Anda di halaman 1dari 26

Makalah Study Lapangan Kimia

Oleh

Rajendra Galen : 23

Rafandawit Feros : 24

Safiyah Nayla : 32

Vielva Kandhita Diandra Putri : 33

Zidan fatwa hutomo : 34

Guru Pengampu: Ibu Vita

Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
D. Manfaat pembuatan kompos.....................................................................3
E. Ruang Lingkup............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
A. Definisi Kompos..........................................................................................4
B. Manfaat Kompos.........................................................................................5
C. Bahan-Bahan Pembuatan Kompos...........................................................6
D. Proses Dasar Pembuatan Kompos............................................................8
E. Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Kompos..................................9
F. Ciri-ciri Kompos Matang.........................................................................13
G. Kualitas Kimia Kompos........................................................................13
BAB III METODE PERCOBAAN.....................................................................15
A. Waktu dan Tempat...................................................................................15
B. Bahan – bahan yang digunakan..............................................................15
C. Alat yang digunakan.................................................................................15
D. Pembuatan Kompos....................................................................................16
E. Pengecekan Kompos.................................................................................16
F. Panen Kompos...........................................................................................19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................20
A. Data Pengamatan......................................................................................20
B. Strategi Mempercepat Proses Pengomposan.........................................29
BAB V PENUTUP................................................................................................32
A. Simpulan....................................................................................................32
B. Saran..........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33
LAMPIRAN..........................................................................................................34
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, banyak sekali orang-orang yang membudidaya tanaman hias dan
sektor pertanian yang sangat luas di Indonesia. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan tanaman dan hasil pertanian yang baik, kita harus memberi unsur –
unsur yang diperlukan tanaman. Salah satunya adalah pupuk. Pupuk dibedakan
menjadi dua, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik.
Pupuk organik salah satunya adalah kompos. Kompos adalah bahan-bahan
organik yang telah mengalami pelapukan karena adanya interaksi antara
mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Kompos banyak sekali macamnya,
kami akan membahas salah satunya mengenai kompos kotoran hewan yang
dicampur dengan dedaunan.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut
agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran
bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan
penambahan aktivator pengomposan.
Sampah-sampah organik termasuk daun- daun yang sudah tua ternyata
memiliki nilai lebih dan bisa berguna. Salah satu pemanfaatan daun yang sudah
tua adalah untuk pembuatan kompos. Kompos adalah pupuk yang berasal dari
bahan-bahan alamiah atau organik dan tentunya bersifat ramah lingkungan.
Selama ini, banyak para petani yang menggunakan pupuk buatan. Salah satu
alasan penggunaan pupuk buatan tersebut adalah karena praktis. Pemakaian pupuk
buatan tersebut bisa mengurangi unsur hara yang dimiliki tanah bahkan
menghilangkan kesuburan tanah. Ternyata masih banyak orang yang belum
mengetahui akan kerugian pupuk buatan dibalik keuntungan sesaat yang
diberikan. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan yaitu dengan pemanfaatan
daun- daun yang sudah tua dan berguguran untuk dijadikan kompos atau pupuk
alamiah.
Daun-daun yang sudah tua dan berguguran sebaiknya tidak dibuang begitu
saja ditempat pembuangan akhir. Pemanfaatan lebih lanjut harus dilakukan untuk
mengurangi masalah timbunan sampah. Salah satu pemanfaatan daun yang sudah
tua adalah dengan menyulapnya kembali menjadi sesuatu yang berguna yaitu
kompos.
Kompos seperti multivitamin untuk tanah pertanian, kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu
tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang
dapat merangsang pertumbuhan tanaman.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil
panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Dari alam untuk alam, daun yang bersifat alamiah pada akhirnya juga akan
dikembalikan lagi ke dalam habitat aslinya, yaitu pupuk kompos. Tanah akan
lebih menerima sesuatu yang bersifat alami dibandingkan dengan sesuatu yang
non alami.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah:
1.      Bagaimana cara membuat kompos dengan efisien?
2.      Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi pembuatan kompos?

C. Tujuan
Dalam rangka memenuhi tugas praktikum mata kuliah Teknik Pengelolaan
Lingkungan Industri, kami melakukan pembuatan Pupuk kompos. Adapun tujuan
penulisan yang menjadi acuan kami untuk membuat laporan hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut;
1. Mengetahui bagaimana peranan dari mikroorganisme dalam proses
pembuatan pupuk kompos.
2. Mengetahui bagaimana proses pembuatan pupuk kompos.
Selain untuk media latihan dan tugas kami, kami juga berharap agar
makalah ini berguna bagi masyarakat serta bagi pembaca. Kami menyusun
makalah ini sedemikian rupa sehingga para pembaca mudah untuk memahami dan
mempraktekkan membuat kompos.

D. Manfaat pembuatan kompos

Hasil penulisan laporan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat,


baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, diharapkan hasil dari
penelitian ini dapat memberikan kontribusi teori bagi penulisan laporan hasil
penelitian yang lain dan sejenis dengan judul laporan hasil penelitian ini.

Secara praktis, hasil penulisan makalah ini diharapkan juga dapat bermanfaat
sebagai berikut:

1. Menjadi bahan masukan berbagai pihak dalam menganalisis peranan


mikroorganisme dalam proses pembuatan pupuk kompos.
2. Menjadi sumber acuan bagi masyarakat atau siapapun yang hendak
melakukan penulisan makalah dan ada kaitannya dengan pengaruh
peranan mikroorganisme dalam proses pembuatan pupuk kompos serta
bagaimana proses pembuatan pupuk kompos baik secara konvensional
maupun menggunakan komposter.

E. Manfaat pembuatan kompos

Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada penelitian atau makalah ini ,
perlu mengidentifikasi beberapa masalah berikut :
1. Dasar pembuatan kompos.
2. Penggunaan teknologi dalam pengomposan dan cara mempercepat proses
pengomposan
3. Kegunaan kompos dalam 3 aspek yaitu lingkungan ekonomi dan tanah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kompos

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran


bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah
mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk
lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang,
pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan (Crawford, 2003).

Menurut Outerbridge (1991), proses pembuatan kompos membutuhkan


bahan organik tidak stabil seperti ekskreta ayam, oksigen, air, dan
mikroorganisme. Mikroorganisme mengambil air, oksigen dari udara, dan
makanan dari bahan organik. Mikroorganisme selanjutnya melepaskan
karbondioksida (CO2), air, dan energi, yang selanjutnya berkembang biak dan
akhirnya mati. Sebagian dari energi yang dilepaskan tersebut digunakan untuk
pertumbuhan dan gerakan, sisanya dibebaskan sebagai panas. Akibatnya,
setumpuk bahan kompos melewati tahap-tahapa penghangatan, temperatur
puncak, pendinginan, dan pematangan.

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang


granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air.
Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas
mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu
seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah
meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh
tanaman (Gaur, 1980).

Menurut Richard (2005), mikroorganisme yang bekerja pada proses


pengomposan adalah jamur, bakteri, dan actinomycetes. Pada kondisi optimal
tumpukan kompos akan mencapai temperatur sekitar 50 sampai 65°C (120 sampai
150°F), yang disebabkan oleh proses panas metabolisme mikroorganisme dan
panas ini dapat menjadi indikator bahwa proses pembuatan kompos berjalan
sempurna. Dalam proses ini terjadi proses kimiawi dimana pertumbuhan
mikroorganisme memerlukan campuran nutrien yang benar terutama campuran
karbon dan nitrogen.
Bentuk fisik bahan kompos berupa ukuran partikel dan kadar airnya sangat
berpengaruh pada proses pembentukan kompos dan juga panas yang dapat
dihasilkan selama proses dekomposisi berlangsung. Beberapa faktor penting yang
harus diperhatikan dalam proses pembuatan kompos, antara lain : kadar air bahan,
temperatur saat pengomposan, pH, bau yang ditimbulkan (odor), keberadaan jasad
renik dalam bahan yang dikomposkan (bakteri, cacing, jamur), padatan bahan
kompos (volatile solids) (Richard, 2005).

B. Manfaat Kompos
Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu
tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang
dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui
dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil
panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
 Aspek Ekonomi:
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

 Aspek Lingkungan:
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

 Aspek bagi tanah/tanaman:


1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas serap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

C. Bahan-Bahan Pembuatan Kompos


1. Serbuk gergaji
Serbuk gergaji memiliki kandungan air kering sampai sedang. Sebagai
bahan baku kompos serbuk gergaji bernilai sedang hingga baik walau tidak
seluruh komponen bahan dirombak dengan sempurna. Serbuk gergaji ada yang
berasal dari kayu lunak dan ada pula kayu keras. Kekerasan jenis kayu
menentukan lamanya proses pengomposan karena kandungan lignin didalamnya.
Kualitas serbuk gergaji tergantung pada macam kayu, asal daerah penanaman, dan
umur kayu. Makin halus ukuran partikel serbuk gergaji makin baik daya serap air
dan bau yang dimilikinya. Unsur hara serbuk gergaji yaitu C : 50%, N : 0,25%, P :
0,20%, K : 0%, C/N : 200 (Mindawati dkk, 1998).    
2. Molasses
Molasses atau yang lebih dikenal dengan tetes tebu adalah hasil samping
dari hasil pembuatan gula tebu. Molasses merupakan media fermentasi yang baik,
karena masih mengandung kadar gula sekitar 48 sampai 50% (Migo et al., 1993).
Tetes tebu dapat digunakan sebagai pupuk atau untuk pembuatan ragi
(Wardiyono, 2007).
3. Mikroorganisme
            Pusat dari proses pengomposan adalah mikroorganisme dan kemampuan
mikroorganisme dalam mendekomposisi. Populasi mikroorganisme selama
berlangsungnya perombakan senyawa organik akan terus berubah. Penambahan
kultur mikroorganisme khusus diharapkan dapat meningkatkan laju dekomposisi
senyawa organik (Sylvia et al., 2005; Outerbridge, 1991).
Effective Microorganism (EM) adalah kultur campuran dari
mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian
besar mengandung mikroorganisme Lactobacillus sp. bakteri penghasil asam
laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri fotosintetik Streptomyces sp. dan ragi.
EM mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik sehingga
sangat bagus digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau
kotoran hewan, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan
aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen (Anonimus, 2007).
4. Abu
            Abu ditambahkan dalam pengomposan untuk menetralisasi keasaman.
Kapur juga mengandung Ca, K, dan Mg dalam kompos yang dibuat (Rosmarkam
& Yuwono, 2002).
5. Kapur
Kapur dapat ditambahkan untuk meningkatkan metabolisme
mikroorganisme. Kapur dapat melapisi permukaan substrat organik dengan suatu
film partikel koloid yang membantu menahan air pada permukaan, sehingga
membantu cara kerja mikroorganisme dalam mendekomposisi substrat
(Outerbridge, 1991).
D. Proses Dasar Pembuatan Kompos
Proses pengomposan berdasarkan suhu lingkungan dapat dibagi menjadi
empat tahap I atau tahap mesofil, tahap ke II atau tahap termofil, tahap ke III atau
tahap pendinginan, dan tahap ke IV atau tahap pemasakan (Palmisano dan Barlaz,
1996).
Menurut Triatmojo (2002) pada tahap I (tahap mesofil) yaitu masa kompos
mendekati suhu lingkungan yaitu 20 sampai 40ºC. Pada tahap ini terbentuk asam-
asam organik yang diikuti penurunan pH sekitar 5 sampai 6. Perkembangan
mikroorganisme menyebabkan suhu meningkat dengan cepat lebih dari 40ºC dan
mulailah tahap termofil. Populasi pergantian mikroorganisme selama proses
pengomposan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pergantian populasi mikroorganisme selama proses pengomposan
Organisme Tahap Tahap Tahap Jumlah Spesies
Mesofil Termofil Pendinginan yang Ada
(CFU g-1 Massa Kering)
Bacteria
        Mesofil 108 106 1011 6
        104 109 107 1
Termofil
Actinomycetes
        104 108 105 14
Termofil
Jamur
        Mesofil 106 103 105 18
        103 107 106 16
Termofil
Sumber: Sylvia et al. (2005).
Tahap II (tahap termofil) terjadi peningkatan suhu kompos lebih dari 40ºC
yaitu suhu antara 50 sampai 70ºC. Terjadi penurunan populasi mikroorganisme
mesofil yang akan digantikan mikroorganisme termofil. Pada tahap ini terjadi
degradasi bahan organik menjadi lebih intensif hingga menyebabkan peningkatan
pH sekitar 7 sampai 9 (Triatmojo, 2002). Peningkatan suhu termofil dapat dicapai
bila pasokan udara dalam timbunan kompos cukup.
Tahap III atau tahap pendinginan merupakan tahap stabilisasi limbah dan
mineralisasi. Suhu mengalami penurunan dibawah 40ºC yang menyebabkan
aktivitas mikroorganisme termofil digantikan oleh mikroorganisme mesofil. Suhu
akan terus menurun hingga mendekati suhu lingkungan 30ºC dan pH akan sedikit
turun.
Tahap IV atau tahap pemasakan merupakan tahap akhir pemanasan,
sehingga laju rekasi perubahan senyawa kimia dan fisika terjadi secara lambat.
Mikroorganisme yang berperan dalam tahap pemasakan masih bersifat anaerobik
yang berpengaruh pada hasil fermentasi, seperti reduksi senyawa nitrogen dan
sulfur yang menghasilkan gas amoniak, asam lemak, dan hidrogen sulfida
(memproduksi bau tidak sedap pada kompos tahap pemasakan). Senyawa antara
pada tahap pemasakan juga dapat mengganggu aktivitas perkecambahan benih
dan tanaman, seperti asam asetat dan senyawa fenolik (Sylvia et al., 2005).
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan.
Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

E. Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Kompos


1. Rasio C/N
Menurut Outerbridge (1991), proses pembuatan kompos kompos
tergantung pada kerja mikroorganisme yang memerlukan sumber karbon untuk
mendapatkan energi dan bahan bagi sel-sel baru, bersama dengan pasokan
nitrogen untuk protein sel. Nitrogen merupakan unsur hara paling penting.
Perbandingan karbon dan nitrogen (C/N) berkisar antara 25-35 : 1. Jika
perbandingan jauh lebih tinggi, proses metabolisme membutuhkan waktu lama
sebelum karbon dioksidasi menjadi karbon dioksida, sedangkan jika perbandingan
lebih kecil, maka nitrogen yang merupakan komponen penting pada kompos akan
dibebaskan sebagai amonia.
2. Ukuran Partikel
Menurut Sylvia et al. (2005), ukuran partikel berperan dalam pergerakan
oksigen ke dalam tumpukan kompos (melalui pengaruh porositas), akses
mikroorganisme dan enzim untuk substrat. Partikel ukuran besar mendifusikan
oksigen akibat rata-rata pori besar. Namun, partikel yang lebih besar juga
meminimalkan permukaan spesifik dari substrat, yang merupakan rasio luas
permukaan dengan volume, sehingga sebagian besar substrat tidak terakses pada
mikroorganisme atau enzim mereka. Pengomposan yang efisien membutuhkan
akses terhadap oksigen dan nutrien di partikel.
3. Aerasi
Sistem pengomposan bertujuan untuk mempertahankan kondisi aerob
selama proses. Pengomposan pada kondisi aerob meningkatkan laju dekomposisi,
sehingga terjadi peningkatan temperatur. Apabila aerasi tidak terhambat, maka
tidak dihasilkan bau tidak sedap (Holmes, 1983).
Menurut Outerbridge (1991), tidak adanya udara (kondisi anaerobik) akan
menimbulkan perkembangbiakan berbagai macam mikroorganisme yang
menyebabkan pengawetan keasaman dan pembusukan tumpukan yang
menimbulkan bau busuk. Aerasi diperoleh melalui gerakan alami dari udara ke
dalam tumpukan kompos, dengan membolak-balik.
4. Kelembaban (moisture content)
Kelembaban merupakan faktor utama dalam pengomposan aerob.
Kelembaban dibawah 20 % menyebabkan pengomposan terhenti. Jika
kelembaban diatas 55 %, air akan mulai mengisi ruang antara bahan,
menyebabkan pengurangan jumlah oksigen dan terbentuk kondisi anaerob,
sehingga temperatur menurun dan menimbulkan bau tidak sedap (Holmes, 1981).
5. Temperatur/suhu
Ketika bahan organik yang dikumpulkan menjadi satu untuk
pengomposan, sebagian energi yang dilepaskan oleh penguraian bahan dibebaskan
sebagai panas, dan menyebabkan kenaikan suhu. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak oksigen (kondisi aerasi dan air) dan meningkatkan proses
dekomposisi. Suhu 55 sampai 60 °C dapat membunuh hampir semua gulma dan
patogen (Outerbridge, 1991).
6. pH
pH digunakan untuk mengevaluasi hasil metabolisme mikroorganisme di
lingkungan. pH kompos bervariasi dengan waktu selama proses pengomposan dan
digunakan sebagai indikator dekomposisi dalam massa kompos. pH awal bahan
pengomposan sekitar 5,0 sampai 7,0. Setelah tiga hari pengomposan, pH menurun
menjadi 5,0 atau kurang karena hasil penguraiannya adalah asam organik
sederhana dan kemudian meningkat sekitar 8,5 sebagai akibat sisa dari proses
aerob (protein diuraikan dan amonia dilepaskan). Pengomposan pada kondisi
anaerob menyebabkan pH turun sekitar 4,5 (Holmes, 1981; Outerbridge, 1991).
7. Kandungan Hara
Ekskreta ayam merupakan hasil sampingan dari limbah peternakan yang
memiliki kandungan P dan K. Selain unsur makro, ekskreta juga memiliki unsur
mikro seperti Ca, Mg, Cu, Mn, dan S (Adianto, 1993).
8. Lama pengomposan
Menurut Outerbridge (1991), kecepatan kemajuan pengomposan ke arah
produk akhir yang matang tergantung pada beberapa faktor proses, seperti
pasokan unsur hara (rasio C/N bahan), ukuran partikel, kelembaban, aerasi, pH,
suhu, dan aditif (penambahan aktivator biologi/inokulan). Kompos matang dapat
selesai dalam waktu 8 sampai 16 minggu.
9. Mikroorganisme
Menurut Outerbridge (1991), pengomposan timbul dari kegiatan
mikroorganisme. Mikroorganisme berkembangbiak dengan sangat cepat, dan
dalam beberapa hari jumlah mereka dapat mencapai titik maksimum yang
dimungkinkan oleh kondisi lingkungan dalam tumpukan kompos.
Mikroorganisme yang umum terdapat pada kompos dapat dilihat pada Tabel 2.
Mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan, seperti bakteri
mendominasi semua tahap proses; jamur sering muncul setelah satu minggu; dan
aktinomisetes membantu selama masa akhir (pemasakan).
Tabel 2. Mikroorganisme umum pada kompos
Jenis Mikroorganisme Bakteri Fungi
Mesofil
Pseudomonas spp. Alternaria spp.
Achromobacter spp. Cladosporium spp.
Bacillus spp. Aspergillus spp.
Flavobacterium spp. Mucor spp.
Clostridium spp. Humicola spp.
Streptomyces spp. Penicillium spp.
Termofil
Bacillus spp. Aspergillus fumigatus
Streptomyces spp. Mucor pusillus
Thermoactinomyces Chaetomium
spp. thermophile
Thermus spp. Humicola lanuginosa
Thermomonospora spp. Absidia ramosa
Microployspora spp. Sporotrichum
thermophile
Torula thermophile
(yeast)
Thermoascus
aurantiacus
Sumber: Sylvia et al. (2005)

F. Ciri-ciri Kompos Matang


Kompos yang sudah masak memiliki warna coklat kehitaman, tekstur
remah, dan kadar air 50% (Derikx et al., 1990; Rosmarkam & Yuwono, 2002;
McKinley & Vestal, 1985). Standar rasio C/N kompos yaitu antara 10 sampai 20
(SNI, 2004). Menurut Sylvia et al. (2005), kompos matang yang berasal dari
ekskreta ayam memiliki kandungan nitrogen 4,5 %; fosfor 0,8 %; kalium 0,7 %;
kalsium 1,8 %; magnesium 0,4 %, dan rasio C/N 7.
G. Kualitas Kimia Kompos

            Kemasakkan kompos dapat ditentukan secara kimiawi, yaitu berdasar rasio
C/N, kapasitas tukar kation, N anorganik dan tingkat kelembaban bahan organik.
Faktor lain yang menentukan mutu kompos adalah kandungan bahan organik,
kadar air, kandungan bahan penyusunnya, banyaknya patogen (bibit penyakit),
pH, tingkat kemasakan, ukuran partikel dan bau (Zucconi dan Bertoldi 1987, cit
Triatmojo 2002).
            Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), kualitas kimia kompos
berpengaruh terhadap kesuburan tanah, antara lain:

a. Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman


yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak
tentu dan relatif kecil.
b. Bahan organik akan memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah
menjadi ringan untuk diolah, dan mudah ditembus akar.
c. Bahan organik dapat mempermudah pengolahan tanah-tanah berat.
d. Bahan organik meningkatkan daya menahan air (water holding capasity),
sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih baanyak.
Kelengasan air tanah lebih terjaga..
e. Bahan organik membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik,
menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar (pasiran) dan
meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut
(lempungan).
f. Bahan organik meningkatkan KPK (kapasitas pertukaran kation), sehingga
kemampuan mengikat ion menjadi lebih tinggi. Akibatnya, jika tanah yang
dipupuk dengan bahan organik dengan dosis tinggi, harra tanaman tidak
mudah tercuci.
g. Bahan organik memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat
tinggi maupun tingkat rendah) menjadi lebih baik karena ketersediaan
makanan lebih terjamin.
h. Bahan organik dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity)
terhadap goncangan perubahan drastis sifat tanah.
i. Bahan organik mengandung mikroorganisme dalam jumlah cukup yang
berperan dalam dekomposisi bahan organik.
Menurut SNI (2004) standar kualitas kompos yang baik untuk kadar air
maksimal sebesar 50%, bahan organik minimal 27%, C organik minimal 9,8%, N
total minimal 0,04%, K total minimal 0,2% dan rasio C/N minimal sebesar 10 dan
maksimal 20. Haga (1998) cit Triatmojo (2002) menyatakan bahwa diharapkan
kompos memiliki kandungan N lebih dari 1,2%, P 2O5 lebih dari 0,5% dan K2O
lebih dari 0,3%. Menurut Sarwono dan Arianto (2006), kompos yang baik
mengandung 0,79% N; 1,28% P2O5; 0,88% K2O; 1,74% CaO; 0,45% MgO; dan
22,53% C-organik.
BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Waktu : Tanggal 25 Februari 2023
Tempat : Agrowisata Amanah, Karanganyar, Jawa
Tengah
B. Bahan – bahan yang digunakan
 Pupuk kandang
 Sampah daun hijau dan cokelat (sampah Pasar)
 Air
 Serbuk gergaji
 Bakteri promi
C. Alat yang digunakan
 Cangkul
 Terpal
 Pisau
 Ember
 Tongkat pengaduk
 Plastik penutup
 Drum kecil

D. Pembuatan Kompos
Pembuatan kompos dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
1. Disiapkan 5 kg sampah kebun dengan perbandingan antara
sampah coklat dan sampah hijau yaitu 2:1.
2. Sampah tersebut dipotong/dicacah sampai berukuran ± 5 cm agar
udara dapat leluasa bergerak disela-sela sampah organik tersebut.
3. Sampah coklat dan sampah hijau tersebut dicampur sampai
merata diatas terpal.
4. 0,5 kg (10% total) serbuk gergaji dan 0,5 kg pupuk kandang
ditimbang
5. Kedalam campuran sampah organik tersebut ditambahkan serbuk
gergaji dan dicampurkan hingga merata(homogen)
6. Pupuk kandang yang telah ditimbang tadi juga dicampurkan
hingga merata
7. Bakteri Promi ditambahkan pada campuran tersebut, campuran
juga ditambahkan sedikit air sampai terasa lembab lalu
dihomogenkan kembali dengan cara pengadukan
8. Setelah semua bahan tercampur merata/homogen, masukan ke
dalam drum kecil yang telah tersedia dan tutup rapat. Kemudian
simpan di tempat yang aman.
9. Suhu dan ketinggian kompos diukur
10. Kompos dibiarkan selama ± 7 minggu sebelum panen kompos
dan dicek pH, Suhu dan penurunan ketinggiannya setiap satu
minggu sekali.
E. Pengecekan Kompos
 Pengecekan pH
Pengecekan pH dilakukan untuk mengetahui kondisi kompos
karena mikroba pada pengomposan bekerja pada pH 5,5 – 8. pH
kompos diukur dengan cara:
1. Terpal dibuka sedikit lalu diambil sejumlah contoh dari 3 titik dan
dimasukkan ke kantung plastik
2. Contoh ditimbang ± 5gram dengan neraca analitik pada erlenmeyer
3. Contoh tersebut dimasukkan erlenmeyer dan ditambahkan 100 mL
aquadest
4. Erlenmeyer tersebut ditutup rapat dengan aluminium foil
5. Contoh di-shaker selama 5 menit pada kecepatan 120 rpm
6. Ekstrak tersebut disaring dengan kertas saring dan filtrate ditampung
pada gelas piala
7. Filtrat diukur pH-nya dengan pH meter yang sudah terkalibrasi
8. Hasil dicatat
9. Terpal ditutup rapat kembali
 Pengecekan Suhu
Pengomposan terjadi pada Suhu mesophilic (10 °C – 40 °C) dan
thermophilic (diatas 42 °C) biasanya dilakukan pada Suhu 43 °C – 65
°C sebagai suhu yang optimal dalam proses pengomposan. Suhu
thermophilic lebih disukai dalam pengomposan karena membunuh
lebih banyak patogen, kecambah dan larva lalat. Dalam beberapa
proses pengomposan, suhu dapat saja melebihi 70 °C, karena dampak
dari dinding yang tidak dapat menghantar panas (insulation) ketika
sedang berjalannya kegiatan mikrobiologi. Pada suhu ini banyak
mikroba mati dan proses pengomposan dapat berhenti, kemudian suhu
turun hingga mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang kembali.
Cara pengukuran suhu kompos sebagai berikut:
1. Terpal dibuka sedikit lalu masukkan termometer kedalam kompos
2. Didiamkan beberapa saat sampai stabil (tidak ada
kenaikan/penurunan pembacaan pada termometer)
3. Hasil dicatat
4. Lakukan pengecekan suhu pada tiga titik.
5. Terpal ditutup rapat kembali
 Pengecekan Ketinggian
Kompos dinyatakan berhasil/efisien jika terjadi penurunan
ketinggian. untuk mengetahui penurunan ketinggian kompos dilakukan
dengan mengukur dengan meteran dari bagian dalam peralon besar.
- Gunakan penggaris atau alat meteran untuk mengukur kedalaman
kompos
- Ukur kedalaman kompos dari awal permukaan tumpukan kompos
hingga terjadi penyusutan pada permukaan kompos selama peoses
pembuatan kompos.
- Lakukan pemantauan seminggu sekali selama proses pembuatan
kompos berlangsung
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pengecekan kompos secara
berkala:

 Tidak ada panas yang timbul


Hal ini disebabkan Oksigen, bahan nitrogen dan
kelembaban yang tidak cukup, oleh karena itu yang harus
dilakukan adalah menambahkan sumber kaya nitrogen seperti
kotoran hewan dan potongan rumput, aduk komposnya dan siram
dengan air sehingga lembab
 Daun daun lengket, rumput tidak terurai
Hal ini disebabkan aliran udara yang tidak cukup dan atau
kurang lembab, yang perlu dilakukan adalah menghindari lapisan
tebal yang hanya terdiri dari satu jenis material, campurkan
dengan jenis material yang lain dan aduk hingga rata. Material
yang tidak terurai di hancurkan atau dicacah kecil kecil
 Komposnya berbau seperti mentega asam tahu telur busuk
Hal ini disebabkan kekurangan oksigen atau tumpukan
kompos terlalu basah atau terlalu padat, yang perlu dilakukan
adalah Aduk tumpukan komposnya sehingga dapat dialiri udara
dan bernafas lega, lalu dpat juga ditambahkan bahan-bahan kering
yang kasar, seperti daun-daun kering untuk menyerap air. Jika
sangat bau, bahan kering ditambahkan diatasnya dan tunggu
sampai agak kering sedikit, baru diaduk.
 Komposnya berbau seperti ammonia
Hal ini disebabkan tidak cukupnya bahan karbon dalam
kompos. Yang perlu dilakukan adalah menambahkan bahan
carbon seperti serbuk gergaji, sekam padi, daun-daunan dsb
F. Panen Kompos
Setelah beberapa minggu melakukan pengomposan, kompos dapat
dipanen agar dapat dimanfaatkan hasilnya. Adapun tatacara panen
kompos yaitu:
1. Ikatan pada terpal dibuka dan dilebarkan
2. Peralon berdiameter besar maupun kecil dilepaskan dari terpal
3. Kompos diratakan dan dijemur dibawah sinar matahari
4. Setelah dirasa kompos telah kering, kompos diayak untuk
memisahkan dari partikel yang besar
5. Partikel yang kecil/halus ditampung dan siap untuk dipakai
6. Partikel yang besar yang tidak terurai dapat dicacah kembali dan
digunakan untuk pembuatan kompos selanjutnya.
BAB IV
Hasil Pengamatan

 Data Pengamatan

2. Pengamatan kedua
Kotoran Sapi:
2% = 56 gram/X. 100%
X = 2,800 gram
Kotoran Kambing:
1,9% = 56 gram/X. 100%
X = 2,947.36 gram
Kotoran Ayam:
4.5% = 56 gram/X. 100%
X = 1,244.44 gram

Hasil Terbaik adalah kompos ayam


BAB V

PENUTUP
A. Simpulan

Dari hasil praktikum pembuatan kompos yang telah dilakukan,


bahan baku kompos yang digunakan sampah hijau yaitu dedaunan dan
sampah coklat yaitu sampah pasar dengan komposisi sebesar ± 5,kg ,
bobot murni kompos yang dihasilkan sebesar ± 3 kg. Pembuatan kompos
tidak efisien dikarenakan kompos yang diperoleh hanya 60% dari jumlah
bahan baku yang digunakan, dan hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa
faktor.

B. Saran

Untuk mendapatkan produk kompos yang optimal, disarankan


untuk memperhatikan pemisahan bahan , bentuk bahan , nutrient dan
kadar air bahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian
pembahasan. Selain itu, kondisi optimum yang diperlukan agar proses
pengomposan berjalan cepat dan aman, kemudian disertai hasil yang baik
dan memenuhi syarat yaitu bahwa selain bentuk dan sifat bahan, juga
faktor lingkungan abiotik yang menyertainya diperhatikan, dan disertai
cara pengerjaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Asrul. (1990). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan . Jakarta:


Mutiara Sumber Widya.
- Murtadho, Djuli dan Said Gumbira. (1987). Penanganan dan
Pemanfaatan Limbah Padat. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa.
- Nuryani dan Rachman.2002. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan
volume 3. Yogyakarta: UGM press
- Sofian. 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Surabaya :
Agromedia Pustaka.
- Sudrajat. 2006. Seri Agriteknologi. Mengelola Sampah Kota. Surabaya :
Penebar Swadaya

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai