Anda di halaman 1dari 26

PENGELOLAAN

SAMPAH
Pengolahan Sampah
Teknik-teknik pemrosesan dan
pengolahan sampah
• Pemilahan sampah
• Pemadatan sampah
• Pemotongan sampah
• Pengomposan sampah
• Pengomposan sampah baik dengan cara konvensional
maupun dengan rekayasa
• Pemrosesan sampah sebagai sumber bio-gas
• Pembakaran dalam insinerator
Kelebihan dan Kelemahan Alternatif Sistem
Pengolahan Sampah
Pengomposan
• Proses pengomposan (composting) adalah proses
dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme
terhadap bahan organik yang biodegradable, atau dikenal
pula sebagai biomas
• Tujuan pengomposan:
• Mengubah bahan organik yang biodegradable menjadi bahan yang
secara biologi bersifat stabil
• Bila proses pembuatannya secara aerob, maka proses ini akan
membunuh bakteri patogen, telur serangga, dan mikroorganisme
lain yang tidak tahan pada temperatur di atas temperatur normal
• Menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk memperbaiki
sifat tanah
• Beberapa manfaat kompos dalam memperbaiki sifat
tanah adalah:
• Memperkaya bahan makanan untuk tanaman
• Memperbesar daya ikat tanah berpasir
• Memperbaiki struktur tanah berlempung
• Mempertinggi kemampuan menyimpan air
• Memperbaiki drainase dan porositas tanah
• Menjaga suhu tanah agar stabil
• Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara
• Dapat meningkatkan pengaruh pupuk buatan
Klasifikasi pengomposan antara lain
dapat dikelompokkan berdasarkan:
• Ketersediaan oksigen:
• Aerob bila dalam prosesnya menggunakan oksigen (udara)
• Anaerob bila dalam prosesnya tidak memerlukan adanya oksigen
• Kondisi suhu:
• Suhu mesofilik: berlangsung pada suhu normal, biasanya proses
anaerob
• Suhu termofilik: berlangsung di atas 40o C, terjadi pada kondisi
aerob
• Teknologi yang digunakan:
• Pengomposan tradisional (alamiah) misalnya dengan cara windrow
• Pengomposan dipercepat (high rate) yang bersasaran
mengkondisikan dengan rekayasa lingkungan proses yang
mengoptimalkan kerja mikroorganisme, seperti pengaturan pH,
suplai udara, kelembaban, suhu, pencampuran, dsb
Perbandingan Pengomposan Aerob dan
Anaerob
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses
pengomposan
• Bahan yang dikomposkan: apakah mudah terurai atau
sulit terurai, misalnya makin banyak kandungan kayu atau
bahan yang mengandung lignin, maka akan makin sulit
terurai
• Mikroorganisme: mikroorganisme seperti bakteri, ragi,
jamur yang sesuai dengan bahan yang akan diuraikan
akan dapat menguraikan bahan organik
• Ukuran bahan yang dikomposkan : bila ukuran sampah
makin kecil, akan makin luas permukaan, sehingga makin
baik kontak antara bakteri dan materi organik, akibatnya
akan makin cepat proses pembusukan. Namun bila
diameter terlalu kecil, kondisi bisa menjadi anaerob
karena ruang untuk udara mengecil. Diameter yang baik
adalah antara 25-75 mm.
• Kadar air :
• Timbunan kompos harus selalu lembab, biasanya sekitar nilai 50-60%. Nilai
optimum adalah 55%, kurang lebih selembab karet busa yang diperas
• Adanya panas yang terbentuk, menyebabkan air menguap, sehingga
tumpukan menjadi kering
• Bila terlalu basah, maka pori-pori timbunan akan terisi air, dan oksdigen
berkurang sehingga proses menjadi anaerob. Biasanya pengadukan atau
pembalikan kompos pada proses konvensional akan mengembalikan kondisi
dalam timbunan menjadi normal kembali. Bulking agent, seperti zeolit, dedak
atau kompos matang, banyak digunakan untuk mempertahankan kadar air
agar tidak terlalu lembab
• Timbunan akan berasap bila panas mulai timbul. Pada saat itu bagian tengah
tumpukan dapat menjadi kering, dan proses pembusukan dapat terganggu
• Untuk mengukur suhu secara mudah, tancapkan bambu ke tengah tumpukan.
Bila bambu basah dan hangat, serta tidak berbau busuk, maka proses
pengomposan berjalan dengan baik
• Kadang-kadang diperlukan penambahan air ke dalam timbunan setiap 4 –5
hari sekali. Sebaliknya, untuk daerah yang mempunyai curah hujan yang
tinggi, maka timbunan kompos harus dilindungi dari hujan, misalnya diberi
tutup plastik atau terpal
• Ketersediaan oksigen:
• Pada proses aerob selalu dibutuhkan adanya oksigen. Pada
proses konvensional, suplai oksigen dilakukan dengan pembalikan
tumpukan sampah. Pembalikan menyebabkan distribusi sampah
dan mikroorganisme akan lebih merata. Secara praktis,
pembalikan biasanya dilakukan setiap 5 hari sekali.
• Pada pengomposan tradisional, tersedianya oksigen akan
dipengaruhi tinggi tumpukan. Tinggi tumpukan sebaiknya 1,25 -2m
• Pada proses mekanis, suplai oksigen dilakukan secara mekanis,
biasanya dengan menarik udara yang berada dalam kompos,
sehingga udara dari luar yang kaya oksigen menggantikan udara
yang ditarik keluar yang kaya CO2. Untuk hasil yang optimum,
diperlukan udara yang mengandung lebih dari 50% oksigen.
• Kandungan karbon dan nitrogen:
• Karbon (C) adalah komponen utama penyusun bahan organik sebagai
sumber enersi, terdapat dalam bahan organik yang akan
dikomposkan seperti jerami, batang tebu, sampah kota, daun-daunan
dsb.
• Nitrogen (N) adalah komponen utama yang berasal dari protein,
misalnya dalam kotoran hewan, dan dibutuhkan dalam pembentukan
sel bakteri.
• Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai
sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3 lainnya
digunakan untuk pembentukan sel bakteri. Perbandingan C dan N
awal yang baik dalam bahan yang dikomposkan adalah 25-30 (satuan
berat kering), sedang C/N di akhir proses adalah 12 –15. Pada rasio
yang lebih rendah, ammonia akan dihasilkan dan aktivitas biologi akan
terhambat, sedang pada ratio yang lebih tinggi, nitrogen akan menjadi
variabel pembatas.
• Harga C/N tanah adalah 10–12, sehingga bahan-bahan yang
mempunyai harga C/N mendekati C/N tanah, dapat langsung
digunakan.
• Waktu pengomposan dapat direduksi dengan proses pencampuran
dengan bagian yang sudah terdekomposisi sampai 1-2% menurut
berat. Buangan lumpur dapat juga ditambahkan dalam penyiapan
sampah. Jika lumpur ditambahkan, kadar air akhir merupakan
variabel pengontrol.
• Kondisi asam basa (pH):
• pH memegang peranan penting dalam pengomposan. Pada awal
pengomposan, pH akan turun sampai 5, kemudian pH akan naik dan
stabil pada pH 7 -8 sampai kompos matang.
• Bila pH terlalu rendah, perlu penambahan kapur atau abu. Untuk
meminimalkan kehilangan nitrogen dalam bentuk gas ammonia, pH
tidak boleh melebihi 8,5.
• Temperatur:
• Suhu terbaik adalah 50º-55ºC, dan akan mencapai (55-60)ºC pada
periode aktif. Suhu rendah,menyebabkan pengomposan akan lama.
Suhu tinggi (60-70)ºC menyebabkan pecahnya telur insek, dan
matinya bakteri-bakteri patogen yang biasanya hidup pada temperatur
mesofilik.
• Pada pengomposan tradisional, bila tumpukan terlalu tinggi, terjadi
pemadatan bahan-bahan dan akan terjadi efek selimut. Hal ini akan
menaikkan temperatur menjadi sangat tinggi, dan oksigen menjadi
berkurang.
• Tingkat dekomposisi: dapat diperkirakan melalui
pengukuran penurunan suhu akhir, tingkat kapasitas
panas, jumlah materi yang dapat didekomposisi.
Kenaikan potensial redoks, kebutuhan oksigen,
pertumbuhan jamur, dsb dapat digunakan juga sebagai
indikator tingkat dekomposisi.
Perbandingan C/N dan Kadar Air dari berbagai
jenis bahan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai