Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH SANITASI & HYGIENE

“SANITASI LIMBAH PADAT HASIL PERIKANAN”


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sanitasi & Hygiene
yang diampu oleh :
Ir.Eko Nurcahyani Dewi, Msc.Ph.D

Figo Christian Putrandha 26030115130083


M. Kadeni Alfiansya 26030115140079

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan hasil laut. Umumnya
hasil laut tersebut dikonsumsi dalam bentuk segar ataupun olahan. Berbagai
macam jenis olahan hasil laut dapat dijumpai di berbagai wilayah di Indonesia,
baik olahan tradisional maupun olahan modern (Rahmania, 2007). Olahan hasil
laut tersebut diperoleh dari proses pengolahan yang tentunya tidak lepas dari sisa
hasil olahan atau limbah.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Upaya pemerintah untuk mengatasi limbah masih sulit dicapai.
Penerapan program zero waste memberikan harapan cerah, namun hingga kini
masih perlu kerja keras untuk mencapai kondisi tersebut. Limbah yang dihasilkan
dari kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30%. Produksi ikan
telah mencapai 6.5 juta ton pertahun. Hal ini berarti sekitar 2 juta ton terbuang
sebagai limbah (Gintings, 1992). Alam memiliki kemampuan untuk mengatasi
limbah. Berbagai siklus yang terdapat di alam seperti siklus hidrologi mampu
mengatasi limbah. Meningkatnya konsentrasi limbah yang terlalu cepat akan
menyebabkan siklus yang ada tidak mampu bekerja secara baik. Pada konsentrasi
tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan dan bagi
kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis
dan karakteristik limbah (Sugiharto, 1987). Teknologi pengolahan limbah adalah
cara untuk mengurangi pencemaran limbah di lingkungan. Beberapa industri
pengolahan ikan sudah menerapkan sistem pengolahan limbah yang baik, namun
belum diketahui sistem pengolahan limbah seperti apa yang pada umumnya
dilakukan oleh industri pengolahan ikan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara
penanganan yang baik untuk mengatasi limbah padat hasil pengolahan bidang
perikanan.

.
BAB II

ISI
Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari
suatu sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum mempunyai nilai
ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan
untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar
disamping dapat mencemari lingkungan. Menurut Laksmi dan Rahayu (1993),
penanganan limbah yang kurang baik merupakan masalah di dalam usaha industri
termasuk industri perikanan yang menghasilkan limbah pada usaha penangkapan,
penanganan, pengangkutan, distribusi, dan pemasaran. Limbah sebagai buangan
industri perikanan dikelompokkan menjadi tiga macam berasarkan wujudnya
yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas.

2.1 Pengolahan Limbah Padat

Limbah padat perikanan merupakan limbah padat yang tidak menimbulkan


zat-zat beracun bagi lingkungan, namun merupakan limbah padat yang mudah
membusuk, sehingga menyebabkan bau yang sangat menyengat. Limbah padat
dapat berupa kepala, kulit, tulang ikan, potongan daging ikan, sisik, insang atau
saluran pencernaan (Sugiharto, 1987).

Secara garis besar limbah padat terdiri dari:

a. Limbah padat yang mudah terbakar


b. Limbah padat yang sukar terbakar
c. Limbah padat yang mudah membusuk
d. Limbah yang dapat didaur ulang
e. Limbah radioaktif
f. Bongkaran bangunan
g. Lumpur
Limbah padat berdasarkan kemudahan diuraikan oleh mikroorganisme
dapat diklasifikasikan menjadi limbah padat yang dapat diuraikan secara biologis,
contohnya daging ikan sisa. Limbah padat yang sulit diuraikan secara biologis,
contohnya tulang ikan. Limbah padat yang tidak dapat diuraikan secara biologis
contohnya plastik atau kaleng. Berdasarkan kemudahan dibakar, limbah padat
dapat dikelompokkan menjadi mudah dibakar dan sulit dibakar.

Pengolahan limbah padat dapat dilakukan dengan cara :


a. Pengecilan Ukuran yang Dilanjutkan dengan Pengempaan dan
Pencetakan
Merupakan cara untuk mengurangi ruang dan tempat serta memperkecil
ukuran. Kegunaanya adalah memudahkan pengangkutan dan penggunaan
selanjutnya. Prosedur pengolahan limbah padat dengan metode ini sebagai
berikut. Limbah padat dikelompok-kelompokkan berdasarkan mudah tidaknya
diurai oleh mikroorganisme. Selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran dengan
digiling atau dipotong-potong. Setelah itu, untuk kelompok yang mudah diuraikan
oleh mikroorganisme di buat kompos, dan kelompok yang sulit atau tidak dapat
diurai dapat dibakar atau dikubur atau dapat menjadi bahan baku daur ulang.
b. Inceneration atau Pembakaran
Metode ini sebenarnya mengubah tempat lingkungan tempat pencemaran
yaitu dari lingkungan tanah ke lingkungan udara. Jika limbah padatnya sedikit
hanya dari satu industri saja maka dapat dibakar saja, tetapi jika banyak hingga
volumenya berton-ton dalam satu bulannya maka inceneration adalah suatu
pilihan yang perlu dipertimbangkan.
Inceneration adalah proses pembakaran sampah/limbah padat pada suhu
tinggi dengan kondisi yang terkontrol. Inceneration ini dapat mengurangi volume
limbah sampai 90 % dari total voleme awal. Inceneration merupakan reaksi kimia
antara bagian material limbah padat yang dapat dibakar dengan oksigen
membentuk gas karbon dioksida dan uap air. Selama proses oksidasi berlangsung
dihasilkan energi panas. Energi panas yang dihasilkan tersebut dapat diubah
menjadi energi listrik sehingga menghasilkan listrik. Selain itu dari proses
oksidasi dihasilkan pula abu pembakaran baik yang terbang ataupun yang
terendapkan. Abu pembakaran ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam
industri semen.
c. Pengomposan
Metode pengomposan dalam pengolahan limbah padat merupakan proses
degradasi material yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Proses degradasi
dapat berlangsung dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Tujuan dari
pengomposan adalah menurunkan rasio C/N material mendekati C/N rasio tanah.
C/N rasio tanah adalah kurang dari 15. Kegunaan dari kompos adalah
memperbaiki kondisi struktur tanah, mencegah erosi, dan sebagai nutrisi bagi
tanaman.
Pengomposan atau pendegradasian sebagai diungkapkan diawal dapat
dilakukan secara aerobik dan anaerobik. Hasil degradasi pada proses aerobik
adalah H2O dan CO2 serta panas, sedangkan pada proses anaerobik dihasilkan
CH4 dan CO2. Gas metan (CH4) ini sangat mudah digunakan sebagai energi.
Pengomposan secara aerobik dapat dilakukan jikalau limbah padatnya
adalah bahan organik yang mengandung protein tinggi. Rasio C/N material
limbahnya ada dalam kisaran 25 – 30. Kadar airnya berkisar antara 40 – 50%.
Prosedur pengomposan secara aerob dilakukan sebagai berikut :

Gambar 1. Prosedur Pengomposan Secara Aerob


Proses degradasi dinyatakan selesai jika warnanya telah berubah menjadi
hitam kecoklatan seperti warna tanah. Aroma yang dihasilkan tidak menyebabkan
bau yang tidak menyenangkan.
Pengomposan secara anerobik dapat dilakukan terhadap semua limbah
padat yang bersifat mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin rendah C/N
rasio limbah padat semakin baik digunakan untuk pengomposan secara anaerobik
dan proses degradasinya semakin cepat.
Prosedur proses anaerobik adalah sebagai berikut :

Limbah padat
dipotong atau
digiling

dimasukkan Proses degradasi


kedalam wadah selesai

diatur pada suhu


55 – 600C dan pH wadah di tutup
pada kisaran 6,7 rapat
hingga 7,2
Gambar 1. Prosedur Pengomposan Secara Anaerob
Proses degradasi dinyatakan selesai jika telah berubah bentuk seperti
lumpur pekat berwarna hitam kecoklatan. Aromanya berbau tidak menyenangkan.
Aroma ini ditimbulkan dari senyawa H2S. Bakteri yang dapat digunakan untuk
mempercepat proses degradasi secara anaerobik adalah konsersium mikroba yang
dikenal dengan istilah EM 4 (efective Mikroorganisme 4). Konsersium mikroba
tersebut terdiri dari bakteri fotosentetik, bakteri asam laktat, ragi, actinomyceter
dan jamur fermentatif.

Sebagai contoh, Tulang ikan merupakan salah satu limbah hasil


pengolahan perikanan yang dapat dimanfaatkan sebagai tepung untuk bahan
pangan. Pemanfaatan tepung tulang ikan dapat dilakukan dalam bentuk pengayaan
(enrichment) sebagai salah satu upaya fortifikasi zat gizi dalam makanan. Tulang
ikan banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat
(Elfauziah, 2003). Penelitian mengenai kalsium tulang ikan telah banyak
dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Nabil (2005) memperoleh hasil bahwa
kalsium dari ikan tuna sebesar 23,72-39,24%. Kulit ikan terdiri dari daerah
punggung, perut dan ekor sesuai dengan bentuk badannya. Kulit ikan tersusun
dari komponen kimia protein, lemak, air, dan mineral. Kulit ikan merupakan
penghalang fisik terhadap perubahan lingkungan serta serangan mikroba dari luar
tubuh. Kulit ikan merupakan salah satu bagian pada ikan yang banyak
dimanfaatkan selain dagingnya. Kulit ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan maupun non pangan. Kulit ikan banyak digunakan sebagai bahan baku
dalam proses pembuatan kerupuk kulit ikan, gelatin, kulit olahan, tepung ikan,
serta sumber kolagen untuk kosmetik. Kandungan protein kolagen yang terdapat
pada kulit ikan yaitu sebesar 41-84% (Judoamidjojo, 1981)
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas, maka kesimpulannya adalah sebagai berikut
Pemanfaatan limbah perikanan berupa kepala ikan, sirip, tulang, kulit dan daging
merah telah digunakan dalam beberapa hal, yaitu berupa daging lumat (minced
fish) untuk bahan pembuatan produk-produk gel ikan seperti bakso, sosis, nugget
dan lain-lain. Selain itu dapat dibuat tepung, konsentrat, hidrolisat dan isolat
protein ikan. Sebagai pakan ternak, ikan dapat diolah menjadi tepung, bubur dan
larutan-larutan komponen ikan.
DAFTAR PUSTAKA

Cho, K.S., H.W. Ryu, and N.Y. Lee. 2000. Biological Deodorization of Hydrogen
Sulfide using Porous Lava as a Carrier of Thiobacillus thioksidans. Journal
of Bioscience and Bioengineering. 90 (1) : 25-31.

Jenie B.S.L dan Rahayu W.P. 1990. Penanganan Limbah Industri Pangan.
Kanisius, Yogyakarta.

KepMen LH No.50/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan.


Himpunan Perundang-undangan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Pengendalian Dampak Lingkungan Era Otonomi Daerah. Kementrian
Lingkungan Hidup.

Siregar S.A. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius, Yogyakarta.

Sudradjat. 2006. Mengelola Sampah Kota. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suwardin D, Setiadi T dan Damanhuri E. 2007. Biofiltrasi dalam Penyisihan


Limbah gas H2S dan NH3 Aplikasi Teknik . Proseding Seminar Nasional
Fudamental dan Aplikasi Teknik Kimia, 15 Nopember 2007, Surabaya.

Tri Setyo Wibowo, Purwanto, Bambang. 2013. Pengelolaan Lingkungan Industri


Pengolahan Limbah Fillet Ikan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai