Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK

SEDIAAN MITOSIS DENGAN METODE SQUASH, PREPARAT HAPUSAN


DARAH, PREPARAT WHOLE MOUNT, DAN PARAFIN JARINGAN
HEWAN

Disusun Oleh:
Destiari Ayu Widinugroho 17030244034
Dewi Roudhotul Jannah 17030244049
Ahmad Rizal Mirdad 17030244053
Dea Aprillia Ningsih 17030244066

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK
SEDIAAN PREPARAT DENGAN METODE SQUASH AKAR BAWANG
MERAH(Allium ascalonicum L.)

Disusun Oleh:

1. Destiari Ayu Widinugroho 17030244034


2. Dewi Roudhotul Jannah 17030244049
3. Ahmad Rizal Mirdad 17030244053
4. Dea Aprillia Ningsih 17030244066

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroteknik merupakan suatu ilmu atau seni mempersiapkan organ,
jaringan atau bagian dari suatu jaringan untuk dapat diamati dan ditelaah.
Pengamatan dan penelaahan tersebut umumnya menggunakan bantuan
mikroskop karena pada objek yang akan diamati dan ditelaah me squash
preparation merupakan preparat yang dibuat dengan cara memejet sebuah
objek diatas gelas objek atau kaca preparat dengan menggunakan karet
pensil. Preparat pejetan biasanya digunakan untuk melihat proses mitosis
pada akar bawang. Mitosis merupakan pembelahan sel yang mana sel
anakannya memiliki sifat yang sama dengan induk selnya. Tahapan dalam
pembelahan mitosis ialah profase, metafase, anafase dan telofase (Hidayah,
2012).
Mitosis pada tumbuhan terjadi selama mulai dari 30 menit sampai
beberapa jam dan merupakan bagian dari suatu proses yang berputar dan
terus-menerus. Mitosis terjadi di dalam sel somatik yang bersifat
meristematik. Mitosis biasanya diikuti dengan pembelahan sel yang disebut
dengan sitokenesis yang mana sel akan terpisah menjadi dua. Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dilakukan praktikum preparat segar mitosis
(Farra, 2013).
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) merupakan sayuran umbi
yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan, disamping
sebagai obat tradisional karena efek antiseptic senyawa anilin dan alisin yang
dikandungnya (Rukmana, 1994). Bahan aktif minyak atsiri bawang merah
terdiri dari sikloaliin, metilaliin, kaemferol, kuersetin dan florogusin
(Muhlizah dan Hening S, 2000)
Berdasarkan uraian singkat diatas guna menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai pembuatan preparat dengan metode squash atau
pemijatan pada akar bawang merah maka dilakukan praktikum ini.miliki
ukuran yang mikrokopis yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Banyak metode dalam mikroteknik, diantaranya metode geser, metode ulas
dan squash atau pejetan (Fransisca, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimanakah tahapan-tahapan pembelahan mitosis pada bawang
merah?
b. Bagaimana fase pembelahan mitosis pada akar bawang merah
yang teramati pada preparat?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui tahapan-tahapan pembelahan mitosis pada
bawang merah.
b. Untuk mengetahui fase pembelahan mitosis pada akar bawang
merah yang teramati pada preparat.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu dari sekian banyak jenis bawang
yang ada didunia. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan
tanaman semusim yang membentuk rumpun dan tumbuh tegak dengan tinggi
mencapai 15-40 cm (Rahayu, 1999). Menurut Tjitrosoepomo (2010), bawang
merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium ascalonicum L.
Morfologi fisik bawang merah bisa dibedakan menjadi beberapa bagian
yaitu akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Bawang merah memiliki akar
serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada
kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah dengan diameter akar 2-5 mm
(AAK, 2004).
Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dengan discus yang
berbentuk seperti cakram , tipis, dan pendek sebagai melekatnya akar dan
mata tunas, diatas discus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-
pelepah daun dan batang semua yang berbeda didalam tanah berubah bentuk
dan fungsi menjadi umbi lapis (Sudirja, 2007). Menurut Sudirja (2007), daun
bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70 cm,
berlubang dan bagian ujungnya runcing berwarna hijau muda sampai tua, dan
letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek , sedangkan
bunga bawang merah keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang
panjangnya antara 30-90 cm, dan diujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga
yang tersusun melingkar seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri
atas 5-6 helai daun bunga berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau
kekuning- kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitga
(Sudirja, 2007). Buah bawang merah berbentuk bulat dengan ujungnya
tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Biji bawang merah berbentuk
pipih, berwarna putih, tetapi akan berubah menjadi hitam setelah tua
(Rukmana, 1995).

B. Pembelahan sel
Tumbuhan mengalami pembelahan sel secara tidak langsung yang disebut
juga dengan mitosis. Mitosis adalah pembelahan duplikasi dimana sel
memproduksi dirinya sendiri dengan jumlah kromosom sel induk. Mitosis
mempertahankan pasangan kromosom yang sama melalui pembelahan inti
dari sel somatis secara berturut turut. Peristiwa ini terjadi bersama-sama
dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel dan memiliki
peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan hampir semua
organisme (Hidayah, 2012).
Fase mitosis pada bawang merah terlihat jelas sehingga menjadikan
bawang merah sebagai bahan yang ideal dalam pengamatan mitosis. Bawang
merah juga memiliki kemudahan dalam pembuatan preparatnya. Pengamatan
yang dilakukan ialah teknik squash pada ujung akar bawang merah (Imaniar,
dkk., 2014). Pembuatan sediaan mitosis menggunakan metode squash. Ujung
akar tanaman dipotong dan kemudian dimasukkan ke dalam larutan fiksatif.
Ujung akar tanaman merupakan bahan yang ideal dalam pengamatan
pembelahan sel secara mitosis (Ernawiati, 2007).
Pengamatan ukuran sel ujung akar pada metafase dengan cara mengambil
dari bagian ujung akar yang aktif tumbuh pada tanaman berumur 15 hari
sepanjang 1-1,5 mm dari ujung akar. Preparat dibuat dengan
metode squash (pencet) dengan media gliserin. Metode squash merupakan
metode yang biasa digunakan dalam mengamati proses pada ujung akar
(Haryanti, dkk., 2009). Pertumbuhan akar tidak akan terjadi apabila seluruh
tunas dihilangkan atau dalam keadaan istirahat. Pembelahan sel yang terjadi
pada titik tumbuh ujung-ujung akar tergantung pada prsediaan karbohidrat
yang cukup. Pembelahan tersebut dapat diamati dengan membuat preparat
menggunakan metode squash (Hayati, dkk., 2012).
Akar berperan penting pada saat tanaman merespons kekurangan air
dengan cara mengurangi laju transpirasi untuk menghemat air. Kebutuhan air
pada tanaman dapat terpenuhi dengan adanya penyerapan air oleh akar.
Kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel (Farra, 2013).
Kemampuan organisme untuk memproduksi jenisnya merupakan salah satu
karakteristik yang paling bisa membedakan antara makhluk hidup dan
makhluk mati. Kemampuan yang unik untuk menghasilkan keturunan ini,
seperti semua fungsi biologis memiliki dasar seluler (Campbell, dkk.,2008).
Makhluk hidup tingkat tinggi, sel somatik (sel tubuh), kecuali sel
kelamin mengandung satu sel kromosom yang berasal dari induk betina
bentuknya serupa dengan yang berasal dari induk betina. Maka sepasang
kromosom tersebut disebut dengan kromosom homolog. Oleh karena itu
jumlah kromosom dalam sel tubuh dinamakn diploid (2n). Sel kelamin
(gamet) hanya mengandung separuh dari jumlah kromosom yang terdapat
dalam sel somatik, karena itu jumlah kromosom dalam gamet dinamakan
haploid (n). Satu sel kromosom haploid dari satu spesies dinamakan genom
(Suryo, 2001).
Setiap makhluk hidup terjadi mulai dari sebuah sel tunggal yang disebut
zigot, akan tetapi perbesaran dan perbanyakan dari sel tunggal itu sangat
diperlukan agar makhluk itu mencapai ukuran yang semestinya. Pembelahan
sel lengkap dibedakan atas dua proses yaitu: pembelahan inti sel
(karyokinesis) dan pembelahan sitoplasma (sitokinesis). Makhluk yang
membiak secara seksual mengenal dua macam pembelahan inti, yaitu
pembelahan biasa (mitosis) dan pembelahan reduksi (meiosis) (Suryo, 2001).
Kromosom adalah suatu struktur makromolekul yang berisi DNA di
mana informasi genetik dalam sel disimpan. Kata kromosom berasal dari kata
khroma yang berarti warna dan soma yang berarti badan Kromosom terdiri
atas dua bagian, yaitu sentromer / kinekthor yang merupakan pusat kromosom
berbentuk bulat dan lengan kromosom yang mengandung kromonema & gen
berjumlah dua buah (sepasang). Sastrosumarjo (2006) menjelaskan bahwa
kromosom merupakan alat transportasi materi genetik (gen atau DNA) yang
sebagian besar bersegregasi menurut hukum Mendel, sedangkan Masitah
(2008) menjelaskan bahwa kromosom adalah susunan beraturan yang
mengandung DNA yang berbentuk seperti rantai panjang. Setiap kromosom
dalam genom biasanya dapat dibedakan satu dengan yang lainnya oleh
beberapa kriteria, termasuk panjang relatif kromosom, posisi suatu struktur
yang disebut sentromer yang memberi kromosom dalam dua tangan yang
panjangnya berbeda-beda, kehadiran dan posisi bidang (area) yang membesar
yang disebut knot (tombol) atau kromomer. Selain itu, adanya perpanjangan
arus pada terminal dan material kromatin yang disebut satelit, dan sebagainya
(Ernawiati, 2007).
Proses pertumbuhan tumbuhan berada pada ujung akar dan apeks batang
pada bagian meristem. Proses pembelahan sel dimulai dengan pembelahan
intinya dan selanjutnya terjadi pembelahan sel. Pembelahan sel secara mitosis
pembelahan inti selnya telah didahului dengan terjadinya beberapa perubahan
yang sangat pentingyaitu terbentuknya kromosom dalam inti sel selama
berlangsungnya proses pembelahan tersebut. Menurut Suryo (2001) fase pada
mitosis terdiri dari interfase, profase, metafase, anafase, dan telofase.
a. Interfase
Interfase atau stadium istirahat dalam siklus sel termasuk fase yang
berlangsung lama karena pada tahap ini berlangsung fungsi metabolisme dan
pembentukan dan sintesis DNA. Maka sebenarnya kurang tepat juga jika
dikatan bahwa interfase merupakan fase istirahat, karena sebenarnya pada fase
ini sel bekerja dengan sangat berat.
b. Profase
Pada fase profase, terjadi pemadatan (kondensasi) dan penebalan
kromosom. kromosom menjadi memendek dan menjadi tebal, bentuknya
memanjang dan letaknya secara random di tengah – tengah sel, terlihat
menjadi dua untai kromatid yang yang letaknya sangat berdekatan dan
dihubungkan oleh sebuah sentromer. Mendekati akhir profase, nukleolus dan
membran nukleus menghilang dan terbentuk benang – benang spindel.
c. Metafase
Pada fase ini, setiap individu kromosom yang telah menjadi dua kromatid
bergerak menuju bidang equator. Benang – benang gelendong melekat pada
sentromer setiap kromosom. Terjadi kondensasi dan penebalan yang
maksimal pada fase ini. Sehingga kromosom terlihat lebih pendek dan tebal
dibandingkan pada fase lainnya. Selain itu, kromosom juga terlihat sejajar di
tengah – tengah equator. Sehingga sangat baik dilakukan analisis kariotipe
pada fase ini. Analisis kariotipe dapat dimanfaatkan untuk:
1) analisis taksonomi yang berhubungan dengan klasifikasi mahluk hidup.
2) analisis galur substitusi dari monosomik atau polisomik, dan
3) untuk studi reorganisasi kromosomal.
d. Anafase
Fase ini dimulai ketika setiap pasang kromatid dari tiap – tiap pasang
kromosom berpisah, masing – masing kromatid bergerak menuju ke kutub
yang berlawanan. Pemisahan ini dimulai dari membelahnya sentromer.
Sentromer yang telah membelah kemudian ditarik oleh benang gelendong ke
kutub yang berlawanan bersama dengan kromatidnya. Pergerakan kromosom
ke kutub diikuti pula oleh bergeraknya organel – organel dan bahan sel
lainnya. Ciri khusus yang terlihat pada saat anafase adalah kromosom terlihat
seperti huruf V atau J dengan ujung yang bersentromer mengarah ke arah
kutub. Pada saat ini, jumlah kromosom menjadi dua kali lipat lebih banyak.
e. Telofase
Pada fase ini, membran nukleus terbentuk kembali, kromosom mulai
mengendur dan nukleolus terlihat kembali. Sel membelah menjadi dua yang
diikuti oleh terbentuknya dinding sel baru yang berasal dari bahan dinding sel
yang lama, retikulum endoplasma, atau bahan baru yang lainnya. Pembelahan
ini juga membagi sitoplasma menjadi dua. Pada akhir dari fase ini, terbentuk
dua sel anakan yang identik dan memiliki jumlah kromosom yang sama
dengan tetuanya.

C. Metode Squash/Pencet
Metode pencet/ squash adalah metode untuk mendapatkan suatu sediaan
dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organnisme secara
keseluruhan, sehingga didapatkan suatu sediaan tipis yang dapat diamati di
bawah mikroskop. Dalam pembuatan sediaan ini diusahakan agar sl-sel
terpisah satu sama lain, tetapi tidak kehilangan bentuk aslinya dan tersebar
dalam suatu lapisan di atas gelas benda. Pemijatan dapat dilakukan dengan
menggunakan ibu jari atau benda lain yang tumpul, misalnya pensil. Untuk
mendapatkan sebaran sel yang bagus, sangat bergantung ole tingkt kelunakan
obyek yang dibuat preparat. Dengan demikian, apabila obyek yang
bersangkutan tergolong keras, maka perlu dilakukan pelunakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan pemijetan (Rudyatmi, 2015).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen karena menggunakan
akar bawang merah yang direndam selama semalaman dengan larutan FAA.

B. Waktu dan tempat penelitian


Praktikum ini dilaksanakan pada hari rabu, 18 September 2019.
Bertempat di Laboratorium Mikroteknik, Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya.

C. Bahan dan Alat


Alat : Botol flakon, hotplate, gelas arloji, beaker glas, jarum pentul,
mikroskop, kaca benda, kaca penutup.
Bahan : Akar bawang merah, larutan FAA, HCL, Aquades, Larutan
pewarna safranin, xylol, enthelan.

D. Langkah kerja

Menumbuhkan akar Memotong ujung akar


bawang diatas air
Allium cepa 1 cm

Memasukan
Meletakkan akar Menetesi larutan akar yang
Allium cepa FAA selama 24 sudah

jam dipotong
kedalam beaker
kedalam
glass botol flakon

Menetesi larutan HCL Merebus sampai


mendidih diatas Memindahkan akar di
dan Aquades dengan
perbandingan 1:10 (5 hotplate gelas arloji
tetes : 50 tetes)
Pencet akar di atas Perwarnaan Mencuci dengan
kaca benda menggunakan safranin aquade selama 5 menit
menggunakan jarum selama 1 jam
pentul sampai tipis
sekali
Menetesi xylol Mengamati pada
kemudian mikroskop
menggunakan jarum
ditambahkan enthelen
pentul sampai tipis
langsung ditutup
sekali
dengan kaca penutup
menggunakan jarum
pentul sampai tipis
sekali
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil dan Analisis

Gambar 1. Hasil(a) (b)


preparat bawang merah (a) preparat bawang merah yang diamati menggunakan
mikroskop, gambar (b) fase pembelahan sel (anaphase) pada bawang merah

Pada praktikum pembuatan preparat akar bawang merah dengan metode


squash menunjukanfase pembelahan yang teramati hanya terlihat fase anafase.
Secara umum preparat terwarnai dengan baik, inti sel (dalam hal ini
kromosom) terwarnai merah lebih kuat dibandingkan dengan sitoplasma
ataupun organelsel lainnya. Preparat tampak tipis dan bersih, selain itu
warnanya kontras.

2. Pembahasan
Pada praktikum, preparat diberikan HCl untuk melunakkan dinding sel
agar mudah dipejet (squash) dan diberi pewarna asetokarmin agar dapat
diserap oleh benang-benang kromatin.Berdasarkan hasil pengamatan, hanya
terdapat tahap anafase. Pada tahap anafase, hasil pengamatan menunjukkan
kromosom anak(sister chromatid) yang sudah terbentuk mulai tertarik kearah
kutub-kutub yang berlawanan.Hal tersebut juga dapat dilihat pada gambar
pustaka. Pada tahap anafase dua sister chromatid(kromosom) bergerak ke
arah kutub berlawanan. Sentromernya tertarik karena kontraksi dari benang
gelendong. Selain itu mungkin ada gaya tolak menolak dari pembelahan
sentromer itu. Terjadi penyebaran kromosom dan DNA yang seragam di
dalam sel.
Penampakan kembali nukleus, merupakan tanda bahwa mitosis sudah
berakhir.Sitokinesis pada sel tumbuhan berbeda dengan sel hewan, pada sel
tumbuhan tidak terbentuk lekuk cleavage. Hal ini disebabkan karena adanya
dinding sel yang kaku. Sitokinesis pada dinding sel tumbuhan tinggi
melibatkan vesikula-vesikula yang berasal dari badan golgi dan mikrotubul-
miktotubul yang tersusun paralel dan disebut fragmoplas. Vesikula-vesikula
yang berasal dari badan golgi berasosiasi dengan mikrotubula fragmoplas dan
ditranslokasikan sepanjang mikrotubula ke arah equator. Vesikula-vesikula
tersebut selanjutnya terakumulasi pada daerah dimana mikrotubula
fragmoplas mengalami overlap. Kemudian berfusi satu sama lain
membentuk lempeng sel (cell plate). Lempeng sel meluas secara lateral
hingga mencapai membran plasma, dan dua sel baru terpisah secara sempurna
dengan terbentuknya dinding sel baru (Schultz-Schaeffer, 1980)
.
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Sel sebagai unit fungsional memiliki kemampuan bereproduksi yang
pada umumnya dikenal dengan Mitosis dan Meiosis.Mitosis berfungsi dalam
pertambahan jumlah sel yang terdapat pada jaringan meristematik seperti
ujung akar bawang.Preparat diberikan HCl untuk melunakkan dinding sel dan
diberi pewarna agar benang-benang kromatin terlihat jelas.Pada pembelahan
mitosis terdiri dari lima tahap yaitu profase, metafase, anafase dan telofase.
Pada mitosis tidak terjadi proses pindah silang seperti pada meiosis tetapi
kromoson dari induk akan diturunkan secara identik kepada sel anak. Hasil
dari mitosis berupa dua sel anak yang memiliki kromosom yang identik
dengan induknya.Hasil pengamatan pada mikroskop menunjukkan hasil yaitu
pembelahan sel terjadi pada tahap anafase.
2. Saran
Dalam pembuatan preparat harus memperhatikan waktunya untuk
hidrolisis dan pewarnaan. Dan squashing harus ditekan, agar sel-selnya
terpisah-pisah dan dapat diamati fase-fasenya.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., Reece J.B., Michael L.C., 2008, Biologi jilid 1 edisi kelima,
Erlangga, Jakarta.
Ernawiati, E., 2007, Efek Antimitosis Ekstrak Umbi Kembang Sungsang (Gloriosa
superb Linn.) terhadap Pembelahan Sel Akar Tanaman Cabai
Merah (Capsicum annum L.), Jurnal Sains MIPA, 13 (1) : 35-38.
Farra, 2013, Pembuatan Preparat Mitosis Akar Bawang Merah dan Bawang Putih,
http://ketemukata.wordpress.com, Diakses pada hari Senin, tanggal 14 Maret
2016 pukul 21.00 WITA.
Fransisca, 2012, Pembuatan Preparat Squash, www.fransiscaveni.blogspot.com,
Diakses pada hari Senin, tanggal 14 Maret 2016 pukul 21.10 WITA.
Haryanti, S., Hastuti, R.B., Setiari, N. dan Banowo, A., 2009, Pengaruh Kolkisin
terhadap Pertumbuhan, Ukuran Sel Metafase dan Kandungan Protein Biji
Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata (L) Wilczek), Jurnal Penelitian sains
dan Teknologi, 10 (2) : 112-120.
Hayati, E., Sabaruddin dan Rahmawati, 2012, Pengaruh Jumlah Mata Tunas dan
Komposisi Media Tanam terhadap Pertumbuhan Setek Tanaman Jarak Pagar
(Jatropha Curcas L.), Jurnal Agrista, 16 (3) : 129-134.
Hidayah, 2012, Pembuatan Preparat Squash pada Akar Bawang (Allium cepa),
www.uruzukuyo.blogspot.com, Diakses pada hari Senin, tanggal 14 Maret
2016 pukul 22.03 WITA.
Imaniar, E.F. dan Pharmawati, M., 2014, Kerusakan Kromosom Bawang Merah
(Allium cepa) Akibat Perendaman dengan Etidium Bromida, Jurnal Simbiosis,
2 (2) : 173-183.
Suryo, 2001, Genetika Manusia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Schulz-Schaeffer, J. 1980.Cytogenetics : Plants, Animals, Humans. Springer-
Verlag.New York, Heidelberg, Berlin.
Campbell, Neil A.,Reece, Mitchell.2004.BIOLOGI Edisi Kelima Jilid
1.Jakarta:Erlangga.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK
PEMBUATAN PREPARAT HAPUSAN DARAH

Disusun Oleh:

1. Destiari Ayu Widinugroho 17030244034


2. Dewi Roudhotul Jannah 17030244049
3. Ahmad Rizal Mirdad 17030244053
4. Dea Aprillia Ningsih 17030244066

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Darah merupakan bagian dalam sistem transport yang ada disetiap organisme.
Selain berfungsi menghantarkan oksigen ke seluruh tubuh, darah juga membawa
serta nutrisi-nutrisi yang diserap dari makanan melalui usus halus yang akan
disebarkan keseluruh tubuh (Ronaldo, 2006). Darah merupakan jaringan yang
berbentuk cairan yang terdiri atas dua komponen yaitu plasma darah adalah cairan
yang mengandung sel-sel darah. Didalam plasma darah terlarut berbagai macam
zat antara lain zat makanan, protein, zat sekresi dan gas (O2, CO2, dan N2).
Plasma darah mengandung serum yang berfungsi sebagai tempat pembentukan
antibodi. Ada tiga jenis sel darah, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan keping darah (trombosit) (Sacher, 2002).
Eritrosit atau sel darah merah merupakan komponen darah yang jumlahnya
paling banyak, berwarna merah, serta tidak memiliki inti sel (Warni, 2009). Sel
darah putih atau leukosit merupakan komponen penyusun darah yang jumlahnya
paling sedikit, berperan dalam memperkuat antibodi atau sebagai anti bodi yang
melawan penyakit, serta strukturnya memiliki inti yang bermacam-macam
(Noercholis, 2013). Trombosit/ keeping darah disebut juga sel darah pembeku,
yaitu bentuk keping darah tidak teratur dan tidak mempunyai inti., serta berperan
penting pada proses pembekuan darah (Ronaldo, 2006). Di dalam trombosit
terdapat banyak sekali faktor pembeku (hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII
(Anti Haemophilic Factor). Jika seseorang secara genetis trombositnya tidak
mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut menderita Hemofilia. Dari
ketiga komponen darah tersebut, sama-sama dibentuk di dalam sumsum tulang
(Sacher, 2002). Berdasarkan uraian diatas, maka dianggap perlu untuk
mengadakan pengamatan mengenai “Preparat Apusan Darah (Smear preparation),
Metode Smear biasanya digunakan untuk mengamati bentuk-bentuk sel-sel darah
dan penyusunnya, melalui proses pemisahan sel-sel baik secara kimiawi maupun
mekanik. Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan
sesuatu menjadi tersedia, specimen patologi maupun anatomi yang siap dan
diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan (W.A. New Dorland, 2002). Sediaan
apus darah ini tidak saja untuk mempelajari bentuk masing-masing sel darah,
tetapi juga dapat digunakan untuk menghitung perbandingan antar masing-masing
jenis sel darah.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
Bagaimana cara membuat preparat hapusan darah dengan metode smear (smear
preparation).
1.3.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui cara pembuatan preparat hapusan darah dengan metode smear dan
dapat mengamati bentuk-bentuk sel darah serta penyusunnya,
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan
sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit.
Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira-
kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari
sel darah ( Evelyn C. Pearce dalam Arista,2012) .
Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi,
pengaturan suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basa
eritrosit selama hidupnya tetap berada dalam tubuh. Sel darah merah mampu
mengangkut secara efektif tanpa meninggalkan fungsinya di dalam jaringan,
sedang keberadaannya dalam darah, hanya melintas saja. Darah berwarna merah,
antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan
oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein
pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen ( Pebri, 2012).
Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir
dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh
jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon
dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa
kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke
seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke
seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah
kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan
vena cava inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme,
obatobatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk
dibuang sebagai air seni. ( Habibi, 2012)
Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45%
bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang
membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah. Korpuskula darah
terdiri dari:
a. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap
sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan
oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang
yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia. Keping-keping darah atau
trombosit (0,6 - 1,0%), bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah.
b. Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal
virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang
tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan
orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia.
c. Plasma darah
Pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung : albumin, bahan pembeku
darah, immunoglobin (antibodi), hormon, berbagai jenis protein, berbagai jenis
garam ( Pebri, 2012)
2.2. Sediaan Apus Darah
Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca sediaan
yang sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah kaca sediaan bertindak
sebagai tempat tetes darah yang hendak diperiksa dan ynag lain bertindak sebagai
alat untuk meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan tipis darah (kaca perata).
Darah dapat diperoleh dari tusukan jarum pada ujung jari. Sebaiknya tetesan
darah pertama dibersihkan agar diperoleh hasil yang memuaskan. Tetesan yang
kedua diletakan pada daerah ujung kaca sediaan yang bersih. Salah satu ujung sisi
pendek kaca perata diletakan miring dengan sudut kira- kira 45o tepat didepan
tetes darah menyebar sepanjang sisi pendek kaca perata, maka dengan
mempertahankan sudutnya, kaca perata digerakan secara cepat sehingga
terbentuklah selapis tipis darah diatas kaca sediaan. Setelah sediaan darah
dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan pewarnaan sesudah difiksasi
menurut metode yang dipilih, yaitu metode Giemsa dan Wright yang merupakan
modifikasi metode Romanosky (Maskoeri dalam Evita, 2010).
Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa yang
sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Sediaan apus yang telah
dikeringkan diudara, difixir dulu dengan methyl alkohol selama 3-5 menit.
Semakin lama pewarnaan yang dilakukan maka intensitasnya menjadi semakin
tua. Preparat apus yang yang telah selesai dibuat kemudian diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam hasil
menunjukan sel-sel butir darah baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau yang lain
(Maskoeri dalam Evita, 2010).
Fungsi dari larutan-larutan pada pembuatan preparat apus darah ikan dan
manusia adalah metanol untuk proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel pada
sediaan tersebut tanpa mengubah posisi (struktur) organel yang ada di dalamnya
yang dilakukan selama 2 menit, pewarna Giemsa 10% sebagai pewarna yang
umum digunakan agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut
juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk
mempelajari morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-
parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia dalam bentuk serbuk
atau larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap. Di dalam laboratorium-
laboratorium banyak dipakai larutan Giemsa 3% yang dibuat dari larutan baku
Giemsa yang berupa cairan (larutan) (Kurniawan dalam Pebri, 2012).
Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat warna khusus
yang pertama kali ditemukan oleh oleh Dimitri Romanosky dan diubah oleh
penyelidik lainnya. Pada tahun 1891, Romanosky menemukan campuran
methylen blue dan eosin dalam perbandingan tertentu memberi warna ungu inti
leukosit.
Pembuatan sediaan apus menggunakan beberapa bahan yang berupa larutan-
larutan khusus yang memiliki fungsi masing-masing. Diantaranya menggunakan
methanol/ alkohol 100%, alkohol ini diteteskan ke atas sediaan, sehingga bagian
yang terlapis darah tertutup seluruhnya. Metanol atau alkohol ini berfungsi untuk
proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel pada sediaan tersebut tanpa
mengubah posisi (struktur) organel yang ada di dalamnya. Dari literatur lain
disebutkan, tujuan fiksasi adalah untuk menghentikan proses metabolisme secara
cepat, mencegah kerusakan jaringan, mengawetkan komponen-komponen
sitologis dan histologist, mengawetkan keadaan sebenarnya, dan mengeraskan
(Rudyatmi, 2011).
Kemudian menggunakan larutan pewarna giemsa. Pewarna Giemsa sebagai
pewarna yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan apus, agar sediaan
terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski.
Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel
sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis
protozoa. Giemsa ini memberikan warna biru.
Pembuatan sediaan apus juga menggunakan xylol. Xylol berfungsi untuk
menjernihkan sediaan, karena zat pewarna Giemsa masih bersisa disediaan. Xylol
terus diberikan agar sediaan tidak kering. Pada akhir pengamatan sediaan apus
yang telah dibuat, kaca bendaa diberi zat entellen serta langsung ditutup kaca
penutup. Zat entellen ini berfungsi untuk melekatkan kaca penutup pada objek,
selain itu agar objek yang sudah diamati tidak rusak dan tetap awet (Mescher,
Anthony L. 2012).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan praktikum dilaksanakan pada hari Jumat,18 Oktober


2019. Tempat pelaksanaan praktikum di laboratorium Mikrotek Biologi FMIPA
UNESA.
3.2 Alat dan bahan

1. Mikroskop
2. Obyek glass
3. Cover glass
4. Blood lancet
5. Giemsa fluka
6. Etanol
7. Methanol
8. Darah (Manusia)

3.3 Cara kerja

1.Diambil setetes darah ( manusia) dan diteteskan pada obyek glass


2. Ditipiskan darah dengan menggunakan tepi obyek glass dengan kemiringan
kurang lebih 45dan ditunggu sampai kering.
3. Hapusan yang sudah kering ditetesi dengan methanol ( obyek glass dimiringkan )
hingga merata dan ditunggu hingga kering ± 1 jam
4. Pembuatan pewarna sel dengan cara mencampurkan giemsa fluka dan buffer
giemsa/ etanol ( 1: 5 )
5. Diteteskan pewarna giemsa pada apusan dan ditunggu selama 15 – 30 menit (
hingga berubah menjadi warna ungu )
6. Kemudian dibilas dengan air mengalir hingga tida ada pewarna giemsa yang
tersisa dan dikeringkan.
7. Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah kemudian dengan
perbesaran kuat.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil dari praktikum pembuatan preparat apus darah adalah sebagai berikut:

Eritrosit

Leukosit

Gambar 1. Hasil pengamatan Preparat apusan darah perbesaran 40x10

4.2 Pembahasan

Dari hasil praktikum di atas dapat diketahui bahwa pada kegiatan


ini,pengamatan apus darah menggunakan darah manusia yang berasal dari mahasiswi
bernama Ahmad Rizal Mirdad. Sediaan apus darah diwarnai dengan pewarna Giemsa
fluka yang merupakan pewarna khusus darah. Berdasarkan pengamatan preparat
cukup rapid an berwara ungu kegelapan. Dapat terlihat adanya eritrosit dan leukosit.
Eritrosit yang berhasil terlihat pada pengamatan ini berbentuk bulat dan
terlihat dari atas, bagian tengahnya seperti mengalami pelekukan bukan inti sel.
Eritrosinnya berwarna merah dan terlihat banyak mendominasi setiap lapang
pandang mikroskop. Leukosit yang berhasil terlihat pada pengamatan ini berbentuk
bulat dan lebih besar daripada eritrosit dan berinti. Dibagian tengah sel terlihat granul
berwarna ungu lebih gelap dengan berbagai bentuk. Meskipun ditemukan beragam
bentuk leukosit, namun pengamat masih belum dapat menentukan katagori leukosit
tersebut apakah termasuk granulosit atau agranulosit. Hal ini karena keterbatasan
pengamat dan media. Trombosit pada apus darah memiliki bentuk beragam dan tidak
teratur. Ukurannya ada yang kecil dan besar serta berwarna ungu gelap.

Sel leukosit terlihat mencolok pada preparat karena intinya yang berwarna biru.
Sehingga kita dapat membedakannya dengan eritrosit. Inti leukosit bersifat basa,
sehingga jika direaksikan dengan pewarna basa maka sel tersebut akan menyerap
warnanya.
Eritrosit memiliki kadar yang paling banyak dalam darah jika dibandingkan
dengan leukosit dan trombosit. Jumlah eritrosit antara individu yang satu dengan
individu yang lain itu berbeda-beda. Ini dapat disebabakan oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah ketinggian tempat. Individu yang hidup di daerah dataran tinggi akan
memiliki jumlah eritrosit lebih banyak dibandingkan individu yang hidup di dataran
rendah. Ini terkait dengan kebutuhan fisiologinya. Pada individu yang hidup di
dataran tinggi membutuhkan asupan oksigen yang cukup, sedang kandungan oksigen
di dataran tinggi lebih sedikit sehingga membutuhkan banyak Hb untuk mengikat
oksigen. Begitu juga sebaliknya.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai
unsur sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula
digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan
lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak
untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.

5.2 Saran

Dari praktikum yang telah dilaksanakan disarankan agar dalam membuat preparat
darah harus dilakukan secara hati-hati dan terampil dan juga untuk menghasilkan
preparat yang baik dan jelas, sebaiknya pada waktu melakukan pengapusan
diusahakan setipis mungkin. Dan ketelitian dan kesabaran menjadi pokok dalam
praktikum, karena hal tersebut menjadi penunjang kesuksesan dalam praktikum.
Disamping itu diharapkan agar mahasiswa dapat menjaga ketertiban dalam
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Arista,2010.PreparatApusDarah.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimu
s-gdl-aristakurn-5312-2-bab2.pdf. Diakses pada Kamis, 6 November 2019
Pukul 10.00 WIB

Evita,2010.Preparat Darah.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus gdl-


evitapradi-5656-2-babii.pdf. Diakses pada Kamis, 6 November 2019 Pukul
10.00 WIB

Habibi,2012. Blood Smear. http://habibi.staff.ub.ac.id/files/2012/11/blood-smear.pdf.


Diakses pada Kamis, 6 November 2019 Pukul 10.00 WIB

Noercholis, A., Muslim, M.A., dan Maftuch, 2013, Ekstraksi Fitur Roundness untuk
Menghitung Jumlah Leukosit dalam Citra Sel Darah Ikan, Jurnal EECCIS,Vol.
7, No. 1.
Mescher, Anthony L. 2012. Histologi Dasar JUNQUIERA. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Pebri,2012. Apus Darah. http://pbr2008unj.files.wordpress.com/2012/08/apus-
darah.pdf. Diakses pada Kamis, 6 November 2019 Pukul 10.00 WIB

Rudyatmi,Eli. 2011. Bahan Ajar Mikroteknik. Semarang: Jurusan Biologi FMIPA


UNNES

Ronaldo, D., 2006, Perbedaan Nilai Agregasi Trombosit Antara Sediaan Darah
Segera Dengan Darah Yang Mengalami Penyimpanan Pada Hari Pertama,
Ketiga,dan Kelima. Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Sacher, R.A., dan Mcpherson R.A., 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Warni, E., 2009, Penentuan Morfologi Sel Darah Merah (Eritrosit) Berbasis
Pengolahan Citra Dan Jaringan Syaraf Tiruan, Jurnal Ilmiah “Elektrikal
Enjiniring” Unhas, Vol 07. No.03.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK
PEMBUATAN PREPARAT DENGAN METODE WHOLE MOUNT PADA
Drosophila melanogaster

Disusun Oleh:

5. Destiari Ayu Widinugroho 17030244034


6. Dewi Roudhotul Jannah 17030244049
7. Ahmad Rizal Mirdad 17030244053
8. Dea Aprillia Ningsih 17030244066

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ilmu yang mempelajari tentang pembuatan preparat dan
sediaanmikroskopis pada umumnya disebut sebagai mikroteknik. Teknik-
teknikpada pembelajarannya mengacu pada cara preparat itu sendiri dibuat
Pengamatan dan penelaahan tersebut umumnya menggunakan
bantuanmikroskop karena pada objek yang akan diamati dan ditelaah
memilikiukuran yang mikrokopis yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang. Mikroteknik merupakan suatu ilmu atau seni mempersiapkan
organ,jaringan atau bagian dari suatu jaringan untuk dapat diamati dan
ditelaah. Metode dalam mikroteknik, diantaranya metode geser, metode gilas,
dansquash atau pejetan (Fathiyawati, 2008)
Mikroteknik secara umum didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari metode pembuatan preparat mikroskopis, baik preparat hewan
maupun tumbuhan, menganalisis preparat mikroskopis dan melakukan
mikrometri, serta membahas manfaat preparat bagi perkembangan keilmuan
dan dukungan terhadap kehidupan manusia. Sedangkan mikroteknik
tumbuhan merupakan teknik dalam pembuatan preparat mikroskopis
tumbuhan. Beberapa metode yang dikenal dalam pembuatan preparat
tumbuhan, yaitu metode parafin, metode squash, metode asetolisis, metode
maserasi dan metode whole mount. Laporan ini melaporkan beberapa hasil
pembuatan preparat dengan metode-metode tersebut.
Pembuatan preparat merupakan upaya untuk mempermudah
pengamatan suatu bahan. Metode Whole Mount merupakan metode dimana
objek yang akan dibuat sebagai preparat berada dalam keadaan utuh, yaitu
tanpa sectioning. Sehingga dengan kondisi tersebut dapat diamati struktur
utuh dari suatu organisme dan tentu saja objek akan terlihat dengan jelas
ketika diamati menggunakan mikroskop. Struktur yang dapat diamati
menggunakan metode Whole Mount ini adalah struktur reproduksi maipun
struktur vegetatif pada suatu organisme (Biochem, 2008).
B. Rumusan Masalah
Berdasaran latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana bentuk keseluruhan sediaan organisme hewan kecil secara
utuh?
2. Bagaimana membuat sediaan organisme hewan kecil secara utuh?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian tersebut adalah
1. Untuk mengetahui bentuk keseluruhan sediaan organisme hewan kecil
secara utuh
2. Untuk mengetahui proses membuat sediaan organisme hewan kecil
secara utuh
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikroteknik
Mikroteknik atau teknik histologi ini akan dipelajari ilmu atau seni
untukmempersiapkan organ, jaringan atau bagian yang lainnya untuk
dapatdiamati dan dipelajari dengan lebih teliti. Pada umumnya untuk melihat
jaringan atau organ ini dilakukan dengan bantuan mikroskop karena struktur
jaringan secara terperinci pada dasarnya terlalu kecil untuk dapat
dilihatdengan mata telanjang. Suatu spesimen mikroteknik dapat
merupakansebagian ataupun keseluruhan dari struktur yang ditetapkan.
Selaindiletakkan pada kaca preparat spesimen tadi umumnya dilindungi
dengankaca penutup yang direkatkan di atas spesimen (Alyas, 2010).
Banyak obyek yang telah mengalami beberapa proses dalam
mikroteknik dan kemudian dibalsam lalu berubah bening yang mengakibatkan
tidak dapat diamati dengan mikroskop. Cara mengatasi permasalahan ini,
yakni penggunaan zat pewarna yang dapat mempertegas jaringan maupun
organ tumbuhan ataupun hewan. Proses pewarnaan dapat menggunakan
pewarna yang tahan lama dan sesuai dengan kebutuhan pewarnaan. Zat
pewarna harus mampu diserap oleh irisan preparat agar dapat membedakan
bagian jaringan maupun organ secara jelas. Zat-zat warna itu dapat dibedakan
menjadi 2 kelompok yaitu zat warna asam dan zat warna basa. Yang termasuk
dalam zat warna asam yaitu hematoxylin dan safranin, yang dapat mewarnai
inti dan jaringan berkayu, sedangkan zat warna basa yaitu eosin dan fast
green, tidak dapat mewarnai inti dan jaringan berkayu, tetapi bagian-bagian
lain dari jaringan (Moebadi, 2011).
Proses pembuatan sediaan mikroskopis merupakan suatu pekerjaan
yang memerlukan ketelitian, kemampuan yang tinggi, serta ditunjang
kemampuan dan minat yang didasari oleh faktor seni yang dimiliki oleh
masing-masing individu. Proses dalam membuat suatu sediaan histologi,
secara umum melalui beberapa tahapan yaitu: persiapan jaringan, pemrosesan
jaringan, pemotongan jaringan, dan pewarnaan jaringan. Mengingat betapa
besarnya pengaruh dari masing-masing tahap terhadap hasil pemeriksaan
maka kita dituntut untuk bekerja secara cermat dan teliti sehingga kita bisa
mendapakan sediaan yang sesuai dengan apa yang kita harapkan (Wahyuni,
2013).
B. Sediaan Preparat
Menurut Shofyatul Yumna Triyana sediaan adalah sampel yang diletakkan
atau dioleskan dipermukaan gelas objek atau slides, dengan pewarnaan atau
pewarnaan, yang selanjutnya dapat diamati dibawah mikroskop (Choyrot,
2009). Terdapat 3 jenis sediaan dalam parasitologi, yaitu sediaan sementara,
sediaan semi permanen, dan sediaan permanen atau awetan. Sediaan
permanen berdasarkan sampel yang digunakan dibedakan menjadi empat
macam, yaitu:
1. Sediaan cacing
Sediaan cacing adalah sediaan yang menggunakan telur cacing, ataupun
cacing dewasa yang diambil dari muntahan atau feses.
2. Sediaan tropozoit
Sediaan tropozoit adalah sediaan yang berasal dari sampel darah yang
dibuat apusan (darah tebal maupun darah tipis) untuk menemukan
tropozoit, sizon, dan gametosit pada penyakit malaria.
3. Sediaan protozoa
Sediaan protozoa adalah sediaan yang menggunakan sampel berupa
protozoa yang ditemukan dalam feses.
4. Sediaan entomologi
Sediaan entomologi adalah sediaan yang berasal dari kutu, insekta, dan
lainnya untuk dijadikan suatu sediaan
C. Whole Mount
Whole mount berasal dari kata whole (keseluruhan; utuh tanpa
pengirisan) dan mount (gunung; tutup) yang artinya seluruh spesimen utuh
ditutup atau ditetesi dengan medium penutup. Metode ini digunakan untuk
membuat preparat organisme utuh yang nantinya akan diamati di bawah
mikroskop tanpa adanya pengirisan. Organisme tersebut harus berukuran kecil
sehingga dapat termuat pada gelas benda, sedangkan organisme yang
berukuran agak besar dapat dilakukan pemangkasan agar menjadi lebih rapi
dan berukuran lebih kecil. Spesimen yang sering dibuat preparat dengan
metode ini antara lain algae, fungi berbentuk benang, algae dengan talus tipis,
bryophyta, protalium, paku, irisan epidermis dan atau batang, dan polen
(Sutikno, 2016).
Spesimen yang akan dibuat preparat pertama-tama harus dimasukkan
ke dalam larutan fiksatif yang bertujuan untuk penguatan sehingga mencegah
terjadinya perubahan selama proses pembuatan preparat. Larutan fiksatif yang
digunakan berupa krom-asetat atau formalin tergantung dari spesimen yang
akan diproses. Alga laut seperti chlorophyta lebih baik menggunakan krom-
asetat untuk fiksasi bahan karena alkohol yang terkandung di dalam FAA
(formalin-aseto-alkohol) akan menyebabkan pengerutan sel khususnya pada
spesimen akuatik (Sutikno, 2016).
Menurut (Joyner, 2008 dalam zaifbio 2010) Whole mounth merupakan
metode pembuatan preparat yang nantinya akan diamati dengan mikroskop
tanpa didahului adanya proses pemotongan. Jadi pada metode ini, preparat
yang diamati adalah preparat yang utuh baik itu berupa sel, jaringan, organ
maupun individu. Gambar yang dihasilkan oleh preparat whole mounth ini
terlihat dalam wujud utuhnya seperti ketika organisme tersebut masih hidup
sehingga pengamatan yang dapat dilakukan hanya terbatas terhadap morfologi
secara umum saja. Metode pembuatan preparat yang digunakan untuk
pengamatan secara menyeluruh, artinya mempelajari struktur vegetatif dan
reproduktifnya tanpa melakukan penyayatan terhadap tanaman tersebut karena
metode ini menggunakan semua bagian tanaman sebagai preparatnya. Tentu
saja tanaman yang diamati haruslah berukuran kecil sehingga dapat termuat
pada objek glass. Sedangkan pada tanaman yang agak besar bisa dilakukan
pemangkasan agar menjadi lebih rapi dan kecil. Metode whole mounth
mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan metode ini
adalah dapat mengamati seluruh bagian tanaman dengan jelas tiap bagian-
bagiannya. Sedangkan kelemahannya adalah metode ini hanya bisa dilakukan
pada tanaman dengan ukuran yang kecil saja tidak bisa tanaman yang besar
sehingga metode ini perlu terus dikembangkan dengan melakukan bebagai
percobaan (Gunarso, 1989).
Whole mounth merupakan metode pembuatan preparat yang nantinya
akan diamati dengan mikroskop tanpa didahului adanya proses pemotongan.
Jadi pada metode ini, preparat yang diamati adalah preparat yang utuh baik itu
berupa sel, jaringan, organ maupun individu. Gambar yang dihasilkan oleh
preparat whole mounth ini terlihat dalam wujud utuhnya seperti ketika
organisme tersebut masih hidup sehingga pengamatan yang dapat dilakukan
hanya terbatas terhadap morfologi secara umum saja. Metode pembuatan
preparat yang digunakan untuk pengamatan secara menyeluruh, artinya
mempelajari struktur vegetatif dan reproduktifnya tanpa melakukan
penyayatan terhadap tanaman tersebut karena metode ini menggunakan semua
bagian tanaman sebagai preparatnya. Tentu saja tanaman yang diamati
haruslah berukuran kecil sehingga dapat termuat pada objek glass. Sedangkan
pada tanaman yang agak besar bisa dilakukan pemangkasan agar menjadi
lebih rapi dan kecil. Metode whole mounth mempunyai kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Kelebihan metode ini adalah dapat mengamati
seluruh bagian tanaman dengan jelas tiap bagian-bagiannya. Sedangkan
kelemahannya adalah metode ini hanya bisa dilakukan pada tanaman dengan
ukuran yang kecil saja tidak bisa tanaman yang besar sehingga metode ini
perlu terus dikembangkan dengan melakukan bebagai percobaan.( Joyner,
2008)
D. Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster sebagai salah satu serangga yang memiliki
peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu genetika serta
dijadikan model organisme diploid di laboratorium karena ukuran kecil,
mempunyai siklus hidup pendek, jumlah keturunan yang dihasilkan sangat
banyak, murah biaya serta perawatannya. (Stine, 1991). Drosophilla
melanogaster selama ini telah mengalami mutasi genetik sehingga dikenal
dengan berbagai macam strain, menurut Morgan dkk telah berhasil
menemukan 85 macam strain yang menyimpang dari tipe normal (wild type).
(Robert, 2005). Sala satu contohnya adalah strain sepia dan plum, yang
merupakan mutan D. Melanogaster. Mutan tersebut memiliki kelainan genetik
pada kromosom tertentu sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan fenotip
jika dibandingka dengan Drosophilla melanogaster tipe normal (Wild Type).
Droshopilla sp pertama kali diperkenalkan oleh Morgan dan Castel
pada Tahun 1900 dan diketahui bahwa Droshopilla melanogaster dapat
digunakan sebagai sumber pembelajaran genetika pada organisme diploid.
Hewan ini dianggap mempunyai peranan yang sangat penting dalam
perkembangan genetika selanjutnya. Alasan penggunaan hewan ini sebagai
objek penelitian genetika di laboratorium adalah ukurannya kecil, mempunyai
siklus hidup pendek, dapat memproduksi banyak keturunan, generasi yang
baru dapat dikembangbiakan setiap dua minggu, murah biayanya, dan mudah
perawatannya.
Karakteristik Drosophilla melanogaster tipe normal dicirikan dengan
mata merah, mata majemuk berbentuk bulat agak ellips dan mata tunggal
(oceli) pada bagian atas kepalanya dengan ukuran relatif lebih kecil dibanding
mata majemuk (Robert, 2005), warna tubuh kuning kecokelatan dengan cincin
berwarna hitam di tubuh bagian belakang. Ukuran tubuh Drosophilla
melanogaster berkisar antara 3-5 mm (Indayati, 1999). Sayap Drosophilla
melanogaster cukup panjang dan transparan (Karmana, 2010), Posisi
sayapnya bermula dari thorak, vena tepi sayap (costal vein) memiliki dua
bagian yang terinterupsi dekat dengan tubuhnya. aristanya pada umumnya
berbentuk rambut dan memiliki 7-12 percabangan (Indiyati, 1999). Crossvein
posterior umumnya berbentuk lurus, tidak melengkung (Milkman, 1965).
Thoraknya memiliki bristle, baik panjang dan pendek, sedangkan abdomen
bersegmen lima dan bergaris hitam (Chumaisah, 2002).
Adapun klasifikasi dari lalat buah adalah sebagai berikut ini:
Kingdom : Animalia
Filum : Antrophoda
Classis : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Species :Drosophila melanogaster (Hasanah, 2014)

Lalat buah dan Artrophoda lainnya mempunyai kontruksi modular,


suatu seri segmen yang teratur. Segmen ini menyusun tiga bagian tubuh
utama, yaitu; kepala, thoraks, dan abdomen. seperti hewan simetris bilateral
lainnya, Droshopilla ini mempunyai poros anterior dan posterior (kepala-ekor)
dan poros dorsoventral (punggung-perut). Pada Droshopilla, determinan
sitoplasmik yang sudah ada di dalam telur memberi informasi posisional
untuk penempatan kedua poros ini bahkan sebelum fertilisasi. setelah
fertilisasi, informasi dengan benar dan akhirnya akan memicu struktur yang
khas dari setiap segmen.
Droshopilla memiliki ciri morfologi yang berbeda antara jantan dan
betinanya. Pada Droshopilla jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil
bila dibandingkan dengan yang betina. Memiliki 3 ruas dibagian abdomennya
dan memiliki sisir kelamin. Sedangkan pada yang betina ukuran relatif lebih
besar memiliki 6 ruas pada bagian abdomen dan tidak memiliki sisir kelamin
(Noor Hujjatusnaini).
Droshopilla sp pada umumnya ringan dan memiliki eksoskeleton dan
integument yang kuat. Seluruh permukaan tubuhnya, integumen serangga
memiliki berbagai saraf penerima rangsang cahaya, tekanan, bunyi,
temperatur, angin dan bau. Pada umumnya serangga memiliki 3 bagian tubuh
yaitu kepala, toraks dan abdomen. Kepala berfungsi sebagai alat untuk
memasukan makanan dan rangsangan syaraf. Lalat memiliki tipe mulut spons
pengisap. Toraks yang terdiri dari tiga ruas tumpuan bagi tiga pasang kaki
(sepasang pada setiap ruas),dan jika terdapat sayap, dua pasang pada ruas
kedua dan ketiga. Fungsi utama abdomen adalah untuk menampung saluran
pencernaan dan alat reproduksi (Sri Lestari Utami)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan yaitu eksperimental, yaitu dengan
melakukan perlakuan pada hewan kecil berupa drosophila hingga
tubuhnya transparan dengan pemberian beberapa larutan yang kemudian
diamati dibawah mikroskop.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian whole mount ini dilakukan di Laboratorium Mikroteknik,
Jurusan Biologi, FMIPA yang dilakukan pada 23 Oktober hingga
november 2019.
C. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan
 Gelas objek cekung 2 buah
 Gelas penutup 2 buah
 Pipet secukupnya
 Pinset 2 buah
 Jarum secukupnya
 Kuas kecil 1 buah
 Botol vial 1 buah
 Kertas label secukupnya
2. Bahan yang digunakan
 Serangga kecil (Drosophila)
secukupnya
 Kertas saring/tissue
secukupnya
 Larutan formalin 10%
secukupnya
 Alkohol bertingkat (50%, 70%, 80%, 90%, dan 96%)
secukupnya
 Xylol
secukupnya
 Larutan chlorox : air = 1 : 5 atau KOH 0,5%
secukupnya
 Entelan
secukupnya
D. Prosedur Penelitian
1. Fiksasi obyek hewan dengan formalin 10%

2. Disiapkan dan dibersihkan gelas obyek cekung dengan alkohol 70%

3. Letakkan obyek dengan hati-hati pada gelas obyek


4. Lakukan proses penghilangan pigmen (depigmentasi) dengan terlebih
dahulu dicuci menggunakan air, kemudian ditetesi dan direndam
dengan larutan chlorox atau KOH 0,5% sampai warna pigmen
berkurang

5. Dicuci dengan air (ditetesi)


6. Dilakukan proses dehidrasi: celup dengan alkohol 50%, 70%, 80%,
90%, 96% masing-masing 5 menit

7. Proses clearing: ditetesi dengan xylol selama 5 menit (dilakukan 4x)

8. Proses penutupan: ditetesi dengan entelan / kutek jernih, tutup dengan


cover glass
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Mata faset

Anntena

Kepala
(caput)

3 pasang
Kaki
Dada
(thorax)
Perut
(Abdomen)
Sayap

Perbesaran : 4 x 10
B. Pembahasan
Drosophila sp. merupakan jenis lalat buah yang dapat ditemukan di
buah-buahan busuk. Drosophila sp. telah digunakan secara bertahun-tahun
dalam kajian genetika dan perilaku hewan. Ciri umum lainnya dari
Dhrosophila melanogaster, antara lain : memiliki mata majemuk
berbentuk bulat agak ellips dan berwarna merah, memiliki warna tubuh
kuning kecoklatan dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian
belakang, berukuran kecil antara 3-5 mm (jantan dan betina memiliki
ukuran yang berbeda), urat tepi sayap (costal vein)mempunyai dua bagian
yang terinteruptus dekat dengan tubuhnya, sungut (arista) umumnya
berbentuk bulu, memiliki 7-12 percabangan, crossvein posterior umumnya
lurus, tidak melengkung, terdapat mata oceli pada bagian atas kepala
dengan ukuran lebih kecil dibanding mata majemuk, thorax berbulu-bulu
dengan warna dasar putih, sedangkan abdomen bersegmen lima dan
bergaris hitam, dan sayap panjang, berwarna transparan, dan posisi
bermula dari thorax.
Pada perlakuan ini dilakukan pengamatan dengan metode awetan utuh
pada serangga yaitu Drosophilayang diibuat awetannya.Padapembuatan
sediaan utuh juga terdapat beberapa langkah yang sangat penting yang
harusdilakukan dengan hati-hati agar spesimen yang digunakan tidak
rusak. Adapun proses fiksasi dilakukan dengan tujuan untuk
menghentikan prosesmetabolisme dengan cepat, mencegah kerusakan
jaringan, mengawetkan elemen sitologis danhistologis, mengawetkan
bentuk yang sebenarnya dan mengeraskan atau memberi
konsistensimaterial yang lunak. Kemudian pemanasan yang dilakukan
bertujuan untuk mempercepatterjadinya reaksi yang terjadi pada tubuh
serangga dengan adanya penambahan KOH(Haryono, 2009).Proses
selanjutnya yaitu dengan pemberian alkohol bertingkat yaitu alkohol
50%,70%, 80%, 90%, dan 96% dengan masing-masing perendaman yaitu
selama 5 menit. Tahapan ini merupakan tahapan dehidrasi yang berfungsi
untuk menghilangkan ataumengambil air yang berada di dalam jaringan
(Haryono 2009).
Setelah dehidrasi, dilakukan proses penjernihan menggunakan larutan
xylol selama 5 menit sebanyak 4 kali pengulangan perendaman.Tahapan
ini berfungsi untuk penjernihan supaya morfologi spesimen serangga
dapat diamatidengan jelas saat diamati dibawah mikroskop. Tujuan dari
penjernihan adalah menjadikan strukturtubuh spesimen terlihat jelas pada
saat pengamatan menggunakan mikroskop(Effendi, 1997). Sediaan utuh
yang dibuat merupakan sediaan permanen. Hal ini dikarenakan pada
masing-masing sediaandiberikan entelan, sehingga preparat dapat bertahan
untuk waktu yang cukup lama (Santoso,2002).
Setelah pemberian entelan, sebaiknya preparat diletakkan di nampan
yang datar agarhasil entelan rata dan cairan entelan tidak meluber keluar
dari kaca penutup.Serangga yang diamati adalah Dhrosophila
melanogaster. Pada preparat Dhrosophila melanogasterdengan
menggunakan perbesaran mikroskop 4x10 dapat teramati bagian
tubuhDrosophila yang terdiri dari sayap, kepala, toraks, abdomen dan juga
kaki sejumlah 3 pasang.Bagian tubuh Dhrosophila melanogastersecara
umum dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu kepala, dada(thorax), dan
perut (abdomen). Bagian dada terbagi menjadi tiga segmen, yaitu
prothorax(anterior), mesothorax (tengah), dan metathorax (posterior).
Pada tiap segmen tersebutterdapat alat gerak (appendages) yang berbeda,
yang secara berurutan adalah sepasang kaki,sepasang kaki dan sepasang
sayap, serta sepasang kaki dan sepasang halters (sayap yangtermodifikasi)
(Chyb & Gompel, 2013).
Dhrosophila melanogastertergolong serangga, pada umumnya ringan
dan memilikieksoskeleton atau integumen yang kuat. Jaringan otot dan
organ-organ terdapat di dalamnya.Di seluruh permukaan tubuhnya,
integumen serangga memiliki berbagai syaraf penerimarangsang cahaya,
tekanan, bunyi, temperatur, angin dan bau. Pada umumnya
seranggamemiliki 3 bagian tubuh yaitu kepala, toraks dan abdomen.
Kepala berfungsi sebagai tempatdan alat masukan makanan dan
rangsangan syaraf, serta untuk memproses informasi (otak).Lalat memiliki
tipe mulut spons pengisap. Toraks yang terdiri atas tiga ruas
memberikantumpuan bagi tiga pasang kaki (sepasang pada setiap ruas),
dan jika terdapat sayap, duapasang pada ruas kedua dan ketiga. Fungsi
utama abdomen adalah untuk menampung saluranpencernaan dan alat
reproduksi. Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untukmembedakan
lalat jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil
danruncing, sedangkan pada jantan agak membulat. Tanda hitam pada
ujung abdomen juga bisamenjadi ciri dalam menentukan jenis kelamin
lalat ini tanpa bantuan mikroskop. Ujungabdomen lalat jantan berwarna
gelap, sedang pada betina tidak. Jumlah segmen pada lalatjantan hanya 5,
sedang pada betina ada 7. Lalat jantan memiliki sex comb, berjumlah
10,terdapat pada sisi paling atas kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan
pendek. Lalat betinamemiliki 5 garis hitam pada permukaan atas
abdomen, sedangkan pada lalat jantan hanya 3garis hitam (Daly, 1978).
Pada lalat buah Drosophila termasuk dalam ordo Diptera. Ordo
Diptera memilikiukuran tubuh dari kecil sampai sedang. Sayap satu
pasang dan membraneus. Tubuhrelatif lunak, antena pendek, mata
majemuk besar dan metamorfosis sempurna.Beberapa spesies dari ordo ini
ada yang menjadi hama tanaman, sebagai penghisapdarah manusia atau
binatang, vektor penyakit bagi manusia, penyerbuk bunga,predator atau
parasit dari tanaman.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa
 Pada pembuatan sediaan organisme hewan kecil dilakukan dengan
metode sediaan utuh (whole mount) pada insekta bersayap, sampel
yang digunakan adalah lalat buah (Drosophila melanogaster).
 Pada pengamatan, terlihat cukup jelas dan baik morfologi Drosophila
melanogasteryang diamati, bagian yang terlihat antara lain kepala,
toraks, abdomen, sepasang sayap, tiga pasang kaki, dan beberapa
ornament kecil (halters).
B. Saran
Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan dengan lebih
cermat dan sabar dikarenakan membutuhkan proses yang lama untuk
menghilangkan pigmen yang ada dalam serangga yang digunakan atau
mencari dan menggunakan bahan yang dapat mempercepat proses
depigmentasi pada serangga yang akan digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Chumaisiah, N.2002. Pengaruh Inbreeding Terhadap Viabilitas dan Fenotip Lalat


Buah (Drosophila melanogaster M.) Tipe Liar dan Strain Sepia. Skripsi.
Jember: FKIP UNEJ Jurusan Biologi.

Choyrot, W.F. 2009. Gambaran Mikroskopik Sediaan Permanen Larva


NyamukAedes aegypti yang dibuat dengan teknik mounting yang berbeda.
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1902. Diunduh pada tanggal 16
November 2019.

Chyb, S. & Gompel, N. 2013. Atlas of Drosophila Morphology: Wild-type and


ClassicalMutants. USA: Elsivier.

Daly, H.V., J.T. Doyen, and P.R. Ehrlich. 1978. Introduction to Insect Biology
andDiversity. International Student Edition. Mc. Graw-HillKogakusha, Ltd.
Tokyo.

Fairus, Sirin., Haryono., Sugita, H., M., Sudrajat, Agus, 2009, Proses Pembuatan
Waterglass dari Pasir Silika dengan Pelebur Natrium Hidroksida, Jurnal
Teknik Kimia Indonesia, Vol. 8, No. 2, hal. 56-62.

Fathiyawati. 2008. Uji toksisitas ekstrak daun Ficus racemosa L. terhadap Artemia
salina Leach dan profil kromatografi lapis tipis. Surakarta: UMS.

Gunarso, Wisnu. 1989. Bahan Pengajaran Mikroteknik. Bogor : DEPDIKBUD


Institiut Pertanian Bogor.

Indayati, N. 1999. Pengaruh Umur Betina dan Macam Strain Jantan Terhadap
Keberhasilan Kawin Kembali Individu Betina D. melanogaster. Skripsi. Tidak
Diterbitkan. Malang: FPMIPA IKIP Malang

Joyner. 2008. Panduan dan Tata Cara Pembuatan Pada Mikroteknik. Makkasar:
Universitas Hassanuddin.

Karmana, I. Wayan. 2010. Pengaruh macam strain dan umur betina terhadap jumlah
turunan lalat buah (Drosophila melanogaster).dalam Jurnal GaneÇ Swara Vol.
4 No.2, September 2010.
Milkman. Roger. 1965. The genetic basis of natural variation. viii. synthesis of cue
polygeni combinations from laboratory strains of Drosophila melanogaster.
Department of Zoology, Syracuse Uniuersity, Syracuse, New York.

Moebadi,Widjayanto & Yudani. 2011. Dsar-Dasar Mikroteknik. Malang: Jurusan


Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
Malang

Noor Hujjatusnaini, Petunjuk Praktikum Genetika, Palangka Raya: Sekolah Tinggi


Agama Islam, h.29

Robert.J.Brokers. 2005. Genetic Analysis dan Principles. Third Edition McGrow.Hill


International edition.

Santoso, Singgih, dan Fandy Tjiptono, 2002, Riset Pemasaran : Konsep dan
Aplikasinya dengan SPSS, Jakarta : PT Elex Media Computindo Kelompok
Gramedia.

Sri Lestari Utami, Studi pendahuluan analisis mutasi pada penyinaran dengan Sinar
ultraviolet (uv) terhadap larva Droshopilla melanogaster, Meigen (Jurnal). Hal
1-2.

Stine, Gerald.J. 1991. Laboratory exercise in genetics. Department Of Natural


Sciences. New York. Universitas of North Florida.

Sutikno. 2016. Buku Panduan Mikroteknik Tumbuhan (BIO 30603). Laboratorium


Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Fakultas Biologi Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta. hal. 8, 13-17.

Wahyuni, Sri. 2013. “Panduan Praktis Biogas”. Jakarta. Penebar Swadaya.


LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK
PEMBUATAN PREPARAT SAYATAN JARINGAN HEWAN MENCIT

(Mus musculus L) DENGAN METODE PARAFIN

Disusun Oleh:

9. Destiari Ayu Widinugroho 17030244034


10. Dewi Roudhotul Jannah 17030244049
11. Ahmad Rizal Mirdad 17030244053
12. Dea Aprillia Ningsih 17030244066

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mencit termasuk hewan pengerat dan merupakan mamalia yang sering
digunakan sebagai hewan percobaan.selain dapat dipelajari secara efektif,
juga dapat memberikan keterangan dasar untuk kepentingan manusia
(Effendi dan Manafis, 2002). Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom
animalia, phyllum chordata. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang
belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum
vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaan
mengerat (ordo rodentia), dan merupakan famili muridae, dengan nama
genus Mus serta memilki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 1993.)
Sistem Reproduksi Mencit Jantan Menurut Kusumawati (2004) alat
reproduksi mencit jantan terdiri dari testis, saluran reproduksi, kelenjar
kelamin, dan penis. Testis berjumlah sepasang dan terletak di dalam skrotum.
Saluran kelamin berpangkal pada testis dan bersambung ke uretra yang
kemudian menjadi bagian dari penis dan merupakan jalan bersama bagi urin,
sekresi kelenjar-kelenjar pelengkap dan sel-sel kelamin jantan. Kelenjar
kelamin terletak pada atau di sekitar dan bermuara ke dalam uretra. Testis
berbentuk bulat panjang dengan sumbu memanjang ke arah vertikal. Fungsi
testis ada dua macam, yakni menghasikan hormon seks jantan (androgen)
dan menghasilkan gamet jantan (sperma). Testis dibungkus oleh kulit dan
tunika albugenia, di dalam terdapat lobus. Lobus merupakan kantung-
kantung kecil yang berbentuk kerucut yang berisi tubulus seminiferus.
Sperma dihasilkan di dalam tubulus seminiferus yang merupakan lebih dari
90% masa testis (Patodiharjo, 1992 dan Nalbdanov, 1990)
Untuk melihat lebih dalam sel-sel pada testis mencit dibutuhkan
pengamatan menggunakan histogenik (metode parafin), dengan membuat
preparat dari irisan organ, jaringan hewan. metode ini banyak digunakan
sampai saat ini, karena hampir semua macam jaringan dapat dipotong dengan
baik bila menggunakan metode ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut. Bagaimanacara pembuatan sediaan preparat testis mencit dan trakea
menggunakan metode parafin?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan dari pratikum ini adalah
untuk mengetahui cara pembuatan sediaan preparat testis mencit dan trakea
menggunakan metode parafin serta mengamati bentuk sel-selnya
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Mencit (Mus musculus L.)
Kedudukan taksonomi mencit dalam ITIS (2018) adalah sebagai berikut.
:Kingdom : Animalia Infraclass : Eutheria
Subkingdom : Bilateria Order : Rodentia
Infrakingdom : Deuterostomia Suborder : Myomorpha
Phyllum : Chordata Superfamily : Muroidea
Subphyllum : Vertebrata Family : Muridae
Infraphyllum : Gnathostomata Subfamily : Murinae
Superclass : Tetrapoda Genus : Mus
Class : Mamalia Species : Mus musculusL.
Subclass : Theria
Mencit termasuk hewan pengerat dan merupakan mamalia yang sering
digunakan sebagai hewan percobaan.selain dapat dipelajari secara efektif, juga dapat
memberikan keterangan dasar untuk kepentingan manusia (Effendi dan Manafis,
2002). Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom animalia, phyllum chordata. Hewan
ini termasuk hewan yang bertulang belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke
dalam subphylum vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki
kebiasaan mengerat (ordo rodentia), dan merupakan famili muridae, dengan nama
genus Mus serta memilki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 1993).
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna
putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan
hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku
mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya faktor internal seperti seks,
perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit; faktor eksternal seperti makanan,
minuman, dan lingkungan disekitarnya. Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2
tahun dan dapat juga mencapai umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan
umur untuk siap dikawinkan 8 minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit
betina mengalami estrus. Satu induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1998). Mencit termasuk hewan poliestrus, siklusnya berlangsung
setiap 4-5 hari sekali, lamanya birahi berlangsung antara 9-20 jam, estrus terjadi 20-
40 jam 8 seletah partus. Penyapihan dapat menginduksi estrus dalam 2-4 hari. Cara
perkawinan mencit berdasarkan rasio jantan dan betina dibedakan atas monogamus,
triogamus, dan harem sistem. Monogamus terdiri dari satu jantan dan satu betina,
triogamus terdiri dari satu jantan dan dua betina, sementara harem terdiri dari satu
.jantan dan lebih dari tiga betina dalam satu kandang (Yuwono et al., 2006).
Sistem Reproduksi Mencit Jantan Menurut Kusumawati (2004) alat reproduksi
mencit jantan terdiri dari testis, saluran reproduksi, kelenjar kelamin, dan penis.
Testis berjumlah sepasang dan terletak di dalam skrotum. Saluran kelamin berpangkal
pada testis dan bersambung ke uretra yang kemudian menjadi bagian dari penis dan
merupakan jalan bersama bagi urin, sekresi kelenjar-kelenjar pelengkap dan sel-sel
kelamin jantan. Kelenjar kelamin terletak pada atau di sekitar dan bermuara ke dalam
uretra. Testis berbentuk bulat panjang dengan sumbu memanjang ke arah vertikal.
Fungsi testis ada dua macam, yakni menghasikan hormon seks jantan (androgen) dan
menghasilkan gamet jantan (sperma). Testis dibungkus oleh kulit dan tunika
albugenia, di dalam terdapat lobus. Lobus merupakan kantung-kantung kecil yang
berbentuk kerucut yang berisi tubulus seminiferus. Sperma dihasilkan di dalam
tubulus seminiferus yang merupakan lebih dari 90% masa testis (Patodiharjo, 1992
dan Nalbdanov, 1990). 10 Testis mencit terdiri dari tubulus seminiferus dan jaringan
stroma. Sel generatif dan sel Sertoli pada lapisan dalam epitel tubulus seminiferus,
sedangkan pembuluh darah, limfa, sel saraf, sel makrofag, dan sel Leydig terdapat
pada jaringan stroma (Yatim, 1996).

B. Mikroteknik
Mikroteknik atau teknik histologi ini akan dipelajari ilmu atau seni untuk
mempersiapkan organ, jaringan atau bagian yang lainnya untuk dapat diamati dan
dipelajari dengan lebih teliti. Pada umumnya untuk melihat jaringan atau organ ini
dilakukan dengan bantuan mikroskop, karena struktur jaringan secara terperinci pada
dasarnya terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Suatu spesimen
mikroteknik dapat merupakan sebagian ataupun keseluruhan dari struktur yang
ditetapkan. Selain diletakkan pada kaca preparat, spesimen tadi umumnya dilindungi
dengan kaca penutup yang direkatkan di atas spesimen (Alyas, 2010).

C. Metode Parafin
Metode parafin termasuk metode sayatan yang banyak digunakan, karena
hampir semua jaringan dapat dipotong dengan metode ini. Pengamatan secara
mikroskopis dari suatu jaringan dalam berbagai kondisi dan berbagai elemen jaringan
dapat diamati atau diteliti melalui preparat permanen yang dibuat dengan metode
parafin. Pembuatan preparat dengan metode parafin adalah metode yang paling
umum digunakan untuk pembuatan preparat permanen, baik pada tumbuhan ataupun
pada hewan (Muarib, 2012).

* Pembuatan preparat

Pada prinsipnya pembuatan preparat irisan terdiri atas beberapa tahap yaitu
koleksi specimen, fiksasi, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi, pengeblokan, pengirisan,
penempelan, pewarnaan dan mounting.
1. Koleksi
Prinsip koleksi spesimen adalah spesimen tidak mengalami kekeringan dan
kerusakan sebelum difiksasi.

2. Fiksasi
Tujuan fiksasi adalah untuk mematikan dengan cepat spesimen yang berupa
jaringan dan sel-sel juga utuk mempertahankan struktur sel dan jaringan sebagaimana
aslinya. Udara dalam jaringan spesimen harus dikeluarkan terlebih dahulu kemudian
diganti dengan larutan fiksatif (Tianaizta, 2013).
3. Dehidrasi
Selanjutnya dilakukan dehidrasi yaitu tahap pengeluaran air dari jaringan
dengan perendaman alkohol secara bertingkat dan dalam jangka waktu tertentu.
Kemudian pengambilan alkohol dilakukan dengan perendaman dalam xylol secara
bertahap dengan jangka waktu tertentu. Proses penggantian larutan penjernih dengan
merendam spesimen dalam parafin. Penggantian xylol dalam jaringan oleh parafin
berlangsung secara berangsur-angsur. Proses penggantian ini berlangsung di dalam
oven sehingga xylol tidak menguap dan parafin tidak membeku. Temperatur oven
lebih tinggi sedikit di atas titik cair parafin (Alfiandri, 2013).

4. Embedding

Selanjutnya dilakukan pengeblokan atau embedding, pengeblokan ini


menggunakan kotak atau takir yang dibuat dari kertas kalender. Pada saat
pengeblokan specimen diletakkan sesuai posisi yang diinginkan. Setelah itu parafin
didinginkan dengan segera. Setelah dingin maka dilakukan pengirisan, pengirisan
digunakan alat mikrotom biasanya dengan ukuran 10 mikron sampai 14 mikron.
Irisan akan berbentuk seperti pita-pita. Pemindahan irisan menggunakan kuas kecil
yang telah dibasahi ujungnya dengan air (Alfiandri, 2013).

5. Affixing

Penempelan menggunakan perekat haupt kemudian disimpan dalam kotak


pengering. Selanjutnya akan dilakukan pewarnaan dan mounting. Dalam proses
pewarnaan dilakukan dalam jangka waktu tertentu, jika terlalu lama atau terlalu
singkat dapat menyebabkan warna preparat menjadi kurang atau bahkan terlalu gelap.
Selanjutnya dilakukan mounting dengan ditetesi balsam kanada sehingga irisan akan
tetap awet dengan struktur sel serta jaringan (Alfiandri, 2013). Proses penempelan
spesimen ke kaca benda tidak benar-benar melekat sehingga saat pewarnaan
spesimen ada yang lepas. Agar spesimen dapat menempel sempurna pada kaca benda
dibutuhkan tenggat waktu yang cepat antara peletakkan spesimen pada kaca benda
yang telah diberi pelekat Haupt. Setelah benar-benar melekat di kaca benda maka
irisan yang berada di kaca benda dipanaskan di atas lampu spiritus untuk lebih
memaksimalkan perlekatannya (Alfiandri, 2013).

6. Pewarnaan

Zat warna yang digunakan tidak hanya satu macam karena tidak semua sel
dapat menyerap satu macam zat warna. Pada saat pewarnaan preparat akar inisel
dalam jaringan tidak terwarnai. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu yang digunakan
untuk pemberian warnanya terlalu singkat sehingga zat warna belum terserap
sempurna oleh jaringan. Pewarna yang diberikan pada irisan dalam jangka waktu
tertentu, kurang atau lebih waktu yang digunakan menyebabkan warna preparat
menjadi kurang atau terlalu gelap. Sedangkan hasil preparat yang tidak utuh dapat
disebabkan oleh suhu sekitar ruangan yang kurang mendukung saat dilakukan
pengirisan selain itu masih tersisanya air atau alkohol dalam jaringan juga dapat
menyulitkan dalam pengirisan (Alfiandri, 2013).

7. Sectioning

Mikrotom adalah mesin untuk mengiris spesimen biologi menjadi bagian


yang sangat tipis untuk pemeriksaan mikroskop. Beberapa mikrotom menggunakan
pisau baja dan digunakan untuk mempersiapkan sayatan jaringan hewan atau
tumbuhan dalam histologi. Mikrotom tangan merupakan mikrotom dengan bentuk
paling sederhana. Alat ini biasa digunakan di laboratorium sekolah untuk membuat
sayatan spesimen yang tipis sekali. Alat ini terbuat dari logam berbentuk seperti klos
benang yang berongga di tengah. Di dalam rongga terdapat sebuah ulir yang bagian
atasnya rata dan bagian bawahnya melekat atau bersatu dengan dasar alat itu. Bila
dasar alat itu diputar dari kiri atau ke kanan, maka bidang ulir bagian atas yang rata
itu akan bergerak ke atas atau ke bawah dengan interval 20 tiap putaran. Rongga
tersebut adalah tempat untuk meletakkan benda yang akan disayat tipis, biasanya
dibalut lilin atau gabus (Damayanti, 2014).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen karena menggunakan specimen
jaringan hewan berupa organ testis mencit dan trakea
2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikroteknik C10 Jurusan Biologi FMIPA
UNESA yang dilakukan pada 2 Oktober 2019 pada tahap fiksasi kemudian
dilanjutkan tahap Washing hingga labeling pada 4 November hingga 4 Desember
2019.

3. Bahan dan Alat


Bahan yang di gunakan:
1. Hewan yang diambil organya 6. Mayer albumin
2. Neutral buffer formalin 7. Entelan
3. Akohol bertingkat 8. Garam fisiologis
(30%,40%,50%,60%,70%,80%,90%,9 9. Pewarna Harris’ hematoksilin
6%) 10. Pewarna eosin 0,1%
4. Xilol 11. Kloroform
5. Parafin

Alat yang digunakan :


1. Gelas obyek dan gelas penutup 8. Holder dari kayu
2. Alat bedah 9. Kapas/tissue
3. Silet baru yang tajam 10. Kertas kalender bekas
4. Pinset 11. Kuas kecil
5. Papan seksi 12. Wadah plastic
6. Pot urin sebanyak jumlah sample 13. Kertas label
7. Botol nestle kecil 14. Pipet

4. Langkah kerja

1. Sectioning
Pengambilan organ yang akan dipakai dan di bersihkan menggunakan garam
fisiologis
2. fiksasi
Masukan organ kedalam botol yg berisi larutan fiksatif , diberi label, dan disimpan
selama 24 jam
3. washing

untuk menghilankan larutan fiksatif


4. Dehidrasi
Dimasukan organ kedalam larutan akhohol bertingkat

Akholol 70% 4 x 30 menit


Akhohol 80% 2 x 30 menit

Akhohol 96% selama 30 menit


Akhohol 100% selama 30 menit
5. Clearing

Kemudian irisan organ dimasukan kedalm agen clearing menggunakan xilol agar
parafin benar-benar bisa masuk kedalam jaringan menggunakan urutan
Akholol : xilol (1:1) selama 15 menit
Xilol 1 selama 15 menit
Xilol 2 selama semalam

6. Inflitrasi parafin
Proses inflitrasi parafin seluruhnya dilakukan di dalm oven pada suhu 55-56 derajat
celcius,jaringan dimasukan pada larutan penjernih dan parafin, urutan inflitrasi
dilakukan sebagai berikut :
Xilol + parafin selama 30 menit
Parafin 1 selama 60 menit
Parafin 2 selama 60 menit
Parafin 3 selama 60 menit
7. Embendding
Organ diambil dari parafin 3 dimasukan kedalam kotak kertas dan diatur posisinya

Ditambahkan parafin cair (usahakan tidak ada gelembung)

Di diamkan membeku dan disimpan


8. Sectioning
Setelah itu dipotong memngguakan mikrotom elektron
9. Deparafinasi
Sebelum proses pewarnaan, terlebih dahulu dilakukan clearing dengan memasukkan
sediaan kedalam dua tahapan xilol masing-masing 10-15 menit. Hisap xylol dengan
kertas saring.

10. Staining
Pewarnaan yang digunakan untuk jaringan hewan dengan urutan sebagai berikut:
Alkohol absolut 5 menit

Alkohol 96% 5 menit


Alkohol 80% 5 menit

Alkohol 70% 5 menit

Harris hematoxylin 10 menit

Air kran hingga sisa pewarna hilang


Alkohol asam 30 detik
Akuades dicelup-celupkan

Eosin 0,1% 5 menit

Akuades hingga eosin hilang

Alkohol 70% 5 menit


Alkohol 80% 5 menit

Alkohol 96% 5 menit

Alkohol absolut 5 menit

11. Mounting
Sediaan yang sudah diwarnai ditutup dengan kaca penutup menggunakan entellan
dengan hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara.
12. Labelling
Lakukan pelabelan setelah entelan kering
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
 Testis Mencit

Gambaran sayatan dari testis mencit, yang terdapat bagian-bagian


didalamnya yaitu (1) Spermatozoa, (2) Spermatogonium, (3) Spermatosit,
(4) Spermatid
 Lidah Mencit
Gambaran Sayatan Lidah dari Mencit yang terdapat bagian-bagian dalamnya yang
terdiri atas (1)Papila Foliata, (2)Papila Sirkumvalat, (3)Papila Filiformis, (4)Papila
Fungioformis).

B. Pembahasan
Praktikum pembuatan sediaan irisan jaringan hewan dengan metode
parafin dapat diketahui bahwa dalam pembuatan preparat hewan lebih mudah
untuk dibuat dan tidak memakan waktu yang panjang. Organ yang digunakan
adalah organ testis dan lidah. Hewan yang diambil organnya adalah mencit,
Selain itu, sebagian preparat tidak dapat dikenali dengan jelas bagian mana
yang digunakan dari bahan percobaan karena pada saat proses pewarnaan,
pencucian dan pencelupan sediaan ke larutan alkohol ada beberapa kertas
label yang terlepas dari kaca objek. Sehingga hanya preparat yang kertas
labelnya masih utuh yang dapat dikenali dengan benar.
Metode parafin termasuk metode sayatan yang banyak digunakan,
karena hampir semua jaringan dapat dipotong dengan metode ini. Pengamatan
secara mikroskopis dari suatu jaringan dalam berbagai kondisi dan berbagai
elemen jaringan dapat diamati atau diteliti melalui preparat permanen yang
dibuat dengan metode parafin. Pembuatan preparat dengan metode parafin
adalah metode yang paling umum digunakan untuk pembuatan preparat
permanen, baik pada tumbuhan ataupun pada hewan (Muarib, 2012).
Organ yang digunakan tersebut harus diisolasi terlebih dahulu sebelum
digunakan hal ini bertujuan agar organ yang dijadikan sediaan siap untuk
melakukan berbagai tahap-tahap atau proses dalam percobaan. Proses
pembuatan sediaan preparat setelah dibedah diambil organnya, kemudian
dicuci dengan garam fisiologis agar organ tersebut tidak mengalami
pembekuan. Setelah itu organ difiksasi digunakan larutan NBF selama ± 24
jam agar sel-sel dari organ tersebut mati namun strukturnya tidak rusak
sehingga memudahkan langkah- langkah kedepannya.
Fiksasi berfungsi untuk mempertahankan bentuk jaringan sedemikian
rupa sehingga perubahan-perubahan bentuk atau struktur sel atau jaringan
yang mungkin terjadi hanya sekecil mungkin (Alfiandri, 2013). Selain itu
fiksasi berguna untuk meningkatkan indeks bias jaringan sehingga jaringan
dapat terwarnai dengan baik. Kemudian dicuci dengan air mengalir.
Kemudian didehidrasi dengan alkohol bertingkat mulai 70%, 80 %, 96 %,
sampai alkohol tersebut absolut. Hal ini dilakukan untuk proses fiksasi dengan
membunuh sel tanpa mengubah posisi organel yang ada di dalamnya, dan juga
untuk menghilangkan air yang ada dalam sel dan memperoleh hasil yang
sempurna pada proses infiltrasi dan juga agar alkohol tersebut dapat menyerap
air sedikit demi sedikit supaya dapat menjaga agar tidak terjadi perubahan
yang tiba-tiba terhadap jaringan sehingga perubahan yang terjadi hanya
sekecil mungkin (Tianaizta, 2013). Selain itu fiksasi berguna untuk
meningkatkan indeks bias jaringan sehingga jaringan dapat terwarnai dengan
baik. Didealkoholisasi, alkohol yang tadi dibuang dan diganti larutan secara
berturut alkohol : xilol = 1 : 1, xilol 1 dan xilol 2 masing-masing selama 15
menit kecuali pada xilol 2 direndam semalam. Hal ini bertujuan untuk
menggantikan tempat alkohol dalam jaringan yang telah mengalami proses
dehidrasi dengan suatu solven atau medium penjernih menjelang proses
penanaman sebelum proses penyayatan. Fungsi dari dehidrasi itu sendiri ialah
untuk mengeluarkan air dari dalam jaringan dengan menggunakan bahan
kimia tertentu(Tianaizta, 2013)..
Tahapan berikutnya yaitu perendaman dalam parafin, tahapan ini
biasanya dilakukan didalam oven agar saat organ dimasukkan dalam parafin,
parafin tersebut tidak mudah membeku. Tahapan perendaman dalam parafin
diulangi sebanyak 3 kali dengan tujuan agar parafin meresap sempurna dan
pada saat pemotongan akan didapat hasil yang diinginkan. Selain itu tahapan
perendaman dalam parafin yang sempurna juga turut mempengaruhi struktur
organ yang digunakan. Organ yang sudah berada dalam block parafin akan
dipotong dengan menggunakan mikrotom rotary, hasil yang diinginkan yaitu
setebal 6 mikron, tahapan pemotongan memerlukan kesabaran dan ketelitian
karena pada tahapan ini tidak bisa di predeksi kapan bahan yang ada dalam
block parafin terpotong sempurna dan sesuai dengan ketebalan yang
diinginkan. Pemotongan juga harus memperhatikan kumpulan paraffin yang
terpotong dan membentuk gumpalan, karena bisa saja di dalam gumpalan
tersebut terdapat potongan yang diinginkan. Organ yang telah dipotong
kemudian akan mengalami tahapan pewarnaan dengan xilol. Xilol digunakan
sebelum pewarnaan selanjutnya agar warna yang dihasilkan akan sesuai
dengan yang diinginkan sehingga hasil yang didapat akan memperlihatkan
bagaimana penampang sebenarnya dari organ-organ tubuh.Kendala yang
dialami pada saat pembuatan sediaan irisan jaringa hewan dengan
menggunakan metode parafin ini, salah satunya kesulitan atau kurangnya
keterampilan dalam pembuatan preparat irisan saat pemotongan dengan
menggunakan mikrotom. Selain itu juga kendala pada hasil preparat karena
setelah dilakukan pewarnaan tetap tidak terdapat warna didalam organ
tersebut.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan ini dapat diketahui tahap-tahap pembuatan preparat
jaringan lidah dan testis mencit dengan metode parafin meskipun tidak dapat
dihasilkan preparat permanen. Tahap-tahap pembuatan preparat jaringan
jaringan lidah dan testis mencit dengan metode parafin adalah melumpuhkan,
fiksasi, dehidrasi, dealkoholisasi, penjernihan, infiltrasi, penanaman
(embadding), ukuran mikrotom, penempelan pita, pewarnaan, penutupan dan
labelling.
B. Saran
Saran yang saya berikan sebaiknya mikrotom yang ada di Laboratorium
diperbanyak demi kelancaran praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Alfiandri,F., 2013. Mikroteknik Tumbuhan. http://mukegile08.wordpress.com,


diakses pada tanggal 22 November 2019, pukul 19.00 WIB, Surabaya

Alyas, A., 2010. Praktikum Pembuatan Preparat Menggunakan Metode


Parafin.http://asli.tumblr.com, diakses pada tanggal 22 November 2019, pukul
20.00 WIB, Surabaya.

Effendi, E.M.dan S. Manafis. 2002. Respon Komposisi Dosis HormonPMSG Dan


HCG Terhadap Hasil Superovulasi dan Perkembangan In Vitro Embrio Mencit
umur 2 hari.Ekologia.Vol.2. No. 1.Hlm.19-24.

Priyambodo. 1993. Pengendalian Hewan Tikus Terpadu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan


Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Tikus Laboratorium (Rattus
norvegicus): 37- 57. Penerbit Universitas Indonesia

Yuwono S.S., E. Sulaksono, dan R. P. Yekti. 2006. Keadaan Nilai Normal Baku
Mencit Strain CBR Swiss Derived di Pusat Penelitian Penyakit Menular.
http://www.kalbefarma.com/filesedk/15keadaannilainormal92.pdf/15- -
0keadanilainormal/92.html

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba.Gadjah Mada University


Press.Yogyakarta.

Patodiharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai