Anda di halaman 1dari 12

ALGA SEBAGAI BIOINDIKATOR

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Fikologi
yang dibina oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si dan
Ibu Dr. Murni Saptasari, M.Si

oleh:
kelompok 3
Fahrun Nisa (150342605770)
Farhana Halimah Rusyda (150342607533)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Agustus 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberadaan Alga di Indonesia sangat melimpah, alga di Indonesia memiliki bnyak
sekali manafaat. Salah satunya adalah pemanfaatan alga di Indonesia belum maksimal,
hanya sebagai bahan makanan zooplankton dan ikan, sumber makanan dan sayuran,
sumber bahan mentah seperti agar-agar dan lain sebagainya. Padahala dalam beberapa
penelitian menunjukkan bahwa alga memiliki keunggulan sebagai bioindicator.
Pemanfaatan alaga sebagai bioindikator sangat diperlukan (Buhani, 2007).
Indikator biologis dapat ditentukan dari tumbuhan/hewan yang terletak pada daur
pencemaran lingkungan sebelum sampai pada manusia. Bioindikator adalah organisme
atau respon biologi yang menunjukkan masuknya zat tertentu dalam lingkungan. Dalam
makalah ini akan dibahas peran alga sebagai bioindikator pencemaran air sehingga dapat
memberikan informasi kepada pembaca serta untuk menjelaskan bahwa alga juga
bersifat spesifik terhadap bahan pencemar yang terdapat dalam suatu perairan.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana peran alga sebagai bioindicator?
2. Apa sajakah macam alga yang dapat digunakan sebagai indikator pencemaran?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan peran alga sebagai bioindikator
2. Menjelaskan macam alga yang dapat digunakan sebagai indikator pencemaran.

BAB II
PEMBAHASAN

ALGA SEBAGAI BIOINDIKATOR


Bioindikator adalah organisme atau respons biologis yang menunjukan masuknya zat
tertentu dalam lingkungan. Bioindikator memiliki respons spesifik yang mampu memprediksi
bagaimana kondisi spesies atau ekosistem akan merespons terhadap tekanan, serta mampu
mengukur respons dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima yang didasarkan pada
pengetahuan tentang zat pencemar dan karakteristik (Mulgrew et al 2006 dalam Utomo
2013).
Mikroalga dalam komunitas perairan disebut dengan fitoplankton, alga yang disebut
dengan fitoplankton adalah adalah golongan alga yang mikroskopik yang hidup soliter
maupun berkoloni serta melayang di permukaan air (Yatim, 2003). Mikroalga termasuk
eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), coklat
(fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah (fikoeritrin).
Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada
pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang membedakan
mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi (Yatim, 2003). Keberadaan mikroalga dapat dilihat
berdasarkan kelimpahannya di perairan, yang dipengaruhi oleh parameter lingkungan. Dalam
biomassa mikroalga terkandung bahan-bahan penting yang sangat bermanfaat, misalnya
protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat. Persentase keempat komponen tersebut
bervariasi tergantung jenis alga.
Perkembangan fitoplankton sangat ditentukan oleh intensitas sinar matahari,
temperatur dan unsur hara. Struktur komunitas fitoplankton adalah suatu kumpulan populasi
yang hidup pada suatu daerah atau habitat tertentu yang saling berhubungan dan berinteraksi
atau mempunyai hubungan timbal balik dari zona tertentu
Bahan organik dan oksigen yang dihasilkan oleh fitoplankton dalam air berperan
sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di perairan seperti yang dikemukakan oleh
Dawes, (1981) bahwa fitoplankton merupakan dasar produsen primer mata rantai makanan di
perairan namun ada juga fitoplankton jenis tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas
perairan apabila jumlahnya berlebih.
Alga (Fitoplankton) berpotensi menjadi indikator terbaik dalam pencemaran organik.
Fitoplankton mempunyai banyak kelebihan sebagai tolak ukur biologis yaitu mampu
menunjukkan tingkat ketidakstabilan ekologi serta mengevaluasi berbagai bentuk
pencemaran. Setiap jenis fitoplankton memiliki perbedaan reaksi fisiologis dan tingkah laku
terhadap perubahan kualitas lingkungannya. (Astirin dkk, 2002).
Fitoplankton sebagai organisme autotrof yang menghasilkan oksigen yang akan
dimanfaatkan oleh organisme lain, sehingga fitoplankton mempunyai peranan penting dalam
menunjang perairan. Keberadaan fitoplankton dapat dilihat berdasarkan kelimpahan perairan
pada lingkungannya. (Lukman dkk, 2006).
Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat
menggambarkan kondisi kualitas perairan. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan juga
dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi perairan di daerah tersebut (Odum, 1993).
Selain sebagai produsen primer fitoplankton juga sebagaipenghasil oksigen diperairan
bagi organisme lain.menurut Sachlan (1982) fitoplankton termasuk kelompok alga yang
terbagi kedalam 7 divisio, yaitu :
1. Cyanophyta (alga biru) yang beada di air tawar dan air laut
2. Chlorophyta (alga hijau) yang berada banyak di air tawar dan sedikit di air laut.
3. Chrysophyta (alga kuning) yang berada di air tawardan air laut.
4. Pyrrophyta ( plankton) yang berada diair tawar dan air payau.
5. Phaeophyta (alga coklat) yang hanyahidup sebagai rumput laut
6. Rhodophyta (alga merah) yang hanya hidup sebagai rumput.
Fitoplankton memiliki klorofil yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan
bahan organik dan oksigen dalam air yang digunakan sebagai dasar mata rantaipada siklus
makanan di perairan. Namun fitoplankton tertentu memilki pearan menurunkan perairan
apabila jumlahnya berlebihan di perairan.
Fitoplankton dapat ditemukan diseluruh massaair mulai dari permukaan sampai pada
kedalaman dimana intensitas cahaya matahari masih memungkinkan untuk digunakan dalam
proses fotosintesis. Fitoplankton ini merupakan komponen flora yang paling besar
peranannya sebagai produsen primer disuatu perairan(Odum, 1993). Fitoplankton juga
penyumbang oksigen terbesar di dalam suatu perairan. Pentingnya peranan fitoplankton
sebagai pengikat awal energi matahari menjadikan fitoplankton berperan penting bagi
perairan (Fahrul, 2006).

Secara umum, keuntungan pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben adalah:
1) Alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi mengadsorpsi logam berat karena di
dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat mengikat ion logam. Gugus fungsi
tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril, imadazol, sulfat, dan
sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma.
2) Bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak
3) Biaya operasional yang rendah.
4) Tidak perlu nutrisi tambahan.
5) Alga yang dipilih mempunyai hubungan geografis dengan lokasi yaitu berasal dari
lokasi setempat, hidup dilokasi tersebut, dan diketahui radius aktivitasnya,
6) Alga itu terdapat dimana-mana, sehingga dapat dibandingkan dengan alga yang
berasal dari lokasi lain.
7) Komposisi makanannya dapat diketahui.
8) Populasinya stabil.
9) Pengumpulan alga mudah dilakukan.
10) Relatif mudah dikenali di alam, dan masa hidupnya cukup lama, sehingga
keberadaannya memungkinkan untuk merekam kualitas lingkungan di sekitarnya.

Alga dapat dijadikan alternatif adsorben yang cukup potensial dalam rangka
meminimalisasi pencemaran air yang disebabkan oleh logam berat. Selain itu, berkaitan
dengan adsorpsi, alga memiliki dua karakteristik yang penting, yaitu secara struktural, alga
memiliki sejumlah situs aktif pada dinding selnya (polisakarida dan protein, beberapa
diantaranya mengandung gugus karboksil, sulfat, amino) yang dapat menjadi binding sites
ion-ion logam. (sukandar 1993).

MACAM ALGA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN


Dalam suatu daftar ekstensif yang berisi 240 genera dan 725 spesies fitoplankton
yang dilaporkan toleran terhadap pencemaran, dari daftar ini menghasilkan suatu indeks
pencemaran fitoplankton yang dapat digunakan untuk menghitung cuplikan air untuk
pencemaran organik tinggi atau rendah, 20 genus fitoplankton paling sering dilaporkan dalam
jumlah besar ialah dalam daerah tercemar tinggi disusun dan ditunjuk sebagai suatu jumlah
indeks pencemaran (Sukandar, 1993). Fitoplankton yang menjadi indikator pencemaran
dalam perairan dapat dilihat pada gambar berikut (Fukuyo, 2000 dalam Salam, 2010 )
Gambar 1. Jenis-jenis fitoplankton sebagai biondikator

Jenis fitoplankton sebagai bioindikator berdasarkan nilai koefisien saprobik adalah sebagai
berikut :

Tabel 4. Macam Alga berdasarkan Nilai Koefisien Saprobik

Jenis-jenis organisme saprobitas yang berada pada lingkungan tercemarkan berbeda


satu dengan yang lainnya. Keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di perairan
tersebut (Basmi 2000). Menurut Liebmann (1962) dalam Basmi (2000) bahwa berdasarkan
organisme penyusunnya, maka tingkat saprobitas dapat dibagi menjadi empat kelompok
seperti dalam Tabel 4.

Tabel 5. Macam Organisme Penyusun Kelompok Perairan Saprobitas


1. Perairan Oligosaprobik
Chlorophyceae adalah alga yang digunakan sebagai indikator pencemaran perairan
Oligosaprobik yaitu perairan yang belum tercemar atau masih pencemaran ringan. Whitton
(1975) dalam Semiden (2013) menyatakan bahwa alga hijau (Chlorophyceae) merupakan
rheofitoplankton yang biasa digunakan untuk indikator perairan tercemar ringan karena kelas
Chlorophyceae umumnya dapat berkembang biak dengan baik pada air dengan kondisi antara
tidak tercemar sampai sangat tercemar.
Tingginya kelimpahan kelas Chlorophyceae dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan
kecepatan arus perairan. Chlorophyceae merupakan fitoplankton yang memiliki kandungan
pigmen klorofil a dan b. Kandungan klorofil tersebut menyebabkan kelas Chlorophyceae
lebih membutuhkan cahaya untuk proses fotosintesis dibandingkan kelas lainnya. Kecepatan
arus juga berpengaruh terhadap keberadaan kelas Chlorophyceae, karena pada umumnya
Chlorophyceae memiliki flagella. Arus sangat berperan dalam proses migrasi alga secara
horizontal.
Kelas Chlorophyceae yang umum digunakan sebagai bioindikator kualitas perairan
adalah Spirogyra dan Desmidium. Levasseur dan Legendre (1984) dalam Semiden (2013)
mengemukakan bahwa Spirogyra merupakan genera dari kelas Chlorophyceae berbentuk
filamen atau benang yang banyak ditemukan pada perairan yang relative tenang dan Kenthum
(1969) dalam Nemerow (1991) dalam Semiden (2013) menyatakan bahwa Desmidium
merupakan salah satu genus dari kelas Chlorophyceae yang hidup pada perairan bersih.
Gambar 2. Gambar 3.
Divisi: Clorophyta Divisi: Clorophyta
Kelas : Chlorophyceae Kelas : Cyanophyceae
Gambar 2. Desmidium sp.
Ordo : Zygenematales Ordo : Zygenematales
Famili: Desmidiaceae Famili: Zygnemataceae
Genus: Desmidium Genus: Spirogyra
Species : Desmidium sp. Species : Spirogyra sp.

Gambar 3. Spirogyra sp.

2. Perairan - Mesosaprobik
Perairan - Mesosaprobik merupakan perairan yang tingkat pencemarannya ringan
sampai sedang. Bahan pencemar pada perairan ini adalah bahan organik maupun bahan
anorganik. Bahan organik bisa berasal dari pemupukan yang dilakukan di persawahan sisa
limbah tanaman maupun hewan mati yang dibuang ke sungai, sedangkan bahan anorganik
berasal dari limbah pabrik yang tidak diolah dengan baik dan dibuang ke sungai. Kandungan
bahan organik yang tinggi dapat menurunkan kualitas air sehingga hanya rheofitoplankton
yang bersifat toleran saja yang dapat hidup (Fachrul, 2005 dalam Semiden, 2013). Bahan
organik dan anorganik yang terakumulasi pada perairan menghalangi sinar matahari untuk
menembus ke dalam perairan secara sempurna sehingga menghambat proses fotosintesis
alga. Alga yang hidup dalam perairan ini divisi Chrysophyta diantaranya Melosira sp., dan
Spyrogira sp .

Gambar 5. Spyrogira sp.


Gambar 4. Melosira ambigua
Sumber gambar 5 : www.google.com
Sumber gambar 4 : Musthafa (2013)
Divisi : Chrysophyta Divisi : Chlorophyta

Kelas : Bacillariophyceae Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Centrales Ordo : Zygnematales

Famili: Melosiraceae Famili: Zygnemataceae

Genus: Melosira Genus: Spyrogira

Species : Melosira ambigua Species : Spyrogira sp.


3. Perairan -Mesosaprobik
Perairan -Mesosaprobik ini merupakan perairan yang tercemar sedang sampai berat
dimana alga yang berperan sebagai bioindikator disini alga dari kelas Chlorococcales dan
Diatomae seperti Rhizosolonia sp., Nitschia sp., dan Oscillatoria sp.

Divis : Chrysophyta
Divis : Chrysophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Pennales
Ordo : Centrales
Famili: Nitzschiaceae
Famili: Rhizosoloniaceae
Genus: Nitzschia
Genus: Rhizosolenia
Species : Nitzschia actinastroides
Species : Rhizosolenia delicatula

Gambar 6. Rhizosolenia delicatula Gambar 7. Nitzschia actinastroides


Sumber Gambar 6 dan 7 : Musthafa (2013)

4. Perairan Polisaprobik
Alga sebagai biindikator pencemaran air dalam perairan ini terdiri dari kelas
Chrysophyceae, sebagai contoh yakni Spirulina sp.
Divisi : Cyanophyta

Kelas : Cyanophyceae

Ordo : Nostocales
Famili : Oscilatoriaceae

Genus : Spirulina

Spesies : Spirulina sp.

Gambar 8. Spirulina sp
Sumber gambar www.google.com

BAB III
PENUTUP

Rangkuman
Bioindikator adalah organisme atau respons biologis yang menunjukan masuknya zat
tertentu dalam lingkungan. Bioindikator memiliki respons spesifik yang mampu memprediksi
bagaimana kondisi spesies atau ekosistem akan merespons terhadap tekanan, serta mampu
mengukur respons dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima yang didasarkan pada
pengetahuan tentang zat pencemar dan karakteristik (Mulgrew et al 2006 dalam Utomo
2013). Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat
menggambarkan kondisi kualitas perairan. Alga (Fitoplankton) berpotensi menjadi indikator
terbaik dalam pencemaran organik. Fitoplankton mempunyai banyak kelebihan sebagai tolak
ukur biologis yaitu mampu menunjukkan tingkat ketidakstabilan ekologi serta mengevaluasi
berbagai bentuk pencemaran. Setiap jenis fitoplankton memiliki perbedaan reaksi fisiologis
dan tingkah laku terhadap perubahan kualitas lingkungannya. (Astirin dkk, 2002).
Jenis-jenis organisme saprobitas yang berada pada lingkungan tercemarkan berbeda
satu dengan yang lainnya. Keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di perairan
tersebut (Basmi 2000). Menurut Liebmann (1962) dalam Basmi (2000) bahwa berdasarkan
organisme penyusunnya, maka tingkat saprobitas dapat dibagi menjadi empat kelompok
yaitu:
1. Perairan Oligosaprobik
2. Perairan Mesosaprobik
3. Perairan -Mesosaprobik
4. Perairan Polisaprobik

Daftar Pustaka

Astirin O.P, A,D. Setyawan, dan M. Harini. 2002. Keanekaragaman Plankton Sebagai
Indikator Kualitas Air Sungai di Kota Surakarta. Jurusan Biologi FMIPA UNS.
Surakarta. Jurnal. Biodiversitas vol.3, No.2. Hal. 236-241.

Buhani. 2007. Alga sebagai Bioindikator dan Biosorben Logam Berat. (Online) :
http://www.chem-is try.org/, Diakses tanggal 14 Oktober 2014.
Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. A WilleyInterscience. Publ : 628 p.
Fachrul. 2006. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksaa. Jakarta.
Lukman, Sulastri, D.S.Said, T. Tarigan, dan T. Widiyanto. 2006. Prosiding Seminar Nasional
Limnologi 2006 Pengelolaan Sumberdaya Perairan Darat scara terpadu di
Indonesia. Pusat Penelitian Limnologi-LIPI.Bogor.
Musthafa, H. 2013. Kemelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Plankton di Sub DAS
Gajahwong, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Odum, E.P. 1993. Fundamental of Ecology. Philladelphia London Toronto. W.B. Sounders
company.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Utomo,Y. 2013. Saprobitas Peairan Sungai Juwana Berdasarkan Bioindikator Plankton.
Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Salam, A. 2010. Analisis Kualitas Air Situ Bungur Ciputat berdasarkan Indeks
Keanekaragaman Fitoplankton. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Sukandar, P. 1993. Ekologi Perairan Tawar. Biologi FMIPA IKIP. Jakarta.
Semiden. S. Mukarlina, dan Setyawati, T.R. 2013. Keanekaragaman Rheofitoplankton
Sebagai Bioindikator Kualitas Air Sungai Kapuas di Kabupaten Sanggau. Protobiont
2013 Vol 2 (2): 63 69.
Yaim, W.2003. Kamus Biologi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai