Anda di halaman 1dari 12

PAPER AKUNTANSI KEPRILAKUAN

“ASPEK KEPRILAKUANPADA PENGANGGARAN


MODAL DAN PADA AUDIT INTERNAL”

Dosen Pengampu:

Disusun oleh:
Eva Budiana (15133120156)
Hendri Eka Andriyani (15133100097)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2018
BAB I

“ASPEK KEPRILAKUANPADA PENGANGGARAN MODAL”

1.1. Faktor-faktor Keperilakuan


Manajer keuangan dan akuntan manajemen juga terlibat dalam proses
penyusunan jenis anggaran operasional, baik dalam pengembangan
anggaran maupun dalam pelaporan kinerja setelahnya, manajer keuangan
dan akuntan manajemen juga terlibat dalam proses penyusunan jenis lain
anggaran yaitu anggaran modal (capital budgeting). Karena keterlibatan
ini, maka penting bagi mereka untuk menyadari berbagai faktor,
khususnya faktor-faktor keprilakuan, yang sangat mempengaruhi proses
penganggaran modal dan pengambilan keputusan.

1.1.1. Definisi Penyusunan Anggaran Modal


Penyusunan anggaran modal dapat didefinisikan sebagai proses
mengalokasikan dana untuk proyek atau pembelian jangka panjang.
Keputusan penyusunan anggaran modal dibuat ketika kebutuhan untuk
itu muncul dan melibatkan jumlah uang yang relative besar, komitmen
jangka panjang, dan ketidakpastian yang disebabkan oleh panjangnya
waktu yang terlibat dan kesulitan dalam mengestimasikan variable-
variabel pengambilan keputusan (jumlah arus kas, penentuan waktu,
dan seterusnya). Karena melibatkan jumlah dana yang begitu besar,
keputusan anggaran modal yang salah dapat mengakibatkan
kebangkrutan, masalah-masalah arus kas yang sulit, atau paling tidak,
kegagalan untuk mengoptimalkan operasi perusahaan.

1.1.2. Jenis dan Pentingnya Faktor-faktor Keperilakuan dari


Penyusunan Anggaran Modal
Identifikasi dan spesifikasi atas proyek potensial memerlukan
kreativitas dan kemampuan untuk mengubah ide yang bagus menjadi
suatu proyek yang praktis. Menurut pemikiran, keputusan yang telah
dipilih tersebut akan benar-benar objektif, tetapi hal tersebut tidak
mungkin terjadi.

1.1.3. Masalah dalam Mengidentifikasi Proyek Potensial


Adalah penting untuk diperhatikan bahwa selalu terdapat minat
yang besar dalam mengevaluasi keberhasilan dari proyek yang dipilih.
Akan tetapi, proyek yang dikorbankan, baik karena tidak adanya
identifikasi maupun seleksi, hampir tidak pernah dipertimbangkan
sesudahnya. Hal itu mungkin disebabkan karena biaya kesempatan dari
proyek tersebut lebih besar dibandingkan dengan manfaat dari proyek
yang dipilih dan diterapkan.

1.1.4. Masalah Prediksi yang Disebabkan oleh Perilaku Manusia


Memproyeksikan kemulusan dan kesesuaian dari aktivitas
individual maupun kelompok aktifitas untuk suatu periode selama lima
sampai dua puluh tahun adalah tindakan yang berbahaya. Juga
diketahui secara umum bahwa orang-orang belajar dengan berlalunya
waktu ketika mereka mengoperasika suatu prosedur tertentu.

1.1.5. Masalah Manajer dan Ukuran Jangka Pendek


Karena jarang terdapat hubungan satu banding satu antara manajer
dan proyek, maka manajer individual akan mengambil alih proyek-
proyek dari pendahuluan mereka dan memulai beberapa proyek
mereka sendiri. Sedikit sekali proyek yang akan dimulai dan
diselesaikan oleh manajer yang sama karena tingkat perputaran yang
cukup cepat (misalnya promosi, transfer, dan seterusnya) yang terjadi
di kebanyakan organisasi.
1.1.6. Masalah yang Disebabkan oleh Identifikasi Diri Sendiri dengan
Proyek
Manajemen puncak sebaiknya menyadari bahwa proses mencoba
untuk membuat proyek yang buruk terlihat bagus dapat menyiksa
bahkan manajer yang terbaik sekali pun. Sebaiknya terdapat
mekanisme yang elegan untuk “menyelamatkan” proyek sebelum
manajer yang sebenarnya sangat bagus meninggalkan perusahaan atau
bertindak secara disfungsional untuk menghindari keharusan untuk
mengakui bahwa suatu proyek yang mereka usulkan tidak berhasil.
1.1.7. Pengembangan Anggota dan Proyek Modal
Proses seleksi proyek, manajemen puncak harus
mempertimbangkan apakah proyek yang diusulkan adalah baik untuk
pengembangan pada saat ini. Proyek tersebut mungkin saja terlalu
besar bagi orang atau divisi tersebut untuk diserap tanpa membuat
mereka manjadi putus asa, sehigga suatu perusahaan dapat
melaksanakan suatu proyek yang melibatkan sedikit laba atau bahkan
tidak sama sekali hanya untuk manfaat pelatihan karyawan.

1.1.8. Penyusunan Anggaran Modal sebagai Ritual


Beberapa ilmuan keperilakuan menyarankan bahwa seluruh proses
penyusunan anggaran modal adalah sebuah ritual. Mereka
menyarankan bahwa hanya sedikit proyek yang diajukan oleh manajer
tingkat bawah kecuali jika usulan tersebut memiliki peluang yang
bagus untuk disetujui. Terlalu banyak rasa malu dan “hilang muka”
yang diidentifikasikan dengan proyek yang ditolak.

1.1.9. Perilaku Mencari Resiko dan Menghindari Resiko


Individu bereaksi secara berbeda terhadap resiko. Beberapa orang
tampaknya menikmati pengambilan keputusan yang beresiko dan berada
dalam situasi yang beresiko sementara yang lain mencoba untuk menghindari
hal-hal tersebut. kondisi tertentu dari tingkat penghindara resiko oleh
pengambilan keputusan dalam penyusunan anggaran modal akan
mempengaruhi bagaimana orang tersebut bereaksi atas proyek. Berdasarkan
kelompok data yang sama, dua pengambil keputusan yang berbeda
kemungkinan besar akan membuat keputusan yang berlawanan bergantung
pada perasaan mereka terhadap resiko.

1.1.10. Membagi Kemiskinan


Fenomena “membagi kemiskinan” seringkali memiliki dampak yang
penting dalam proses penyusunan anggaran modal. Hal ini terjadi ketika
tersedia lebih banyak proyek anggaran modal yang potensial lebih
menguntungkan dibandingkan dengan dana yang tersedia untuk
mendanainya, suatu kondisi yang disebut dengan rasionalisasi modal.

1.2. Tampilan Rasio


Dalam meninjau faktor-faktor ini, juga dicatat bahwa terdapat
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh kesulitan dalam
mengidentifikasikan dan memilih proyek modal dan kebutuhan akan
kreativitas dan penilaian manusia. Kesimpulannya, seseorang dapat
mengatakan bahwa proses penyusunan anggaran memiliki tampak muka
rasionalitas, terutama ketika model matematis yang rumit digunakan.
Model matematis tersebut memberikan atmosfir kepastian, logika, dan
ilmu pengetahuan. Tetapi, yang mendasari proses pengambilan keputusan
adalah faktir-faktor keperilakuan yang disebutkan dalam bab ini. Para
pengambil keputusan mungkin tidak ingin mengakui bahwa faktor-faktor
manusia yang irasional mungkin menjadi faktor yang terpenting dalam
penerimaan atau penolakan terhadap suatu proyek tertentu.
1.3. Saran-saran Perbaikan
Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh yang
merugikan dari faktor-faktor keperilakuan manusia terhadap proses
penyusunan anggara modal? Pertama, adalah penting bahwa mereka yang
terlibat dalam penyusunan anggaran modal menyadari faktor-faktor
keperilakuan yang melekat pada proses tersebut. dimana mungkin, faktor-
faktor ini sebaiknya tidak diperbolehkan untuk mengaburkan data
keputusan yang relevandan yang bersifat lebih rasional. Sementara dalah
tidak mungkin untuk tidak sama sekali menghilangkan faktor-faktor
manusia, suatu pendekatan yang berhasil akan menekankan pada
kesadaran akan faktor-faktor tersebut dan uasaha-usaha untuk
mengendalikan dampaknya yang disfungsional.
Kesimpulannya, disarankan bahwa mereka yang terlibat dalam proses
penyusunan anggaran modal dan dalam manajemen proyek modal
sebaiknya paling tidak menyadari akan faktor-faktor keperilakuan yang
terlibat. Paling tidak, mereka sebaiknya mengambil langkah-langkah aktif
untuk memastikan bahwa faktor-faktor keperilakuan dari penyusunan
anggaran modal tidak menghasilkan keputusan yang suboptimal.
BAB II
ASPEK KEPERILAKUAN PADA AUDIT INTERNAL

2.1. Memotivasi Pihak yang Diaudit


Dua dari kebutuhan pokok Maslow adalah kebutuhan untuk menjadi
bagian dari organisasi dan kebutuhan untuk diterima dan dikenal, sehingga
dapat melayani auditor internal secara baik.
Kebutuhan menjadi bagian dari organisasi. Bagian audit merupakan
bagian dari keseluruhan organisasi yang berdedikasi untuk memperbaiki
operasi organisasi tersebut. Pihak yang diaudit dapat dijanjikan bahwa
pendapat mereka akan diterima dan dipertimbangkan untuk dimasukan
dalam pertimbangan keseluruhan manajemen guna memperbaiki kondisi
operasi organisasi.
Menghormati diri sendiri dan orang lain. Kebutuhan akan rasa
dihormati ini dapat dikaitkan dengan keyakinan pihak yang diaudit untuk
bertindak langsung dalam kerja sama dengan staf audit untuk
mengidentifikasi bidang-bidang yang bermasalah, membantu dalam
mengidentifikasi kinerja, serta mengembangkan tindakan-tindakan
korektif.
2.2. Hubungan dengan Gaya Manajemen
Terdapat empat gaya manajemen (kepemimpinan) secara umum.
Empat gaya tersebut meliputi :
1. Gaya mengarahkan, pemimpin memberikan instruksi spesifik dan
mengawasi penyesaian pekerjaan dari dekat.
2. Gaya melatih, menjelaskan keputusan menawakan saran, dan
mendukung kemajuan bawahannya.
3. Gaya mendukung, memudahkan dan mendukung upaya bawahan
untuk menyelesaika tugas.
4. Gaya mendelegasikan, menyerahkan tanggung jawab pembuatan
keputusan dan pemecahan masalah kepada awahan secara relative
utuh.
Dari keempat gaya tersebut, gaya pertama dan gaya terakhir
merupakan yang terpenting untuk didiskusikan. Pada gaya pertama, aturan
– aturan manajemen dipatuhi secara sangat ketat. Auditor seharusnya tidak
membuat ikatan – ikatan dengan staf tanpa persetujuan manajemen. Akan
tetapi, hal ini membuat auditor kesulitan untuk memperoleh informasi
maupun akses terhadap informasi, sehingga harus diambil langkah lain.
Auditor seharusnya mencoba untuk bekerja sama dengan seluruh
manajemen dalam proses audit. Hubungan yang akrab dan berulang dapat
meyakinkan pihak manajemen bahwa auditor berada di pihak mereka.
Oleh karena itu, kejujuran dalam berdiskusi dapat menyakinkan
manajemen bahwa tujuan audit adalah untuk mengembangkan desain guna
membantu memperbaiki operasi. Selain itu, dibutuhkan suatu pola perilaku
audit yang dapat mewujudkan hubungan dengan manajemen karyawan
yang bergaya pelatih. Bila audit dilakukan menggunakan pendekatan audit
tradisional, maka auditor akan mempercayai atau mau membantu audit
tersebut secara penuh. Auditor sebaiknya memilih pendekatan yang
membuatnya dapat berhubungan dengan kelompok pihak yang diaudit.

2.2. Pengelolaan Manajemen

Konflik adalah suatu karakteristik yang kerap kali terjadi pada proses
audit (Chambers at al., 1987. Konflik dapat terjadi dalam hal – hal
seperti berikut :
1. Lingkup - seperti terhadap manajemen.
2. Tujuan - sebagaimana terhadap auditor eksternal.
3. Tanggung jawab - seperti layanan manajemen.
4. Nilai - dominasi atau persepsi terhadap peran audit dari kacamata
pihak yang diaudit.

Konflik dapat terjadi dibidang Akuntansi antara auditor yang


cenderung mempertahakan profesionalismenya dan pihak yang diaudit
yang cenderung mempertahankan lembaga atau keinginannya. Dapat
disimpulkan bahwa ketika seorang auditor bekerja pada suatu lembaga
bisnis professional, yang dikelilingi oleh suatu birokrasi, konflik dan
hilangnya nilai – nilai serta norma – norma profesionalisme akan muncul.
Di pihak lain, sikap dan keyakinan yang berkaitan dengan lingkungan
anggota seprofesi sering kali dibentuk oleh kondisi birokrasi.oleh karena
itu, sikap yang dimunculkan oleh satu atau beberapa orang professional
yang mempertahankan nilai – nilai profesionalismenya akan cenderung
menjadi pemicu konflik. Aranya dan Ferris (1984) telah melakukan survey
terhadap auditor dan dapat kesimpulan menyatakan bahwa:
1. Konflik yang terjadi pada organisasi profesi akuntan lebih tinggi
dibandingkan dengan konflik yang terjadi pada akuntan yang bekerja
dilingkungan organisasi bisnis bukan profesi.
2. Dalam organisasi professional, tingkat konflik yang diterima
berbanding terbalik dengan posisi individu dalam suatu birokrasi.
3. Persepsi konflik berhubungan secara negative dengan kepuasan kerja
dan berhubungan secara positif dengan kecenderungan untuk
berpindah kerja.
Keempat metode tersebut mencoba untuk mencapai suatu posisi yang
dianggap adalah yang terbaik bagi organisasi. Metode tersebut tidak selalu
mencoba untuk meredakan perasaan dari masing – masing kelompok yang
mengalami konflik. Metode yang digunakan antara lain :
a. Arbitrasi
b. Mediasi
c. Kompromi
d. Langsung

Metode yang terbaik dan paling sering digunakan dalam


pendekatan keperilakuan adalah metode kompromi, jika perbedaan
masih dapat di kompromikan. Metode terbaik lainnya yaitu mediasi.
Mediasi merupakan jenis metode kompromi dengan pengecualian
bahwa mediasi yang menggunakan sseorang juri cenderung memegang
teguh kepentingan – kepentingan organisasi. Pada metode arbitrasi,
ketika terjadi suatu konflik muncullah kelompok ketiga yang menjadi
suatu harapan penyelesaian konflik dalam organisais tersebut.

2.4. Karakteristik Umum Individu


Sifat yang muncul pada berbagai tingkatan dalam setiap individu dari
pihak yang diaudit, meliputi:
1. Menjadi produktif, sibuk pada pekerjaan-pekerjaan yang bermakna.
2. Mempunyai dorongan ke arah dedikasi terhadap suatu usaha yang
dianggap penting.
3. Mempunyai keinginan untuk melayani dan memberikan bantuan
kepada individu lain.
4. Bebas untuk memilih guna mendapatkan independensi dan kebebasan
pilihan.
5. Memiliki sifat yang adil dan jujur.
6. Memiliki bias pada diri sendiri, tercermin pada sikap yang lebih suka
dipuji dibandingkan dengan dikritik.
7. Mencari kepuasan diri sendiri.
8. Memiliki nilai untuk mendapatkan imbalan atas usaha-usahanya.
9. Bersikap seperti orang-orang yang patuh dan dapat beradaptasi secara
baik.
10. Menjadi bagian dari tim yang sukses.
11. Memiliki rasa haru atas bencana yang menimpa orang lain.
12. Memiliki keterkaitan pada pemaksimalan kepuasan diri sendiri.
13. Lebih cenderung untuk sensitif dibandingkan dengan membantu orang

2.5. Kesadaran pada Diri Sendiri


Elemen-elemen utama tersebut adalah:
1. Adanya pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain
dalam hubungan secara mental, fisik, emosional, dan karakteristik
pribadi.
2. Rasa memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja.
3. Kesadaran terhadap perintah dasar dalam lingkungan relatif yang
dimiliki seseorang, dimana orang tersebut harus menyesuaikan diri
dengan kelompok organisasi yang luas.
4. Suatu keinginan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan orang lain.
5. Suatu perasaan memiliki atas produktivitas yang didasarkan pada ego
seseorang.
6. Suatu perasaan keterpaduan yang berasal dari kepercayaan bahwa
seseorang berpartisipasi dalam suatu lingkungan secara etis.

2.6. Pelaksanaa Audit Partisipasi


Selain masalah perilaku pihak yang diaudit, auditor internal juga perlu
memahami budaya organisasi. Porter et al. (1985) mengatakan bahwa
budaya organisasi mempengaruhi sikap dan perilaku auditor. Elemen-
elemen keperilakuan dalan audit partisipasi:
1. Pada awal audit, tanyakan pada pihak yang diaudit bidang mana yang
akan diaudit.
2. Bangun suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit
dalam menilai pemrograman dan pelaksanaan audit.
3. Peroleh persetujuan dan rekomendasi untuk tindakan koreksi.
4. Dapatkan persetujuan atas isi laporan.
5. Memasukkan informasi nyata pada laporan audit.

Anda mungkin juga menyukai