Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Enumerasi sebagai kelimpahan plankton disuatu perairan merupakan bagian terpenting
dalam mengetahui tingkat produktivitas primer diperairan. Produktivitas primer di perairan
ditandai dengan melimpahnya fitoplankton diperairan. Fitoplankton adalah autotrof yang
memberikan fungsi ekologis penting untuk semua kehidupan air dengan melayani sebagai dasar
dari jaring makanan di air.
Menurut Samuel (1995) Fitoplankton me-upakan produsen pertama di semua perairan
alami serta terlibat langsung dalam rantai makanan ke produksi ikan, sehingga menyebabkan
fitoplankton dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk memonitor kualitas suatu perairan
dengan melihat komposisi dan kelimpahan fitoplankton pada perairan yang di amati. Selanjutnya
penelitian -penelitian sebelumnya mengenai komunitas fitoplankton menyatakan bahwa
perubahan kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi perairan dan dapat ditinjau dari
kelimpahan dan komposisi fitoplankton.
Kualitas perairan tersebut dapat ditentukan dengan melihat gambaran tentang banyak atau
sedikitnya jenis fitoplankton yang hidup disuatu perairan dan jenis fitoplankton yang
mendominasi yang dapat memberikan informasi bahwa ada zat- zat tertentu yang sedang
berlebih yang dapat memberikan gambaran keadaan perairan yang sesungguhnya (Fachrul 2005).
Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian mengenai enumerasi untuk mengetahui
kelimpahan dari fitoplankton diperairan dengan mengetahui jumlah dan jenis serta indeks
diversitas fitoplankton sebagai salah satu penduga produktivitas perairan.
1 Tujuan Praktikum
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Pendugaan Produktivitas Primer dan
Sekunder dengan Enumerasi Fitoplankton dan Zooplankton ini adalah:
1 Untuk mengetahui jumlah dan jenis fitoplakton dan zooplankton.
2 Untuk mengetahui indeks diversitas fitoplankton dan zooplankton sebagai penduga
produktivitas perairan .
3 Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan pendugaan produktivitas perairan.
2
3 Manfaat Praktikum
Manfaat praktikum ini adalah menambah wawasan dan pengetahuan tentang proses
pengukuran atau pendugaan produktivitas perairan dengan metode Enumerasi Plankton,
serta dapat memberikan informasi awal mengenai hubungan nilai kelimpahan atau
diversitas produktivitas primer fitoplankton dengan produktivitas sekunder zoplankton
pada suatu perairan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Enumerasi


Enumerasi adalah suatu perhitungan jumlah mikroba yang terkandung di dalam suatu
sampel (Kawuri dkk 2007). Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi
sel ataupun berat kering sel. Kedua parameter ini tidak selalu sama karena berat kering sel rata-
rata bervariasi pada tahap berlainan dalam pertumbuhan kultur (Pratiwi 2008). Enumerasi
dipergunakan juga untuk menghitung jumlah fitoplankton dan dapat digunakan untuk
menghitung jumlah sel yang masih hidup dari suatu organisme.
2.2 Definisi Fitoplankton
Istilah plankton pertama kali diperkenalkan oleh Victor Hensen tahun 1887, berasal dari bahasa

Yunani yang artinya pengembara (Welch, 1952 in Basmi, 1995). Plankton adalah organisme

renik yang umumnya melayang dalam air, mempunyai kemampuan berenang yang sangat lemah

dan distribusinya dipengaruhi oleh gerakan massa air. Plankton terdiri atas fitoplankton dan

zooplankton. Fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut dalam

laut serta mampu berfotosintesis, dan zooplankton adalah hewan-hewan laut yang planktonic

(Nybakken, 1992).

Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, phyton atau "tanaman" dan planktos, berarti

"pengembara" atau "penghanyut. Fitoplankton adalah komponen autotrof plankton. Autotrof

adalah organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanan sendiri yang merubah

bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia.

Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen. Fitoplakton menurut Arinardi, dkk (1997),

merupakan nama untuk plankton tumbuhan atau plankton nabati. Menurut Boney (1989) biota

fitoplankton adalah tanaman yang diklasifikasikan ke dalam kelas alga. Ukurannya sangat kecil,

tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang paling umum berkisar antara 2 200

mikro meter (1 mikro meter = 0,001 mm).


Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai.

Meskipun ukurannya sangat kecil, namun fitoplankton dapat tumbuh dengan sangat lebat dan

padat sehingga dapat menyebabkan perubahan warna pada perairan. Fitoplankton mempunyai

fungsi penting di perairan, karena bersifat autotrofik, yakni dapat menghasilkan sendiri bahan

organik makanannya. Selain itu, fitoplankton juga mampu melakukan proses fotosintesis untuk

menghasilkan bahan organik karena mengandung klorofil. Karena kemampuannya ini

fitoplankton disebut sebagai primer producer (produsen primer). Energi yang terkandung

didalam fitoplankton dialirkan melalui rantai makanan. Seluruh hewan laut seperti udang, ikan,

cumi cumi sampai ikan paus yang berukuran raksasa bergantung pada fitoplankton baik secara

langsung atau tidak langsung melalui rantai makanan. Fitoplankton dapat dijadikan indikator

biologi yang dapat menentukan kualitas perairan baik melalui pendekatan keragaman spesies

maupun spesies indikator. Fitoplankton sebagai indiator biologis bukan saja menentukan tingkat

kesuburan perairan (fase trofik), tetapi juga fase pencemaran yang terjadi dalam perairan (Basmi,

1988). Menurut Raymont (1981) hubungan antara komunitas fitoplankton dengan produktivitas

perairan adalah positif. Bila kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat juga

diduga perairan tersebut memiliki produktivitas perairan tinggi. Sachlan (1982) membagi algae

menjadi beberapa divisi yaitu : Cyanophyta (alga hijau biru), Chlorophyta (alga hijau),

Chrysophyta (alga kuning), Pyrrophyta (dinoflagellata), Euglenophyta, Phaeophyta (alga coklat),

Rhodhophyta (alga merah).

Menurut Wetzel (2001), keberadaan fitoplankton dalam suatu perairan sangat penting karena :

1. Fitoplankton merupakan organisme autotrof (produsen primer) dan penghasil oksigen dalam

perairan.
2. Fitoplankton merupakan makanan alami zooplankton dan beberapa jenis ikan kecil maupun

dewasa.

3. Fitoplankton yang mati akan tenggelam ke dasar perairan dan akan diuraikan oleh bakteri

menjadi bahan organik.

2.3 Definisi Zooplankton


Zooplankton merupakan produsen sekunder utama di badan air tergenang. Zooplankton
atau plankton hewani merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya
bergantung pada arus. Zooplankton memangsa fitoplankton dimana fitoplankton itu sendiri
memanfaatkan nutrient melalui proses fotosintesis (Kaswadji et al 1993). Zooplankton
sebenarnya termasuk golongan hewan perenang aktif, yang dapat mengadakan migrasi secara
vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi kekuatan berenang mereka adalah sangat kecil jika
dibandingkan dengan kuatnya gerakan arus itu sendiri ( Hutabarat dan Evans 1986).
Berdasarkan siklus hidupnya zooplankton dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
sebagai meroplankton dan holoplankton banyak jenis hewan yang menghabiskan sebagian
hidupnya sebagai plankton, khususnya pada tingkat larva. Plankton kelompok ini disebut
meroplankton atau plankton sementara. Sedangkan holoplankton atau plankton tetap, yaitu biota
yang sepanjang hidupnya sebagai plankton. (Raymont, 1983; Omori dan Ikeda, 1984; Arinardi et
al.,1994, 1996).
Kelimpahan zooplankton dalam suatu badan air selalu berubah dalam skala ruang dan
waktu. Adanya variasi spasial dan temporal ini membuat pendugaan perlu mempertimbangkan
kedua faktor ini. Kelimpahan zooplankton selain berakaitan dengan skala ruang dan waktu juga
dikendalikan oleh beberapa faktor lain, diantaranya keberadaan fitoplankton sebagai sumber
makanan bagi zooplankton, juga dipengaruhi oleh keberadaan pemangsa zooplankton, baik jenis
zooplankton yang berukuran lebih besar, maupun organisme non plankton. Arinardi et al.,
(1994) mengatakan bahwa beberapa filum hewan terwakili di dalam kelompok zooplankton.
Zooplankton terdiri dari beberapa filum hewan antara lain : filum Protozoa, Cnidaria,
Ctenophora, Annelida, Crustacea, Mollusca, Echinodermata, dan Chordata.
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Distribusi Plankton
2.4.1 Faktor fisik
Adapun faktor-faktor fisik yang mempengaruhi distribusi plankton adalah :
1 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu air laut di suatu perairan
dipengaruhi oleh kondisi atmosfer, dan intensitas penyinaran matahari yang
masuk kelaut (Officer, 1976). Selain itu, suhu air laut juga dipengaruhi oleh
faktor geografis dan dinamika arus (Sijabat, 1974). Kenaikan suhu dapat
menurunkan kelarutan oksigen dan meningkatkan toksisitas polutan
(Mulyanto, 1992). Metabolisme yang optimum bagi sebagian besar makhluk
hidup membutuhkan kisaran suhu yang relatif sempit. antara Pengaruh suhu
secara langsung terhadap plankton adalah meningkatkan reaksi kimia sehingga
laju fotosintesis meningkat seiring dengan kenaikan suhu (dari 10 C 20 C).
Pengaruh suhu tidak langsung adalah berkurangnya kelimpahan plankton
akibat suhu semakin menurun dan kerapatan air semakin meningkat seiring
bertambahnya kedalaman perairan (Raymont, 1980).
2 Penetrasi cahaya
Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman
berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan.
Nilai ini sangat penting dalam kaitannya dengan laju fotosintesis. Penetrasi
cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme fotosintetik (fitoplankton)
dan juga penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat
pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu.
3 Oksigen terlarut (DO)
Kondisi oksigen terlarut di perairan dipengaruhi antara lain oleh suhu,
salinitas, pergerakan massa air, tekanan atmosfir, konsentrasi fitoplankton dan
tingkat saturasi oksigen sekelilingnya serta adanya pengadukan massa air oleh
angin. Menurunnya kadar oksigen terlarut antara lain disebabkan pelepasan
oksigen ke udara, aliran air tanah ke dalam perairan, adanya zat besi, reduksi
yang disebabkan oleh desakan gas lainnya dalam air, respirasi biota dan
dekomposisi bahan organik (Nybakken, 1988). Disamping itu plankton juga
memiliki peranan terhadap oksigen terlarut seperti menurunnya kadar oksigen
terlarut pada malam hari karena oksigen terlarut digunakan untuk respirasi dan
bertambahnya oksigen terlarut karena terjadinya proses fotosintesis pada siang
hari. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam jumlah yang sedang akan
menurunkan kegiatan fisiologis mahluk hidup dalam air diantaranya terjadinya
penurunan pada nafsu makan, pertumbuhan dan kecepatan berenang ikan.
Kadar oksigen terlarut di perairan ini mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya kedalaman sampai mencapai oksigen terlarut minimum. Secara
keseluruhan oksigen terlarut di perairan ini relatif homogen dengan nilai
koefisien variasi sebesar 3,91 %. Kondisi oksigen terlarut di perairan ini
dengan kisaran antara 3,81 4,43 ml/l atau 5,44 6,33 mg/l masih dapat
digunakan untuk kepentingan budidaya perikanan karena masih memenuhi
nilai ambang batas oksigen > 5 mg/l atau > 3,57 ml/l (Anonim, 2004).
4 Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan bahan-bahan yang terdapat
dalam perairan. Kekeruhan air dapat disebabkan oleh lumpur, partikel tanah,
serpihan tanaman, dan fitoplankton. Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan
pertumbuhan organisme yang menyesuaikan diri pada air yang jernih menjadi
terhambat dan dapat pula menyebabkan kematian karena mengganggu proses
respirasi (Hutagalung et al., 1997).

2.4.2 Faktor Kimiawi


Adapun faktor-faktor fisik yang mempengaruhi distribusi plankton adalah :
1 pH
Pada umumnya air laut mempunyai nilai pH lebih besar dari 7 yang cenderung
bersifat basa, namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi lebih rendah dari
7 sehingga menjadi bersifat asam. Derajat keasaman suatu perairan merupakan salah
satu parameter kimia yang cukup penting dalam memantau kestabilan perairan.
Perubahan ni lai pH suat u perairan terhadap organisme akuatik mempunyai batasan
tertentu dengan nilai pH yang bervariasi, tergantung pada suhu air laut, konsentrasi
oksigen terlarut dan adanya anion dan kation (Pescod, 1978) . Pada umumnya, nilai
pH dalam suatu perairan berkisar antara 4 9, sedangkan di daerah bakau, nilai pH
dapat menjadi lebih rendah disebabkan kandungan bahan organik yang tinggi.
Menurut Mulyanto (1992), nilai pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar antara 5
9 dan antara 6,5 8,5 (Anoni m, 1988). Hasil pengukuran pH pada perairan ini
memberikan nilai r ata-rata secara keseluruhan antara 7,98-8,20 dengan rata-rata 8,09
0,05. Kondisi nilai pH di perairan ini (7,98-8,20) masih memenuhi nilai ambang
batas baku mutu untuk peruntukan Biota Laut (Budidaya) yaitu 7 8,5 (Anonim,
2004). Secara keseluruhan, pH di perairan ini relatif homogen yang didukung oleh
nilai koefisien variasi yang sangat kecil yaitu 0,67 %.
2 Kandungan berbagai unsure nutrisi
Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia
bahan nutrisi yang paling penting seperti nitrat dan fosfat (Nybakken, 1992). Unsur
N, P, dan S penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi dalam metabolism
karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil, sedangkan Si dan Ca
merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang. Disamping itu
silikat (Si) lebih banyak digunakan oleh diatom dalam pembentukan dinding sel.
Nitrat dan fosfat merupakan unsur hara terpenting untuk pertumbuhan fitoplankton.
Kadar nitrat dan fosfat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton masing-masing
3,9 mg/l 15,5 mg/l dan 0,27 mg/l 5,51 mg/l. Keberadaan nitrat di perairan sangat
dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, dan
pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat
menjadi tinggi sekali dalam air tanah didaerah yang diberi pupuk yang mengandung
nitrat/nitrogen.
Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi berbagai
organisme akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran
energi dari organisme yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronutrien), sehingga
fosfat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme. Peningkatan
konsenstrasi fosfat dalam suatu ekosistem perairan akan meningkat pertumbuhan
algae dan tumbuhan air lainnya secara cepat. Peningkatan yang menyebabkan
terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya anaerob yang
menghasilkan berbagai senyawa toksit misalnya methan, nitrit dan belerang.
Senyawa fosfat di perairan diengaruhi oleh limbah penduduk, industry, dan perairan.
Di daerah pertanian dan persawahan fosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke
dalam sungai drainase dan aliran air hujan.
2.5 Plankton Sebagai Indikator Perairan
Keberadaan organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator terhadap
pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Menurut Nybakken (1992) dan Nontji
(1993) organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran karena habitat,
mobilitas dan umurnya yang relatif lama mendiami suatu wilayah perairan tertentu
(Anonim, 2004). Dampak adanya pencemaran akan mengakibatkan keanekaragaman
spesies menurun (Sastrawijaya, 1991). Pencemaran terhadap organisme perairan
mengakibatkan menurunnya keanekaragaman dan kemelimpahan hayati pada lokasi yang
terkena dampak pembuangan limbah. Plankton mempunyai sifat selalu bergerak dapat
juga dijadikan indicator pencemaran perairan. Plankton akan bergerak mencari tempat
yang sesuai dengan hidupnya apabila terjadi pencemaran yang mengubah kondisi tempat
hidupnya. Dengan demikian terjadi perubahan susunan komunitas organisme di suatu
perairan di mana hal ini dapat dijadikan petunjuk terjadinya pencemaran di perairan.
Dalam hal ini terdapat jenis-jenis plankton yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk
mengetahui hal tersebut sesuai dengan kondisi biologi perairan tersebut (Mulyono, 1992).
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktikum
Praktikum pendugaan produktivitas primer dan sekunder dengan enumerasi
fitoplankton dan zooplankton ini dilaksanakan pada:
Waktu : Senin, Desember 2016
Tempat : Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat Yang Digunuakan
Alat yang digunakan untuk praktikum pendugaan produktivitas primer dan
sekunder dengan enumerasi fitoplankton dan zooplankton adalah sebagai berikut :
1 Plankton net untuk menyaring sampel plankton.
2 Gayung digunakan untuk mengambil sampel air berisi plankton dari badan air.
3 Mikroskop untuk membantu mengidentifikasi plankton yang diamati.
4 Pipet untuk mengambil sampel plankton dari botol sampel dan memindahkan ke
counting chamber.
5 Counting Chamber untuk menempatkan sampel plankton yang akan diidentifikasi
dan dihitung.
6 Cover glass untuk menutup counting chamber dan berfungsi untuk mengurangi
penguapan sampel fitoplankton dari counting chamber.
7 Botol sampel untuk menyimpan sampel plankton.

3.2.2 Bahan Yang Digunakan


Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum, antara lain:
1 Sampel plankton
2 Pengawet sampel (larutan lugol 0,5 % atau formalin 4 %)
3.3 Prosedur Kerja
Pada praktikum Pendugaan Produktivitas Primer dengan Enumerasi Fitoplankton dan
Zooplankton terdapat beberapa prosedur dalam pelaksanaannya, yaitu:
Sampel plankton diambil dari badan air dengan gayung, disaring dengan plankton net
dan dimasukkan ke dalam botol sampel dan diberi larutan pengawet selanjutnya dibawa
ke laboratorium.

Sampel plankton diperiksa dilaboratorium.

Sampel air dimasukkan ke dalam counting chamber dengan menggunakan pipet hingga
penuh (1 ml) lalu ditutup dengan cover glass.Sampel plankton diperiksa
dilaboratorium.

Zooplankton dihitung dengan cara menjumlahkan biomassa dari masing-masing jenis


zooplankton.

Diamati dibawah mikroskop, lalu dicatat jenisnya dan dihitung jumlahnya

Fitoplankton dihitung kelimpahan atau Indeks Diversitasnya dengan Indeks Shannon-


Wiener dan Indeks Diversitas Simpson.

3.4 Analisis Data


3.4.1 Perhitungan Enumerasi Fitoplankton
Untuk menghitung kelimpahan fitoplankton dan zooplankton digunakan persamaan
sebagai berikut :

Kelimpahan = Jumlah seluruh individu yang teridentifikasi x Faktor pengali


Volume terkonsentrasi liter

Faktor pengali = Volume yang dihitung Volume yang disaring

Indeks diversitas yang paling digunakan adala indeks diversitas Shannon-Wiener dan
indeks diversitas Simpson (Krebs, 1972).
Persamaan dari kedua indeks tersebut adalah :
Indeks Diversitas Shannon-Wiener

H = - pi ln pi
Indeks Diversitas Simpson
D = 1 (pi)2

Ket : H = Indeks Diversitas Shannon-Wiener


D = Indeks Diversitas Simpsons
Pi = Proporsi jumlah individu dalam satu species dibagi dengan
jumlah total individu

3.4.2 Perhitungan Enumerasi Zooplankton


Enumerasi zooplankton juga dilakukan dengan cara menghitung secara
langsung jenis dan jumlah pada sampel yang diambil dari badan air. Untuk menghitung
kelimpahan digunakan persamaan sebagai berikut :
Kelimpahan = Jumlah seluruh individu yang teridentifikasi x Faktor pengali
Volume terkonsentrasi liter

Faktor pengali = Volume yang dihitung Volume yang disaring

Indeks diversitas yang paling digunakan adala indeks diversitas Shannon-Wiener dan
indeks diversitas Simpson (Krebs, 1972).

Persamaan dari kedua indeks tersebut adalah :


Indeks Diversitas Shannon-Wiener

H = - pi ln pi
Indeks Diversitas Simpson

D = 1 (pi)2
Ket : H = Indeks Diversitas Shannon-Wiener
D = Indeks Diversitas Simpsons
Pi = Proporsi jumlah individu dalam satu species dibagi dengan
jumlah total individu

Anda mungkin juga menyukai