Klorofil-a termasuk sebagai salah satu pigmen fotosintesis yang plaing
penting bagi organisme yang ada di perairan. Klorofil-a, klorofil-b, klorofil-c dan klorofil-d adalah tiga macam klorofil yang dimiliki oleh fitoplankton, disamping itu juga ada beberapa jenis pigmen fotosintesis yang lain seperti karoten dan xontofil dari pigmen tersebut pigmen yang paling umum terdapat dalam fitoplankton yaitu klorofil-a, oleh karena itu konsentrasi fitoplankton sering dinyatakan dalam konsentrasi klorofil-a (Parson et al, 1984 dalam Tadjudda, 2005). Arifin (2009) mengemukakan bahwa Klorofil a menjadi salah satu pigmen yang selalu terdapat pada semua organisme autotrof dan fitoplankton yang merupakan pigmen aktif atau terlibat langsung dalam proses fotosintesis. Jumlah klorofil-a pada setiap individu fitoplankton tergantung pada jenis fitoplankton itu sendiri. Kandungan klorofil-a pada fitoplankton dalam air laut maupun tawar menggambarkan jumlah fitoplankton dalam suatu perairan. klorofil-a memiliki hubungan khusus dengan adanya fitoplankton yang merupakan sumber makanan primer bagi organisme laut. Salah satu alat pengukur kesuburan suatu perairan yang dinyatakan dalam bentuk produktivitas primer adalah pengukuran kandungan klorofil-a. Pada suatu perairan, konsentrasi klorofil-a ini sangat tergantung dengan intensitass cahaya matahari dan ketersediaan nutrien. Konsentrasi klorofil-a akan tinggi jika suatu perairan memiliki nutrien dan intensitas matahari yang cukup tersedia, dan sebaliknya.
Klorofil-a ini berperan besar dalam proses berlangsungnya fotosintesis di
perairan yang dapat digunakan sebagai indikator banyak atau tidaknya ikan di suatu wilayah dari gambaran siklus rantai makanan yang trjadi di suatu perairan , karena pada food chain (mata rantai makanan) di perairan, fitoplankton mempunyai fungsi sebagai produsen primer organisme ini mampu mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik dengan proses fotosintesis, oleh karena itu kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai standing stock fitoplankton yang dapat dijadikan produktivitas primer suatu perairan (Pugesehan, 2010).
Praktikum 2
Fitoplankton
Menurut Brahmana (2007), fitoplankton merupakan plankton atau
plankton tumbuhan yang dapat berfotosintesis dari material air, cahaya, dan karbondioksida sebagai sumber energi untuk menghasilkan materi organik dan hidup melayang di dalam air. fitoplankton memiliki ukuran yang beragam berkisar dari beberapa mikrometer (µm) sampai beberapa ratus mikrometer. Parson et al. (1984) mengemukakan bahwa terdapat 13 kelas dari fitoplankton yang terdapat di laut, yaitu Bacillariophyceae (Diatom), Dinophyceae (Dinoflagellata), Cyanophyceae (alga biru hijau), Rhodophyceae (alga merah), Chlorophyceae (alga hijau), Cryptophyceae (Cryptomonads), Xanthophyceae (alga kuning hijau), Crysophyceae (Crysomonads, Silicoflagellata), Raphidiophyceae (Choromonadea), Euglenophyceae (Euglenoids), Haptophyceae atau Prymnesiophyceae (Coccolithophorids, Prymnesiomonads), Eustigmatophyceae, dan Prasinophyceae (Prasinomonads)
Dalam ekosistem perairan, fitoplankton memiliki peran penting, yaitu
sebagai produsen utama zat-zat organic dan terlibat langsung dalam rantai makanan ke produksi ikan. Organisme ini merupakan makanan bagi zooplankton, larva ikan, maupun organisme lainnya, sehingga dalam rantai makanan fitoplankton merupakan makanan yang paling pokok tersedia secara alami (Odum, 1993). Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi kualitas suatu perairan dapat dilakukan dengan melihat komposisi dan kelimpahan fitoplankton pada perairan. Menurut Nugroho (2006), Fitoplankton dapat dijadikan indikator kualitas perairan karena memiliki respon yang sangat cepat terhadap perubahan lingkungan dan siklus hidup yang pendek.
Jenis fitoplankton yang mendominasi akan memberikan informasi bahwa
ada zat-zat tertentu yang sedang berlebih sehingga dapat memberikan gambaran keadaan perairan yang sesungguhnya. Jika pada suatu perairan memiliki kelimpahan fitoplankton yang tinggi, maka periaran tersebut cenderung memiliki produktivitas yang tinggi juga. Di perairan lepas pantai dimana terjadi up welling serta di perairan sekitar muara sungai,. umumnya memiliki kelimpahan fitoplankton yang tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena masuknya zat hara dari daratan yang masuk ke sungai dan dialirkan ke laut sehingga zona perairan tersebut terjadi proses penyburan (Sediadi et al., 1999). Boney (1975) mengemukakan bahwa intensitas cahaya, suhu. kedalaman, pH, nitrat dan fosfat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelimpahan fitoplankton di suatu perairan. Faktor lingkungan juga memiliki hubungan khusus yang dapat mempengaruhi organisme hidup lainnya (Wardoyo, 1981)