Anda di halaman 1dari 50

Pengomposan

Dwi Rahayu Pujiastuti


Latar belakang
Recycling nutrients : Daur ulang nutrisi
Land : tanah
Crop : tanaman
Livestock : Hewan atau ternak
Manure : pupuk

Gambar diatas menunjukkan suatu siklus nutrisi, yang menempatkan manure sebagai
rangkaian bagian suatu siklus nutrient dalam sebuah sistem pertanian.
• Penggunaan manure sebagai stabilisator
tanah pertanian melalui suatu proses
degradasi yaitu PENGOMPOSAN.
• Setiap bahan organik/bahan-bahan hayati yang
telah mati akan mengalami proses
dekomposisi atau pelapukan
• Melalui proses dekomposisi terjadi proses daur
ulang unsur hara secara alamiah.
• Hara yang terkandung dalam bahan atau
benda-benda organik yang telah mati, dengan
bantuan mikroba (jasad renik), seperti bakteri
dan jamur, akan terurai menjadi hara yang
lebih sederhana dengan bantuan manusia
maka produk akhirnya adalah KOMPOS
(compost).
• Pengomposan didefinisikan sebagai proses
biokimiawi yang melibatkan jasad renik
sebagai agensia (perantara) yang merombak
bahan organik menjadi bahan yang mirip
dengan humus.
• Hasil perombakan tersebut disebut KOMPOS.
SEJARAH
• Kompos dan pengomposan (composting)
sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu.
• Penggunaan kompos sebagai pupuk telah
dimulai sejak 1000 tahun sebelum Nabi Musa.
Tercatat juga bahwa pada zaman Kerajaan
Babylonia dan kekaisaran China, kompos dan
teknologi pengomposan sudah berkembang
cukup pesat, namun demikian sampai tahun
1925 tidak terjadi perbaikan proses.
• Pada tahun 1925, Sir Albert Howad seorang
agronomis berkebangsaan Inggris yang bekerja di
India mengembangkan sistem pembuatan kompos
yang lebih baik, yang dikenal dengan sebutan
“Indore method”.
• Kompos dibuat dengan cara menumpukkan bahan
organik seperti sampah, kotoran ternak, sludge
limbah rumah tangga, jerami, dan dedaunan yang
disusun selapis demi selapis setinggi 1,5 meter.
• Pada mulanya pembuatan kompos dilakukan
selama 6 bulan melalui proses anaerob.
Setelah ditemukannya metode ini waktu
pengomposan dapat diperpendek menjadi 3
bulan.
MANFAAT KOMPOS
Aspek Ekonomis :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan
penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari
pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran
limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk
penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman
Mengurangi kepekatan dan kepadatan tanah sehingga
memudahkan perkembangan akar dan kemampuannya dalam
penyerapan hara.
2. Meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat
air sehingga tanah dapat menyimpan air lebih lama dan
mencegah terjadinya kekeringan pada tanah.
3. Menahan erosi tanah sehingga mengurangi pencucian hara.
4. Menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan jasad
penghuni tanah seperti cacing dan mikroba tanah yang sangat
berguna bagi kesuburan tanah.
5. Menahan tanaman dari serangan hama penyakit
• Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi 2 tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pengomposan
• Selama tahap awal proses, oksigen dan senyawa yang
mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik.
• Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat.
Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos.
Suhu akan meningkat hingga di atas 5070C.
• Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba
yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi
dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif.
• Setelah sebagian besar bahan telah terurai,
maka suhu akan berangsur angsur mengalami
penurunan.
• Pada saat ini terjadi pematangan kompos
tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat
humus
• Selama proses pengomposan akan terjadi
penyusutan volume maupun biomassa bahan.
Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari
volume
• Pada dasarnya semua bahan organik padat dapat
dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah
tangga, sampah organik pasar/kota, kertas,
kotoran/limbah peternakan, limbah pertanian,
limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah
pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll.
KURVA PROSES PENGOMPOSAN
Faktor yang Memengaruhi Pengomposan

1. Ketersediaan dan Keseimbangan Nutrisi


(Rasio C/N)
• Nisbah karbon dan nitrogen dianggap
sebagai faktor terpenting yang memengaruhi
proses pengomposan.
• Pada awal proses pengomposan, mikroba
membutuhkan karbon sebagai sumber energi
untuk pertumbuhan dan nitrogen untuk
sintesis protein.
• Rasio C/N yang efektif untuk proses
pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
• Nisbah C/N terlalu tinggi akan memperlambat
proses pengomposan karena mikroba
kekurangan N untuk sintesis
• Bila karbon terdapat dalam bentuk yang sulit
didekomposisi oleh bakteri (misalnya kertas,
serat kayu/serbuk gergaji, dan jerami), maka
akan meningkatkan nilai nisbah C/N.
• Nisbah C/N dapat dikurangi melalui penambahan
sumber nitrogen, misalnya limbah ternak.
2. Ukuran Partikel
• Aktivitas mikroba berada diantara
permukaan area dan udara. Permukaan area
yang lebih luas akan meningkatkan kontak
antara mikroba dengan bahan dan proses
dekomposisi akan berjalan lebih cepat.
• Ukuran partikel juga menentukan besarnya
ruang antar bahan (porositas).
• Untuk meningkatkan luas permukaan
dapat dilakukan dengan memperkecil
ukuran partikel bahan tersebut

Dicacah
(ukuran 3-5 cm)
3. Aerasi
• Pengomposan yang cepat dapat terjadi
dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob).
• Aerasi secara alami akan terjadi pada saat
terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan
udara hangat keluar dan udara yang lebih
dingin masuk ke dalam tumpukan kompos.
• Aerasi ditentukan oleh porositas dan
kandungan air bahan (kelembaban).
• Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi
proses anaerob yang akan menghasilkan bau
yang tidak sedap.
• Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam
tumpukan kompos.
4. Porositas
• Porositas adalah ruang diantara partikel di
dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung
dengan mengukur volume rongga dibagi
dengan volume total. Rongga ini akan diisi
oleh air dan udara.
• Udara akan mensuplai oksigen untuk proses
pengomposan. Apabila rongga dipenuhi oleh
air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan
proses pengomposan juga akan terganggu.
5. Kelembaban
• Kelembaban memegang peranan yang
sangat penting dalam proses metabolism
mikroba dan secara tidak langsung
berpengaruh pada suplai oksigen.
• Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan
organik apabila bahan organik tersebut larut
di dalam air. Kelembaban 40- 60 % adalah
kisaran optimum untuk metabolisme
mikroba.
• Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas
mikroba akan mengalami penurunan dan akan
lebih rendah lagi pada kelembaban 15%.
• Apabila kelembaban lebih besar dari 60%,
hara akan tercuci, volume udara berkurang,
akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan
akan terjadi fermentasi anaerobik yang
menimbulkan bau tidak sedap
6. Temperatur
• Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada
hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen.
• Semakin tinggi temperatur akan semakin
banyak konsumsi oksigen dan akan semakin
cepat pula proses dekomposisi.
• Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat
pada tumpukan kompos.
• Temperatur yang berkisar antara 30-60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang
cepat.
• Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya
mikroba thermofilik saja yang akan tetap
bertahan hidup.
• Suhu yang tinggi juga akan membunuh
mikroba patogen tanaman dan benih gulma.
7. pH (Tingkat Keasaman)
• Proses pengomposan dapat terjadi pada
kisaran pH yang lebar.
• pH yang optimum untuk proses
pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5
• pH kotoran ternak umumnya berkisar antara
6,8 hingga 7,4
• Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan
perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu
sendiri.
• Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara
temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan
produksi amonia dari senyawa yang
mengandung nitrogen akan meningkatkan pH
pada fase awal pengomposan.
• pH kompos yang sudah matang biasanya
mendekati netral
8. Kandungan Hara
• Kandungan P dan K juga penting dalam
proses pengomposan dan bisanya terdapat
didalam kompos dari peternakan.
• Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba
selama proses pengomposan.
9. Kandungan bahan berbahaya
• Beberapa bahan organik mungkin
mengandung bahan yang berbahaya bagi
kehidupan mikroba.
• Logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr
adalah beberapa bahan yang termasuk
kategori ini.
• Logam berat akan mengalami imobilisasi
selama proses pengomposan.
10. Penambahan Mikroba yang Bermanfaat Bagi
Tanaman
• Kompos dapat diperkaya dengan menambahkan
mikroba yang bermanfaat bagi tanaman.
• Mikroba tanah banyak yang berperan di dalam
penyediaan maupaun penyerapan unsur hara bagi
tanaman.
• Mikroba yang dapat ditambahkan antara lain:
Rhizobium sp (hidup di dalam bintil akar tanaman
kacangkacangan), Mikroba penambat N
nonsimbiotik misalnya: Azospirillum sp dan
Azotobacter sp.
• Kelompok mikroba lain yang juga berperan
dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza
(ektomikoriza dan Endomikoriza)
• Ektomikoriza seringkali ditemukan pada
tanaman keras/berkayu,sedangkan
endomikoriza ditemukan pada banyak
tanaman, baik tanaman berkayu atau bukan.
• Beberapa mikroba tanah juga mampu
menyediakan P bagi tanaman dan
menghasilkan hormon tanaman yang dapat
merangsang pertumbuhan tanaman.
• Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan
diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan
tumbuh lebih cepat atau lebih besar.
Kelompok mikroba yang mampu melarutkan P
yang terikat dalam tanah dan menghasilkan
hormon tumbuh bagi tanaman, antara lain:
Pseudomonas sp, dan Bacillus sp. dll.
MIKROBA DALAM PENGOMPOSAN
• Mikroba yang terlibat dalam pengomposan
adalah bakteri, jamur, dan actinomycetes
• Selama proses pengomposan berlangsung
secara aerob, terjadi perubahan populasi
mikroba baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif.
• Pada tahap awal pengomposan, jamur dan
bakteri mesofilik berperan dalam proses
dekomposisi dan mengakibatkan kenaikan suhu.
• Ketika suhu mencapai di atas 40oC, mikroba
tersebut digantikan oleh bakteri, jamur, dan
actinomycetes termofilik.
• Pada suhu di atas 65oC muncul bakteri
pembentuk spora yang mengurangi aktivitas
mikrobia dan menurunkan suhu. Bila suhu
turun lagi menjadi di bawah 40oC, bakteri dan
jamur mesofilik muncul kembali.
Organisme yang terlibat dalam proses
pengomposan
Kelompok Organisme Jumlah/gr kompos
Organisme
Mikroflora Bakteri;
109 - 109; 105 108; 104
Actinomicetes;
- 106
Kapang
Mikrofanuna Protozoa 104 - 105

Makroflora Jamur tingkat tinggi

Cacing tanah, rayap,


Makrofauna
semut, kutu, dll
METODE PENGOMPOSAN
1. Metode Indore
2. Metode Heap
3. Metode Bangalore
4. Metode Berkeley
5. Vermikompos
TEMPAT PENGOMPOSAN
• Sebidang tempat beralas tanah, ternaungi agar
kompos tidak terkena sinar matahari dan air hujan
secara langsung.
• Pengomposan sebaiknya dilakukan di dekat kebun
yang akan diaplikasi kompos atau di dekat sumber
bahan baku yang akan dibuat kompos.
• Pemilihan lokasi ini akan menghemat biaya
transportasi dan biaya tenaga kerja. Lokasi juga dipilih
dekat dengan sumber air. Karena apabila jauh dengan
sumber air akan menyulitkan proses pengomposan.
KEMATANGAN KOMPOS
• Untuk mengetahui tingkat kematangan
kompos terdapat beberapa parameter yang
dapat dilakukan dengan cara mengamati dan
melalui pengujian di Laboratorium.
1. Dicium/dibau
• Kompos yang sudah matang berbau seperti
tanah dan harum, meskipun kompos berasal
dari sampah kota.
• Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap
berarti terjadi fermentasi anaerob dan
menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang
mungkin berbahaya bagi tanaman.
• Apabila kompos masih berbau seperti bahan
mentahnya berarti kompos belum matang
2. Warna kompos
• Warna kompos yang sudah matang adalah
cokelat kehitam-hitaman.
• Apabila kompos masih berwarna hijau atau
warnanya mirip dengan bahan mentahnya
berarti kompos tersebut belum matang.
3. Penyusutan
• Terjadi penyusutan volume/bobot kompos
seiring dengan kematangan kompos.
• Besarnya penyusutan tergantung pada
karakteristik bahan mentah dan tingkat
kematangan kompos.
• Penyusutan berkisar antara 20-40%.
• Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit,
kemungkinan proses pengomposan belum
selesai dan kompos belum matang.
4. Tes kantong Plastik
• Contoh kompos diambil dari bagian dalam
tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke
dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan
disimpan di dalam suhu ruang selama kurang
lebih satu minggu.
• Apabila setelah satu minggu kompos tidak
berubah bentuk (tidak meggumpal), tidak
berbau atau berbau seperti tanah berarti
kompos sudah matang.
5. Tes Perkecambahan
• Contoh kompos diletakkan di dalam bak kecil atau beberapa
pot kecil. Letakkan beberapa benih (3-4 biji). Jumlah benih
harus sama.
• Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih
di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup
dengan kaca/plastik bening.
• Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5
atau ke-7 benih yang berkecambah dihitung. Bandingkan
jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas
kapas basah.
• Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya
benih yang berkecambah.
6. Suhu
• Suhu kompos yang matang mendekati suhu
awal pengomposan atau suhu kamar.
• Suhu kompos yang masih tinggi atau di atas
50oC menandakan bahwa proses degradasi
masih berlangsung aktif.
7. Kandungan Air Kompos
• Kompos yang sudah matang memiliki kandungan air
kurang lebih 55-65%. Cara mengukur kandungan air
kompos adalah sebagai berikut :
• Ambil sampel kompos dan ditimbang
• Kompos dikeringkan di dalam oven hingga beratnya
konstan, kemudian kompos ditimbang kembali.
• Kandungan air kompos dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
• Kandungan air = Berat basah-berat kering x 100%
Berat basah
Standar Kualitas Kompos (SNI 1970302004)
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1 Kadar Air % - 50
2 Temperatur o
C suhu air tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau berbau tanah
5 Ukuran partikel Mm 0,55 25
6 Kemampuan ikat air % 58 -
7 pH - 6,8 7,49
8 Bahan asing % * 1,5
Unsur makro
9 Bahan organik % 27 58
10 Nitrogen % 0,40 -
11 Karbon % 9,80 32
12 Phosfor (P2O5) % 0.1 -
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
14 Kalium (K2O) % 0 *
Unsur mikro
15 Arsen mg/kg * 13
16 Kadmium (Cd) mg/kg * 3
17 Kobal (Co ) mg/kg * 34
18 Kromium (Cr) mg/kg * 210
19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100
20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,8
21 Nikel (Ni) mg/kg * 62
22 Timbal (Pb) mg/kg * 150
23 Selenium (Se) mg/kg * 2
24 Seng (Zn) mg/kg * 500
Unsur lain
No Parameter Satuan Minimum Maksimum

25 Kalsium % * 25,5
26 Magnesium % * 0,6
27 Besi % * 2
28 Alumunium % * 2,2
29 Mangan % * 0.1
Bakteri
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp. MPN/4 gr 3

Keterangan : * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari
maksimum

Anda mungkin juga menyukai