Anda di halaman 1dari 6

1.

1 Faktor-faktor Keperilakuan

Manajer keuangan dan akuntan manajemen juga terlibat dalam proses penyusunan
jenis anggaran operasional, baik dalam pengembangan anggaran maupun dalam pelaporan
kinerja setelahnya, manajer keuangan dan akuntan manajemen juga terlibat dalam proses
penyusunan jenis lain anggaran yaitu anggaran modal (capital budgeting). Karena
keterlibatan ini, maka penting bagi mereka untuk menyadari berbagai faktor, khususnya
faktor-faktor keprilakuan, yang sangat mempengaruhi proses penganggaran modal dan
pengambilan keputusan.

1.1.1 Definisi Penyusunan Anggaran Modal

Penyusunan anggaran modal dapat didefinisikan sebagai proses mengalokasikan


dana untuk proyek atau pembelian jangka panjang. Keputusan penyusunan anggaran modal
dibuat ketika kebutuhan untuk itu muncul dan melibatkan jumlah uang yang relative besar,
komitmen jangka panjang, dan ketidakpastian yang disebabkan oleh panjangnya waktu yang
terlibat dan kesulitan dalam mengestimasikan variable-variabel pengambilan keputusan
(jumlah arus kas, penentuan waktu, dan seterusnya).
Karena melibatkan jumlah dana yang begitu besar, keputusan anggaran modal yang
salah dapat mengakibatkan kebangkrutan, masalah-masalah arus kas yang sulit, atau paling
tidak, kegagalan untuk mengoptimalkan operasi perusahaan.
1.1.2 Jenis dan Pentingnya Faktor-faktor Keperilakuan dari Penyusunan Anggaran
Modal
Identifikasi dan spesifikasi atas proyek potensial memerlukan kreativitas dan
kemampuan untuk mengubah ide yang bagus menjadi suatu proyek yang praktis. Menurut
pemikiran, keputusan yang telah dipilih tersebut akan benar-benar objektif, tetapi hal
tersebut sangatlah tidak mungkin terjadi.
1.1.3 Masalah dalam Mengidentifikasi Proyek Potensial
Penting untuk diperhatikan bahwa selalu terdapat minat yang besar dalam
mengevaluasi keberhasilan dari proyek yang dipilih. Akan tetapi, proyek yang dikorbankan,
baik karena tidak adanya identifikasi maupun seleksi, hamper tidak pernah dipertimbangkan
sesudahnya. Hal itu mungkin disebabkan karena biaya kesempatan dari proyek tersebut lebih
besar dibandingkan dengan manfaat dari proyek yang dipilih dan diterapkan.
1
1.1.4 Masalah Prediksi yang Disebabkan oleh Perilaku Manusia
Memproyeksikan kemulusan dan kesesuaian dari aktivitas individual maupun
kelompok aktifitas untuk suatu periode selama lima sampai dua puluh tahun adalah tindakan
yang berbahaya. Juga diketahui secara umum bahwa orang-orang belajar dengan berlalunya
waktu ketika mereka mengoperasika suatu prosedur tertentu.
1.1.5 Masalah Manajer dan Ukuran Jangka Pendek
Karena jarang terdapat hubungan satu banding satu antara manajer dan proyek, maka
manajer individual akan mengambil alih proyek-proyek dari pendahuluan mereka dan
memulai beberapa proyek mereka sendiri. Sedikit sekali proyek yang akan dimulai dan
diselesaikan oleh manajer yang sama karena tingkat perputaran yang cukup cepat (misalnya
promosi, transfer, dan seterusnya) yang terjadi di kebanyakan organisasi.
1.1.6 Masalah yang Disebabkan oleh Identifikasi Diri Sendiri dengan Proyek
Manajemen puncak sebaiknya menyadari bahwa proses mencoba untuk membuat
proyek yang buruk terlihat bagus dapat menyiksa bahkan manajer yang terbaik sekali pun.
Sebaiknya terdapat mekanisme yang elegan untuk “menyelamatkan” proyek sebelum
manajer yang sebenarnya sangat bagus meninggalkan perusahaan atau bertindak secara
disfungsional untuk menghindari keharusan untuk mengakui bahwa suatu proyek yang
mereka usulkan tidak berhasil.
1.1.7 Pengembangan Anggota dan Proyek Modal
Dalam proses seleksi proyek, manajemen puncak harus mempertimbangkan apakah
proyek yang diusulkan adalah baik untuk pengembangan dari sipengusul proyek tersebut
pada saat ini. Proyek tersebut mungki saja terlalu besar bagi orang atau divisi tersebut untuk
diserap tanpa membuat mereka manjadi putus asa.Dengan demikian, suatu perusahaan dapat
melaksanakan suatu proyek yang melibatkan sedikit laba atau bahkan tidak sama sekali
hanya untuk manfaat pelatihan karyawan.
1.1.8 Penyusunan Anggaran Modal sebagai Ritual
Beberapa ilmuan keperilakuan menyarankan bahwa seluruh proses penyusunan
anggaran modal adalah sebuah ritual. Mereka menyarankan bahwa hanya sedikit proyek
yang diajukan oleh manajer tingkat bawah kecuali jika usulan tersebut memiliki peluang
yang bagus untuk disetujui. Terlalu banyak rasa malu dan “hilang muka” yang
diidentifikasikan dengan proyek yang ditolak.

2
1.1.9 Perilaku Mencari Resiko dan Menghindari Resiko
Individu bereaksi secara berbeda terhadap resiko. Beberapa orang tampaknya
menikmati pengambilan keputusan yang beresiko dan berada dalam situasi yang beresiko
sementara yang lain mencoba untuk menghindari hal-hal tersebut. kondisi tertentu dari
tingkat penghindara resiko oleh pengambilan keputusan dalam penyusunan anggaran modal
akan mempengaruhi bagaimana orang tersebut bereaksi atas proyek. Berdasarkan kelompok
data yang sama, dua pengambil keputusan yang berbeda kemungkinan besar akan membuat
keputusan yang berlawanan bergantung pada perasaan mereka terhadap resiko.
1.1.10 Membagi Kemiskinan
Fenomena “membagi kemiskinan” seringkali memiliki dampak yang penting dalam
proses penyusunan anggaran modal. Hal ini terjadi ketika tersedia lebih banyak proyek
anggaran modal yang potensial lebih menguntungkan dibandingkan dengan dana yang
tersedia untuk mendanainya, suatu kondisi yang disebut dengan rasionalisasi modal.

2.1 Tampilan Rasionalitas

Dalam meninjau faktor-faktor ini, juga dicatat bahwa terdapat masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh kesulitan dalam mengidentifikasikan, memilih proyek modal, kebutuhan akan
kreativitas dan penilaian manusia.
Kesimpulannya, seseorang dapat mengatakan bahwa proses penyusunan anggaran memiliki
tampak muka rasionalitas, terutama ketika model matematis yang rumit digunakan. Model
matematis tersebut memberikan atmosfir kepastian, logika, dan ilmu pengetahuan. Tetapi, yang
mendasari proses pengambilan keputusan adalah faktor-faktor keperilakuan yang disebutkan
dalam bab ini. Sayangnya, para pengambil keputusan mungkin tidak ingin mengakui bahwa
faktor-faktor manusia yang irasional mungkin menjadi faktor yang terpenting dalam penerimaan
atau penolakan terhadap suatu proyek tertentu.

3.1 Saran-saran Perbaikan
Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh yang merugikan dari faktor-faktor
keperilakuan manusia terhadap proses penyusunan anggaran modal? Pertama, adalah penting
bahwa mereka yang terlibat dalam penyusunan anggaran modal menyadari faktor-faktor

3
keperilakuan yang melekat pada proses tersebut. Dimana mungkin, faktor-faktor ini sebaiknya
tidak diperbolehkan untuk mengaburkan data keputusan yang relevan dan yang bersifat lebih
rasional. Sementara tidak mungkin untuk tidak sama sekali menghilangkan faktor-faktor
manusia, suatu pendekatan yang berhasil akan menekankan pada kesadaran akan faktor-faktor
tersebut dan uasaha-usaha untuk mengendalikan dampaknya yang disfungsional.
Kesimpulannya, disarankan bahwa mereka yang terlibat dalam proses penyusunan
anggaran modal dan dalam manajemen proyek modal sebaiknya paling tidak menyadari akan
faktor-faktor keperilakuan yang terlibat. Paling tidak, mereka sebaiknya mengambil langkah-
langkah aktif untuk memastikan bahwa faktor-faktor keperilakuan dari penyusunan anggaran
modal tidak menghasilkan keputusan yang suboptimal.

4.1 Pengaruh Balas Jasa pada Perilaku


Balas Jasa (Reciprocity) – Dapat diartikan sebagai pengharapkan adanya balasan
keuntungan oleh seseorang termasuk juga kepercayaan seseorang bahwa ia akan mendapatkan
balasan keuntungan ketika melakukan aktivitas berbagi pengetahuan (Hsu and Lin, 2008; Lin,
2007). Balas jasa dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk, misalnya dalam bentuk
pemberian gaji atau upah, uang kelebihan jam kerja (lembur), uang makan, uang transport, uang
pengganti sewa rumah, pakaian dinas, rumah dinas dan dalam bentuk lain yang dapat dinikmati
oleh pegawai maupun keluarganya.
Ada tiga cara untuk membentuk perilaku manusia (karyawan) yang bekerja dalam
organisasi, yaitu sebagai berikut:
1. Penguatan positif (positive reinforcement), adalah suatu rangsangan yang diberikan
untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons
menjadi meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (pujian atau hadiah).
2. Penguatan negatif (negative reinforcement) adalah peningkatan frekuensi suatu
perilaku positif disebabkan berkurangnya maupun hilangnya rangsangan yang merugikan
(tidak menyenangkan).
3. Hukuman (punishment) adalah obat yang umum digunakan untuk perilaku yang tidak
diinginkan.
Dalam organisasi, alat yang paling efektif adalah positive reinforcement disebabkan sikap
manusia yang menginginkan reward sehingga perilakunya dapat berubah menjadi lebih positif
dan menguntungkan perusahaan.
4
Namun pengaruh yang berbeda dari balas jasa terhadap perilaku manajemen dalam
penganggaran modal dapat terjadi ketika salah satu faktor yaitu, adanya ketidakpercayaan
pemilik terhadap kinerja manajemen dengan menerapkan pencatuan modal (capital rationing).
Ketidakpercayaan ini dapat memicu perilaku menyimpang dalam penyusunan anggaran modal.
Penelitian ekonomi menunjukkan bahwa manajer membalas ketidakpercayaan dan pencatuan
modal yang diterapkan pemilik. Lalu bagaimana manajer kemudian merespons ketika
kepercayaan dan kontrol bergabung dalam penganggaran modal, kami memperkirakan dan
menemukan bahwa manajer menyabotase pelaporan informasi investasi yang layak untuk
membalas ketidakpercayaan pemilik. Oleh karena itu, timbal balik memperburuk kekurangan
investasi yang dihasilkan oleh pencatuan modal.

5.1 Tipe-tipe Balas Jasa


Balas jasa dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu sebagai berikut:
1) Penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) adalah penghargaan yang berasal dari da;am
dirinya, respon individu terhadap pekerjaan yang dilakukannya dengan baik dan tujuan
yang diharapkan dapat tercapai.
2) Penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards) adalah penghargaan yang berasal dari luar
pekerjaan individu tersebut, misalnya uang, pangkat, bonus, jabatan ataupun
rewards/punishment.
Dalam extrinsic rewards termasuk direct, indirect, dan nonfinancial compensations.
Untuk mendapatkan motivasi positif, pemberian direct compensations harus berdasarkan
kontribusi karyawan tersebut di dalam perusahaan, sedangkan pada pemberian indirect
compensations harus dikendalikan oleh manajemen level atas (top management) dan juga
digunakan sebagai penghargaan kinerja yang menarik bagi karyawan serta pada pemberian
nonfinancial compensations sering di asumsikan sebagai salah satu cara untuk memenuhi
kebutuhan pribadi sehingga dapat memberikan stimulus atas perilaku yang diinginkan oleh
perusahaan atau organisasi.

5
DAFTAR PUSTAKA

Asegaff, Setiawan, 2015. Pengaruh Alturisme, Reputasi dan Balas Jasa terhadap Aktivitas
Berbagi Pengetahuan Akademisi pada Komunitas Virtual: Studi Kasus Group Facebook
Dosen STIKOM Dinamika Bangsa, Jambi: Jurnal Manajemen Teknologi Vol.14 | No.2 |.
[Online]. Diakses di: https://media.neliti.com/media/publications/117244-ID-pengaruh-
alturisme-reputasi-dan-balas-ja.pdf. Diakses pada: Jumat, 25 Oktober 2019.

Ikhsan Lubis, Arfan. 2010. Akuntansi Kerilakuan, Edisi 2. Jakarta Selatan: Salemba Empat.

Ostermaier, Andreas. 2016. Reciprocity and honesty in capital budgeting: Positive spill-over
effects of reporting. [Online]. Diakses di: https://www.econstor.eu/btistream/10419/145
904/1/Vf S_2016_pid_7034.pdf. Diakses pada: Sabtu, 26 Oktober 2019.

Supriyono, R.A. 2018. Akuntansi Keprilakuan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
[Online]. Diakses di: https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=t8RiDwAAQBA
J&oi=fnd&pg=PR5&dq=info:wTxViXDT98J:scholar.google.com/&ots=ERFvpqgQqS
&sig=MRYuczGkPPFYx6hzr2YvyQeHE8Q&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false.
Diakses pada: Jumat, 25 Oktober 2019.

Anda mungkin juga menyukai