradasi.13
nilai, dan manfaat kawasan konservasi, serupa
dengan apa yang kita dapatkan sekarang.11 1. Faktor pendukung konservasi sumber daya
Namun demikian, kawasan konservasi alam hayati dan ekosistemnya di Indonesia
Indonesia, baik yang berada di ekosistem Di Indonesia, kita telah mengenal istilah
daratan maupun perairan, terus mengalami reboisasi, rehabilitasi, penghijauan, dan
deforestasi serta degradasi pada berbagai reforestasi sejak beberapa dekade lalu.
tingkatan, sebagai dampak dari perubahan Misalnya, pada era Orde Baru terdapat
penggunaan lahan, meningkatnya jumlah dan kebijakan pengumpulan Dana Reboisasi atau
mobilitas penduduk, tumbuhnya kota-kota baru Dana Jaminan Reboisasi dari pemegang konsesi
dan infrastruktur pendukungnya serta Hutan Tanaman Industri (HTI) guna mendorong
pembangunan secara umum. pengelolaan hutan produksi secara
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal berkelanjutan, termasuk diantaranya melalui
Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan reboisasi di lahan kritis. Pada era reformasi,
beberapa inisiatif penanaman pohon seperti
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
10
John dan Kathy Mackinon, Graham Child dan (Gerhan atau GN-RHL), gerakan One Man One
Jim Thorsell, Pengelolaan Kawasan Yang Tree (Gerakan Penanaman Pohon Satu Orang
Dilindungi di Daerah Tropika, alih bahasa Harry
Harsono Amir, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1990 hlm 67
11
Onrizal, et.all, Social and Environmental
Issues of Danau Sentarum National Park, West
12
Kalimantan, BIODIVERSITAS Volume 6 NO. 3 Juli Ibid
13
2005 Ibid

8
Lex Et Societatis Vol. VIII/No. 4/Okt-Des/2020

Satu Pohon), hingga Gerakan Menanam 1 Penggunakan METT dalam mengukur


Milyar Pohon mulai diterapkan.14 efektivitas pengelolaan di Indonesia sudah
Pada tahun 2004, Pemerintah juga untuk mulai diinisiasi tahun 2010 oleh Direktorat
kali pertama memperkenalkan kebijakan Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung,
Restorasi Ekosistem, yakni upaya pemulihan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
kembali kondisi hutan alam di wilayah hutan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan
produksi sekaligus meningkatkan fungsi dan melalui berbagai workshop dan pelatihan-
nilai hutan, baik ekonomis maupun ekologis. pelatihan di Balai Taman Nasional dan Balai
Saat ini berbagai metode penilaian Konservasi Sumber Daya Alam.
efektivitas pengelolaan telah banyak Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan
dikembangkan di berbagai negara di dunia. konservasi di Indonesia secara parsial juga
Menurut Leverington et al (2008), sampai tahun dilakukan pada beberapa kawasan konservasi di
2008 telah tercatat lebih dari 40 metode Indonesia, terutama dalam rangka pengukuran
penilaian efektivitas dan saat masih terus keberhasilan proyek-proyek pendanaan
bertambah. Stoll-Kleemann (2010) internasional. Beberapa kawasan konservasi
menyebutkan bahwa Management perairan laut yang bermitra dengan WWF juga
Effectiveness Tracking Tool (METT), Rapid melakukan penilaian efektivitas pengelolaan
Assessment and Prioritization of Protected Area dengan menggunakan Score Card yang
Management (RAPPAM) dan UNESCO’s dikembangkan khusus untuk kawasan
Enhancing our Heritage (EoH) Toolkit konservasi perairan laut oleh WWF dan World
merupakan metode yang paling banyak Bank tahun 2004.
digunakan di dunia.15 Berdasarkan berbagai pertimbangan
Selanjutnya menurut Hockings et al (2015) tersebut pada tahun 2015, penilaian efektivitas
menyebutkan bahwa METT telah digunakan di pengelolaan yang merupakan bagian dari
100 lebih negara dan diimplementasikan di peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan
lebih dari 2000 kawasan konservasi di dunia. konservasi, diadopsi oleh pemerintah Republik
Management Effectiveness Tracking Tool Indonesia yang tercantum dalam dokumen
(METT) yang dikembangkan oleh WWF (World Rencana Strategis Kementerian Lingkungan
Wildlife Fund) dan Bank Dunia di tahun 2007 Hidup dan Kehutanan pada Sasaran Program
menjadi pilihan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya
pemerintah dalam melakukan monitoring dan Alam dan Ekosistem, yaitu “Meningkatnya
evaluasi pengelolaan kawasan konservasi di efektivitas pengelolaan hutan konservasi dan
Indonesia. Namun demikian dengan upaya konservasi keanekaragaman hayati”.
mempertimbangkan mempertimbangkan Evaluasi dan monitoring pada dasarnya
pengalaman dalam penggunaan selama ini di merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Indonesia, perangkat METT dirasakan perlu proses pengelolaan kawasan konservasi di
untuk dilangkapi dengan beberapa informasi Indonesia. Dengan menggunakan metode
yang diperlukan dalam penerapan di evaluasi yang sama, diharapkan seluruh
Indonesia.16 kawasan konservasi di Indonesia dapat
mendapatkan penilaian yang berimbang
sehingga menghasilkan formulasi rekomendasi
14
Leverington, F., K. L. Costa, J. Courrau, H. terhadap perbaikan-perbaikan pengelolaan di
Pavese, C. Nolte, M. Marr, L. Coad, N. Burgess, masa yang akan datang.
B. Bomhard, M.Hockings. 2010. Management METT merupakan perangkat yang didesain
Effectiveness Evaluation in Protected Areas – a untuk digunakan pengelola kawasan konservasi
global study. Second Edition. The University of secara mandiri. Namun demikian dalam
Queensland. Brisbane, Australia. perkembangannya dirasakan perlu melibatkan
15
Stoll-Kleemann, S. 2010. Evaluation of
management effectiveness in protected areas:
Methodologies and results. Basic and Applied effectiveness’, in G. L. Worboys, M. Lockwood,
Ecology 11 (2010) 377–382. A. Kothari, S. Feary and I. Pulsford (eds)
16
Hockings, M., Leverington, F. and Cook, C. Protected Area Governance and Management,
(2015) ‘Protected area management pp. 889–928, ANU Press, Canberra.

9
Lex Et Societatis Vol. VIII/No. 4/Okt-Des/2020

pihak-pihak lain yang terkait dengan setiap tahun atau paling lama 2 (dua)
pengelolaan untuk memberikan hasil yang lebih tahun sekali.
akurat dan obyektif. Penilaian efektivitas harus 5. Independen, penilaian Efektivitas
menjadi bagian dari siklus manajemen yang pengelolaan digunakan murni untuk
efektif, yang terkait dengan nilai, tujuan, dan kepentingan pengelolaan, sehingga
kebijakan yang ditetapkan.17 bebas dari kepentingan-kepentingan
Adapun prinsip-prinsip yang perlu dipedomani lainnya.
dalam melakukan proses penilaian adalah: 6. Introspeksi, proses penilaian ini
1. Objektif, hasil penilaian diharapkan dimaksudkan sebagai salah satu cara
menggambarkan kondisi factual pengelola untuk melihat kembali
pengelolaan yang ada. Apabila diperlukan progress pengelolaan yang dilakukan.
dapat dilakukan verifikasi dengan Sehingga pengelola menyadari sejauh
beberapa informasi pendukung untuk mana tahapan keegiatan yang telah
meyakinkan gambaran yang diberikan dilakukan dan kekurangan-kekurangan
dalam penilaian. yang penting untuk ditindaklanjuti.
2. Transparan, proses dan hasil penilaian 7. Berbagi Pengetahuan/Sharing
dapat diakses oleh pihak-pihak yang knowledge, para pihak yang terlibat
berkepentingan dalam pengelolaan suatu dalam proses penilaian diharapkan dapat
kawasan konservasi. Hal ini sebagai salah saling berbagi informasi dari proses
satu pertanggungjawaban atau penilaian yang dilakukan baik diantara
akuntabilitas pelaksanaan kegiatan pengelola dan pihak-pihak diluar
pengelolaan kepada publik. pengelola.18
3. Partisipatif, proses penilaian dilakukan Penilaian efektivitas merupakan evaluasi
dengan melibatkan pihak-pihak yang yang harus diintegrasikan ke dalam budaya dan
berkepentingan baik internal maupun proses manajemen untuk meningkatkan kinerja
eksternal. Pihak-pihak yang terlibat manajemen jangka panjang. Sehingga
dalam proses penilaian, mulai dari diharapkan menjadi bagian dari siklus bisnis inti
petugas lapangan pengelola kawasan (core business cycle) yang terkait dengan
konservasi hingga staf Kantor pelaporan, perencanaan, pemantauan,
(Balai/bidang/seksi). Sedangkan pihak penelitian dan program kerja tahunan.
ekternal yang penting untuk terlibat Proses penilaian harus praktis dan tidak
adalah masyarakat sekitar kawasan, memerlukan biaya yang terlalu mahal,
pemerintah daerah dari instansi yang memberikan keseimbangan yang baik antara
terkait, mitra kerja pengelolaan, pihak pengukuran, pelaporan dan pengelolaan.
swasta yang bekerja di dalam kawasan Evaluasi merupakan proses yang penting
(penyedia jasa layanan ataupun fasilitas namun jangan terlalu banyak menyerap sumber
sarana kunjungan), pengelolan daerah daya yang dibutuhkan manajemen. Dibutuhkan
sekitar/area penyangga kawasan, dan kemampuan untuk memanfaatkan sebagian
otoritas ilmiah atau perguruan tinggi besar informasi yang ada (dari pemantauan dan
yang memiliki interest terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya) baik
pengelolaan kawasan konservasi yang dari dalam maupun luar pengelola.
dinilai. Prores penilaian yang melibatkan berbagai
4. Reguler, mengingat penilaian digunakan pihak, diharapkan dapat meningkatkan
untuk memantau progress pengelolaan komunikasi, partisipasi, kepedulian dan
sehingga penilaian dilakukan secara kerjasama, baik internal pengelola maupun
regular setiap periode waktu tertentu. dengan pihak-pihak mitra lain, dengan
Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan demikian penilaian harus dilakukan dalam
suasana yang kondusif dan bukan atas dasar
saling curiga. Temuan evaluasi, sedapat
17
Sutikno dan Maryunani, Ekonomi Sumber
18
Daya Alam, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Dicky. H (ed), Otonomi dan Lingkungan
Universitas Brawijaya, Malang, April 2006 Hidup, Konphalindo, Jakarta, 2000

10
Lex Et Societatis Vol. VIII/No. 4/Okt-Des/2020

mungkin, harus positif, mengidentifikasi Work (PoW) Convention on Biodiversity (CBD)


tantangan dan bukan saling mencari tahun 2004. Dalam Dokumen khususnya pada
kesalahan.19 tujuan (goal) 4 menyebutkan bahwa setiap
Ketersediaan alat bantu berupa peta time negara yang meratifikasi CBD diharuskan untuk:
series akan membantu peserta menentukan a. Mengembangkan dan mengadopsi, pada
skala ancaman. Untuk dapat mengatakan skala tahun 2006, metode, standar, kriteria
ancaman harus ada baseline dari tahun berapa dan indikator yang tepat untuk
ancaman dimulai. Lihat juga perubahan mengevaluasi pengelolaan dan
ancaman sebelum kawasan konservasi pengaturan kawasan konservasi yang
ditetapkan dan setelah penetapan. efektif
b. Melaksanakan evaluasi pengelolaan yang
2. Faktor penghambat dalam konservasi efektif sedikitnya 30 persen tiap bagian
sumber daya hayati dan ekosistemnya di Kawasan Konservasi pada tahun 2010
Indonesia (ditingkatkan sampai 60 persen pada
Fakta menunjukkan bahwa banyak tahun 2015 saat COP 10 di Nagoya)
permasalahan dalam pengelolaan kawasan c. Memasukkan informasi hasil dari evaluasi
konservasi di Indonesia tersebut. Hal tersebut pengelolaan efektif kawasan konservasi
dipicu oleh beberapa faktor, antara lain adalah pada laporan nasional di bawah Konvensi
kondisi internal yaitu status dan kondisi Keragaraman hayati.
kawasan yang belum sepenuhnya disepakati d. Melaksanakan rekomendasi penting yang
atau belum clear and clean, belum selesainya muncul dari evaluasi pengelolaan
proses penataan batas, serta pengelolaan lapangan dan sistem tingkat, sebagai
kawasan yang belum optimal. Sedangkan bagian strategi pengelolaan adaptif yang
kondisi eksternal antara lain kebutuhan lahan terintegrasi.21
karena dinamika demografi, pemekaran
wilayah yang diikuti kebutuhan infrastruktur, DAFTAR PUSTAKA
mobilitas, pertambangan, perkebunan skala Angi, Eddy Manggopo, Kebijakan Pemerintah
besar, permintaan pasar terhadap komoditi Pusat di Bidang Konservasi dari
tertentu.20 Perspektif Daerah dan Masyarakat,
Permasalahan lain yang umum yang terjadi Studi Kasus Kabupaten Kutai Barat,
dalam pengelolaan adalah adanya kesulitan Kaltim, Center for Forestry Research
untuk mengidentifikasi prioritas permasalahan; (CIFOR), 2005
kurangnya sumberdaya yang tersedia; Barber, Charles, Meluruskan Arah Pelestarian
ketidaktepatan dalam mengalokasikan sumber Keanekaragaman Hayati dan
daya yang dimiliki; serta belum diketahui sejauh Pembangunan di lndonesia, edisi ke-1,
mana pengelolaan yang dilakukan berada Jakarta: Yayasan Obor, 1997
dalam arah yang benar dalam mencapai tujuan Costa, Leverington, F., K. L. , J. Courrau, H.
pengelolaan. Pavese, C. Nolte, M. Marr, L. Coad, N.
Kesadaran akan pentingnya eksistensi Burgess, B. Bomhard, M.Hockings. 2010.
kawasan konservasi dalam mendukung Management Effectiveness Evaluation in
kehidupan manusia dan keberlanjutan Protected Areas – a global study. Second
pembangunan, Pemerintah Indonesia bertekad Edition. The University of Queensland.
kuat memperbaiki kualitas pengelolaan yang Brisbane, Australia.
dilakukan. Peningkatan kualitas pengelolaan Dwidjoseputro, Ekologi Manusia dengan
perlu dimonitor menggunakan perangkat yang Lingkungannya, Jakarta: Erlangga, 1994
sesuai. Hal ini juga sejalan dengan Program of Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Jakarta:
Balai Pustaka,2005
19
Ibid Departemen Kehutanan, Himpunan Peraturan
20
Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Perundang-Undangan Bidang
Hayati Indonesia 2003-2020, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional
21
(Bappenas), 2003 Ibid

11
Lex Et Societatis Vol. VIII/No. 4/Okt-Des/2020

Konservasi Sumber daya Alam, Saleh, K. Wancik ,Tindak Pidana Korupsi dan
Surabaya: BKSDA Jawa timur 1, 2000 Suap,Ghalia Indonesia, Jakarta, 2007,
H, Dicky. (ed), Otonomi dan Lingkungan Hidup, Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Fakultas
Konphalindo, Jakarta, Hukum UNDIP, 1990
Hardjasoemantri, Koesnandi ,2009, Hukum Soekanto, Soerjono, 2007, Sosiologi Suatu
Perlindungan Konservasi Sumber Daya Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo
Alam Hayati dan Ekosistemnya, Persada, Cetakan Pertama
Yogyakarta : Edisi Pertama, Gadjah Mada Sasongko, Wahyu, Dasar-Dasar Ilmu Hukum,
University Press. Bandar Lampung : Universitas Lampung,
Hockings, M., Leverington, F. and Cook, C. 2010.
(2015) ‘Protected area management Sugihati, Tri, Buletin Siamang, 2003
effectiveness’, in G. L. Worboys, M. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian
Lockwood, A. Kothari, S. Feary and I. Hukum, cet.3, Jakarta, Badan Penerbit
Pulsford (eds) Protected Area Universitas Indonesia
Governance and Management, pp. 889– Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, PT.
928, ANU Press, Canberra. Citra Aditya, 2004
Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan, Jakarta : Soekanto, Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi
Sinar Grafika, 2012 Hukum,Jakarta, Raja Grasindo, 2005
KEHATI, Materi Kursus Inventarisasi flora dan Sunarno, Siswanto, Hukum Pemerintahan
fauna Taman Nasional Meru Betiri, Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika,
Malang:2000 Jakarta, 2006
Kumpulan Materi MBSC IX Meru Betiri Sutikno dan Maryunani, Ekonomi Sumber Daya
Service Camp, SukaMade, 1997 Alam, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Mackinon, John dan Kathy, Graham Child dan Universitas Brawijaya, Malang, April 2006
Jim Thorsell, Pengelolaan Kawasan Yang Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman
Dilindungi di Daerah Tropika, alih Hayati Indonesia 2003-2020, Badan
bahasa Harry Harsono Amir, Gadjah Perencanaan Pembangunan Nasional
Mada University Press, Yogyakarta, 1990 (Bappenas), 2003
Mamudji, Sri 2005. Metode Penelitian dan Tim Pengajar. Metode Penelitian dan Penulisan
Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Hukum. Fakultas Hukum Universitas Sam
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Ratulangi, Manado: 2007
Indonesia.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum:
Suatu Pengantar,Liberty, Jakarta,2005
Onrizal, et.all, Social and Environmental Issues
of Danau Sentarum National Park, West
Kalimantan, BIODIVERSITAS Volume 6
NO. 3 ,2005
Oktavianus Rizwa dan Andik Hardiyanto,
Litigasi di Bidang Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam, Jakarta
: Kementerian kehutanan, 2010
Pamulardi, Bambang, Hukum Kehutanan dan
Pembangunan Bidang Kehutanan,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2011
S,Stoll-Kleemann, 2010. Evaluation of
management effectiveness in protected
areas: Methodologies and results. Basic
and Applied Ecology 11 (2010)

12

Anda mungkin juga menyukai