Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGOLAHAN FESES SAPI PERAH DAN JERAMI PADI SECARA


TERPADU MENJADI PUPUK ORGANIK CAIR, BIOGAS, DAN PUPUK
ORGANIK PADAT

Disusun oleh :

Andi Nurhakim

200110110033

Kelas : A
Kelompok 2

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN PENANGANAN LIMBAH


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2013
I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengelolaan lingkungan hidup merupakan kewajiban bersama
berbagai pihak baik pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat luas.
Para pelaku usaha peternakan kadang mengesampingkan
pengelolaan lingkungan yang menghasilkan berbagai jenis-jenis
limbah peternakan. Limbah peternakan bagi lingkungan hidup
sangatlah tidak baik untuk kesehatan maupun kelangsungan
kehidupan bagi masyarakat umum, limbah padat yang di hasilkan oleh
usaha peternakan sangat merugikan bagi lingkungan umum jika
limbah padat hasil dari usaha peternakan tersebut tidak diolah dengan
baik untuk menjadikannya bermanfaat, di tinjau dari limbah hasil
usaha peternakan merupakan suatu bahan baku produksi, baik dalam
menghasilkan pupuk, energi, maupun sebagai bahan baku pakan
ternak.

1.2 Maksud dan tujuan


Mengetahui prinsip pengolahan feses sapi perah dan jerami
padi secara terpadu menjadi pupuk organic cair, biogas dan
pupuk organik padat.

1.3 Waktu dan Tempat


Hari : Senin
Tanggal : 16 September 2013 18 November 2013
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi dan Penanganan Limbah
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
II
Alat, Bahan dan Prosedur Kerja

2.1 Alat
Bak plastik
Digunakan untuk menghomogenkan sapi perah dan jerami.
Media untuk Memfiltrasi hasil dekomposisi awal dan media
untuk vermikompos.
Botol plastik
Digunakan untuk menampung hasil pupuk organik cair dan feed
supplement.
Cacing (Lumbricus rubellus)
Digunakan untuk vermikompos
Digester
Digunakan untuk membuat biogas dari padatan sisa filtrasi
pupuk organik cair.
Ember
Digunakan untuk membawa air dan feses serta hasil pupuk
organik cair.
Gayung
Digunakan untuk menyiram hasil dekomposisi awal dengan air
hangat pada proses filtrasi pupuk organik cair.
Golok
Digunakan untuk mencacah pendek-pendek jerami padi.
Karung
Digunakan sebagai media proses dekomposisi awal.
Kayu
Digunakan sebagai talenan, alat untuk aerasi saat dekomposisi
awal dan untuk melakukan pemadatan bahan saat proses
dekomposisi awal.
Terpal
Digunakan sebagai alas agar pekerjaan lebih rapih dan bersih.
Timbangan
Digunakan untuk menimbang bahan.

2.2 Bahan
air
Feses sapi perah
Jerami padi

2.3 Prosedur Kerja


2.3.1 Prosedur Proses Dekomposisi awal
Hitung perbandingan bahan dengan perhitungan nisbah C/N (30)
Hitung air dari masing-masing campuran. Bila kurang dari 50-55%
hitung berapa jumlah air yang harus ditambahkan
Timbang masing-masing bahan sesuai dengan hasil perhitungan di
atas. Masukkan ke dalam bak plastik.
Campurkan kedua bahan (feses sapi perah dan jerami) sampai
homogen/merata.
Tambahkan air jika kadar air campuran < 50-55%
Susun ke dalam karung plastik yang telah disiapkan (karung sudah
diisi bagian bawahnya dengan potongan jerami kering kurang lebih
2 cm). fungsi jerami kering adalah untuk menyerap kelebihan kadar
air pada bahan campuran.
Padatkan dengan menggunakan kayu.
Pompa oksigen ke dalam susunan bahan campuran dengan kayu
yang sama selapis sampai karung terisi penuh.
Setelah penuh, lapisan atas dilapisi kembali dengan jerami kering
dengan ketebalan kurang lebih 2 cm. fungsi jerami kering adalah
untuk menyerap bau yang timbul pada proses dekomposisi awal.
Tutup dengan karton tebal selebar diameter karung, untuk
mencegah penguapan dan menahan panas tidak keluar dari
tumpukan bagian atas.
Untuk menjaga kelembaban, selimuti bagian samping karung
dengan kain yang sudah dibasahi sampai lembab.
Tempatkan karung yang sudah diselimuti kain lembab di tempat
yang terlindungi dari sinar matahari dan air hujan.
Setiap hari lakukan pemeriksaan suhu sampai hari ke 7.
Bersamaan dengan pemeriksaan suhu, lakukan juga pemeriksaan
kelembaban dengan cara memeriksa kain penutup karung. Jika
kain penutup terlihat kering, celupkan dalam air sampai kain
lembab kembali.
Setelah hari ke 7, lakukan pembongkaran hasil dekomposisi dan
amati kondisi yang terjadi (tampilan fisik, warna dan bau).
Kemudian hasil dekomposisi dibagi menjadi 2 bagian. Satu bagian
untuk subtrat biogas, satu bagian untuk diproses lanjut untuk pupuk
organik cair (POC) dan organik padat (POP).
Satu bagian untuk substrat biogas dapat langsung dimasukkan ke
dalam digester.
Persiapan untuk bahan baku POC dan POP, bahan tersebut
diangin-angin sampai kering.

2.3.2 Prosedur Proses Filtrasi Pupuk Organik Cair


Timbang substrat yang sudah kering kemudian rendam dengan air
panas, rendam kurang lebih 1-2 jam.
Saring dengan penyaring yang sudah disiapkan sehingga yang
diperoleh sebanyak 4 liter suspense yang kental/hitam pekat dan 4
liter untuk suspensi yang encer untuk setiap 1 kg substrat kering.
Empat liter suspensi pekat dipersiapkan untuk POC dan 4 liter
suspense encer dipersiapkan untuk pakan tambahan (Feed
Supplemet).
Lakukan pengomposan terhadap suspense sampai menjadi larutan
(sudah menjadi POC).
Untuk mempercepat waktu pengomposan, dilakukan proses aerasi
sesering mungkin.
Padatan hasil ekstraksi disiapkan untuk pupuk organic padat
(POP).
2.3.3 Prosedur Proses Pembuatan Biogas
A. Pemasangan Instalasi Biogas
Siapkan instalasi biogas yang terdiri dari digester dan penampung
gas.
Rangkai instalasi biogas yang terdiri dari digester (tong plastic
dengan volume 30 L) yang dilengkapi dengan kran gas dibagian
penutupnya.
Kemudian penampung gas terbuat dari ban karet bagian dalam
yang telah dilepaskan pentilnya.
Untuk menghubungkan kran dari digester ke lubang angin pada
ban menggunakan selang plastic dengan diameter sama dengan
lubang kran dan lubang angin pada ban.
B. Pemasukan Subtrat ke dalam instalasi
Tentukan kadar air subtrat (75%).
Analisis kandungan air subtrat biogas.
Hitung penambahan air pada subtrat sampai mencapai kadar air
substrat 75%.
Timbang substrat dan air yang harus ditambahkan sesuai dengan
perhitungan.
Tambahkan air dalam substrat dan campur hingga rata
Masukkan campuran substrat tersebut ke dalam digester sampai
mencapai volume dari volume tong.
Sisipkan sealer yang terbuat dari karet pada antara tong dan
penutupnya.
Kunci tong dan penutup dengan menggunakan klem.
Inkubasi selama 1 bulan, setiap 1 minggu sekali di periksa
perkembangan proses pembentukan biogas.
Setelah 1 bulan , untuk mengetahui kualitas biogas yang dihasilakn,
lakukan uji nyala api.

2.3.4 Prosedur Proses Pembuatan Pupuk Organik Padat


Substat padat hasil ekstraksi POC diangin-angin selama 1 minggu.
Fungsinya untuk membebaskan substrat dari senyawa-senyawa
yang dapat mengganggu proses vermikomposting, seperti gas.
Substrat yang sudah dikondisikan berfungsi sebagai media
sekaligus pakan bagi cacing tanah.
Timbang substrat kurang lebih 10 liter, masukkan pada wadah
plastic yang berukuran 30x40x14 cm.
Masukkan cacing tanah sebanyak 250 g ke dalam media. Tutup
dengan karton tebal yang telah dilubangi, sampai menutupi
permukaan wadah. Tempatkan wadah yang sudah berisi cacing
tanah di tempat yang terlindungi.
Setelah 1 minggu cacing tanah dipanen.
III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Proses Dekomposisi Awal


Proses dekomposisi awal dimulai dengan menghitung kadar C/N
rasio dan kadar air substat. Perhitungan menggunakan Kadar C/N 30,
tujuan dari nisbah C/N adalah untuk menyesuaikan kebutuhan nutrisi
bakteri untuk melakukan aktivitas perombahan substrat dan tidak
menghambat proses degradasi dalam proses dekomposisi.

Tabel 1. Komposisi Nilai Nutrisi


Bahan Organik Kandungan C Kandungan N Kandungan Air
.%...........................................
Feses Sapi Perah 30.85 1.14 40.44
Jerami 34.75 0.74 11.31
Sumber : Penuntun Praktikum

Untuk memperoleh nisbah C/N 30, maka diperlukan imbangan feses sapi
perah dan jerami sebagai berikut :

C/N = C.Feses + C.Jerami


N.Feses + N.Jerami
30 = 30,85 F + 34,75 J
1.14 F + 0.74 J
30 (1.14 F + 0.74 J ) = 30.85 F + 34.75 J
34.2 F + 22.2 J = 30.85 F + 34.75 J
34.2 F 30.85 F = 34.75 J 22.2 J
3.35 F = 12.55 J
Jika F = 1 kg
Jadi Proposi Feses = 1/1.26 X 100 % = 79.37 %
Proposi jerami = 0.26/1.26 X 100 % = 20.63 %
Berdasarkan perhitungan diatas, untuk mendapatkan substrat
campuran dengan nisbah C/N 30, untuk setiap 1 kg feses sapi perah
dicampur dengan 0.27 kg jerami. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar
air.
Jumlah air feses sapi potong = 40.44 % x 1 = 0.4
Jumlah air jerami = 11.31 x 0.27 = 0.03
Jumlah air feses + jerami = 0.4 + 0.03 = 0.43
Jumlah kadar air campuran = 0.43 x 100 % / 1 + 0.27=
33.86%

Jadi, untuk mencapai kadar air campuran 55 % perlu ditambahkan


air sebagai berikut :
BK = 100 % - 33.86 % = 66.14 %
= 66.14/100 X 1.27 = 0.84 kg
Berat bahan dengan kadar air 55 % (BK 45 %) :
45 / 100 X y = 0.84 kg
y = 0.84 x 100 / 45 = 1.87 kg
Penambahan air = (1.87 - 0.43 0.84) = 0.6 kg =0.6 liter.

Jerami yang masih panjang di cacah dengan ukuran kurang lebih 2


cm menggunakan golok. Campurkan jerami dengan feses hingga
homogen dengan perbandingan yang telah dihitung diatas. Bagian yang
penting adalah Pengaruh kadar air terhadap aktivitas mikroorganisme
dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
kadar air berpengaruh terhadap kondisi resirkulasi udara untuk
ketersediaan oksigen dalam bahan. Menurut Boyd (1993) kadar air
berpengaruh terhadap proses dekomposisi yangberhubungan dengan
kadar oksigen terlarut, semakin tinggi kadar air maka ketersediaan
oksigen menjadi rendah dan akan menghambat proses dekomposisi aerob
yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada laju respirasi. Kerja
bakteri pada permukaan bahan memerlukan konsumsi oksigen yang
tinggi, untuk itu saat menyusun campuran bahan dilakukan juga proses
pemompaan oksigen ke dalam susunan bahan campuran dengan kayu.
Kurangnya oksigen mendorong aktivitas mikroorganisme
pendekomposisi bekerja pada kondisi anaerob. Menurut Buckman dan
Brady (1982) hanya jasad anaerob dan fakultatif yang dapat berfungsi
dengan baik dan wajar dalam keadaan kekurangan oksigen karena
mampu menggunakan oksigen dalam ikatan, sehingga menghasilkan
bentuk reduksi dalam bentuk karbon dioksida yang lebih tinggi. Pada
umumnya dekomposisi material organik secara aerob lebih cepat daripada
dekomposisi material organic secara anaerob.
Karung yang telah padat oleh campuran bahan di simpan di tempat
yang tidak terkena sinar matahari dan juga di selimuti oleh kain yang
sudah dibasahiuntuk mejaga kelembaban. Pola laju respirasi
mikroorganisme berdasarkan waktu menunjukkan laju respirasi tertinggi
terjadi pada hari ke 3, saat dilakukan pengukuran suhu pada media
dekomposisi awal mencapai suhu 60oC, kemudian berangsur-angsung
menurun sampai akhir proses dekomposisi awal. Dengan suhu 60oC
bakteri pathogen akan mati karena ada beberapa bakteri patogen tidak
tahan terhadap panas contoh : salmonella. Fenomena ini terjadi karena
pengaruh perombakan bahan organik oleh mikroorganisme.
Minggu pertama saat pembongkaran hasil dekomposisi awal
terlihat bahwa tampilan fisik dari bahan telah mengalami perubahan
menjadi agak lembab dan serat-serat jerami lebih mudah diputus dan
warna sudah kehitaman serta bahan yang sudah tidak mengeluarkan bau
seperti feces segar. Namun senyawa-senyawa yang lambat
terdekomposisi masih ada, sehingga masih tersedia senyawa organik
penyedia energi bagi aktivitas mikroorganisme pada proses selanjutnya.
3.2 Proses Filtrasi Pupuk Organik Cair
Berdasarkan hasil pengamatan kelanjutan dari proses dekomposisi
awal sebagian hasil dari proses dekomposisi awal akan dijadikan substrat
untuk diambil pupuk organik cair. Setelah mikroorganisme membantu
proses degradasi saat dekomposisi awal, mikroorganisme juga berperan
juga dalam menyumbang sejumlah protein sel tunggal, yang diperoleh
pada proses filtrasi substrat padat menjadi substrat cair saat proses filtrasi
pupuk organik cair.
Agar mikroorganisme tersebut dapat ikut terfiltrasi maka dilakukan
perendaman dengan air panas selama 1-2 jam yang berguna untuk
membunuh mikroorganisme yang nantinya akan tersuspensi bersama
nutrien yang terdapat dalam substrat menjadi larutan kental pupuk organik
cair. Semakin kental larutan yang diperoleh berbanding lurus dengan
baiknya kualitas pupuk organik cair, hal ini pula disebabkan dengan
proses dekomposisi awal yang benar. Tingginya kualitas kandungan N
pupuk organik cair didapat dari mikroorganisme yang terkandung pada
substrat.
Baiknya hasil dekomposisi awal membuat pupuk organik cair lebih
kental dan hitam. Hasil filtrasi juga lebih dari 4 liter pupuk organik cair,
dimana suspens yang pekat dijadikan pupuk organik cair yang kemudian
dilakukan proses aerasi agar hasil pupuk organik cair lebih maksimal dan
sisa dari suspense yang encer dipersiapkan untuk dijadikan pakan
imbuhan (feed supplement) dengan cara menambahkan molasses dan di
peram dengan keadaan anaerob selama 1 minggu.
Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas
produk tanaman, mengurangi menggunaan pupuk anorganik dan sebagai
alternatif pengganti pupuk kandang (Indrakusuma, 2000). Nitrogen yang
terkandung dalam pupuk organik cair berperan sebagai penyusun protein
sedangkan fosfor dan kalsium berperan dalam memacu pembelahan
jaringan meristem dan merangsang pertumbuhan akar dan perkembangan
daun yang. Akibatnya tingkat absorbsi unsur hara dan air oleh tanaman
sampai batas optimumnya yang akan digunakan untuk pembelahan,
perpanjangan dan diferensiasi sel.

3.3 Proses Pembuatan Biogas


Berdasarkan hasil pengamatan padatan by product dari pembuatan
pupuk organik cair dibuat menjadi biogas. Instalasi biogas terdiri dari
digester (tong plastic dengan volume 30 L) yang dirancang sedemikian
rupa agar tercipta kondisi anaerob yang nantinya digester akan
menghasilkan gas metan. Prinsip pembuatan biogas adalah adanya
dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas)
untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan
(yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang
disebut biogas. Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah
mikroorganisme, terutama bakteri metanogenik. Suhu yang baik untuk
proses fermentasi adalah 30-55OC, dimana pada suhu tersebut
mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal.
Kadar air yang harus dicapai adalah 75% karena produktifitas
biogas yang dihasilkan pada perbandingan kandungan air dengan kotoran
sapi perah. Salah satu dari beberapa hal yang penting pada teknologi
biogas adalah kemampuannya untuk membentuk biogas dari limbah
organik yang jumlahnya berlimpah dan tersedia secara bebas.
Diantaranya, penambahan jumlah air sampai kekentalan yang diinginkan
(bervariasi antara 1 : 1 sampai 1 : 2) (Karim dkk, 2005). Jika terlalu pekat,
partikel-partikel akan menghambat aliran gas yang terbentuk pada bagian
bawah digester. Sebagai akibatnya, produksi gas akan lebih sedikit.
Pada saat terjadi kenaikan temperatur, maka sebagian akan
meningkatkan tekanan gas atau paling tidak menjaga tekanan gas dalam
keadaan stabil, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi perlu diketahui bahwa
kenaikan temperatur tidak selalu diikuti meningkatnya tekanan gas di
dalam digester, akan tetapi akan mengalami penurunan pada temperatur
tertentu. Itu dikarenakan bakteri pembentuk methane tidak dapat bertahan
hidup pada temperatur yang panas (lebih dari 40 derajat) atau pada
temperatur yang dingin (kurang dari 20 derajat). Temperatur yang baik
untuk pertumbuhan bakteri methane adalah pada kisaran mesofilik (25 0 C
30 0 C) (Anonymous, 1999). Untuk temperatur yang sama dan jumlah
kandungan air yang berbeda akan menghasilkan tekanan gas yang
berbeda pula, karena pada jumlah kandungan air tertentu menyebabkan
bakteri mudah untuk berkembang biak atau beraktifitas sehingga proses
fermentasi berlangsung lancar. Sehingga produksi gas yang dihasilkan
akan optimal.

3.4 Proses Pembuatan Pupuk Organik Padat


Berdasarkan hasil pengamatan bahan untuk proses pembuatan
pupuk organik padat diambil dari by product substrat padat hasil filtrasi
pupuk organik cair yang telah diangin-anginkan selama 1 minggu. Tujuan
dari proses diangin-anginkan untuk membebaskan substrat dari senyawa-
senyawa yang dapat mengganggu proses vermicomposting. Substrat
padat diketahui layak dijadikan media sekaligus pakan bagi cacing tanah
karena masih banyak mengandung nutrisi seperti :N, p, K, Ca, Mg, S. Fe,
Mn, AI. Na, Cu. Zn, Bo dan Mo. Vermikomposting adalah proses eko-
bioteknologi yang mengubah senyawa organic kompleks menjadi produk
mirip humus yang stabil (Navaro et al.,2009).
Vermikomposting juga merupakan proses biooksidasi dan
stabilisasi sisa organik yang dipercepat oleh interaksi yang kompleks
antara cacing tanah dengan mikrobiota (Raphael & Velmourugane, 2010).
Mikrobiota bertanggungjawab terhadap dekomposisi sisa organik secara
biokimiawi, dan cacing tanah memfragmentasi sisa organik dan sebagai
penggerak utama dalam menciptakan aerasi dan kondisi substrat
sehingga aktivitas mikrobiota meningkat. Proses vermikomposting mudah
dan murah (Wang et al., 2010).
Cacing yang digunakan adalah cacing jenis Lumbricus rubellus.
Cacing ini hidup dengan menguraikan bahan organik. Bahan organik ini
menjadi bahan makanan bagi cacing. Untuk memberikan kelembaban
pada media bahan organik, perlu ditambahkan kotoran ternak atau pupuk
kandang. Selain memberikan kelembaban, pupuk kandang juga
menambah karbohidrat, terutama selulosa, dan merangsang kehadiran
mikroba yang menjadi makanan cacing tanah. Sisa metabolisme cacing ini
yang nantinya akan menjadi pupuk organik padat yang kandungan
nutrisinya mirip seperti hara tanah.
IV
KESIMPULAN

Dari hasil praktikum pengolahan feses sapi perah dan jerami padi
secara terpadu menjadi pupuk organik cair, biogas dan pupuk organik
padat.ditarik kesimpulan :
Cara pengolahan feses sapi perah yang ditambah jerami padi secara
terpadu dapat dilakukan berdasarkan prinsip yang sinergis. Dimulai
dari dekomposisi awal dengan prinsip dekomposisi bahan organic
yang terkandung dalam limbah peternakan sebelum proses
pengolahan selanjutnya, membuat pupuk organik cair dengan prinsip
ekstraksi biomassa mikroorganisme, pemisahan suspense
mikroorganisme dan substrat, dan pengomposan suspense
mikroorganisme , biogas dengan prinsip dekomposisi bahan organic
dalam kondisi anaerob menghasilkan gas metan dan pupuk organik
padat dengan prinsip vermicomposting.
DAFTAR PUSTAKA

Ansari, A.A. 2011. Worm Powered Environmental Biotechnology in


Organic Waste Management. International Journal of Soil Science 6
(1):25-30, 2011. ISSN 1816- 4978. DOI: 10.3923/ijss.
Trie, Rohaji. 2006. Memanfaatkan Cacing Tanah Untuk Hasilkan Pupuk
Organik. http://www.beritabumi.or.id, 12 November 2013.
Triasnayuni, Nungki. 2007. Pengaruh Masukan Cacing Tanah
TerhadapKetersediaan N,P,Kpupuk Organik Sampah Daun
Vermikompos. Skripsi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya, Malang
Fardiaz, S., 1988. Fisiology Fermentasi. Pusat Antar Universitas IPB
dengan Lembaga sumberdaya Informasi IPB, Bogor. 186 hal.
Ana Nurhasanah, T. W. (2009). Perkembangan Digester Biogas di
Indonesia. Pertanian, 1-7.
Wahyuni, S. 2009. Biogas, Penebar Swadaya Jakarta.
Aliah, 2009. Pengaruh Pemasangan Sekat Pada Ruang Digester Kotoran
Sapi Terhadap Kapasitas Biogas, Fakultas Teknik Universitas

Anda mungkin juga menyukai