Anda di halaman 1dari 37

Daftar Isi

Daftar Isi................................................................................................. 1
BAB I....................................................................................................... 2
PENDAHULUAN....................................................................................... 2
BAB II...................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 6
BAB III................................................................................................... 17
METODE PERCOBAAN...........................................................................17
BAB IV.................................................................................................. 23
HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................23
BAB V................................................................................................... 35
PENUTUP.............................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 36
LAMPIRAN............................................................................................. 37
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, banyak sekali orang – orang yang membudidaya tanaman hias
dan sektor pertanian yang sangat luas di Indonesia. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan tanaman dan hasil pertanian yang baik, kita harus memberi unsur –
unsur yang diperlukan tanaman. Salah satunya adalah pupuk. Pupuk dibedakan
menjadi dua, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik.
Pupuk organik salah satunya adalah kompos. Kompos adalah bahan –
bahan organik yang telah mengalami pelapukan karena adanya interaksi antara
mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Kompos banyak sekali macamnya,
kami akan membahas salah satunya mengenai kompos kotoran hewan yang
dicampur dengan dedaunan.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut
agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran
bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan
penambahan aktivator pengomposan.
Sampah-sampah organik termasuk daun- daun yang sudah tua ternyata
memiliki nilai lebih dan bisa berguna. Salah satu pemanfaatan daun yang sudah
tua adalah untuk pembuatan kompos. Kompos adalah pupuk yang berasal dari
bahan-bahan alamiah atau organik dan tentunya bersifat ramah lingkungan.
Selama ini, banyak para petani yang menggunakan pupuk buatan. Salah satu
alasan penggunaan pupuk buatan tersebut adalah karena praktis. Pemakaian pupuk
buatan tersebut bisa mengurangi unsur hara yang dimiliki tanah bahkan
menghilangkan kesuburan tanah. Ternyata masih banyak orang yang belum
mengetahui akan kerugian pupuk buatan dibalik keuntungan sesaat yang
diberikan. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan yaitu dengan pemanfaatan
daun- daun yang sudah tua dan berguguran untuk dijadikan kompos atau pupuk
alamiah.

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 2


Daun-daun yang sudah tua dan berguguran sebaiknya tidak dibuang begitu
saja ditempat pembuangan akhir. Pemanfaatan lebih lanjut harus dilakukan untuk
mengurangi masalah timbunan sampah. Salah satu pemanfaatan daun yang sudah
tua adalah dengan menyulapnya kembali menjadi sesuatu yang berguna yaitu
kompos.
Kompos seperti multivitamin untuk tanah pertanian, kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu
tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang
dapat merangsang pertumbuhan tanaman.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil
panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Dari alam untuk alam, daun yang bersifat alamiah pada akhirnya juga akan
dikembalikan lagi ke dalam habitat aslinya, yaitu pupuk kompos. Tanah akan
lebih menerima sesuatu yang bersifat alami dibandingkan dengan sesuatu yang
non alami.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana cara membuat kompos dengan efisien?
2. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi pembuatan kompos ?

C. Tujuan
Dalam rangka memenuhi tugas praktikum mata kuliah Teknik Pengelolaan
Lingkungan Industri, kami melakukan pembuatan Pupuk kompos. Adapun tujuan
penulisan yang menjadi acuan kami untuk membuat laporan hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut;
1. Mengetahui bagaimana peranan dari mikroorganisme dalam proses
pembuatan pupuk kompos.

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 3


2. Mengetahui bagaimana proses pembuatan pupuk kompos.
Selain untuk media latihan dan tugas kami, kami juga berharap agar
makalah ini berguna bagi masyarakat serta bagi pembaca. Kami menyusun
makalah ini sedemikian rupa sehingga para pembaca mudah untuk memahami dan
mempraktekkan membuat kompos.

D. Manfaat pembuatan kompos

Hasil penulisan laporan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat,


baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, diharapkan hasil dari
penelitian ini dapat memberikan kontribusi teori bagi penulisan laporan hasil
penelitian yang lain dan sejenis dengan judul laporan hasil penelitian ini.

Secara praktis, hasil penulisan makalah ini diharapkan juga dapat bermanfaat
sebagai berikut :

1. Menjadi bahan masukan berbagai pihak dalam menganalisis peranan


mikroorganisme dalam proses pembuatan pupuk kompos..

2. Menjadi sumber acuan bagi masyarakat atau siapapun yang hendak


melakukan penulisan makalah dan ada kaitannya dengan pengaruh
peranan mikroorganisme dalam proses pembuatan pupuk kompos serta
bagaimana proses pembuatan pupuk kompos baik secara konvensional
maupun menggunakan komposter.

E. Ruang Lingkup

Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada penelitian atau makalah ini ,
perlu mengidentifikasi beberapa masalah berikut :

1. Dasar – dasar pembuatan kompos

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 4


2. Penggunaan teknologi dalam pengomposan dan cara mempercepat
proses pengomposan

3. Kegunaan kompos dalam 3 aspek ( ekonomi , lingkungan dan tanah)

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 5


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kompos

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran


bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah
mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk
lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang,
pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan (Crawford, 2003).

Menurut Outerbridge (1991), proses pembuatan kompos membutuhkan


bahan organik tidak stabil seperti ekskreta ayam, oksigen, air, dan
mikroorganisme. Mikroorganisme mengambil air, oksigen dari udara, dan
makanan dari bahan organik. Mikroorganisme selanjutnya melepaskan
karbondioksida (CO2), air, dan energi, yang selanjutnya berkembang biak dan
akhirnya mati. Sebagian dari energi yang dilepaskan tersebut digunakan untuk
pertumbuhan dan gerakan, sisanya dibebaskan sebagai panas. Akibatnya,
setumpuk bahan kompos melewati tahap-tahapa penghangatan, temperatur
puncak, pendinginan, dan pematangan.

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang


granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air.
Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas
mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu
seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 6


meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh
tanaman (Gaur, 1980).

Menurut Richard (2005), mikroorganisme yang bekerja pada proses


pengomposan adalah jamur, bakteri, dan actinomycetes. Pada kondisi optimal
tumpukan kompos akan mencapai temperatur sekitar 50 sampai 65°C (120 sampai
150°F), yang disebabkan oleh proses panas metabolisme mikroorganisme dan
panas ini dapat menjadi indikator bahwa proses pembuatan kompos berjalan
sempurna. Dalam proses ini terjadi proses kimiawi dimana pertumbuhan
mikroorganisme memerlukan campuran nutrien yang benar terutama campuran
karbon dan nitrogen.
Bentuk fisik bahan kompos berupa ukuran partikel dan kadar airnya sangat
berpengaruh pada proses pembentukan kompos dan juga panas yang dapat
dihasilkan selama proses dekomposisi berlangsung. Beberapa faktor penting yang
harus diperhatikan dalam proses pembuatan kompos, antara lain : kadar air bahan,
temperatur saat pengomposan, pH, bau yang ditimbulkan (odor), keberadaan jasad
renik dalam bahan yang dikomposkan (bakteri, cacing, jamur), padatan bahan
kompos (volatile solids) (Richard, 2005).

B. Manfaat Kompos

Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan


meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu
tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang
dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui
dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 7


Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil
panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek :

• Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

• Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

• Aspek bagi tanah/tanaman :


1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas serap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

C. Bahan-Bahan Pembuatan Kompos

Serbuk gergaji
Serbuk gergaji memiliki kandungan air kering sampai sedang. Sebagai
bahan baku kompos serbuk gergaji bernilai sedang hingga baik walau tidak
seluruh komponen bahan dirombak dengan sempurna. Serbuk gergaji ada yang
berasal dari kayu lunak dan ada pula kayu keras. Kekerasan jenis kayu
menentukan lamanya proses pengomposan karena kandungan lignin didalamnya.

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 8


Kualitas serbuk gergaji tergantung pada macam kayu, asal daerah penanaman, dan
umur kayu. Makin halus ukuran partikel serbuk gergaji makin baik daya serap air
dan bau yang dimilikinya. Unsur hara serbuk gergaji yaitu C : 50%, N : 0,25%, P :
0,20%, K : 0%, C/N : 200 (Mindawati dkk, 1998).

Molasses
Molasses atau yang lebih dikenal dengan tetes tebu adalah hasil samping
dari hasil pembuatan gula tebu. Molasses merupakan media fermentasi yang baik,
karena masih mengandung kadar gula sekitar 48 sampai 50% (Migo et al., 1993).
Tetes tebu dapat digunakan sebagai pupuk atau untuk pembuatan ragi
(Wardiyono, 2007).

Mikroorganisme
Pusat dari proses pengomposan adalah mikroorganisme dan kemampuan
mikroorganisme dalam mendekomposisi. Populasi mikroorganisme selama
berlangsungnya perombakan senyawa organik akan terus berubah. Penambahan
kultur mikroorganisme khusus diharapkan dapat meningkatkan laju dekomposisi
senyawa organik (Sylvia et al., 2005; Outerbridge, 1991).
Effective Microorganism (EM) adalah kultur campuran dari
mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian
besar mengandung mikroorganisme Lactobacillus sp. bakteri penghasil asam
laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri fotosintetik Streptomyces sp. dan ragi.
EM mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik sehingga
sangat bagus digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau
kotoran hewan, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan
aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen (Anonimus, 2007).

Abu
Abu ditambahkan dalam pengomposan untuk menetralisasi keasaman.
Kapur juga mengandung Ca, K, dan Mg dalam kompos yang dibuat (Rosmarkam
& Yuwono, 2002).

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 9


Kapur
Kapur dapat ditambahkan untuk meningkatkan metabolisme
mikroorganisme. Kapur dapat melapisi permukaan substrat organik dengan suatu
film partikel koloid yang membantu menahan air pada permukaan, sehingga
membantu cara kerja mikroorganisme dalam mendekomposisi substrat
(Outerbridge, 1991).

D. Proses Dasar Pembuatan Kompos


Proses pengomposan berdasarkan suhu lingkungan dapat dibagi menjadi
empat tahap I atau tahap mesofil, tahap ke II atau tahap termofil, tahap ke III atau
tahap pendinginan, dan tahap ke IV atau tahap pemasakan (Palmisano dan Barlaz,
1996).
Menurut Triatmojo (2002) pada tahap I (tahap mesofil) yaitu masa kompos
mendekati suhu lingkungan yaitu 20 sampai 40ºC. Pada tahap ini terbentuk asam-
asam organik yang diikuti penurunan pH sekitar 5 sampai 6. Perkembangan
mikroorganisme menyebabkan suhu meningkat dengan cepat lebih dari 40ºC dan
mulailah tahap termofil. Populasi pergantian mikroorganisme selama proses
pengomposan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pergantian populasi mikroorganisme selama proses pengomposan
Organisme Tahap Tahap Tahap Jumlah Spesies
Mesofil Termofil Pendinginan yang Ada
(CFU g-1 Massa Kering)
Bacteria
 Mesofil 108 106 1011 6
 104 109 107 1
Termofil
Actinomycetes
 104 108 105 14
Termofil
Jamur
 Mesofil 106 103 105 18
 103 107 106 16
Termofil

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 10


Sumber : Sylvia et al. (2005).
Tahap II (tahap termofil) terjadi peningkatan suhu kompos lebih dari 40ºC
yaitu suhu antara 50 sampai 70ºC. Terjadi penurunan populasi mikroorganisme
mesofil yang akan digantikan mikroorganisme termofil. Pada tahap ini terjadi
degradasi bahan organik menjadi lebih intensif hingga menyebabkan peningkatan
pH sekitar 7 sampai 9 (Triatmojo, 2002). Peningkatan suhu termofil dapat dicapai
bila pasokan udara dalam timbunan kompos cukup.
Tahap III atau tahap pendinginan merupakan tahap stabilisasi limbah dan
mineralisasi. Suhu mengalami penurunan dibawah 40ºC yang menyebabkan
aktivitas mikroorganisme termofil digantikan oleh mikroorganisme mesofil. Suhu
akan terus menurun hingga mendekati suhu lingkungan 30ºC dan pH akan sedikit
turun.
Tahap IV atau tahap pemasakan merupakan tahap akhir pemanasan,
sehingga laju rekasi perubahan senyawa kimia dan fisika terjadi secara lambat.
Mikroorganisme yang berperan dalam tahap pemasakan masih bersifat anaerobik
yang berpengaruh pada hasil fermentasi, seperti reduksi senyawa nitrogen dan
sulfur yang menghasilkan gas amoniak, asam lemak, dan hidrogen sulfida
(memproduksi bau tidak sedap pada kompos tahap pemasakan). Senyawa antara
pada tahap pemasakan juga dapat mengganggu aktivitas perkecambahan benih
dan tanaman, seperti asam asetat dan senyawa fenolik (Sylvia et al., 2005).
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan.
Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

E. Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Kompos


Rasio C/N
Menurut Outerbridge (1991), proses pembuatan kompos kompos
tergantung pada kerja mikroorganisme yang memerlukan sumber karbon untuk
mendapatkan energi dan bahan bagi sel-sel baru, bersama dengan pasokan
nitrogen untuk protein sel. Nitrogen merupakan unsur hara paling penting.

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 11


Perbandingan karbon dan nitrogen (C/N) berkisar antara 25-35 : 1. Jika
perbandingan jauh lebih tinggi, proses metabolisme membutuhkan waktu lama
sebelum karbon dioksidasi menjadi karbon dioksida, sedangkan jika perbandingan
lebih kecil, maka nitrogen yang merupakan komponen penting pada kompos akan
dibebaskan sebagai amonia.

Ukuran Partikel
Menurut Sylvia et al. (2005), ukuran partikel berperan dalam pergerakan
oksigen ke dalam tumpukan kompos (melalui pengaruh porositas), akses
mikroorganisme dan enzim untuk substrat. Partikel ukuran besar mendifusikan
oksigen akibat rata-rata pori besar. Namun, partikel yang lebih besar juga
meminimalkan permukaan spesifik dari substrat, yang merupakan rasio luas
permukaan dengan volume, sehingga sebagian besar substrat tidak terakses pada
mikroorganisme atau enzim mereka. Pengomposan yang efisien membutuhkan
akses terhadap oksigen dan nutrien di partikel.

Aerasi
Sistem pengomposan bertujuan untuk mempertahankan kondisi aerob
selama proses. Pengomposan pada kondisi aerob meningkatkan laju dekomposisi,
sehingga terjadi peningkatan temperatur. Apabila aerasi tidak terhambat, maka
tidak dihasilkan bau tidak sedap (Holmes, 1983).
Menurut Outerbridge (1991), tidak adanya udara (kondisi anaerobik) akan
menimbulkan perkembangbiakan berbagai macam mikroorganisme yang
menyebabkan pengawetan keasaman dan pembusukan tumpukan yang
menimbulkan bau busuk. Aerasi diperoleh melalui gerakan alami dari udara ke
dalam tumpukan kompos, dengan membolak-balik.

Kelembaban (moisture content)


Kelembaban merupakan faktor utama dalam pengomposan aerob.
Kelembaban dibawah 20 % menyebabkan pengomposan terhenti. Jika
kelembaban diatas 55 %, air akan mulai mengisi ruang antara bahan,

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 12


menyebabkan pengurangan jumlah oksigen dan terbentuk kondisi anaerob,
sehingga temperatur menurun dan menimbulkan bau tidak sedap (Holmes, 1981).
Temperatur/suhu
Ketika bahan organik yang dikumpulkan menjadi satu untuk
pengomposan, sebagian energi yang dilepaskan oleh penguraian bahan dibebaskan
sebagai panas, dan menyebabkan kenaikan suhu. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak oksigen (kondisi aerasi dan air) dan meningkatkan proses
dekomposisi. Suhu 55 sampai 60 °C dapat membunuh hampir semua gulma dan
patogen (Outerbridge, 1991).

pH
pH digunakan untuk mengevaluasi hasil metabolisme mikroorganisme di
lingkungan. pH kompos bervariasi dengan waktu selama proses pengomposan dan
digunakan sebagai indikator dekomposisi dalam massa kompos. pH awal bahan
pengomposan sekitar 5,0 sampai 7,0. Setelah tiga hari pengomposan, pH menurun
menjadi 5,0 atau kurang karena hasil penguraiannya adalah asam organik
sederhana dan kemudian meningkat sekitar 8,5 sebagai akibat sisa dari proses
aerob (protein diuraikan dan amonia dilepaskan). Pengomposan pada kondisi
anaerob menyebabkan pH turun sekitar 4,5 (Holmes, 1981; Outerbridge, 1991).

Kandungan Hara
Ekskreta ayam merupakan hasil sampingan dari limbah peternakan yang
memiliki kandungan P dan K. Selain unsur makro, ekskreta juga memiliki unsur
mikro seperti Ca, Mg, Cu, Mn, dan S (Adianto, 1993).

Lama pengomposan
Menurut Outerbridge (1991), kecepatan kemajuan pengomposan ke arah
produk akhir yang matang tergantung pada beberapa faktor proses, seperti
pasokan unsur hara (rasio C/N bahan), ukuran partikel, kelembaban, aerasi, pH,
suhu, dan aditif (penambahan aktivator biologi/inokulan). Kompos matang dapat
selesai dalam waktu 8 sampai 16 minggu.

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 13


Mikroorganisme
Menurut Outerbridge (1991), pengomposan timbul dari kegiatan
mikroorganisme. Mikroorganisme berkembangbiak dengan sangat cepat, dan
dalam beberapa hari jumlah mereka dapat mencapai titik maksimum yang
dimungkinkan oleh kondisi lingkungan dalam tumpukan kompos.
Mikroorganisme yang umum terdapat pada kompos dapat dilihat pada Tabel 2.
Mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan, seperti bakteri
mendominasi semua tahap proses; jamur sering muncul setelah satu minggu; dan
aktinomisetes membantu selama masa akhir (pemasakan).

Tabel 2. Mikroorganisme umum pada kompos


Jenis Mikroorganisme Bakteri Fungi
Mesofil
Pseudomonas spp. Alternaria spp.
Achromobacter spp. Cladosporium spp.
Bacillus spp. Aspergillus spp.
Flavobacterium spp. Mucor spp.
Clostridium spp. Humicola spp.
Streptomyces spp. Penicillium spp.
Termofil
Bacillus spp. Aspergillus fumigatus
Streptomyces spp. Mucor pusillus
Thermoactinomyces Chaetomium
spp. thermophile
Thermus spp. Humicola lanuginosa
Thermomonospora spp. Absidia ramosa
Microployspora spp. Sporotrichum
thermophile
Torula thermophile
(yeast)
Thermoascus
aurantiacus
Sumber : Sylvia et al. (2005)

F. Ciri-ciri Kompos Matang

Kompos yang sudah masak memiliki warna coklat kehitaman, tekstur


remah, dan kadar air 50% (Derikx et al., 1990; Rosmarkam & Yuwono, 2002;

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 14


McKinley & Vestal, 1985). Standar rasio C/N kompos yaitu antara 10 sampai 20
(SNI, 2004). Menurut Sylvia et al. (2005), kompos matang yang berasal dari
ekskreta ayam memiliki kandungan nitrogen 4,5 %; fosfor 0,8 %; kalium 0,7 %;
kalsium 1,8 %; magnesium 0,4 %, dan rasio C/N 7.

G. Kualitas Kimia Kompos

Kemasakkan kompos dapat ditentukan secara kimiawi, yaitu berdasar


rasio C/N, kapasitas tukar kation, N anorganik dan tingkat kelembaban bahan
organik. Faktor lain yang menentukan mutu kompos adalah kandungan bahan
organik, kadar air, kandungan bahan penyusunnya, banyaknya patogen (bibit
penyakit), pH, tingkat kemasakan, ukuran partikel dan bau (Zucconi dan Bertoldi
1987, cit Triatmojo 2002).
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), kualitas kimia kompos
berpengaruh terhadap kesuburan tanah, antara lain :

a. Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman


yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak
tentu dan relatif kecil.

b. Bahan organik akan memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah


menjadi ringan untuk diolah, dan mudah ditembus akar.

c. Bahan organik dapat mempermudah pengolahan tanah-tanah berat.

d. Bahan organik meningkatkan daya menahan air (water holding capasity),


sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih
baanyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga..

e. Bahan organik membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik,


menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar (pasiran) dan
meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut
(lempungan).

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 15


f. Bahan organik meningkatkan KPK (kapasitas pertukaran kation), sehingga
kemampuan mengikat ion menjadi lebih tinggi. Akibatnya, jika tanah yang
dipupuk dengan bahan organik dengan dosis tinggi, harra tanaman tidak
mudah tercuci.

g. Bahan organik memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat


tinggi maupun tingkat rendah) menjadi lebih baik karena ketersediaan
makanan lebih terjamin.

h. Bahan organik dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity)


terhadap goncangan perubahan drastis sifat tanah.

i. Bahan organik mengandung mikroorganisme dalam jumlah cukup yang


berperan dalam dekomposisi bahan organik.

Menurut SNI (2004) standar kualitas kompos yang baik untuk kadar air
maksimal sebesar 50%, bahan organik minimal 27%, C organik minimal 9,8%, N
total minimal 0,04%, K total minimal 0,2% dan rasio C/N minimal sebesar 10 dan
maksimal 20. Haga (1998) cit Triatmojo (2002) menyatakan bahwa diharapkan
kompos memiliki kandungan N lebih dari 1,2%, P 2O5 lebih dari 0,5% dan K2O
lebih dari 0,3%. Menurut Sarwono dan Arianto (2006), kompos yang baik
mengandung 0,79% N; 1,28% P2O5; 0,88% K2O; 1,74% CaO; 0,45% MgO; dan
22,53% C-organik.

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 16


BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat

 Pembuatan Kompos

- Waktu : 5 Minggu

terhitung sejak tanggal 04 April - 07 Mei 2013

- Tempat : Halaman belakang IPAL AKA Bogor

 Pengukuran Kadar C-Organik, N-Total, dan pH Kompos


- Tempat : Lab terapan II AKA Bogor
- Waktu : 09 April 2013

B. Bahan – bahan yang digunakan

 Pupuk kandang
 Sampah daun hijau dan cokelat (sampah Pasar)

 Air

 Serbuk gergaji

 Bakteri promi

C. Alat yang digunakan

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 17


 Cangkul

 Terpal

 Pisau

 Ember

 Tongkat pengaduk

 Plastik penutup

 Drum kecil

D. Pembuatan Kompos

Pembuatan kompos dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

1. Disiapkan 5 kg sampah kebun dengan perbandingan antara


sampah coklat dan sampah hijau yaitu 2:1.

2. Sampah tersebut dipotong/dicacah sampai berukuran ± 5 cm agar


udara dapat leluasa bergerak disela-sela sampah organik tersebut.

3. Sampah coklat dan sampah hijau tersebut dicampur sampai


merata diatas terpal.

4. 0,5 kg (10% total) serbuk gergaji dan 0,5 kg pupuk kandang


ditimbang

5. Kedalam campuran sampah organik tersebut ditambahkan serbuk


gergaji dan dicampurkan hingga merata(homogen)

6. Pupuk kandang yang telah ditimbang tadi juga dicampurkan


hingga merata

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 18


7. Bakteri Promi ditambahkan pada campuran tersebut, campuran
juga ditambahkan sedikit air sampai terasa lembab lalu
dihomogenkan kembali dengan cara pengadukan

8. Setelah semua bahan tercampur merata/homogen, masukan ke


dalam drum kecil yang telah tersedia dan tutup rapat. Kemudian
simpan di tempat yang aman.

9. Suhu dan ketinggian kompos diukur

10. Kompos dibiarkan selama ± 7 minggu sebelum panen kompos


dan dicek pH, Suhu dan penurunan ketinggiannya setiap satu
minggu sekali.

E. Pengecekan Kompos

• Pengecekan pH

Pengecekan pH dilakukan untuk mengetahui kondisi kompos


karena mikroba pada pengomposan bekerja pada pH 5,5 – 8. pH
kompos diukur dengan cara:

1. Terpal dibuka sedikit lalu diambil sejumlah contoh dari 3 titik dan
dimasukkan ke kantung plastik

2. Contoh ditimbang ± 5 gram dengan neraca analitik pada erlenmeyer

3. Contoh tersebut dimasukkan erlenmeyer dan ditambahkan 100 mL


aquadest

4. Erlenmeyer tersebut ditutup rapat dengan aluminium foil

5. Contoh di-shaker selama 5 menit pada kecepatan 120 rpm

6. Ekstrak tersebut disaring dengan kertas saring dan filtrate ditampung


pada gelas piala

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 19


7. Filtrat diukur pH-nya dengan pH meter yang sudah terkalibrasi

8. Hasil dicatat

9. Terpal ditutup rapat kembali

• Pengecekan Suhu

Pengomposan terjadi pada Suhu mesophilic (10 °C – 40 °C) dan


thermophilic (diatas 42 °C) biasanya dilakukan pada Suhu 43 °C – 65
°C sebagai suhu yang optimal dalam proses pengomposan. Suhu
thermophilic lebih disukai dalam pengomposan karena membunuh
lebih banyak patogen, kecambah dan larva lalat. Dalam beberapa
proses pengomposan, suhu dapat saja melebihi 70 °C, karena dampak
dari dinding yang tidak dapat menghantar panas (insulation) ketika
sedang berjalannya kegiatan mikrobiologi. Pada suhu ini banyak
mikroba mati dan proses pengomposan dapat berhenti, kemudian suhu
turun hingga mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang kembali.

Cara pengukuran suhu kompos sebagai berikut:

1. Terpal dibuka sedikit lalu masukkan termometer kedalam kompos

2. Didiamkan beberapa saat sampai stabil(tidak ada


kenaikan/penurunan pembacaan pada termometer)

3. Hasil dicatat

4. Lakukan pengecekan suhu pada tiga titik.

5. Terpal ditutup rapat kembali

• Pengecekan Ketinggian

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 20


Kompos dinyatakan berhasil/efisien jika terjadi penurunan
ketinggian. untuk mengetahui penurunan ketinggian kompos dilakukan
dengan mengukur dengan meteran dari bagian dalam peralon besar.

- Gunakan penggaris atau alat meteran untuk mengukur kedalaman


kompos
- Ukur kedalaman kompos dari awal permukaan tumpukan kompos
hingga terjadi penyusutan pada permukaan kompos selama peoses
pembuatan kompos.

- Lakukan pemantauan seminggu sekali selama proses pembuatan


kompos berlangsung

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pengecekan kompos secara


berkala:

• Tidak ada panas yang timbul

Hal ini disebabkan Oksigen, bahan nitrogen dan


kelembaban yang tidak cukup, oleh karena itu yang harus
dilakukan adalah menambahkan sumber kaya nitrogen seperti
kotoran hewan dan potongan rumput, aduk komposnya dan siram
dengan air sehingga lembab

• Daun daun lengket, rumput tidak terurai

Hal ini disebabkan aliran udara yang tidak cukup dan atau
kurang lembab, yang perlu dilakukan adalah menghindari lapisan
tebal yang hanya terdiri dari satu jenis material, campurkan
dengan jenis material yang lain dan aduk hingga rata. Material
yang tidak terurai di hancurkan atau dicacah kecil kecil

• Komposnya berbau seperti mentega asam tahu telur busuk

Hal ini disebabkan kekurangan oksigen atau tumpukan


kompos terlalu basah atau terlalu padat, yang perlu dilakukan

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 21


adalah Aduk tumpukan komposnya sehingga dapat dialiri udara
dan bernafas lega, lalu dpat juga ditambahkan bahan-bahan kering
yang kasar, seperti daun-daun kering untuk menyerap air. Jika
sangat bau, bahan kering ditambahkan diatasnya dan tunggu
sampai agak kering sedikit, baru diaduk.

• Komposnya berbau seperti ammonia

Hal ini disebabkan tidak cukupnya bahan karbon dalam


kompos. Yang perlu dilakukan adalah menambahkan bahan
carbon seperti serbuk gergaji, sekam padi, daun-daunan dsb

F. Panen Kompos

Setelah beberapa minggu melakukan pengomposan, kompos dapat


dipanen agar dapat dimanfaatkan hasilnya. Adapun tatacara panen
kompos yaitu :

1. Ikatan pada terpal dibuka dan dilebarkan

2. Peralon berdiameter besar maupun kecil dilepaskan dari terpal

3. Kompos diratakan dan dijemur dibawah sinar matahari

4. Setelah dirasa kompos telah kering, kompos diayak untuk


memisahkan dari partikel yang besar

5. Partikel yang kecil/halus ditampung dan siap untuk dipakai

6. Partikel yang besar yang tidak terurai dapat dicacah kembali dan
digunakan untuk pembuatan kompos selanjutnya.

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 22


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan

Waktu : 5 Minggu

terhitung sejak tanggal 04 April - 07 Mei 2013

Tempat : Halaman belakang IPAL AKA Bogor

Tabel Data Pengamatan Pembuatan Kompos secara Komposter


Penurunan
Minggu ke- Suhu (oC ) pH Tinggi Pengamat
Kompos (cm)
1. 30,3
1(09 April 2. 29,5 Kelompok
29,5 7,28 4,30
2013) 3. 28,0 4
4. 30,3
1. 26,5
2 (16 April 2. 26,5 Kelompok
27,9 8,32 12,00
2013 ) 3. 30,0 5
4. 28,5
1. 29,5
3 (23 April 2. 30,0 Kelompok
30,0 8,87 15,00
2013) 3. 30,5 6
4. 30,0
1. 29,3
4 (30 April 2. 30,0 Kelompok
30,2 7,83 22,00
2013) 3. 31,0 4
4. 30,3
5 (07 Mei 1. 30,0 29,4 7,81 35,00 Kelompok
2013) 2. 29,5 5

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 23


3. 29,7
4. 28,5
Pada saat praktikum, digunakan bahan baku pembuatan kompos berupa
sampah hijau dan sampah coklat dengan komposisi sampah hijau 1 kg dan
sampah coklat 4 kg yang telah dipotong kecil-kecil atau diperkecil ukurannya.
Kemudian dicampur menjadi satu antara sampah hijau dan sampah coklat berupa
sampah pasar diatas terpal untuk dihomogenkan dengan bantuan alat seperti sapu
lidi atau tongkat. Setelah itu, dilakukan penambahan serbuk gergaji dengan cara
ditaburkan secara merata pada tumpukan sampah yang telah dihomogenkan diatas
terpal tersebut dan ditambahkan bakteri Promi untuk membantu proses
dekomposisi senyawa organik. Lalu ditambahkan air sampai sampai lembab.
Kemudian dimasukan kedalam drum kecil yang telah disediakan dan telah di
lubangi bagian bawahnya kemudian tutup. Lubang tersebut berfungsi agar air
hasil dekomposisi senyawa organik dapat mengalir keluar dari drum.

Sampah dipotong kecil-kecil bertujuan untuk memperkecil ukuran sampah


tersebut yang dapat mempercepat proses pembusukan baik secara alami maupun
dengan mikroba. Kemudian dilakukan homogenisasi antara sampah hijau dengan
coklat bertujuan agar proses pembusukannya merata, tidak hanya sampah hijau
atau coklat saja. Dalam homogenisasi dapat digunakan bantuan alat apapun
asalkan dapat membantu dalam homogenisasi sampah. Penambahan serbuk
gergaji dan mikroba memiliki peranan yang penting yaitu untuk menurunkan pH
dan mempercepat proses penguraian atau dekomposisi dedaunan agar menjadi
busuk, tentunya untuk menjaga kehidupan mikroba maka perlu disesuaikan
kondisinya yaitu suasana lembab dengan cara menambahkan air pada bahan
sampah.

Berdasarkan data hasil pengamatan pada minggu pertama tanggal 09 April


2013, kompos mengalami proses dekomposisi awal(proses permulaan) ditandai
dengan penurunan tinggi kompos sebesar 4,30 cm. pH dan suhu masih sesuai
dengan bahan dan lingkungan yang ada yaitu pH 7,28 dan suhu kompos 29,5oC

Pada minggu kedua tanggal 16 April 2013, kompos masih mengalami


penurunan tinggi kompos sebesar 12,00 cm. pH kompos terjadi kenaikan yaitu

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 24


dari 7,28 menjadi 8,32 dan suhu kompos terjadi penurunan dari 29,5 oC menjadi
27,9oC sehingga untuk menurunkan pH ditambahkan serbuk gergaji. Terjadi
kenaikan suhu menunjukkan sejalan dengan adanya aktivitas mikroba (khususnya
bakteri yang indigenous/ asli) didalam bahan , seharusnya suhu mengalami
kenaikan untuk menghasilkan asam organik, tetapi kenyataannya suhu menjadi
turun

Pada minggu ketiga, tanggal 23 April 2013 terjadi kenaikan pH dari 8,32
menjadi 8,87, dan suhu naik dari 27,9 oC menjadi 30,0 oC hal ini menunjukkan
sejalan dengan adanya aktivitas mikroba.

Pada minggu keempat dan minggu kelima, terjadi sedikit kenaikan suhu dari
30,0oC menjadi 30,2oC kemudian suhu turun menjadi 29,4oC , aktifitas bakteri
mesofilik akan terhenti , kemudian diganti oleh kelompok termofilik. Bersamaan
dengan pergantian ini maka amoniak dan gas nitrogen akan dihasilkan, sehingga
nilai pH akan berubah menjadi basa. Tetapi pH malah turun menjadi asam. Jika
suhu turun kembali hingga akhirnya berkisar seperti suhu asal . Maka fasa ini
disebut fasa pendinginan dan akhirnya hasil kompos siap untuk digunakan.

Pada saat dilakukan panen kompos , sampah yang telah terdekomposisi


dipisahkan dengan sampah yang masih dalam bentuk kasar dengan cara
disaring/diayak. Kompos yang terpisah ditimbang bobotnya dan didapatkan
kompos murninya sebanyak ± 3 kg. Kompos telah siap untuk digunakan sebagai
pupuk organik yang dapat meningkatkan kualitas tanah menjadi tanah yang subur.

Kompos yang dihasilkan hanya ± 3 kg, jumlah ini hanya 60% dari bobot
bahan baku yang digunakan, artinya dalam pembuatan kompos dengan metode ini
tidak cukup efisien. Hal ini dapat dikarenakan oleh metode yang digunakan tidak
cocok, terdapat kesalahan dari praktika, ataupun dari faktor lingkungan yang tidak
dapat dikendalikan. Beberapa faktor yang memungkinkandapat mempengaruhi
dalam proses pengomposan adalah:

a) Pemisahan Bahan : Bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar untuk


didegradasi/diurai, harus dipisahkan/dikeluarkan. Bahkan bahan-bahan
tertentu yang bersifat toksikserta dapat menghambat pertumbuhan

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 25


mikroba, harus benar-benar dibebaskan dari dalam timbunan bahan,
antara lain missal residu pestisida.

b) Bentuk Bahan : Lebih kecil dan homogen bentuk bahan proses


pengomposan akan lebih cepat dan baik. Karena dengan lebih kecil dan
homogen, lebih luas permukaan bahan yang dijadikan substrat bagi
aktivitas mikroba. Juga pengaruhnya terhadap kelancaran diffus oksigen
yang diperlukan untuk pengeluaran CO2 yang dihasilkan.

c) Nutrien: seperti pula jasad hidup lainnya, untuk aktivitas mikroba


didalam tumpukan sampah memerlukan sumber nutrient karbohidrat
misalnya antara 20-40% yang digunakan akan diassimilasikan menjadi
komponen sel dan CO2, kalau bandingan sumber karbohidrat yang
terdapat didalamnya (C/N-rasio) = 10 : 1.

d) Kadar air bahan : Tergantung kepada bentuk dan jenis bahan, missal
kadar air optimum didalam proses pengomposan mempunyai nilai antara
50 – 70, terutama selama proses fase pertama . Kadang-kadang dalam
keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai sampai 85% missal pada
jerami.

Kondisi optimum yang diperlukan agar proses pengomposan berjalan cepat


dan aman disertai hasil yang baik dan memenuhi syarat yaitu bahwa disamping
bentuk dan sifat bahan, juga faktor lingkungan abiotik yang menyertainya, disertai
cara pengerjaannya

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 26


Gambar 1.1 Pencacahan bahan sampah basah dengan pisau

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-


bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik.

Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar
kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan
yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan
aktivator pengomposan.

Bahan-bahan yang dapat dijadikan kompos ada dua macam,yaitu :

1. Organik basah misalnya ; daun tanaman, rumput-rumputan,


potongan sayur, dan sebagainya.
2. Organik olahan yang berasal dari sisa makanan seperti ; nasi,
bekas sayuran, sisa roti, sisa masakan, dan semacamnya.

Asal Bahan

1. Pertanian

Limbah dan Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung,
residu semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut
tanaman kelapa

Limbah & Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak,

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 27


residu cairan biogas
ternak

Tanaman Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air


air

2. Industri

Limbah Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah


padat kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan
pemotongan hewan

Limbah cair Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah


pengolahan minyak kelapa sawit

3. Limbah rumah tangga

Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota

Proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami


penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan
bahan organik sebagai sumber energi. Kompos dari Sampah Organik Pasar atau
Domestik dapat diolah menjadi kompos dengan beberapa metode, diantaranya :

1) Metode Konvensional

Metode ini tidak menggunakan komposter.Biasanya adonan kompos


ditimbun dan ditutup dengan kain terpal.Selain kain terpal dapat digunakan pula
karung goni atau sabut kelapa yang dimasukkan dalam kantung dari jaring plastik.
Proses pengomposan dibagi menjadi dua macam, yaitu dengan cara konvensional
dan dengan cara komposter.

2) Metode komposter

Metode komposter dengan penambahan bakteri (aktivator) Sampah


merupakan material sisa yang tidak diinginkan.60%- 70% sampah yang dihasilkan
adalah sampah organik/sampah basah (sampah rumah tangga, sampah dapur,
sampah kebun, sampah restoran/sisa makanan, sampah pasar dll). Pengomposan

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 28


dengan teknologi komposter adalah proses penguraian sampah organik secara
aerob dengan mengunakan Sy-Dec mikroba pengurai dan Organik Agent (bahan
mineral organik).

Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan


mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi
dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal
proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat
dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu
akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu
tertentu.

Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi.Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian
bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan
menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan
panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-
angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat
lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan
terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat
mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.

Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen)


atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah
proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi
bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen
yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses
pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam
organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S

Proses pengomposan tergantung pada :

1. Karakteristik bahan yang dikomposkan

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 29


2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan

memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan.


Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses
pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal
dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah
mikroba, baik bakteri, actinomicetes, maupun kapang/cendawan. Saat ini di
pasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :
Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, dll.

Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah activator yang banyak


dimanfaatkan untuk membuat kompos. Aktivator pengomposan ini menggunakan
mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi
limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp,
Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih).

Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik).Aktivator ini tidak
memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala.
Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan
kelembaban agar proses

pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat


hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposkan hingga 2 bulan
untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.

A. Teknologi Pengomposan

Metode atau teknologi pengomposan dapat dikelompokkan menjadi tiga


kelompok berdasarkan tingkat teknologi yang dibutuhkan, yaitu :

1. Pengomposan dengan teknologi rendah (Low – Technology)

2. Pengomposan dengan teknologi sedang (Mid – Technology)

3. Pengomposan dengan teknologi tinggi (High – Technology)

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 30


a. Pengomposan dengan Teknologi Rendah

Teknik pengomposan yang termasuk kelompok ini adalah Windrow


Composting. Kompos ditumpuk dalam barisan tumpukan yang disusun
sejajar.Tumpukan secara berkala dibolak-balik untuk meningkatkan aerasi,
menurunkan suhu apabila suhu terlalu tinggi, dan menurunkan kelembaban
kompos.Teknik ini sesuai untuk pengomposan skala yang besar. Lama
pengomposan berkisar antara 3 hingga 6 bulan, yang tergantung pada karakteristik
bahan yang dikomposkan.

b. Pengomposan dengan Teknologi Sedang

Pengomposan dengan teknologi sedang antara lain adalah :

• Aerated static pile : gundukan kompos diaerasi statis

Tumpukan/gundukan kompos (seperti windrow system) diberi


aerasi dengan menggunakan blower mekanik.Tumpukan kompos
ditutup dengan terpal plastik.Teknik ini dapat mempersingkat
waktu pengomposan hingga 3 – 5 minggu.

• Aerated compost bins : bak/kotak kompos dengan aerasi

Pengomposan dilakukan di dalam bak-bak yang di bawahnya


diberi aerasi.Aerasi juga dilakukan dengan menggunakan
blower/pompa udara.Seringkali ditambahkan pula cacing
(vermikompos). Lama pengomposan kurang lebih 2 – 3 minggu
dan kompos akan matang dalam waktu 2 bulan.

c. Pengomposan dengan Teknologi Tinggi

Pengomposan dengan menggunakan peralatan yang dibuat khusus untuk


mempercepat proses pengomposan. Terdapat panel-panel untuk mengatur kondisi
pengomposan dan lebih banyak dilakukan secara mekanis. Contoh-contoh
pengomposan dengan teknologi tinggi antara lain :

• Rotary Drum Composter

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 31


Pengomposan dilakukan di dalam drum berputar yang dirancang
khusus untuk proses pengomposan. Bahan-bahan mentah dihaluskan
dan dicampur pada saat dimasukkan ke dalam drum. Drum akan
berputar untuk mengaduk dan memberi aearasi pada kompos.

• Box/Tunnel Composting System

Pengomposan dilakukan dalam kotak-kotak/bak skala besar. Bahan-


bahan mentah akan dihaluskan dan dicampur secara mekanik. Tahap-
tahap pengomposan berjalan di dalam beberapa bak/kotak sebelum
akhirnya menjadi produk kompos yang telah matang.

Sebagian dikontrol dengan menggunakan komputer.Bak pengomposan


dibagi menjadi dua zona, zona pertama untuk bahan yang masih mentah dan
selanjutnya diaduk secara mekanik dan diberi aerasi. Kompos akan masuk ke bak
zona ke dua dan proses pematangan kompos dilanjutkan.

• Mechanical Compost Bins

Sebuah drum khusus dibuat untuk pengomposan limbah rumah tangga.

B. Strategi Mempercepat Proses Pengomposan

Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum


strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi
tiga, yaitu:

1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses


pengomposan.
2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan:
mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).

3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.

1) Memanipulasi Kondisi Pengomposan

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 32


Strategi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi
pengomposan.Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum
mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk
membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur
dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran
bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk
proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan
yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan.
Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.

2) Menggunakan Aktivator Pengomposan

Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang


dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak
dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut
vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing.
Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri,
aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali
beredar aktivator-aktivator pengomposan.

Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai


Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara MARROS Bio-Activa dikembangkan
oleh para peneliti mikroba tanah yang tergabung dalam sebuah perusahaan swasta.
Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang
memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik,
yaitu: Trichodermapseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum,
Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif
pada suhu tinggi (termofilik).Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak
memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala.
Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan
kelembapan agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 33


dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan
hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.

3) Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan

Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah


mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal
mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.

4) Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan

Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas


dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan
untuk menentukan strategi pengomposan:

1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.


2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.

3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.

4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 34


BAB V

PENUTUP
A. Simpulan

Dari hasil praktikum pembuatan kompos yang telah dilakukan,


bahan baku kompos yang digunakan sampah hijau yaitu dedaunan dan
sampah coklat yaitu sampah pasar dengan komposisi sebesar ± 5,kg ,
bobot murni kompos yang dihasilkan sebesar ± 3 kg. Pembuatan kompos
tidak efisien dikarenakan kompos yang diperoleh hanya 60% dari jumlah
bahan baku yang digunakan, dan hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa
faktor.

B. Saran

Untuk mendapatkan produk kompos yang optimal, disarankan


untuk memperhatikan pemisahan bahan , bentuk bahan , nutrient dan
kadar air bahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian
pembahasan. Selain itu, kondisi optimum yang diperlukan agar proses
pengomposan berjalan cepat dan aman, kemudian disertai hasil yang baik
dan memenuhi syarat yaitu bahwa selain bentuk dan sifat bahan, juga
faktor lingkungan abiotik yang menyertainya diperhatikan, dan disertai
cara pengerjaannya.

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 35


DAFTAR PUSTAKA

- Azwar, Asrul. (1990). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan . Jakarta:

Mutiara Sumber Widya.

- Murtadho, Djuli dan Said Gumbira. (1987). Penanganan dan


Pemanfaatan Limbah Padat. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa.

- Nuryani dan Rachman.2002. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan


volume 3. Yogyakarta: UGM press

- Sofian. 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Surabaya :


Agromedia Pustaka.

- Sudrajat. 2006. Seri Agriteknologi. Mengelola Sampah Kota. Surabaya :


Penebar Swadaya

- www.google.com//isroi.kompos_dan_proses_pengomposan diakses
oktober 2010.

- www.wikipedia.org/wiki/Kompos diakses oktober 2010

Diposkan oleh Environmental Knowledge di 05:50

- www.academia.edu/3438859/membuat-kompos

- www.anneahira.com/cara-membuat-pupuk-organik

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 36


LAMPIRAN

TPLI | Pembuatan Kompos Metode Konvensional 37

Anda mungkin juga menyukai