Anda di halaman 1dari 18

OPTIMASI PROSES PENGOMPOSAN AEROBIK

SLUDGE AIR LIMBAH INDUSTRI MIZONE DAN


SAMPAH ORGANIK DI PT TIRTA INVESTAMA
PANDAAN
TUGAS JURNAL BIOTEK
Aprilliyani, Triadna F., Nugrahayu K., Hanif H.

PENDAHULUAN
PT Tirta Investama Pandaan (AQUA DANONE) sebagai produsen
minuman dalam kemasan Mizone.
Limbah cair Mizone menghasilkan sludge dan saat ini diolah
dengan metode conventional sand drying bed.
Dalam rangka mengurangi bau tidak sedap dari sludge Mizone,
diadakan pengolahan lebih lanjut, yaitu pengomposan organik
dengan menambahkan jerami dan sampah taman.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi sludge yang
dihasilkan dari proses pengolahan air limbah di PT Tirta Investama
Pandaan. Selain itu penelitian juga bertujuan untuk menentukan kondisi
optimum proses pengomposan sludge, berdasarkan jenis bahan
pencampur, metoda aerasi, dan penambahan biostimulan.

Alat Bahan
ALAT
BAHAN
Timbangan
sludge
Alat Pencacah
EM4
Kantong Plastik ukuran 40 Jerami padi varietas IR
L
64
Wadah plastik HDPE
Sampah organik
ukuran 24 L
halaman,
Ember ukuran 5 L
Kompresor kapasitas 3
m3/jam
Pipa PVC diameter 32 mm

Pupuk NPK.

Tahapan Kerja
1.

Analisis Karakteristik Bahan baku dan Kompos

2.

Pengomposan

Analisis Karakteristik Bahan baku dan Kompos

Karakteristik sludge, jerami, dan sampah organik


dianalisis:
Kadar air

: metode Gravimetri

volatile solid : metode Gravimetri


N total organik : metode Kjeldahl
Fosfor

: spektrofotometri

Karakteristik kompos dianalisis unsur haranya, yaitu C,


N, P, dan kalium (K).
Kalium

: flame photometric

Pengomposan
Variabel yang digunakan
1. Jenis sampah organik, yaitu jerami dan sampah organik
halaman
2. penambahan dan tanpa penambahan biostimulan
3. metoda aerasi, yaitu konvensional dan aerated pile.

Skema kerja

Cara kerja:
1.

Bahan yang dikomposting sebesar 10 L

2.

Komposisi bahan pencampur (jerami atau sampah organik


halaman) sebesar 70% dari volume total

3.

Penambahan biostimulan EM4 sebesar 5% dari volume


bahan komposting (untuk kompos yg ditambahkan
biostimulan)

4.

Aerasi secara konvensional dilakukan dengan pembalikan


kompos tiap hari selama 2 bulan pertama dan dilanjutkan
2 hari sekali hingga kompos matang.

5.

Sistem aerated pile, suplai udara yang dinjeksikan sebesar


0,6 L/menit.kg selama 2 bulan pertama dan dilanjutkan
0,4 L/menit.kg hingga kompos matang.

6. Temperatur proses pengomposan diukur setiap


hari.
7. Karakteristik kompos, meliputi rasio C/N, pH
dan kadar air diperiksa setelah pengomposan 2
minggu yang kemudian diukur tiap 2 minggu
sekali.
8. Apabila rasio C/N mencapai 10-20 maka
kompos telah matang

PEMBAHASAN
PRODUKSI DAN PENANGANAN SLUDGE EKSISTING

Sludge diolah menggunakan conventional sand drying bed


namun hingga saat ini (telah 2 tahun) tidak pernah
dipanen karena belum mendapatkan ijin dari BAPPEDAL
setempat.

Produksi sludge berkisar 19,73 L/hari.

Pengolahan ini menyebabkan kondisi bau tidak sedap yang


diakibatkan oleh terjadinya kondisi anaerobik pada
ketebalan timbunan sludge sebesar 0,4 m dan karena
waktu tinggal sludge melebihi yang direncanakan, yaitu 2
tahun.

KARAKTERISTIK SLUDGE DAN BAHAN


CAMPURAN
No.

Bahan

Kadar
Air (%)

Volatile N Total
Solid (%)
K
jehdahl
(%)

Rasio
C/N

P (mg/L)

Sludge

91,60

78,88

1,01

43

0,27

Jerami

31.20

76,56

3,32

13

0,08

Sampah
Organik
Halaman

47,90

91,61

3,53

14

0,06

WARNA, UKURAN DAN BAU KOMPOS

Kompos sludge dengan campuran sampah organik dan aerasi dengan


metode konvensional mengalami perubahan warna dan tekstur yang
lebih cepat dibandingkan dengan jenis kompos lain. Hal ini
menunjukkan adanya proses dekomposisi yang kebih baik atau lebih
cepat.

Terbentuk koloni mikroorganisme berwarna putih pada kompos, yaitu


jamur meshophilic dan bakteri meshophilic (Actinomycetes), yang
menunjukkan terjadinya tahap pematangan kompos.

Pada minggu ke 8, warna kompos menjadi coklat kehitaman, berbau


menyerupai tanah dan ukurannya lebih kecil dibandingkan pada awal
pengomposan. Kompos tidak menghasilkan uap air ketika dibungkus
dalam plastik tertutup selama 1 hari. Hal tersebut menunjukkan
tanda-tanda kompos matang.

SUHU, KADAR AIR DAN PH KOMPOS

Suhu optimum pengomposan HEK, HTK, JTK dan JEK terjadi pada
hari kedua sedangkan suhu optimum pengomposan KEK, KTK, JEA,
HEA, KEA dan KTK pada hari ketiga. Suhu optimum menandakan
proses pengomposan mulai terjadi.

Kadar air kompos mulai berkurang pada minggu kedua yang


disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme untuk melakukan
metabolisme dan proses aerasi yang mengakibatkan kadar air
terevaporasi, sehingga perlu dilakukan penambahan air untuk
mempertahankan aktivitas mikroba agar tidak menurun.

Kenaikan pH terjadi pada proses pengomposan hingga mencapai


nilai 9, yang disebabkan oleh volatilisasi amonia dan H+ sebagai
akibat proses nitrifikasi mikroba

MATERIAL ORGANIK (C) DAN RASIO C/N


KOMPOS

Material organik (C) kompos menurun seiring dengan lama


waktu pengomposan. Hal ini mengindikasikan terjadinya
penurunan material organik pada kompos yang berarti
terjadi proses dekomposisi bahan organik oleh
mikroorganisme.

Nilai rasio C/N cenderung menurun.

KUALITAS KOMPOS YANG TELAH


MATANG

Kualitas kompos yang telah matang dihitung setelah


minggu ke-8 dan diperoleh kompos matang dan kompos
belum matang.

Disebutkan bahwa kompos yang dibuat dengan metode


konvensional matang lebih cepat daripad metode aerated
pile.

Kompos yang dihasilkan bertekstur kasar dan cocok


digunakan untuk tanaman keras dan pepohonan

REKOMENDASI METODE PENGOMPOSAN


YANG OPTIMUM

Rekomendasi metode pengomposan dilihat dari rangking


jenis kompos yang didasarkan pada waktu pengomposan
dan kualitas kompos.

REKOMENDASI METODE PENGOMPOSAN YANG OPTIMUM

No.

Jenis Kompos

Rangking
Lama Waktu
Pengomposan

Kualitas
Kompos

HEK

HTK

JEK

JTK

KEK

KTK

HEA

Keterangan:

HTA

JEA

10

JTA

11

KEA

12

KTA

* belum
dilakukan
pengukuran
kualitas
kompos

KESIMPULAN
Karakteristik sludge dari pengolahan air limbah Mizone
mudah menggumpal sehingga kurang baik untuk dijadikan
kompos tanpa campuran sampah organik. Rekomendasinya
adalah menggunakan sampah organik halaman dan diolah
dengan metode konvensional selama 8 minggu, agar
memenuhi spesifikasi kompos sesuai SNI 19-7030-2004.

Anda mungkin juga menyukai