Anda di halaman 1dari 9

CRITICAL JOURNAL REVIEW

Dosen Pengampu : Dra. Adriana Yulinda Dumaria Lumban Gaol M.Kes


Mata Kuliah : Ilmu Alamiah Dasar

Disusun Oleh :

Nama : Jerima Zebua


Nim : 7202520005
Kelas : Akuntansi B

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
1 Judul Disharmonisasi Regulasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem di
Indonesia

2 Jurnal Jurnal Internasional Kriminologi dan Sosiologi


3 Download https://scholar.google.com/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=inte
rnational+journal+on+Natural+Resources+&btnG=
4 Volume dan 10, 332-340
Halaman
5 Tahun 2021
6 Penulis Sumurung P. Simaremare
7 Reviewer Muhammad Dzikirullah H. Noho
8 Tanggal Tidak Ditemukan

9 Abstrak
Penelitian
- Tujuan Tujuan penguasaan negara atas sumber daya alam merupakan langkah
Penelitian antisipatif untuk menghindari penggunaan yang seluas-luasnya oleh
individu atau badan hukum sebagai alat penindasan dan eksploitasi
terhadap orang lain. Namun pada kenyataannya banyak peraturan yang
tumpang tindih dan tidak selaras satu sama lain. Penulis penelitian ini
menggunakan penelitian yuridis normatif. Pengertian yuridis normatif
adalah jenis penelitian yang lebih menekankan pada penelitian
kepustakaan, dimana bahan-bahan yang digunakan akan diperoleh dari
undang-undang, kepustakaan, media massa, yang berkaitan dengan
bahan tulisan.
- Subjek Sumber Daya Hayati dan Ekosistem
Penelitian

- Assestmen 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan


Data Protokol Cartagena Tentang Keamanan Hayati Pada Konvensi
Keanekaragaman Hayati
2. Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012.
- Kata Kunci Disharmonisasi, Regulasi, Sumber Daya Alam Hayati, Ekosistem,
Indonesia.
10 Pendahuluan
- Latar Sebagai perwujudan Pasal 33 UUD 1945 Undang-Undang Dasar
Belakang Negara Republik Indonesia, dibuat undang-undang untuk melestarikan

dan teori sumber daya alam hayati, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Sebagaimana dijelaskan dalam penjelasannya, Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya dibuat berdasarkan beberapa alasan, salah satunya adalah
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang merupakan bagian
terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari hewan, nabati atau
berupa sumber daya alam. Fenomena alam, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama, mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur
penyusunnya lingkungan yang keberadaannya tidak dapat tergantikan.
Mengingat sifatnya yang tidak tergantikan serta memiliki kedudukan
dan peran penting bagi kehidupan manusia, maka pelestarian sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan kewajiban mutlak setiap
generasi. Perbuatan tidak bertanggung jawab yang dapat mengakibatkan
kerusakan kawasan cagar alam dan kawasan pelestarian alam atau
perbuatan yang melanggar ketentuan mengenai perlindungan tumbuhan
dan satwa yang dilindungi diancam dengan pidana berat berupa pidana
badan dan denda. Hukuman berat ini dipandang perlu karena kerusakan
atau kepunahan salah satu unsur sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat
yang tidak dapat dinilai secara material.
Tujuan penguasaan negara atas sumber daya alam merupakan
langkah antisipatif untuk menghindari penggunaan yang seluasluasnya
oleh individu atau badan hukum sebagai alat penindasan dan eksploitasi
terhadap orang lain. Selain itu, pada saat yang sama, untuk memastikan
bahwa penggunaan dan pemanfaatan semua ini untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat (Firmansyah, 2012). Namun pada kenyataannya
banyak peraturan yang tumpang tindih dan tidak selaras satu sama lain.
11 Metode
Penelitian
- Langkah Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan statuta,
Penelitian historis, dan konseptual. Peneliti akan mengumpulkan dan
mendeskripsikan berbagai peraturan yang ada pada sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya yang ada saat ini melalui pendekatan
perundang-undangan.
Sementara itu, pendekatan konseptual akan menjelaskan konsep
sumber daya alam hayati di Indonesia. Keseluruhan penelitian ini
termasuk jenis penelitian hukum positivis. Pengertian yuridis normatif
adalah jenis penelitian yang lebih menekankan pada penelitian
kepustakaan, dimana bahan-bahan yang digunakan akan diperoleh dari
undang-undang, kepustakaan, media massa, yang berkaitan dengan
bahan tulisan. Selain data yang diperoleh dari literatur, penulis juga akan
memaparkan hasil penelitian ini. Melalui pendekatan undang-undang,
peneliti akan mengumpulkan dan menyajikan berbagai peraturan.
Metode analisis yang digunakan mengacu pada Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai undang-undang dasar
negara Indonesia, peraturan perundang-undangan yang ada, melihat
prinsip dan konsep hukum sumber daya alam hayati yang ada,
mendeskripsikan pengaturan sumber daya alam hayati di negara lain, dan
kemudian menelusuri disharmoni antar peraturan yang ada.
- Hasil Sejak tertuang dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
Penelitian 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
Sumber Daya Alam Hayati adalah unsur hayati di alam yang terdiri dari
sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani.
(binatang) bersama-sama dengan unsur-unsur tak hidup di sekitarnya
secara keseluruhan membentuk suatu ekosistem. Selain itu, undang-
undang tersebut juga menjelaskan tentang konservasi dan ekosistem
sumber daya alam hayati. Konservasi sumber daya alam hayati adalah
pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin keberlanjutan pasokannya dengan tetap
menjaga dan meningkatkan kualitas keanekaragama. Sementara itu,
ekosistem sumber daya alam hayati merupakan suatu sistem hubungan
timbal balik antara unsurunsur di alam, baik yang hidup maupun yang
tidak hidup, yang saling bergantung dan saling mempengaruhi.
Keberhasilan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya erat kaitannya dengan pencapaian tiga sasaran konservasi,
yaitu:
1. Menjamin terpeliharanya proses ekologi yang mendukung sistem
penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan
kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan);
2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe
ekosistem sehingga dapat mendukung pembangunan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan terpenuhinya
kebutuhan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam hayati
untuk kesejahteraan (pelestarian sumber plasma nutfah);
3. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga
terjamin kelestariannya. Sebagai efek samping dari ilmu
pengetahuan dan teknologi yang tidak bijaksana, penggunaan dan
peruntukan lahan yang belum serasi, serta tidak optimalnya sasaran
konservasi, baik di darat maupun di perairan dapat menimbulkan
gejala erosi genetik, pencemaran, dan penurunan potensi sumber
daya alam hayati (sustainable use).

Menurut peneliti, beberapa penataan sumber daya alam hayati di


Indonesia yang kurang serasi adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan
Cartagena Procedure on Biosafety to the Convention on
Biological Diversity (Cartagena Protocol Concerning Biological
Security Over Conventions On Biological Diversity)
Protocol on Biosafety of Cartagena (The Guidelines on Biosafety of
the Biological diversity) adalah suatu perjanjian internasional yang
mengatur tentang perpindahan lintas batas, penanganan, dan
pemanfaatan organisme hasil modifikasi genetik (LMOs), yang
merupakan salah satu produk hukum yang menekankan perlunya
kehati-hatian. mendekati. Maksud dari Protokol Cartagena dapat
dilihat pada Pasal 1, yaitu: Pasal 1 Protokol Cartagena menegaskan
bahwa seluruh agenda adopsi protokol adalah untuk melindungi dan
melestarikan keanekaragaman hayati berdasarkan pendekatan
kehati-hatian. Meskipun pertanyaan utama tentang apa yang dapat
dikategorikan sebagai bahaya atau bahaya tetap ada, kerangka
peraturan masih diperlukan karena pemahaman tentang bahaya dan
bahaya dan nilai keanekaragaman hayati harus didasarkan pada
konteks biologis dan etis (Santoso, Sunarto, Martono). , &
Supriyono, 2017). Indonesia yang telah meratifikasi protokol ini
otomatis menjadi pihak yang diuntungkan dari tujuan dibentuknya
perjanjian internasional ini, yaitu konservasi keanekaragaman hayati,
pemanfaatan secara berkelanjutan komponen-komponennya, dan
pembagian manfaat yang dihasilkan dari pemanfaatan sumber daya
genetik. sumber daya secara adil dan merata, termasuk melalui akses
yang memadai terhadap sumber daya genetik dan dengan alih
teknologi tepat guna, dan dengan memperhatikan semua hak atas
sumber daya dan teknologi tersebut, serta dengan pendanaan yang
memadai (Indrayati & Triatmodjo, 2017).
Sedangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 bertujuan: Konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan untuk tercapainya
kelestarian sumber daya alam hayati dan keseimbangan
ekosistemnya. sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup manusia.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.


35/PUUX/2012
Pada tanggal 16 Mei 2013, dikeluarkan keputusan nomor
35/PUUX/2012 tentang permohonan pengujian konstitusionalitas
UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam
putusan ini, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa hutan adat
adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat dan
hutan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Kehutanan, tidak termasuk hutan adat dan bahwa “... negara hanya
mempunyai kewenangan tidak langsung atas hutan adat. ".
Berdasarkan keputusan tersebut, hutan adat termasuk dalam kategori
hutan hak, bukan hutan negara (Yulyandini, 2018). Sebelumnya,
dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
hutan adat dianggap sebagai bagian dari hutan negara. Undang-
undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal
67 dan penjelasannya, mengakui keberadaan masyarakat hukum adat
jika memenuhi unsur-unsur seperti (Salamat, 2015) : Komunitas
masih berupa komunitas, Ada lembaga berupa penguasa adat, ada
wilayah hukum adat yang jelas, terdapat lembaga dan perangkat
hukum khususnya peradilan adat yang masih dianut dan masih
memungut hasil hutan di sekitar kawasan hutan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. .

- Diskusi Disharmonisasi antara Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang


Penelitian Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 35/PUU-
X/2012 dapat dilihat dari belum dapat dilaksanakannya Pasal 12 yang
dalam hal pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya, dilakukan dengan menjaga keutuhan kawasan cagar alam
agar tetap pada keadaan semula. Pengakuan hutan adat sebagai hutan
hak yang dapat dikelola oleh Masyarakat Hukum Adat dapat membuat
hutan tersebut tidak dalam keadaan semula. Selain itu, dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012, kawasan cagar biosfer
yang ditetapkan pemerintah juga dapat dialihkan sebagian atau
seluruhnya dari negara kepada MHA untuk pemanfaatannya. Dengan
demikian, tidak ada harmonisasi antara Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya serta Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
No. 35/PUU-X/2012 akan membingungkan pengelolaan dan
penggunaan biosfer.
- Daftar https://scholar.google.com/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=int
Pustaka ernational+journal+on+Natural+Resources+&btnG=
https://doi.org/10.31850/malrev.v3i1.344
12 Analisis Jurnal
- Kekuatan - Metode penelitian dalam Jurnal yang berjudul “Disharmonisasi
Penelitian Regulasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem di Indonesia” sudah
sangat jelas disampaikan.
- Kajian-kajian teori atas penelitian jurnal ini sudah sangat jelas
dipaparkan.
- Penelitian jurnal ini juga dibuktikan atas beberapa Undang-Undang
- Penelitian ini juga tidak didasarkan pada 1 referensi saja,
melainkan ada 4 referensi penulis, yang cukup membuktikan
penelitian ini.
- Hasil dan Pembahasan dalam penelitian jurnal ini cukup mudah
dimengerti.
- Kelemahan - Dalam penelitian ini tidak dicantumkan tanggal publikasi atau
Penelitian tanggal terbitnya jurnal.
13 Kesimpulan Berdasarkan artikel yang ditulis tentang “Ketidakharmonisan Pengaturan
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Indonesia” dapat
disimpulkan bahwa: Negara harus mengutamakan kemakmuran bagi
rakyat meskipun Negara menguasainya. Pengertian kemakmuran rakyat
dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menunjukkan bahwa rakyat harus menerima
manfaat dan hasil dari sumber daya alam Indonesia. Penguasaan negara
atas alam sumber daya alam yang ada di Indonesia untuk mewujudkan
kemakmuran rakyat dapat dilakukan dengan cara melestarikan sumber
daya alam hayati itu sendiri. Penataan sumber daya alam hayati di
Indonesia yang kurang serasi adalah a. Undang-undang Nomor 21
menyimpan Tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol Cartagena
Tentang Keamanan Hayati Terhadap Konvensi Keanekaragaman Hayati
dan b. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012.
14 Saran 1. Adapun saran kepada pihak pemerintah adalah sebaiknya
penataan sumber daya alam hayati di Indonesia yang kurang serasi
harus diserasikan sesuai dengan Undang-undang Nomor 21
menyimpan Tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol Cartagena
Tentang Keamanan Hayati Terhadap Konvensi Keanekaragaman
Hayati dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012.
2. Adapun saran kepada penulis adalah sebaiknya lebih teliti lagi dalam
membuat jurnal. Dikarenakan ada beberapa format penting yang
tidak dicantumkan pada isi jurnal. Misalnya : tanggal publikasi
jurnal.
15 Referensi - ATJadda, A. (2019). Tinjauan Hukum Lingkungan Terhadap
Perlindungan Dan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Tinjauan
Hukum Madani, 3 (1), 39-62.
https://doi.org/10.31850/malrev.v3i1.344
- Arizona, Y. (2011). Perkembangan Konstitusionalitas Penguasaan
Negara atas Sumber Daya Alam dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi. Jurnal Konstitusi 8 (3), 260.
- Baffi, E., & Santella, P. (2011). Ekonomi Harmonisasi Hukum.
Ensiklopedia Hukum Dan Ekonomi 7, 3
https://doi.org/10.2139/ssrn.1690967
- Indrayati, Y., & Triatmodjo, M. (2017). Manfaat bagi Indonesia
sebagai Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati dan Protokol
Nagoya dalam Melindungi Sumber Daya Genetik dan Pengetahuan
Tradisional. Jurnal Pengembangan Hukum Lingkungan 2 (1), 7
https://doi.org/10.24970/jbhl.v2n1.7

Anda mungkin juga menyukai