Anda di halaman 1dari 6

Nama : Septian Zulvikar

NPM : 230110190014
Tugas Pemanfaatan Limbah Perikanan
3. Apa dan bagaimanakah metode penanganan limbah cair dan/padat yang dihasilkan dari
industry pengolahan perikanan? Teknologi seperti apa yang diterapkan pada pengelolaan
limbah tersebut?
Jawab :
 Penanganan Limbah Cair dari Hasil Industri Pengolahan Perikanan
Adapun macam macam metode penganangan limbah cair yang dihasilkan dari
industry pengolahan perikanan yaitu :
a) Metode pengolahan dengan cara anaerobic
Pengolahan dengan cara anaerobik telah digunakan sejak lama untuk menurunkan
nilai BOD/COD yang tinggi. Metode ini digunakan untuk mengolah limbah cair
pengolahan cumi-cumi, dan berhasil menurunkan BOD secara nyata mencapai 80%
dengan laju peningkatan lumpur yang tinggi juga (Park et al., 2001). Balslev-Olesen
et al. (1990) dan Mendez et al. (1992) mendapatkan efisiensi penyisihan COD
mencapai 75-80% dari limbah pengalengan tuna dan kerang dengan beban limbah
organik 4 kg/m3 .hari. Kelebihan dari pengolahan limbah dengan anaerobik :
1) tidak diperlukan penambahan nutrien,
2) ammonia yang diperoleh dari perombakan senyawa kaya protein menyebabkan
peningkatan alkalinitas dan membuat sistem menjadi lebih stabil bila terjadi kelebihan
beban organik. Berdasarkan hasil studi proses anaerobik yang telah dilakukan, tidak
ada yang melaporkan adanya penyisihan nitrogen. Pengolahan dengan anaerobik
merupakan hasil dari beberapa reaksi yaitu: beban organik dalam limbah dikonversi
menjadi bahan organik terlarut yang kemudian dikonsumsi oleh bakteri penghasil
asam, kemudian menghasilkan asam lemak mudah menguap, karbondioksida dan
hidrogen. Senyawa yang dihasilkan ini kemudian dikonsumsi oleh bakteri penghasil
metana, yang kemudian menghasilkan produk akhir gas metana dan karbondioksida.
Prosesproses ini dianjurkan untuk diterapkan pada limbah yang mengandung beban
organik yang tinggi (misalnya: bloodwater dan stickwater) (Gonzales, 1996).
b) Metode pengolahan dengan cara aerobic
Pengolahan biologis limbah cair perikanan secara aerobik dapat dilakukan dengan
system lumpur aktif, kolam aerasi, dan sistem media pertumbuhan (trickling filter dan
rotating disk contactor). Pada semua sistem lumpur aktif, pengadukan memegang
peranan yang penting dalam menjaga keseragaman dan kestabilan kelarutan bahan
organik, oksigen dan mencegah pengendapan lumpur aktif. Pada industri perikanan
gangguan kestabilan terjadi pada saat puncak konsentrasi organik dan aliran tertinggi
dalam influen. Penyisihan bahan organik pada sistem ini bisa mencapai 85 – 95%
(Gonzales, 1996). Waktu tinggal hidrolik yang dibutuhkan rata-rata 3-6 jam dan
waktu tinggal sel berkisar antara 3 dan 15 hari (Gonzales, 1996). Berbagai ragam
kondisi yang dihasilkan untuk mencapai hasil yang maksimum disebabkan banyaknya
faktor yang mempengaruhi proses dengan lumpur aktif. Penelitian telah banyak
dilakukan untuk mencari kondisi optimal dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya, misalnya kelarutan oksigen, rasio Food/Microorganism (rasio
F/M), interaksi kandungan mineral dan lumpur dalam pengendapan lumpur.
(Argaman, 1981; Casey et al., 1992; Piirtola et al., 1999). Kolam aerasi saat ini paling
banyak diterapkan oleh industri perikanan, karena paling sederhana dan dianggap
murah. Akan tetapi kualitas limbah yang dihasilkan tidak menjamin sesuai dengan
baku mutu yang ditentukan dan sulit untuk dikendalikan. Shipin et al. (1999) telah
menghasilkan cara yang baik dalm mengintegrasikan antara sistim kolam dan lumpur
aktif untuk penyisihan nitrogen melalui peningkatan proses nitrifikasi dengan
meningkatkan kemampuan flokulasi dari simbiose antara bakteri nitrifier dan algae.
Sementara teknologi pengolahan dengan lumpur aktif membutuhkan biaya yang
relatif mahal untuk industri skala kecil, maka saat ini perkembangan diarahkan pada
pengolahan yang dapat mengkondisikan terjadinya reaksi anaerobik dan aerobik
sekaligus. Trickling adalah salah satu cara yang telah dicobakan pada limbah cair
perikanan. Pada limbah cair pengolahan cumi-cumi diperoleh penyisihan BOD
sampai 87% dengan beban 3,5 lb BOD/1000 ft media/hari (Parker et al., 2001).
Menurut Battistoni et al. (1992) pada penelitian terhadap berbagai jenis ikan, efisiensi
penyisihan akan meningkat bila beban limbah menurun.
Dalam memilih teknologi aerobik yang akan digunakan tergantung beberapa aspek,
yaitu luas lahan yang tersedia, kemampuan beroperasi berkala (intermitten) dengan
pertimbangan bahwa industri perikanan beroperasi secara musiman, kemampuan dan
ketrampilan SDM, dan biaya (termasuk biaya investasi dan biaya operasi. 
 Penanganan Limbah Padat dari Hasil Industri Pengolahan Perikanan
Adapun penanganan limbah padat dari hasil industry pengolahan perikanan yaitu
dilakukan dengan cara :
a) Pengecilan Ukuran yang Dilanjutkan dengan Pengempaan dan Pencetakan
Merupakan cara untuk mengurangi ruang dan tempat serta memperkecil ukuran.
Kegunaanya adalah memudahkan pengangkutan dan penggunaan selanjutnya.
Prosedur pengolahan limbah padat dengan metode ini sebagai berikut. Limbah padat
dikelompok-kelompokkan berdasarkan mudah tidaknya diurai oleh mikroorganisme.
Selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran dengan digiling atau dipotong-potong.
Setelah itu, untuk kelompok yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme di buat
kompos, dan kelompok yang sulit atau tidak dapat diurai dapat dibakar atau dikubur
atau dapat menjadi bahan baku daur ulang.
b) Inceneration atau Pembakaran
Metode ini sebenarnya mengubah tempat lingkungan tempat pencemaran yaitu dari
lingkungan tanah ke lingkungan udara. Jika limbah padatnya sedikit hanya dari satu
industri saja maka dapat dibakar saja, tetapi jika banyak hingga volumenya berton-ton
dalam satu bulannya maka inceneration adalah suatu pilihan yang perlu
dipertimbangkan.
Inceneration adalah proses pembakaran sampah/limbah padat pada suhu tinggi dengan
kondisi yang terkontrol. Inceneration ini dapat mengurangi volume limbah sampai 90
% dari total voleme awal. Inceneration merupakan reaksi kimia antara bagian material
limbah padat yang dapat dibakar dengan oksigen membentuk gas karbon dioksida dan
uap air. Selama proses oksidasi berlangsung dihasilkan energi panas. Energi panas
yang dihasilkan tersebut dapat diubah menjadi energi listrik sehingga menghasilkan
listrik. Selain itu dari proses oksidasi dihasilkan pula abu pembakaran baik yang
terbang ataupun yang terendapkan. Abu pembakaran ini dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku dalam industri semen.
c) Pengomposan
Metode pengomposan dalam pengolahan limbah padat merupakan proses degradasi
material yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Proses degradasi dapat
berlangsung dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Tujuan dari pengomposan adalah
menurunkan rasio C/N material mendekati C/N rasio tanah. C/N rasio tanah adalah
kurang dari 15. Kegunaan dari kompos adalah memperbaiki kondisi struktur tanah,
mencegah erosi, dan sebagai nutrisi bagi tanaman.
Pengomposan atau pendegradasian sebagai diungkapkan diawal dapat dilakukan
secara aerobik dan anaerobik. Hasil degradasi pada proses aerobik adalah H2O dan
CO2 serta panas, sedangkan pada proses anaerobik dihasilkan CH4 dan CO2. Gas
metan (CH4) ini sangat mudah digunakan sebagai energi.
Pengomposan secara aerobik dapat dilakukan jikalau limbah padatnya adalah bahan
organik yang mengandung protein tinggi. Rasio C/N material limbahnya ada dalam
kisaran 25 – 30. Kadar airnya berkisar antara 40 – 50%.
Proses pengomposan secara aerob dilakukan dengan :
-Limbah padat dipotong atau digiling
-Dimasukan kedalam wadah
-Diatur pada suhu 45o -65o C dan pH 6-8
-Dilakukan aerasi melalui pengadukan atau pembalikan material
-Proses degradasi
Proses degradasi dinyatakan selesai jika warnanya telah berubah menjadi hitam
kecoklatan seperti warna tanah. Aroma yang dihasilkan tidak menyebabkan bau yang
tidak menyenangkan.
Pengomposan secara anerobik dapat dilakukan terhadap semua limbah padat yang
bersifat mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin rendah C/N rasio limbah
padat semakin baik digunakan untuk pengomposan secara anaerobik dan proses
degradasinya semakin cepat.
Prosedur proses anaerobik adalah sebagai berikut :
-Limbah padat dipotong atau digiling
-Dimasukan kedalam wadah
-Diatur pada suhu 55o-60o C dan pH pada kisaran 6,7-7,2
-Wadah ditutup rapat
-Proses degradasi selesai
Proses degradasi dinyatakan selesai jika telah berubah bentuk seperti lumpur pekat
berwarna hitam kecoklatan. Aromanya berbau tidak menyenangkan. Aroma ini
ditimbulkan dari senyawa H2S. Bakteri yang dapat digunakan untuk mempercepat
proses degradasi secara anaerobik adalah konsersium mikroba yang dikenal dengan
istilah EM 4 (efective Mikroorganisme. Konsersium mikroba tersebut terdiri dari
bakteri fotosentetik, bakteri asam laktat, ragi, actinomyceter dan jamur fermentatif.
Sebagai contoh, Tulang ikan merupakan salah satu limbah hasil pengolahan perikanan
yang dapat dimanfaatkan sebagai tepung untuk bahan pangan. Pemanfaatan tepung
tulang ikan dapat dilakukan dalam bentuk pengayaan (enrichment) sebagai salah satu
upaya fortifikasi zat gizi dalam makanan. Tulang ikan banyak mengandung garam
mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat (Elfauziah, 2003). Penelitian
mengenai kalsium tulang ikan telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh
Nabil (2005) memperoleh hasil bahwa kalsium dari ikan tuna sebesar 23,72-39,24%.
Kulit ikan terdiri dari daerah punggung, perut dan ekor sesuai dengan bentuk
badannya. Kulit ikan tersusun dari komponen kimia protein, lemak, air, dan mineral.
Kulit ikan merupakan penghalang fisik terhadap perubahan lingkungan serta serangan
mikroba dari luar tubuh. Kulit ikan merupakan salah satu bagian pada ikan yang
banyak dimanfaatkan selain dagingnya. Kulit ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan maupun non pangan. Kulit ikan banyak digunakan sebagai bahan baku dalam
proses pembuatan kerupuk kulit ikan, gelatin, kulit olahan, tepung ikan, serta sumber
kolagen untuk kosmetik. Kandungan protein kolagen yang terdapat pada kulit ikan
yaitu sebesar 41-84% (Judoamidjojo, 1981).
4. Jenis limbah apakah yang dapat dikonversi menjadi produk lain yang bermanfaat atau
bahkan menjadi energi yang terbarukan?sebutkan juga jenis produk hasil olahan limbah yang
dihasilkan!
Jawab : Adapun contoh jenis limbah yang dapat dikonversi menjadi produk lain yang
bermanfaat dan atau bahkan menjadi energi yang terbarukan adalah jenis limbah budidaya,
dan jenis produk hasil olahan limbah yang dihasilkannya adalah berupa biogas.
Pengolahan limbah budidaya dengan mengkonversinya menjadi energi terbarukan berupa
biogas ini merupakan salah satu solusi yang belum diterapkan. Dalam proses produksi terjadi
secara biologi dengan bantuan mikroorganisme secara anaerob. Pengolahan secara anaerob
ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya tidak memerlukan biaya tambahan untuk
sumber oksigen (aerasi), dapat dilakukan pada lahan yang terbatas dan meghasilkan lumpur
yang relatif sedikit (Febrianto et al., 2016). Pengolahan limbah budidaya dengan
mengkonversikannya menjadi biogas bertujuan untuk memperkecil biaya pengolahan limbah
sehingga pembudidaya tidak lagi membuang limbah langsung ke lingkungan serta diharapkan
dalam upaya pengembangan biogas dari limbah budidaya ikan ini dapat menjadi bahan bakar
alternatif di masa depan.
Adapun bahan bahan yang digunakan dari jenis limbah perikanan yang dikonversi menjadi
energi terbarukan berupa biogas ini diantaranya yaitu merupakan bahan-bahan organik yang
berasal dari limbah air budidaya ikan sistem intensif. Bahan-bahan organik tersebut akan
didegradasi menjadi asam-asam organik (asam-asam lemah) yang kemudian asam-asam
tersebut akan didegradasi kembali menjadi gas metana oleh bakteri metanogenik (Khaidir,
2015). Pada penelitian Khaindir (2015), sampah organik yang merupakan bahan baku
pembuatan biogas diberi beberapa perlakuan sehingga berubah menjadi serbuk sampah
organik untuk digunakan sebagai umpan digester. Oleh karena itu, limbah air budidaya juga
akan diberi beberapa perlakuan agar dapat digunakan sebagai umpan dalam digester. .
Limbah budidaya diambil dengan cara menyedot air kolam pemeliharaan ikan yang sudah
keruh ke kolam, bak, atau drum penampungan air limbah yang akan diendapkan selama 1
hari. Kemudian limbah padat yang mengendap pada dasar kolam penampungan disaring
menggunakan kain saring. Selanjutnya limbah dikeringkan dengan dijemur selama 2 hari dan
dilanjutkan pengeringan dengan oven pada suhu 105 ℃ selama 24 jam sampai menjadi
serbuk (Sulistiyarto dan Restu, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Argaman, Y. 1981. Design and Performance Charts for Single Sludge Nitrogen Removal
Systems. Wat. Res.15:841-847.
Battistoni P, G Fava, A Gato. 1992. Fish Processing Wastewater: Emission Factors and High
Load Trickling Filters Evaluation. Wat Sci Tech Vol. 25(1): 1-8
Casey, TG., MC Wentzel, RE Loewenthal, GA Ekama, GvR Marais. 1992. A Hypothesis for
The Cause of Low F/M Filament Bulking in Nutrient Removal Activated Sludge
Systems. Wat. Res. Vol 26(6):867-869.
Elfauziah R.2003. Pemisahan kalsium dari tulang kepala ikan patin (Pangasius sp.). [Skripi].
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Febrianto J, Purwanto MYJ, BW RS. 2016. Pengolahan air limbah budidaya perikanan
melalui proses anaerob menggunakan bantuan material bambu. Jurnal Teknik Sipil
dan Lingkungan. 1(2): 83–90.
Gonzales, JF. 1996. Wastewater Treatment in The Fishery Industry. FAO Fisheries Technical
Paper, No. 355. Rome, FAO.
Judoamidjojo RM. 1981. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Bogor: Fakultas Teknologi Hasil
Pertanian, Institut Pertaian Bogor.
Khaidir. 2015. Teknologi produksi biogas sebagai bahan bakr alternatif berbahan baku
sampah organik. Jurnal Samudera. 9(2):51-66.
Nabil, M. 2005. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna (Thumnus SP) Sebagai Sumber
Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Institut Pertanian Bogor.
Park E, R Enander, SM Barnet, C Lee. 2001. Pollution Prevention and Biochemical Oxygen
Demand Reduction in a Squid Processing Facility. Jour of Cleaner Production 9, 341-
349.
Shipin, O V., P G J Meiring, R Phaswana, H Kluever. 1999. integrating ponds and activated
sludge process in the petro concept. Wat. Res. 33(8): 1767-1774.
Sulistiyarto B, Restu. 2016. Mengurangi Beban pencemaran limbah kolam ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) dengan Mengkonversi limbah menjadi biomas Bloodworm
(Larva Chironomidae). Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah. Jilid 1: 239-249.

Anda mungkin juga menyukai