Daftar Isi................................................................................................. 1
BAB I....................................................................................................... 2
PENDAHULUAN....................................................................................... 2
BAB II...................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 6
BAB III................................................................................................... 17
METODE PERCOBAAN...........................................................................17
BAB IV.................................................................................................. 23
HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................23
BAB V................................................................................................... 35
PENUTUP.............................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 36
LAMPIRAN............................................................................................. 37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, banyak sekali orang – orang yang membudidaya tanaman hias
dan sektor pertanian yang sangat luas di Indonesia. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan tanaman dan hasil pertanian yang baik, kita harus memberi unsur –
unsur yang diperlukan tanaman. Salah satunya adalah pupuk. Pupuk dibedakan
menjadi dua, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik.
Pupuk organik salah satunya adalah kompos. Kompos adalah bahan –
bahan organik yang telah mengalami pelapukan karena adanya interaksi antara
mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Kompos banyak sekali macamnya,
kami akan membahas salah satunya mengenai kompos kotoran hewan yang
dicampur dengan dedaunan.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut
agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran
bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan
penambahan aktivator pengomposan.
Sampah-sampah organik termasuk daun- daun yang sudah tua ternyata
memiliki nilai lebih dan bisa berguna. Salah satu pemanfaatan daun yang sudah
tua adalah untuk pembuatan kompos. Kompos adalah pupuk yang berasal dari
bahan-bahan alamiah atau organik dan tentunya bersifat ramah lingkungan.
Selama ini, banyak para petani yang menggunakan pupuk buatan. Salah satu
alasan penggunaan pupuk buatan tersebut adalah karena praktis. Pemakaian pupuk
buatan tersebut bisa mengurangi unsur hara yang dimiliki tanah bahkan
menghilangkan kesuburan tanah. Ternyata masih banyak orang yang belum
mengetahui akan kerugian pupuk buatan dibalik keuntungan sesaat yang
diberikan. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan yaitu dengan pemanfaatan
daun- daun yang sudah tua dan berguguran untuk dijadikan kompos atau pupuk
alamiah.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana cara membuat kompos dengan efisien?
2. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi pembuatan kompos ?
C. Tujuan
Dalam rangka memenuhi tugas praktikum mata kuliah Teknik Pengelolaan
Lingkungan Industri, kami melakukan pembuatan Pupuk kompos. Adapun tujuan
penulisan yang menjadi acuan kami untuk membuat laporan hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut;
1. Mengetahui bagaimana peranan dari mikroorganisme dalam proses
pembuatan pupuk kompos.
Secara praktis, hasil penulisan makalah ini diharapkan juga dapat bermanfaat
sebagai berikut :
E. Ruang Lingkup
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada penelitian atau makalah ini ,
perlu mengidentifikasi beberapa masalah berikut :
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kompos
B. Manfaat Kompos
• Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
• Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Serbuk gergaji
Serbuk gergaji memiliki kandungan air kering sampai sedang. Sebagai
bahan baku kompos serbuk gergaji bernilai sedang hingga baik walau tidak
seluruh komponen bahan dirombak dengan sempurna. Serbuk gergaji ada yang
berasal dari kayu lunak dan ada pula kayu keras. Kekerasan jenis kayu
menentukan lamanya proses pengomposan karena kandungan lignin didalamnya.
Molasses
Molasses atau yang lebih dikenal dengan tetes tebu adalah hasil samping
dari hasil pembuatan gula tebu. Molasses merupakan media fermentasi yang baik,
karena masih mengandung kadar gula sekitar 48 sampai 50% (Migo et al., 1993).
Tetes tebu dapat digunakan sebagai pupuk atau untuk pembuatan ragi
(Wardiyono, 2007).
Mikroorganisme
Pusat dari proses pengomposan adalah mikroorganisme dan kemampuan
mikroorganisme dalam mendekomposisi. Populasi mikroorganisme selama
berlangsungnya perombakan senyawa organik akan terus berubah. Penambahan
kultur mikroorganisme khusus diharapkan dapat meningkatkan laju dekomposisi
senyawa organik (Sylvia et al., 2005; Outerbridge, 1991).
Effective Microorganism (EM) adalah kultur campuran dari
mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian
besar mengandung mikroorganisme Lactobacillus sp. bakteri penghasil asam
laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri fotosintetik Streptomyces sp. dan ragi.
EM mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik sehingga
sangat bagus digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau
kotoran hewan, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan
aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen (Anonimus, 2007).
Abu
Abu ditambahkan dalam pengomposan untuk menetralisasi keasaman.
Kapur juga mengandung Ca, K, dan Mg dalam kompos yang dibuat (Rosmarkam
& Yuwono, 2002).
Ukuran Partikel
Menurut Sylvia et al. (2005), ukuran partikel berperan dalam pergerakan
oksigen ke dalam tumpukan kompos (melalui pengaruh porositas), akses
mikroorganisme dan enzim untuk substrat. Partikel ukuran besar mendifusikan
oksigen akibat rata-rata pori besar. Namun, partikel yang lebih besar juga
meminimalkan permukaan spesifik dari substrat, yang merupakan rasio luas
permukaan dengan volume, sehingga sebagian besar substrat tidak terakses pada
mikroorganisme atau enzim mereka. Pengomposan yang efisien membutuhkan
akses terhadap oksigen dan nutrien di partikel.
Aerasi
Sistem pengomposan bertujuan untuk mempertahankan kondisi aerob
selama proses. Pengomposan pada kondisi aerob meningkatkan laju dekomposisi,
sehingga terjadi peningkatan temperatur. Apabila aerasi tidak terhambat, maka
tidak dihasilkan bau tidak sedap (Holmes, 1983).
Menurut Outerbridge (1991), tidak adanya udara (kondisi anaerobik) akan
menimbulkan perkembangbiakan berbagai macam mikroorganisme yang
menyebabkan pengawetan keasaman dan pembusukan tumpukan yang
menimbulkan bau busuk. Aerasi diperoleh melalui gerakan alami dari udara ke
dalam tumpukan kompos, dengan membolak-balik.
pH
pH digunakan untuk mengevaluasi hasil metabolisme mikroorganisme di
lingkungan. pH kompos bervariasi dengan waktu selama proses pengomposan dan
digunakan sebagai indikator dekomposisi dalam massa kompos. pH awal bahan
pengomposan sekitar 5,0 sampai 7,0. Setelah tiga hari pengomposan, pH menurun
menjadi 5,0 atau kurang karena hasil penguraiannya adalah asam organik
sederhana dan kemudian meningkat sekitar 8,5 sebagai akibat sisa dari proses
aerob (protein diuraikan dan amonia dilepaskan). Pengomposan pada kondisi
anaerob menyebabkan pH turun sekitar 4,5 (Holmes, 1981; Outerbridge, 1991).
Kandungan Hara
Ekskreta ayam merupakan hasil sampingan dari limbah peternakan yang
memiliki kandungan P dan K. Selain unsur makro, ekskreta juga memiliki unsur
mikro seperti Ca, Mg, Cu, Mn, dan S (Adianto, 1993).
Lama pengomposan
Menurut Outerbridge (1991), kecepatan kemajuan pengomposan ke arah
produk akhir yang matang tergantung pada beberapa faktor proses, seperti
pasokan unsur hara (rasio C/N bahan), ukuran partikel, kelembaban, aerasi, pH,
suhu, dan aditif (penambahan aktivator biologi/inokulan). Kompos matang dapat
selesai dalam waktu 8 sampai 16 minggu.
Menurut SNI (2004) standar kualitas kompos yang baik untuk kadar air
maksimal sebesar 50%, bahan organik minimal 27%, C organik minimal 9,8%, N
total minimal 0,04%, K total minimal 0,2% dan rasio C/N minimal sebesar 10 dan
maksimal 20. Haga (1998) cit Triatmojo (2002) menyatakan bahwa diharapkan
kompos memiliki kandungan N lebih dari 1,2%, P 2O5 lebih dari 0,5% dan K2O
lebih dari 0,3%. Menurut Sarwono dan Arianto (2006), kompos yang baik
mengandung 0,79% N; 1,28% P2O5; 0,88% K2O; 1,74% CaO; 0,45% MgO; dan
22,53% C-organik.
METODE PERCOBAAN
Pembuatan Kompos
- Waktu : 5 Minggu
Pupuk kandang
Sampah daun hijau dan cokelat (sampah Pasar)
Air
Serbuk gergaji
Bakteri promi
Terpal
Pisau
Ember
Tongkat pengaduk
Plastik penutup
Drum kecil
D. Pembuatan Kompos
E. Pengecekan Kompos
• Pengecekan pH
1. Terpal dibuka sedikit lalu diambil sejumlah contoh dari 3 titik dan
dimasukkan ke kantung plastik
8. Hasil dicatat
• Pengecekan Suhu
3. Hasil dicatat
• Pengecekan Ketinggian
Hal ini disebabkan aliran udara yang tidak cukup dan atau
kurang lembab, yang perlu dilakukan adalah menghindari lapisan
tebal yang hanya terdiri dari satu jenis material, campurkan
dengan jenis material yang lain dan aduk hingga rata. Material
yang tidak terurai di hancurkan atau dicacah kecil kecil
F. Panen Kompos
6. Partikel yang besar yang tidak terurai dapat dicacah kembali dan
digunakan untuk pembuatan kompos selanjutnya.
A. Data Pengamatan
Waktu : 5 Minggu
Pada minggu ketiga, tanggal 23 April 2013 terjadi kenaikan pH dari 8,32
menjadi 8,87, dan suhu naik dari 27,9 oC menjadi 30,0 oC hal ini menunjukkan
sejalan dengan adanya aktivitas mikroba.
Pada minggu keempat dan minggu kelima, terjadi sedikit kenaikan suhu dari
30,0oC menjadi 30,2oC kemudian suhu turun menjadi 29,4oC , aktifitas bakteri
mesofilik akan terhenti , kemudian diganti oleh kelompok termofilik. Bersamaan
dengan pergantian ini maka amoniak dan gas nitrogen akan dihasilkan, sehingga
nilai pH akan berubah menjadi basa. Tetapi pH malah turun menjadi asam. Jika
suhu turun kembali hingga akhirnya berkisar seperti suhu asal . Maka fasa ini
disebut fasa pendinginan dan akhirnya hasil kompos siap untuk digunakan.
Kompos yang dihasilkan hanya ± 3 kg, jumlah ini hanya 60% dari bobot
bahan baku yang digunakan, artinya dalam pembuatan kompos dengan metode ini
tidak cukup efisien. Hal ini dapat dikarenakan oleh metode yang digunakan tidak
cocok, terdapat kesalahan dari praktika, ataupun dari faktor lingkungan yang tidak
dapat dikendalikan. Beberapa faktor yang memungkinkandapat mempengaruhi
dalam proses pengomposan adalah:
d) Kadar air bahan : Tergantung kepada bentuk dan jenis bahan, missal
kadar air optimum didalam proses pengomposan mempunyai nilai antara
50 – 70, terutama selama proses fase pertama . Kadang-kadang dalam
keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai sampai 85% missal pada
jerami.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar
kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan
yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan
aktivator pengomposan.
Asal Bahan
1. Pertanian
Limbah dan Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung,
residu semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut
tanaman kelapa
Limbah & Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak,
2. Industri
1) Metode Konvensional
2) Metode komposter
Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi.Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian
bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan
menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan
panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-
angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat
lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan
terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat
mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.
Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik).Aktivator ini tidak
memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala.
Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan
kelembaban agar proses
A. Teknologi Pengomposan
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
- www.google.com//isroi.kompos_dan_proses_pengomposan diakses
oktober 2010.
- www.academia.edu/3438859/membuat-kompos
- www.anneahira.com/cara-membuat-pupuk-organik