Anda di halaman 1dari 38

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II

PENDAHULUAN

1. Pengantar
Praktikum Kimia Analitik II merupakan lanjutan praktikum Kimia Analitik I, dimana pada
praktikum Kimia Analitik II ini, difokuskan pada metoda analisis kuantitatif. Beberapa metoda analisis
kimia yang dapat digunakan baik secara penentuan melalui molekulisasi maupun atomisasi melalui
metoda spektroskopi. Metoda analisis kimia secara atomisasi diberikan khusus pada praktikum kimia
instrumentasi yang berdasarkan pada sifat-sifat optik senyawa yang akan ditentukan.
Praktikum Kimia Analitik II diberikan berupa metoda analisis secara konvensional, yaitu
metode titrimetri atau volumetri dan gravimetri. Beberapa metoda analisis kimia dalam praktikum ini
dibagi atas beberapa Modul Praktikum, yakni :

Modul 1 Peralatan : Persiapan Analisis Kuantitatif.


Modul 2 Asam – Basa : Penentuan Kadar HCl dengan Larutan Standar NaOH.
Modul 3 Asam – Basa : Aplikasi Titrasi Asam-Basa Dalam Penentuan Angka Asam Dari
Minyak Goreng (Organik).
Modul 4 Permanganometri : Penentuan Kadar Besi (Fe) Secara Permanganometri.
Modul 5 Iodometri : Penentuan Kadar Tembaga (Cu) Secara Iodometri.
Modul 6 Argentometri : Penentuan Kadar Klorida Secara Argentometri (Metoda Mohr).
Modul 7 Kompleksometri : Penentuan Kadar Kalsium dan Magnesium Secara Kompleksometri.
Modul 8 Gravimetri : Penentuan Kadar Air Barium sebagai Barium Sulfat.

2. Analisis Kuantitatif
Kimia analisis dapat dibagi menjadi dua bidang yang disebut analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif membahas identifikasi zat-zat, unsur atau senyawa apa yang terdapat
dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif mempelajari penetapan kadar suatu zat tertentu yang
terkandung dalam sampel. Zat yang ditetapkan disebut analit, yang dapat berupa bagian kecil atau
bagian besar dari contoh/cuplikan/sampel yang di analisis. Jika kandungan analit dalam sampel lebih
dari sekitar 1% dari sampel, maka analit itu dianggap sebagai konstituen utama (mayor). Dianggap
sebagai konstituen kecil (minor), jika banyaknya antara 0,01 – 0,1% dari sampel. Akhirnya, suatu zat
yang hadirnya kurang dari 0,01% dianggap sebagai konstituen runutan (trace).
Pengelompokan analisis kuantitatif lain dapat didasarkan pada ukuran contoh yang tersedia
untuk di analisis. Bila tersedia contoh (sampel) seberat lebih dari 0,1 g, itu disebut analisis makro,
analisis semimikro dapat dilakukan terhadap sampel yang beratnya antara 10 – 100 mg, dan analisis
mikro dilakukan terhadap sampel yang beratnya 1 – 10 mg; atau analisis ultramikro melibatkan
sampel pada orde 1 mikrogram (g).

Langkah-langkah analisis kimia terdiri dari 4 tahapan pokok :


1. Sampling (pengambilan atau pencuplikan sampel)
Sampling adalah memilih suatu sampel yang mewakili dari bahan yang akan di analisis. Teknik
sampling yang digunakan sangat menentukan keberhasilan analisis dalam penetapan suatu
unsur/senyawa. Sampel dari suatu unsur/senyawa yang akan ditentukan harus dapat mewakili
semua bahan yang akan di analisis. Tujuan sampling adalah untuk mendapatkan sampel yang
homogen yang susunannya representatif untuk zat yang akan dianalisis.
2. Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel adalah mengubah suatu analit menjadi suatu bentuk yang sesuai untuk
pengukuran. Sering dalam analisis tidak dapat langsung diukur sesuai dengan metoda
analisisinya, tetapi harus diubah ke dalam bentuk yang dapat digunakan. Misalnya sampel harus
dilarutkan atau diubah menjadi senyawa lain yang dapat langsung di analisis. Kemungkinan juga
sampel harus dilakukan pemisahan unsur/ komponen yang akan di analisis dari unsur/komponen
yang mungkin akan mengganggu dalam pengukuran. Biasanya penyiapan sampel yang
heterogen lebih sulit dan memakan waktu lama bila dibandingkan dengan pengukurannya sendiri.
3. Pengukuran
Setelah sampel siap dalam bentuk yang dapat diukur, maka dilakukan pengukuran dengan
metoda/alat ukur yang sesuai dengan metoda analisis yang dipakai. Hasil pengukuran ini
digunakan untuk mengevaluasi kandungan/kadar zat yang akan ditentukan.
4. Evaluasi
Mengevaluasi hasil pengukuran biasanya menggunakan dasar statistik atau persamaan-
persamaan kimia berdasarkan reaksi kimianya, baik yang sederhana maupun yang cukup rumit.

3. Analisis Gravimetri
Analisis gravimetri, atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot, adalah proses isolasi serta
penimbangan suatu unsur atau senyawa tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni
mungkin. Unsur atau senyawa itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki, yang telah
ditimbang. Sebagian besar penetapan pada analisis gravimetri menyangkut pengubahan unsur yang
akan ditetapkan menjadi sebuah senyawa yang murni dan stabil, yang dapat dengan mudah diubah
menjadi satu bentuk yang sesuai untuk ditimbang. Pemisahan unsur atau senyawa yang
mengandungnya dapat dicapai dengan beberapa metode, yang terpenting darinya adalah
pengendapan, metode penguapan, metode elektro analisis, metode ekstraksi dan kromatografi.
Pada tahap ini dapatlah disebutkan bahwa kelebihan yang penting dari analisis gravimetri,
dibandingkan analisis titrimetri/volumetri adalah bahwa bahan penyusun zat telah diisolasi, dan jika
perlu dapat diselidiki terhadap ada tidaknya zat pengotor, dan diadakan koreksi; kekurangan dari
metode gravimetri adalah bahwa metode ini umumnya lebih memakan waktu.

Faktor-faktor yang menentukan analisis gravimetri yang berhasil adalah :


1. Endapan harus tak dapat larut, sehingga tak akan terjadi kehilangan yang berarti, bila endapan
dikumpulkan dengan penyaringan.
2. Sifat fisika endapan harus sedemikian, sehingga endapan dapat dengan mudah dipisahkan dari
larutan dengan penyaringan, dan dapat dicuci sampai bebas dari zat pengotor yang larut.
3. Endapan harus atau yang dapat diubah menjadi senyawa murni dengan komposisi kimia yang
tertentu/diketahui.

Dalam prosedur gravimetri yang lazim, suatu endapan ditimbang, dan dari nilai ini bobot analit
dalam sampel dihitung. Maka presentase analit A adalah :

%A= x 100%
dimana : bobot analit A adalah perkalian dari bobot endapan yang di dapat dengan “faktor
gravimetric”. Sebagai suatu contoh apabila kita ingin menentukan kadar Ba dari endapan BaSO4,
maka :
faktor gravimetri =

Secara langsung % Ba = x x 100%

4. Analisis Titrimetri (secara visual)


Analisis titrimetri adalah suatu analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan
volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, untuk bereaksi dengan larutan
dari zat yang akan ditentukan konsentrasinya. Larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dengan
tepat disebut larutan standar/baku primer. Larutan standar primer adalah suatu larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya dengan tepat yang dibuat dengan cara penimbangan zat standar primer
dan melarutkannya dalam pelarut sampai volume tepat pula. Larutan tersebut dapat langsung
digunakan untuk menetapkan konsentrasi zat-zat lain, sedangkan larutan standar sekunder adalah
suatu larutan yang dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi zat-zat lain, tetapi sebelumnya
harus ditetapkan dulu konsentrasinya terhadap larutan standar primer.
Larutan standar biasanya ditambahkan dari buret. Proses penambahan larutan standar dari
buret sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Lengkapnya suatu titrasi, lazimnya harus terdeteksi
oleh suatu perubahan, yang tak dapat dilihat oleh mata, umumnya terjadi suatu perubahan warna
oleh penambahan suatu pereaksi yang dikenal sebagai indikator. Keadaan dimana reaksi tepat
lengkap disebut titik ekivalen, sedangkan saat dimana dalam suatu titrasi mulai terjadi perubahan
warna disebut titik akhir titrasi

Untuk digunakan dalam analisis titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi-kondisi
(persyaratan) berikut :
1. Reaksi harus harus cepat dan persamaan reaksinya tertentu. Tidak boleh ada reaksi samping.
2. Reaksi harus berjalan sampai boleh dikatakan lengkap pada titik ekivalen.
3. Beberapa metoda harus tersedia untuk menetapkan kapan titik ekivalen tercapai.
MODUL 1
ALAT-ALAT DAN PERSIAPAN ANALISIS KUANTITATIF

Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dalam analisis kuantitatif selain penguasaan teori
serta pemilihan metode dan prosedur yang cocok, faktor lain yang memegang peranan penting
adalah pengetahuan tentang alat-alat yang akan dipergunakan.
Secara umum, alat-alat tersebut dibagi menjadi dua golongan. Pertama, adalah alat-alat yang
dipergunakan untuk mengukur seperti neraca, pipet, buret, dan labu ukur. Alat-alat tersebut harus
mempunyai ketepatan dan kecermatan yang tinggi. Golongan kedua adalah alat-alat bantu seperti
gelas kimia, erlenmeyer, corong/penyaring, cawan, kui, pembakar, dan lain-lain. Selain kecermatan
dan ketepatan dari alat-alat ukur, secara umum cara-cara penggunaan yang baik dan benar
merupakan kunci keberhasilan analisis kuantitatif.

1. ALAT TIMBANG/NERACA
Menimbang merupakan suatu tahap yang paling penting dalam analisis kuantitatif di
Laboratorium yang baik dapat dijumpai berbagai neraca, antara lain.

Tabel 1.1 Macam-macam neraca


Macam Neraca Daya muat maksimum Kepekaan
Neraca teknis 1 kg 10 – 100 mg
Neraca analitis 150 – 250 g 0,1 mg
Neraca semimikro 50 – 100 g 0,01 mg
Neraca mikro 10 – 30 g 1 μg
Neraca ultramikro 5g 0,1 μg

Daya muat maksimum suatu timbangan adalah beban maksimum yang boleh ditimbang. Di atas
daya muatan maksimum, penimbangan akan menghasilkan penyimpangan atau kesalahan karena
berubahnya kepekaan dan ketepatan neraca yang disebabkan oleh melengkungnya lengan neraca
atau rusaknya pisau-pisau. Kepekaan suatu neraca adalah berat atau perubahan berat yang terkecil
yang masih bisa diamati dengan neraca tersebut. Kepekaan neraca tergantung pada titik berat,
panjang lengan, berat beban, dan ketajaman pisau-pisau.

Neraca Analitis
Neraca analitis yang sederhana telah jarang ditemui atau dipergunakan di laboratorium, mempunyai
dua piringan yang tergantung pada ujung-ujung lengan neraca. Piring kiri digunakan untuk
meletakkan benda akan ditimbang, sedangkan piring kanan untuk meletakkan batu-batu timbangan
sehingga neraca kembali ke keadaan setimbang. Satu set batu timbangan dari 10 mg s/d 100 g
melengkapi neraca tersebut. Untuk berat dalam satu satuan mg digunakan anting-anting dengan
berat 10 mg yang diletakkan pada lengan neraca yang berskala dari 0 (pada titik tengah) sampai 10
mg (tepat ditambahkan mana piringan-piring digantung). Persepuluhan mg ditentukan dengan cara
menentukan titik-titik kesetimbangan; ao, titik setimbangan neraca dalam keadaan tanpa beban, a1,
titik setimbangan neraca dengan beban, dan a2, titik kesetimbangan dengan beban dan batu
timbangan berbeda 1 – 2 mg dari pada penentuan titik a1. Dengan demikian, penimbangan akan
memerlukan waktu yang cukup lama (15 – 30 menit).
Neraca analitis generasi kedua, yang lebih modern, dikenal sebagai neraca listrik, biasanya
hanya mempunyai satu piring yang digunakan untuk meletakkan benda/beban yang ditimbang. Batu
timbang sejumlah daya muat timbangan terdapat pada daerah piring neraca, berat batu timbang
minimum adalah 1 gram. Pada bagian lengan yang tak terlihat, beban sedemikian rupa agar neraca
dalam keadaan setimbang. Dengan demikian penimbangan dilakukan dengan cara “substitusi” yaitu
bila suatu benda diletakkan pada piring, maka batu timbangan harus diangkat, dengan memutar knop
yang dilengkapi pula skala yang menunjukkan batu timbangan yang diangkat, agar kembali dalam
keadaan setimbang. Suatu piranti optis melengkapi neraca ini yang berguna untuk pembacaan yang
menunjukkan berat antara 0 – 1000 mg. Skala ini dibagi dalam 100 bagian, tiap bagian setara dengan
10 mg. Pembacaan berat dalam mg dan persepuluhan mg di dapat dengan mengatur skala puluhan
mg hingga tepat berimpit dengan “celah kesetimbangan”. Dengan cara substitusi ini, kesalahan-
kesalahan karena perbedaan panjang lengan dan kepekaan dapat dihindari karena neraca selalu
dalam keadaan yang tepat dengan berat maksimum. Penimbangan dengan neraca listrik
membutuhkan waktu 1 – 2 menit saja.
Generasi ketiga ialah neraca elektronik yang penggunaannya menjadi sangat mudah dan cepat
dan sekarang hampir digunakan di semua laboatorium. Prinsip kerja neraca ini menggunakan
kumparan listrik yang menghasilkan gaya elektromagnet yang menahan piringan neraca. Apabila
suatu ada suatu benda pada piringan, akan terjadi ketidaksetimbangan dari gaya penahan.
Kesetimbangan akan segera tercapai dengan adanya perubahan arus listrik yang mengalir pada
kumparan. Perbedaan arus listrik akan setara dengan berat benda pada piringan. Suatu
mikroprosesor akan mengkonversi besaran arus secara digital dalam satuan gram. Adanya fasilitas
”Tare” memungkinkan neraca menunjuk 0,0000 g walaupun ada benda di atas piringan neraca. Hal
ini memungkinkan kita dapat menimbang suatu bahan kimia tanpa harus melibatkan/mengetahui
berat wadah.

1.2. Neraca Elektronik


Neraca elektronik mempunyai keuntungan dibandingkan dengan neraca analitis generasi I dan II,
yaitu bebas dari kesalahan-kesalahan akibat mekanik dan berkurangnya kepekaan terhadap getaran,
pembacaan secara digital. Neraca elektronik dioperasikan menggunakan daya elektromagnetik yang
dapat memperbaiki kesetimbangan nampan timbangan, sehingga bila suatu objek ditambahkan maka
resultan gaya dari nampan timbangan dapat dihilangkan. Neraca elektronik dilengkapi dengan
fasilitas pen’tara’an sehingga berat wadah dapat dihilangkan, dan mempunyai sistem uji otomatis
yang ditunjukkan oleh ketepatan penimbangan pada setiap waktu ketika tombol dinyalakan (sistem
kalibrasi).
Dari kemampunnya, neraca elektronik digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan kisaran berat
penimbangan:
a. 0 – 200 g dengan ketelitian 0,1 mg (Neraca makro)
b. 0 - 30 g dengan ketelitian 0,01 mg (Neraca semimikro)
c. 0 – 20 g dengan ketelitian 1 μg (Neraca mikro)
d. 0 – 5 g dengan ketelitian 0,1 μg (neraca ultramikro)

1.3. Syarat-syarat menimbang


1. Neraca harus diletakkan secara mendatar di atas meja yang tidak dapat bergetar (meja beton),
tidak langsung tersinar cahaya matahari, tidak dekat dengan sumber panas dan harus bebas
dari bahan yang mudah menguap dan korosif.
2. Menimbang zat sebaiknya dalam botol timbang dari gelas atau plastik bertutup (untuk zat yang
dapat mengalami perubahan di udara). Zat yang stabil dapat ditimbang di atas lembaran plastik
atau kertas glassine yang khusus untuk menimbang. Penimbangan menggunakan kertas tidak
dibenarkan. Kaca arloji hanya boleh digunakan untuk menimbang butiran padat misalnya tablet,
bukan yang berupa serbuk, Berikan alasan!
3. Waktu menimbang kita harus berhati-hati agar timbangan tidak terkotori. Bersihkan segera bila
ada kotoran.
4. Jika suatu benda baru dilap, penimbangan harus ditangguhkan beberapa saat untuk
menghilangkan muatan listrik dan dapat menerima kembali lapisan/kulit air.
5. Bila suhu benda berbeda dengan suhu sekitar timbangan, tunda penimbangan sampai suhunya
sesuai.
6. Setelah selesai menimbang, kembalikan dalam keadaan nol dan di”off”kan.

1.4. Percobaan dengan neraca analitik (elektronik)


1. Periksa apakah neraca, lemari, dan alas dalam keadaan bersih. Jika perlu bersihkan dengan
kuas.
2. Periksa apakah neraca dalam keadaan horisontal terhadap waterpas.
3. Tekan tombol “ON” untuk menyalakan timbangan. Periksa apakah pembacaan menunjukkan
angka 0,0000 (g). Tekan tombol “CAL” (kalibrasi) sehingga tampilan angka tepat nol.
4. Letakkan benda yang akan ditimbang pada piring neraca dan bacalah angka yang menunjukkan
berat benda tersebut.
Untuk menimbang bahan kimia dapat ditempuh dengan dua cara:

Cara 1.
- Kalibrasi neraca dalam keadaan tidak berbeban (0,0000 g).
- Letakkan wadah (tempat penimbangan), tentukan beratnya seteliti mungkin (s/d 0,1 mg).
Catatan: Dengan menekan tombol “TARE” akan mengeliminasi berat wadah kosong ditimbang.
Layar menunjukkan 0.0000 g.
- Masukkan zat ke wadah sampai mendapat berat yang diperlukan. Tentukan berat tempat seteliti
mungkin. Berat zat adalah selisih dari kedua penimbangan di atas (atau langsung pada layar
apabila tombol “TARE” digunakan).

Catatan:
Cara ini sebaiknya dilakukan bila zat yang ditimbang harus mempunyai berat yang tertentu. Pada
umumnya dalam analisis kuantitatif tidak perlu menimbang dengan tepat seperti apa yang kita
dapatkan dari perhitungan, tetapi cukup di sekitar berat tersebut.
Istilah : timbangan dengan teliti kira-kira/sekitar/lebih kurang, sering kita jumpai dalam suatu prosedur
analitis, yang maksudnya ialah bahwa kita tidak perlu menimbang tepat seperti apa yang kita
kehendaki tetapi harus teliti (diketahui sampai persepuluhan mg). Kadang-kadang digunakan juga
timbangan dengan teliti antara a – b gram. Dengan adanya hal demikian, penimbangan zat lebih baik
dilakukan menurut:

Cara 2:
- Siapkan wadah untuk zat yang akan ditimbang, labu titrasi atau labu ukur untuk melarutkan zat
tersebut, kalau perlu dilengkapi dengan corong.
- Timbang wadah, kemudian tambahkan zat sehingga beratnya mendekati yang dibutuhkan dan
catat beratnya dengan teliti.
- Tuangkan/pindahkan zat ke dalam labu yang akan digunakan untuk melarutkan (melalui corong).
Timbang kembali dengan teliti tempat plus sisa zat yang menempel.
- Berat zat yang dipindahkan ke labu adalah selisih kedua penimbangan.

Untuk pembuatan pereaksi, pada umumnya konsentrasinya tidak memerlukan ketepatan dan
ketelitian tinggi, cukup menggunakan neraca teknis dengan ketelitian sekitar 0,01 gram
2. ALAT-ALAT UKUR VOLUMETRI
Alat ukur volumetri yang umum digunakan dalam analisis kuantitatif ialah :
a. Labu ukur (disebut juga labu takar, labu titrimetri /volumetri, maatkof, graduated flask).
b. pipet seukuran (pipet pindah, pipet volumetri, vol-pipet, transfer pipette).
c. Buret.
d. gelas ukur (silider-ukur, graduated cylinder).
e. pipet ukur (graduated pipette).

Labu ukur, pipet seukuran, dan buret harus digunakan bila pengukuran volum memerlukan ketelitian
yang tinggi. Sedangkan pipet ukur dan gelas ukur dapat digunakan jika ketelitiannya kurang begitu
diperlukan.
Pada umumnya labu ukur dikalibrasi untuk isinya yaitu volome larutan yang terkandung sesuai
dengan yang dinyatakan pada labu tersebut serta tanda TC atau C yang berarti “To Contain “.
Keempat alat ukur lainnya. Umumnya dikalibrasi untuk cairan yang dikeluarkan. Tanda TD pada alat-
alat teresebut berarti “To Deliver”, maksudnya bahwa kalibrasinya untuk cairan yang dipindahkan
atau dikeluarkan.
Dalam keadaan khusus, kalibrasi dilakukan sebaliknya, labu ukur dengan tanda TD atau pipet
dengan tanda TC dapat kita jumpai pipet TC digunakan bila pipet harus dibilas dengan pelarut
sehingga larutan dapat dikeluarkan.
Dalam penggunaan alat-alat ukur volumetri agar diperhatikan :
- Bacalah bagian bawah meniskus untuk menentukan sikap volume. Untuk larutan yang bewarna
gelap dan tidak bening dimana bagian bawah meniskus tidak tampak dengan jelas maka bacalah
bagian atasnya.
- Jangan memegang alat tersebut dengan telapak tangan (digenggam). Peganglah labu ukur pada
lehernya dan pipet pada tangkai atasnya dengan jari.
- Jangan mengeringkan di dalam lemai pengering atau dipanaskan. Kalau perlu keringkanlah
dengan pembilas alkohol atau aseton dan kemudian ditiup dengan blower.
- Jagalah jangan sampai bagian dalam bejana volumetri menjadi kotor dan berlemak. Cucilah
segera alat-alat bekas pakai sebelum disimpan dalam lemari. Bersihkanlah alat-alat tersebut
menurut cara-cara yang diberikan di bawah ini :

2.1 Membersihkan alat-alat titrimetri/volumetri


Salah satu syarat yang penting dalam penggunaan alat-alat volumetri, terutama alat ukur ialah
harus betul-betul bersih dan bebas lemak. Apabila alat-alat masih belum bebas lemak, hal ini dapat
terlihat dari tidak meratanya lapisan air dan atau adanya tetesan-tetesan air yang tertinggal pada
dinding atau permukaan gelas bila setelah diisi dan kemudian dikeluarkan airnya.
Cara-cara membersihkan :
- Cucilah alat-alat gelas dengan menggunakan teepol atau detergen lainnya dengan cara
mengisiskannya ke dalam alat tersebut. Kemudian kocok atau sikatlah sehingga semua kotoran
terlepas. Tuangkan isinya dan bilas dengan air kran sampai bersih dari detergen dan bilaslah
dengan aquades sebanyak 3 kali. Taruh dalam keadaan terbalik agar semua air menetes keluar.
- Untuk alat-lat yang berlemak dan tidak hilang dengan cara pencucian di atas, gunakan salah satu
larutan pencuci di bawah ini :
1. Larutan dikromat asam sulfat pekat.
Larutkan 25 gram kalium- atau natrium-dikromat dalam 50 mL air panas. Pindahkan ke dalam
gelas kimia 800 mL, dinginkan. Tambahkan dengan hati-hati sedikit demi sedikit asam sulfat pekat
teknis sambil diaduk dengan baik sampai volume 500 mL. Pencucian dilakukan dengan cara
merendam atau mengisis alat-alat gelas selama beberapa jam atau semalam. Kemudian dicuci
dengan air kran dan bilas dengan aquades.
2. Larutan KOH dalam alkohol
Larutkan 100 gram KOH teknis dalam 100 mL air, biarkan agar mendingin. Encerkan dengan
penambahan alkohol 95% sampai 1 liter. Larutan ini bersifat basa keras sehingga akan merusak
gelas. Pencucian dilakukan dengan cara mengisi alat-alat gelas dengan sedikit larutan KOH-
alkohol. Lalu usahakan agar seluruh permukaan dalam terbilas dengan cara memutarbalikan alat
gelas tersebut. Biarkan untuk beberapa menit (5 - 10 menit) dan bilaslah dengan air kran dan
kemudian aquades.

Perhatian:
Karena kedua larutan pembersih ini mengandung asam atau basa kuat yang pekat, jangan sekali-
kali menyedot dengan mulut untuk membersihkan pipet, usahakan agar tidak ada tumpahan ke
meja kerja, lantai, badan serta pakaian. Pembersih ini dapat digunakan berulang-ulang, kemudian
bekas pakai ke botol asal. Bila larutan dikromat-asam sulfat telah berwarna hijau, hal ini
menandakan sudah tidak efektif lagi sebagai pembersih. Encerkan dahulu dengan cara
menuangkan sedikit ke dalam air banyak agar tidak terjadi panas yang mendadak, sebelum
dibuang ke saluran pembuangan.

2.2 Cara-cara penggunaan alat volumetri


Cara menggunakan alat-alat volumetri yang baik dan benar merupakan faktor yang cukup
menentukan dalam keberhasilan suatu analisis. Keterampilan ini akan mudah dicapai dengan latihan-
latihan yang harus dilandasi pula dengan pengetahuan tentang alat-alat tersebut. Latihan serta
penjelasannya akan diberikan di Laboratorium.

2.3 Kalibrasi alat-alat ukur volumetri


Satuan volume yang biasa digunakan dalam kimia analisis adalah liter atau mililiter. Sebelum
tahun 1964, satu liter didefiniskan sebagai volume dari 1 kg air yang ditimbang dalam vakum pada
suhu 3,98 oC pada tekanan 1 atm, yang ternyata sesuai dengan 1,000028 dm3. Dalam tahun 1964,
pada Konferensi Umum Bobot dan Ukuran XII di Paris diputuskan definisi baru tentang besaran liter,
yaitu sebagai nama lain dari dm3. Dengan demikian menghapus perbedaan sebesar 0,000028 antara
liter dan dm3. Pada umumnya, air digunakan sebagai bahan pengkalibrasi volume karena kerapatan
jenis air pada berbagai suhu telah diketahui dengan tepat (dalam Vakum). Berbagai koreksi perlu
dilakukan untuk menemukan volume air dari beratnya. Hal ini disebabkan adanya :
- Perbedaan suhu pada percobaan di laboratorium dengan suhu alat dikalibrasi pertama kali untuk
menentukan skalanya, yaitu 20 oC atau 27,5 oC, hal ini karena adanya perbedaan koefisien mulai
air dan gelas yang berbeda.
- Rapat jenis air ditetapkan dalam keadaan vakum.
- Perbedaan rapat jenis air dengan rapat jenis batu timbangan (1:8,4) menyebabkan perbedaan
gaya tekanan ke atas, yang besarnya tergantung dari tekanan atmosfir dan kelembabannya.

Hubungan antara berat air dengan volumenya (dalam hal ini volume alat gelas) yang telah dikoreksi
untuk hal tersebut di atas diberikan pada Tabel 1.

Tabel II menunjukkan toleransi yang diberikan untuk alat ukur volumentri yang ditetapkan NBS
(Amerika Serikat) dan BS Class A (Inggris) untuk alat dengan ketelitian yang sangat tinggi serta BS
Class B (juga di Farmakope Indonesia) untuk alat-alat yang digunakan dengan ketepatan yang biasa-
biasa.
Tabel 1. Volume 1,0000 gram air pada berbagai suhu dan BJ.

Temp. Volume Temp. Volume


BJ BJ
(oC) (mL) (oC) (mL)
10 1,0016 0,9984 23 1,0034 0,9966
11 1,0017 0,9983 24 1,0036 0,9964
12 1,0018 0,9982 25 1,0038 0,9962
13 1,0019 0,9981 26 1,0041 0,9959
14 1,002 0,9980 27 1,0043 0,9957
15 1,0021 0,9979 28 1,0046 0,9954
16 1,0022 0,9978 29 1,0048 0,9952
17 1,0023 0,9977 30 1,0051 0,9949
18 1,0024 0,9976 31 1,0054 0,9946
19 1,0025 0,9975 32 1,0056 0,9944
20 1,0026 0,9974 33 1,0059 0,9941
21 1,0027 0,9973 34 1,0062 0,9938
22 1,0028 0,9972 35 1,0069 0,9931

Tabel II. Toleransi untuk alat ukur volumetri dari gelas (mL)
Labu takar Pipet Buret
Kapasitas sama atau
NBS/BS-A BS-B/F1
kurang dari (mL)
(1) (II) (I) (II) (I) (II)
2 - - 0,006 - - -
5 - 0,04 0,01 - 0,02 0,04
10 - - 0,02 0,04 0,02 0,04
25 0,03 0,06 0,03 0,06 0,03 0,06
50 0,05 0,10 0,04 0,08 0,05 0,10
100 0,08 0,16 0,08 0,12 0,10 0,20
200 0,10 0,20 0,10 0,20 - -
500 0,15 0,30 - - - -
1000 0,30 0,80 - - - -

Petunjuk Umum Kalibrasi


1. Alat-alat yang akan dikalibrasi harus benar-benar bersih dan bebas lemak. Labu ukur harus dalam
keadaan kering sebelum ditimbang dalam keadaan kosong, sedangkan buret dan pipet tidak perlu
dikeringkan.
2. Alat-alat dan air yang akan digunakan untuk kalibrasi harus mempunyai suhu yang sama dengan
suhu ruang. Siapkan beberapa jam sebelum percobaan dimulai dan taruh sekitar timbangan (di
ruang timbang).
3. Untuk alat-alat yang kecil, berat kurang dari daya muat maksimum timbang, gunakanlah neraca
analitis. Pembacaan dengan teliti cukup sampai satuan miligram. Neraca teknis dengan ketelitian
sampai puluhan mg digunakan untuk menimbangan yang lebih berat dari daya muat maksimum
neraca analitis.
4. Ulangi percobaan 1-2 kali, untuk perhitungan gunakan harga rata-ratanya.
Contoh perhitungan (gunakan Tabel I dan II).
Beberapa koreksi kalibrasi dari pipet 10 mL yang mengeluarkan 9,93 gram pada suhu 19 oC ?
Apakah perlu diadakan koreksi?
Jawab :
Volume pipet = 9,93 x 1,0026 = 9,96 mL (pada 20 oC, Tabel I)
Penyimpangan = (9,96 – 10.00) mL = -0,04 mL
Pipet ini memenuhi syarat untuk Class B karena toleransinya yang diberikan adalah 0,04 (Tabel
II) tetapi tidak memenuhi syarat Class A atau NBS (0,02 mL).

2.3.1 Kalibrasi pipet


1. Periksalah apakah pipet bersih, bagian dalam pipet harus dilapisi air yang merata pipet tidak
perlu dikeringkan.
2. Timbang labu erlenmeyer 100 mL yang bersih dan kering (ingat suhunya) sampai mg yang
terdekat.
3. Isilah pipet dengan aquades dengan cara menghisap, bilaskan dan ulangi 2-3 kali. Ukur suhu
dari aquades.
4. Isilah pipet dengan aquades sampai melewati tanda batas, keringkan bagian luar pipet yang
basah dengan melapnya dengan kertas saring.
5. Pipet dipegang tegak lurus dan gunakan telunjuk untuk menutup-buka ujung pipet dan ujung
bawah pipet ditempelkan ke dinding bejana yang dimiringkan telah 45o. Keluarkan air dengan
hati-hati sampai meniskusnya tepat duduk pada tanda batas.
6. Masukkan isi pipet ke dalam erlenmeyer yang telah ditimbang dengan menempelkan ujung
bawah pipet ke dinding bagian dalam erlenmeyer yang dimiringkan (45o) dengan pipet dalam
keadaan tegak lurus.
7. Jika seluruh isi pipet telah keluar seluruhnya tunggu 10 detik sebelumnya pipet diangkat air
yang tertinggal di ujung pipet tidak boleh dikeluarkan.
8. Timbang kembali erlenmeyer yang berisi air tersebut.
9. Ulangi kalibrasi sekali lagi, jika kedua hasil percobaan berbeda lebih dari 0,03 g (setara dengan
0,03 mL) ulangi percobaan sekali lagi. Ambil harga rata-rata dan tentukan berat air yang
dikeluarkan pipet tersebut.
10. Hitunglah volume pipet dengan menggunakan Tabel I. Tentukan besarnya koreksi dan
gunakanlah untuk praktikum selanjutnya.

2.3.2 Kalibrasi Labu Ukur


1. Timbang labu ukur yang bersih dan kering. Jangan mengeringkan dengan pemanasan.
Caranya?
2. Isi dengan aquades yang diketahui suhunya sampai sedikit di bawah tanda batas, keringkan
leher labu bagian dalam dengan gulungan kertas saring. Teteskan aquades dengan memakai
pipet tetes ke dalam labu ukur sampai tepat tanda batas.
3. Timbang kembali labu ukur yang berisi aquades dan hitunglah volume serta kalibrasi dengan
Tabel 1. Tentukan koreksinya.
4. Ulangi percobaan sekali lagi dan harus memberikan hasil yang sama.

2.3.3 Kalibrasi Buret 50 mL


1. Timbang sebuah erlenmeyer yang bersih dan kering (sampai mg).
2. Bilaslah buret yang telah bersih dan bebas lemak 2-3 kali dengan aquades yang diketahui
suhunya. Isilah buret dengan aquades melalui corong kecil sampai sedikit di atas tanda batas
nol. Taruhlah secara vertikal dengan menggunakan klem buret. Keluarkan air melalui kran
sampai meniskus tepat pada batas nol. Periksa apakah tidak terdapat gelembung udara dalam
buret terutama di sekitar kran. Bila ada gelembung, hilangkan dengan cara membuka kran
besar-besar, ulangi pengisian dengan aquades. Untuk membaca meniskus air dalam buret
tanpa garis putih biru (Schellback) dapat diperjelas dengan cara meletakkan kertas putih yang
bergaris hitam di belakang buret sekitar miniskus. Posisi mata harus selalu horisontal dengan
bidang baca (meniskus) untuk menghindari kesalahan paralaks. Tetesan air pada ujung kran
harus selalu dibersihkan.
3. Keluarkan 5 mL isi buret ke dalam erlenmeyer yang telah ditimbang tadi dengan kecepatan 6-
10 mL/detik. Tunggu 30 detik sebelum buret dibaca kembali dan bacalah sampai desimal yang
kedua dalam mL. Tentukan volume air yang dikeluarkan.
4. Timbang erlenmeyer air dan hitunglah volume air yang dikeluarkan dari buret tersebut dengan
menggunakan Tabel 1. Tentukan koreksinya.
5. Ulangi percobaan sekali lagi, lakukan hal yang sama untuk volume air yang dikeluarkan 0-10
mL, 0-20 mL, 0-40 mL, 0-50 mL.
6. Hitunglah volume air yang sebenarnya dikeluarkan dan buatlah grafik kalibrasi dengan ordinat:
7. Koreksi rata-rata (perseratusan mL), dan absis: bacaan buret dalam mL.

Contoh : Hasil pengamatan kalibrasi Buret


Pembacaan Berat erlenmeyer Berat Volume air
Suhu Koreksi
(mL) oC
(g) air (mL)
(mL)
awal akhir kosong isi (g) baca hitung
(7) (8) (8-7)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
(2)-(1) (6)/BJ
0,01 20,02 23 27,12 47,09 19,97 20,01 20,03 0,02
0,01 20,01 25 dst dst dst dst dst dst
dst dst dst dst dst dst dst dst dst

Grafik 1 : Kalibrasi buret dan koreksi volume.

2.3.4 Cara-cara penggunaan alat ukur volumetri


Petunjuk dalam cara kalibrasi alat ukur volumetri, untuk pipet (butir 3-7), labu ukur (butir 2)
dan buret (butir 2-3) merupakan cara-cara yang harus dilakukan dalam pengukuran dengan alat-alat
tersebut. Bilaslah pipet dan buret yang telah bersih 2-3 kali dengan larutan yang akan diukur sebelum
pipet dan buret tersebut digunakan.
2.3.5 Larutan baku/standar primer
Pada umumnya larutan baku primer, misalnya 0,1N, tidak perlu dibuat tepat 0,1000N tetapi
disekitar itu (0,095x - 0,105y N), namun harus teliti sampai empat digit. Hal ini berarti memerlukan
penimbangan yang teliti yaitu diketahui sampai persepuluhan mg menggunakan neraca analitis. Cara
penimbangan “selisih” akan memperkecil kesalahan timbang dan juga mempermudah pekerjaan,
karena tidak memerlukan pembilasan tempat sampel yang ditimbang.
Gunakan wadah untuk menimbang sampel yang bersifat inert seperti :
1. Botol timbang dari gelas atau plastik, dan sebaiknya yang bertutup untuk bahan yang higroskopik
atau reaktif.
2. Kertas perkamen atau lembaran plastik untuk bahan padat yang stabil.
3. Kaca arloji untuk bahan padat berbentuk satuan, seperti : tablet, biji-bijian, dll.

Penimbangan cara selisih:


1. Sebelum menimbang siapkan: tempat menimbang, labu takar yang siap digunakan untuk
melarutkan bahan dan dilengkapi corong gelas.
2. a. Timbang wadah menggunakan neraca analitis elektronik dan tekan “Tare” sehingga
menunjukkan bobot 0,0000 g.
b. Tambahkan bahan baku (atau juga untuk sampel padat) sehingga mencapai berat sekitar yang
diperlukan (w1). Catat beratnya sampai persepuluhan mg, kemudian tuangkan isinya melalui
corong ke dalam labu takar. Segera timbang wadah bersama sisanya, catat beratnya (w2). Berat
bahan = w1 - w2.
c. Larutkan dengan air suling bahan yang ada dalam corong menggunakan botol semprot agar
dapat masuk ke dalam labu takar. Bila bahan agak sukar larut, gunakan pelarut kira-kira 1/3
volumenya, aduk dengan cara menggoyang-memutar labu sehingga semua padatan melarut.
Tambahkan air suling sampai tanda batas. Aduk dengan cara membolak-balikkan labu
beberapa kali sehingga yakin larutan homogen.

Catatan :
1. Untuk membuat larutan atau mengukur volume larutan volume kecil dengan ketelitian yang
tinggi, baik bahan baku maupun pelarutnya dilakukan dengan cara penimbangan. Mengapa
dan bagaimana merubah menjadi molaritas ?
2. Bagaimana menimbang cara selisih apabila neraca tidak dilengkapi dengan “Tare”?
MODUL 2
ASIDI – ALKALI
PENENTUAN KADAR HCl DENGAN LARUTAN STANDAR NaOH

Teori Dasar
Analisis volumetri merupakan suatu cara untuk menentukan kadar atau konsentrasi dari suatu
zat dengan menentukan volume dari suatu larutan tertentu dengan konsentrasi tertentu yang
diperlukan pada suatu reaksi tertentu. Saat ini, satuan Molar (M) untuk konsentrasi lebih umum
digunakan dari pada Normal (N).
Asidi–alkalimetri adalah salah satu analisis volumetri yang bertujuan untuk menentukan kadar
suatu asam (atau basa) dengan menentukan volume dari basa (atau asam) dengan konsentrasi
tertentu yang diperlukan pada reaksi asam – basa. Dasar dari reaksi asam basa adalah :
H+ + OH¯ H2O

Dapat dilihat dari reaksi di atas bahwa reaksi akan berhenti apabila jumlah H+ (asam) telah
ekivalen dengan jumlah OH¯ (basa) dan dimana semua basa tepat bereaksi dengan asam
dinamakan titik ekivalen. Pada titik ekivalen akan berlaku :
Jumlah ekivalen asam = jumlah ekivalen basa
Nasam x Vasam = Nbasa x Vbasa
Mol asam sebanding secara stoikiometri dengan mol basa
atau Masam x Vasam ≈ Mbasa x Vbasa
Perlu diingat dalam penggunaan konsentrasi dalam molar pada titrasi harus diperhatikan stoikiometri
reaksinya. Untuk reaksi asam – basa 1:1, seperti HCl dengan NaOH maka mol HCl = mol NaOH atau
V1 x M1 = V2 x M2 . Ingat reaksi NaOH dengan asam oksalat : 2 mol NaOH setara dengan 1 mol
asam oksalat.
Pada umumnya reaksi asam – basa sukar untuk dapat diamati secara visual karena tidak
berwarna. Untuk itu diperlukan bantuan indikator. Indikator terutama diperlukan untuk dapat melihat
titik akhir dari suatu titrasi, dimana pada titrasi tersebut mulai terjadi perubahan warna. Indikator yang
baik adalah indikator yang perubahan warnanya atau titik akhir titrasinya terletak sedekat mungkin
dengan titik ekivalen.
Pada titik ekivalen, tidak ada lagi kelebihan asam atau basa dan pada saat ini yang kita punya
adalah larutan garam, sehingga pH-nya juga sama dengan pH dari larutan garam yang terjadi. Pada
saat ini seharusnya penambahan asam atau basa harus dihentikan dan pada saat ini juga warna
harus sudah berubah. Dengan kata lain indikator yang harus dipergunakan adalah indikator yang
perubahan pH-nya sedekat mungkin dengan pH larutan garam yang akan terbentuk.
Dalam analisis ini harus menggunakan suatu larutan baku, yaitu suatu larutan yang dapat
dipakai untuk menentukan konsentrasi dari larutan lain. Dikenal adanya dua macam larutan baku
atau zat baku, yaitu zat baku primer dan zat baku sekunder. Zat baku primer adalah suatu zat yang
dapat dipakai untuk menentukan kadar atau konsentrasi zat lain, sedangkan zat baku sekunder
adalah zat yang dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi dari larutan yang lain tetapi harus
distandarkan dahulu pada larutan baku primer.

Zat baku primer mempunyai beberapa persyaratan diantaranya adalah :


1. Stabil – tidak mudah berubah.
2. Mudah ditimbang.
3. Mudah di dapat dalam bentuk yang murni.
Sebagai zat baku primer asam biasanya dipakai asam oksalat.
Alat Dan Bahan
Alat yang dipergunakan :
a. Erlenmeyer 250 mL f. Gelas kimia 250 mL j. Penyangga corong
b. Buret 50 mL g. Pipet tetes k. Kaca arloji
c. Statif + klem buret h. Pipet volume 5, 10 mL l. Batang pengaduk
d. Labu ukur 100 mL i. Corong gelas m. Botol semprot
e. Spatula

Bahan yang dipergunakan :


1. NaOH padat. 4. Indikator Metil merah 0.1% dalam air,
2. HCl. 5. Asam oksalat padat.
3. Indikator Phenolptalein 0,1% dalam alkohol.

Cara Kerja
A. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 M Terhadap Asam Oksalat
1. Pipet dengan teliti 10 mL larutan standar asam oksalat 0,5 M ke dalam labu ukur 100 mL,
encerkan sampai tanda batas, homogenkan.
2. Pipet dengan teliti 25 mL larutan oksalat yang telah diencerkan ke dalam labu titrasi 250 mL.
3. Tambahkan kira-kira 20 - 25 mL air suling.
4. Tambahkan 3 tetes indikator phenolptalein 0,1% dalam alkohol.
5. Masukkan larutan NaOH ke dalam buret, dan atur kondisi buret siap untuk dioperasikan.
6. Titrasi larutan asam oksalat dengan NaOH dari buret sampai terjadi perubahan warna. Catat
volume larutan NaOH yang diperlukan sampai 2 angka dibelakang koma dalam mL.
7. Ulangi pengerjaan titrasi sampai di dapat volume larutan NaOH yang konstan. Yaitu
perbedaan volume seharusnya 0,02 mL.
8. Hitung konsentrasi NaOH dalam satuan molar(M).

B. Penentuan Konsentrasi HCl Terhadap NaOH


1. Pipet dengan teliti 25,00 mL larutan HCl, masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
2. Tambahkan air suling ± 25 mL dan 3 tetes phenolptalein 0,1% dalam alkohol atau metil merah
0,1% dalam air.
3. Titrasi larutan HCl dengan NaOH dari buret sampai terjadi perubahan warna. Catat volume
NaOH yang diperlukan.
4. Lakukan pengerjaan titrasi sampai di dapat volume NaOH konstan. (± 0,02 mL).
5. Hitung konsentrasi HCl.
Tugas Pendahuluan
1. Kenapa dalam titrasi ini dapat digunakan indikator phenolptalein atau metil merah.
2. Bagaimana perubahan warna yang terjadi dalam titrasi asam-basa dengan menggunakan
indikator phenolptalein dan indikator metil merah, apabila yang menjadi pentiter adalah suatu
basa.
3. Apakah yang dimaksud dengan larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Berikan contoh
masing-masing.
4. Apa perbedaan dari titik ekivalen dan titik akhir titrasi. Jelaskan.
5. Tuliskan semua reaksi yang terjadi beserta perubahan yang terjadi dalam titrasi di atas.
6. Berapa gram asam oksalat (H2C2O4.2H2O) yang harus ditimbang untuk membuat larutan 0,0500
M sebanyak 500 mL.
MODUL 3
ASAM-BASA
APLIKASI TITRASI ASAM-BASA DALAM PENENTUAN ANGKA ASAM DARI
MINYAK GORENG (ORGANIK)

Teori Dasar
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah
nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan
minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin
tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suhu minyak goreng tergantung dari
kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun,
karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Pada suhu ruang minyak berwujud semi-padatan
dengan kandungan butter yang sudah difraksionasi dengan olein sebanyak 75% dan stearin 25%.
Lemak dan minyak yang baik digunakan untuk minyak goreng adalah oleo stearin, oleo oil,
lemak babi (lard), atau lemak nabati yang dihidrogenasi dengan titik cair 35 – 40°C. Oleo stearin dan
oleo oil diperoleh dari lemak sapi yang diproses dengan cara rendering pada suhu rendah. Lemak
yang dihasilkan dipertahankan pada suhu 32°C, sehingga terbentuk kristal. Setelah penyaringan,
dapat dipisahkan oleo stearin yang berkristal besar dan oleo oil berkristal halus.
Minyak goreng kemasan harganya lebih mahal dibandingkan dengan minyak goreng curahan,
karena didapatkan dari minyak goreng bekas diperoleh dari pabrik-pabrik makanan. Minyak goreng
bekas ini yang telah digunakan untuk menggoreng bahan baku, dengan pemanasan penggoreng
minyak goreng dapat membentuk radikal bebas yang merupakan sumber kanker pada manusia bila
mengkonsumsi makanan dari hasil penggorengan minyak bekas tersebut.

Alat Dan Bahan


Alat yang dipergunakan :
a. Erlenmeyer 250 mL e. Buret 50 mL i. Gelas ukur 50 mL
b. Pendingin Leibig f. Statif + klem buret j. Gelas kimia 250 mL
c. Pembakar Bunsen g. Pipet ukur 5, 10 mL k. Pipet volume 10, 25 mL
d. Statif + klem destilasi h. Pipet tetes l. Botol semprot

Bahan yang dipergunakan :


1. Minyak goreng 3. KOH 0,1M
2. Alkohol 95% 4. Indikator phenolptalein

Cara Kerja
1. Timbang ± 20 gram minyak goreng ke dalam erlenmeyer 250 mL menggunakan neraca teknis
kapasitas > 500 g dan ketelitian 10 mg.
2. Tambahkan 50 mL alkohol 95%.
3. Refluk (Pasang pendingin Leibig terbalik di atas Erlenmeyer), lakukan pemanasan sampai
mendidih 1-2 menit dan dikocok/digoyang hati-hati.
4. Dinginkan, tambahkan 3 tetes indikator phenolptalein dan titrasi dengan KOH 0,1M sampai timbul
warna merah muda yang tidak hilang dalam waktu 0,5 menit.
5. Hitung angka asam melalui rumus :
mL KOH x M KOH x BM KOH (=56,1)
Angka Asam =
Berat sampel (g)

Tugas Pendahuluan
1. Apakah prinsip penentuan angka asam dalam minyak?
2. Mengapa digunakan alkohol sebagai pengencernya?
3. Tulis reaksi yang terlibat.
4. Definisikan yang dimaksud dengan Angka asam.
MODUL 4
PERMANGANOMETRI
PENENTUAN KADAR BESI (Fe) SECARA PERMANGANOMETRI

Teori Dasar
Permanganometri adalah suatu metode analisis kimia yang didasari atas reaksi reduksi dan
oksidasi (Redoks), dimana kalium permanganat akan mengoksidasi berbagai zat bersifat sebagai
reduktor, dan pada saat itu warna lembayung dari kalium permanganat akan hilang.
Kalium permanganat dapat mengoksidasi suatu zat dengan dua cara :
1. Dalam suasana asam
MnO4¯ + 8 H+ + 5e Mn2+ + 4 H2O
2. Dalam suasana basa
MnO4¯ + 2 H2O + 3e MnO2↓ + 4 OH¯

Oksidasi dalam suasana asam itu paling banyak dipakai dalam analisis volumetri. Dalam praktikum
ini dipakai reaksi dalam suasana asam, dimana hasil reduksi ion Mn2+ yang tidak berwarna dijadikan
sebagai penunjuk warna untuk menyatakan titik akhir titrasi telah tercapai. Sehingga dalam titrasi ini
tidak lagi menggunakan indikator. Warna permanganat tepat hilang pada suasana asam, sedangkan
dalam suasana kurang asam, netral, atau basa akan memberikan endapan warna cokelat dari MnO2.
Endapan MnO2 dapat dihilangkan dengan penambahan asam atau merubah suasana titrasi menjadi
suasana asam.
Kalium permanganat adalah suatu senyawa yang kurang stabil, penguraian yang terjadi
dengan sendirinya diperoleh oleh panas, cahaya, asam dan batu kawi. Penguraian dari larutan-
larutan permanganat juga terjadi dibawah pengaruh zat-zat organik pada konsentrasi yang sangat
kecil, yang mungkin terdapat dalam air suling atau pada dinding, alat gelas yang tidak dibersihkan
dengan baik. Juga gabus dan karet bereaksi dengan kalium permanganat. Pada semua proses ini
dapat terbentuknya senyawa batu kawi (MnO2) yang bekerja sebagai katalis pada penguraian
selanjutnya. Oleh karena itu larutan-larutan kalium permanganat harus dilindungi terhadap semua
pengaruh-pengaruh ini.
Sebagai bahan titer baku untuk menentukan konsentrasi kalium permanganat dapat
dipergunakan natrium oksalat, asam oksalat atau arsen trioksida, yang semuanya dapat dioksidasi
oleh kalium permanganat.
Untuk mempermudah perhitungan dalam titrimetri redoks, penggunaan satuan konsentrasi
dinyatakan dalam N (Normalitas).

Alat Dan Bahan


Alat yang dipergunakan :
a. Buret 50 mL f. Spatula k. Corong gelas
b. Statif + klem buret g. Kaca arloji l. Batang pengaduk
c. Kaki tiga + kasa asbes h. Pipet volume 25 mL m. Gelas ukur 10, 25 mL
d. Pembakar spirtus i. Gelas kimia 250 mL n. Labu ukur 250 mL
e. Erlenmeyer 250 mL j. Pipet tetes o. Botol semprot
Bahan yang dipergunakan :
1. FeSO4 4. H3PO4 pekat
2. KMnO4 0,1N 5. H2SO4 4N
3. Larutan baku H2C2O4.2H2O 1,0N

Cara Kerja
A. Penentuan Konsentrasi Kalium Permanganat terhadap Asam Oksalat
1. Pipet dengan teliti 25 mL larutan baku H2C2O4.2H2O 1,0 N ke dalam labu ukur 250 mL,
encerkan sampai tanda batas, homogenkan.
2. Pipet dengan teliti 25,00 mL H2C2O4.2H2O 0,1N hasil pengenceran ke dalam erlenmeyer.
3. Tambah 5 mL larutan H2SO4 4N.
4. Siapkan buret yang bersih, bilas 3x dengan sedikit larutan Kalium permanganat 0,1N dan
selanjutnya isilah buret tersebut dan catat volume awal (tidak perlu tepat 0,00 mL).
5. Panaskan larutan sampai mencapai suhu 70 – 80°C.
6. Dalam keadaan panas tambahkan 1 tetes kalium permanganat dari buret, kocok sampai
warna ungu/merah jambu hilang.
7. Teruskan penambahan larutan kalium permanganat dari buret, sampai saat mulai timbul
warna merah jambu dan tidak hilang lagi.
8. Hitung konsentrasi dari larutan kalium permanganat.

B. Penentuan Konsentrasi Besi (Fe) terhadap Kalium Permanganat


1. Pipet 25 mL larutan Fe (II) ke dalam labu ukur 250 mL, encerkan sampai tanda batas,
homogenkan.
2. Pipet 25 mL larutan Fe (II) yang telah diencerkan ke dalam erlenmeyer.
3. Tambahkan 5 mL larutan H2SO4 4N dan 1 mL larutan H3PO4 pekat.
4. Tambahkan 1-2 tetes larutan kalium permanganat dari buret, kocok sampai warna merah
jambu hilang.
5. Teruskan penambahan larutan kalium permanganat dari buret, sampai timbul warna merah
jambu yang tidak hilang.
6. Hitung konsentrasi besi (II).

Tugas Pendahuluan
1. Tuliskan semua reaksi yang mungkin terjadi dalam percobaan ini.
2. Kenapa dalam titrasi asam oksalat harus dilakukan dalam suasana panas, sedangkan pada titrasi
besi (II) dalam keadaan dingin dan apa fungsi dari asam phosfat ?
3. Bolehkah menggunakan asam klorida pada titrasi oksalat oleh permanganat? Mengapa?
4. Kenapa dalam titrasi secara permanganometri tidak perlu ditambahkan lagi suatu indikator ?
5. Kenapa dalam titrasi di atas sebelum di titrasi langsung dengan KMnO4, sebaiknya ditambahkan
dahulu 1 tetes larutan KMnO4 sampai warna merah jambu hilang ?
6. Sebutkan 2 larutan standar/baku selain H2C2O4.2H2O yang dapat dipakai untuk membakukan
larutan kalium permanganat. Tuliskan reaksi dari kedua larutan baku tersebut dengan kalium
permanganat dalam suasana asam dengan cara setengah reaksi.
7. Berapa gram kalium permanganat yang harus ditimbang untuk membuat larutan KMnO4 0,1N
sebanyak 1 liter.
8. Mengapa larutan kalium permanganat bukan larutan baku primer ?
MODUL 5
IODOMETRI
PENENTUAN KADAR TEMBAGA (Cu) SECARA IODOMETRI

Teori Dasar
Metode Iodometri termasuk juga metoda analisis kimia yang didasari reaksi redoks. Dalam
pelaksanaannya dapat dibagi atas 2 (dua) bagian :
1. Titrasi Iodimetri atau titrasi langsung yaitu suatu titrasi dimana pentitrasi/titran ialah larutan baku
Iodium yang merupakan pengoksid atau oksidator dengan reaksi sebagai berikut :
I2 + 2e 2 I¯
Contoh :
2 S2O32 + I2 S4O62 + 2 I¯

2. Titrasi Iodometri merupakan titrasi tidak langsung yaitu suatu titrasi dimana zat yang akan
ditentukan (oksidator) direaksikan terlebih dahulu dengan ion iodida berlebih. Dan iodium yang
terbentuk kemudian dititer dengan larutan baku tiosulfat.
I2 + 2 S2O32 2 I¯ + S4O62
Sebagai indikator dipakai larutan kanji atau amilum. Dalam Iodimetri terjadi perubahan warna dari
tidak berwarna menjadi warna biru, sedangkan pada Iodometri terjadi sebaliknya.
Dalam titrasi Iodometri, banyak zat pengoksid kuat dapat di analisis dengan menambahkan
kalium iodida (KI) berlebih dan iodium (I2) yang terbentuk dititrasi dengan larutan tiosulfat dalam
suasana asam. Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil dalam menangani larutan kalium iodida
untuk menghindari galat. Misalnya, ion iodida dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara.
4 I¯ + 4H+ + O2 2 I2 + 2 H2O
Reaksi ini lambat dalam larutan netral, namun lebih cepat dalam suasana asam dan
dipercepat oleh cahaya matahari. Setelah penambahan kalium iodida ke dalam suatu larutan zat
pengoksid dalam suasana asam, larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara,
karena disamping iodium yang terbentuk mudah menguap, juga karena akan terbentuk tambahan
iodium dari reaksi tersebut di atas. Nitrit tidak boleh ada karena garam ini akan direduksi oleh ion
iodida menjadi nitrogen monoksida, yang kemudian dapat dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh
oksigen dari udara.

2 HNO2 + 2 H+ + 2 I¯ 2 NO + I2 + 2 H2O
4 NO + O2 + 2 H2O 4 HNO2

Kalium iodida haruslah bebas dari iodidat, karena kedua zat ini dalam suasana asam akan bereaksi
dengan membebaskan iod.
IO3¯ + 5 I¯ + 6 H+ 3 I2 + 3 H2O

Untuk standarisasi larutan tiosulfat sejumlah zat dapat dipergunakan sebagai standar primer
diantaranya larutan kalium dikromat. Dalam hal ini pertama-tama larutan standar dikromat ditambah
KI berlebih, kemudian iodium (I2) yang terbentuk dititrasi dengan larutan tiosulfat, sehingga
konsentrasi larutan tiosulfat dapat ditentukan. Selain kalium dikromat, dapat juga digunakan larutan
standar primer kalium iodat dan kalium bromat.
Alat Dan Bahan
Alat yang dipergunakan :
a. Buret 50 mL f. Gelas ukur 5, 10 mL j. Batang pengaduk
b. Statif + klem buret g. Corong gelas k. Spatula
c. Erlenmeyer 250 mL h. Pipet volume 10 mL l. Kaca arloji
d. Labu ukur 100 mL i. Pipet tetes m. Botol semprot
e. Gelas kimia 100 mL

Bahan yang dipergunakan :


1. Na2S2O3 0,1N 4. Amilum/kanji
2. Lar. Baku K2Cr2O7 0,1N 5. CuSO4 teknis
3. KI padat (bebas iodat) atau lar. KI 10%

Cara Kerja
A. Standarisasi Larutan Tiosulfat
1. Pipet dengan teliti 25 mL larutan K2Cr2O7 0,1N ke dalam labu ukur 250 mL, encerkan sampai
tanda batas dan homogenkan.
2. Pipet dengan teliti 25 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer secara duplo.
3. Tambahkan 1 – 2 g KI atau 10 - 20 mL lar. KI 10% (bebas iodat) dan 3 mL larutan HCl 4N.
4. Titrasi sesegera mungkin dengan larutan tiosulfat sampai warna kuning.
5. Tambahkan 1 mL larutan kanji, sehingga warna akan menjadi biru.
6. Lanjutkan titrasi dengan larutan tiosulfat sampai warna biru tepat hilang.
7. Hitung Normalitas larutan tiosulfat.

B. Penentuan Konsentrasi Tembaga (Cu) dalam CuSO4 teknis


1. Pipet dengan teliti 10 mL larutan CuSO4 ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda
batas, homogenkan.
2. Pipet dengan teliti 10 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer secara triplo.
3. Tambahkan 1 – 2 g KI atau (bebas iodat) dan 1 mL larutan HCl pekat.
4. Titrasi sesegera mungkin dengan larutan tiosulfat sampai warna kuning.
5. Tambahkan 1 mL larutan kanji, sehingga warna akan menjadi biru.
6. Lanjutkan titrasi dengan larutan tiosulfat sampai warna biru tepat hilang.
7. Hitung konsentrasi tembaga sebagai Cu2+ dan sebagai CuSO4.

Tugas Pendahuluan
1. Apa prinsip perbedaan antara analisis iodimetri dengan analisis iodometri.
2. Tulis reaksi yang terjadi pada kedua titrasi di atas dengan menggunakan metoda setengah reaksi.
3. Kenapa titrasinya iodometri harus berlangsung sesegera mungkin. Jelaskan.
4. Berapa mL H2SO4 pekat (Bj = 1,83 g/mL, 85%) yang diperlukan untuk membuat larutan H2SO4
4N sebanyak 100 mL, dan bagaimana cara pembuatannya?
5. Mengapa KI yang digunakan dalam titrasi iodometri harus bebas iodat.
6. Untuk standarisasi larutan tiosulfat dapat menggunakan larutan kalium dikromat, seperti pada
percobaan ini. Sebutkan 2 (dua) larutan standar yang dapat dipakai selain kalium dikromat. Tulis
masing-masing reaksi yang terjadi apabila digunakan kedua larutan standar tersebut dalam titrasi
standarisasi larutan tiosulfat.
MODUL 6
ARGENTOMETRI
PENENTUAN KADAR KLORIDA SECARA ARGENTOMETRI
(METODA MOHR)

Teori Dasar
Metoda analisis argentometri merupakan metoda analisis yang didasari atas reaksi
pengendapan dengan perak nitrat sebagai larutan standar. Cara ini biasanya digunakan dalam
penentuan kadar unsur halogen dari suatu senyawa. Pada umumnya sering digunakan dalam
penentuan kadar klorida.
Proses pengendapan yang paling penting dalam analisis volumetri, memanfaatkan perak
nitrat sebagai reagensia (proses argentometri). Banyak metode dipergunakan dalam penetapan titik
akhir dalam reaksi argentometri, tetapi yang paling banyak digunakan adalah metode pembentukan
suatu endapan berwarna. Hal ini dapat di ilustrasikan dengan prosedur Mohr (metoda Mohr) untuk
penetapan klorida dan bromida. Pada titrasi suatu larutan netral dari, misalnya, ion klorida dengan
larutan perak nitrat, sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi sebagai indikator.
Pada titik akhir titrasi, ion kromat bergabung dengan ion perak untuk membentuk endapan perak
kromat berwarna merah cokelat, yang sangat sedikit sekali dapat larut. Yang perlu diperhatikan
bahwa titrasi ini hendaknya dilakukan dalam suasana larutan netral, yakni dalam jangkauan pH
berkisar antara 6 sampai 8.

Alat Dan Bahan


Alat yang dipergunakan :
a. Buret 50 mL d. Erlenmeyer 250 mL g. Corong gelas
b. Statif + klem buret e. Gelas kimia 250 mL h. Botol semprot
c. Pipet volume 25 mL f. Pipet tetes

Bahan yang dipergunakan :


1. AgNO3 0,1 M
2. K2CrO4 5%
3. Larutan sampel NaCl

Cara Kerja
1. Pipet 25 mL larutan NaCl ke dalam labu ukur 250 mL encerkan sampai tanda batas.
2. Pipet 25 mL larutan yang telah diencerkan tersebut ke dalam erlenmeyer secara triplo.
3. Tambahkan 1 mL indikator K2CrO4 5%.
4. Masukkan hati-hati larutan AgNO3 0,1M ke dalam buret, atur kondisi buret.
5. Titrasi pelan-pelan larutan natrium klorida yang ada dalam erlenmeyer sampai warna kemerah-
merahan yang tidak hilang pada pengocokan selanjutnya.
6. Hitung konsentrasi Molaritas larutan klorida.
Tugas Pendahuluan
1. Apa prinsip dari percobaan penentuan klorida secara argentometri (metoda Mohr).
2. Tulis reaksi yang terjadi pada percobaan ini.
3. Sebutkan jenis indikator lain yang dapat dipakai dalam titrasi metoda Mohr ini.
4. Apa akibatnya bila selama titrasi pH larutan tidak netral, pH harus antara 6 - 8.
5. Kenapa metoda Argentometri Mohr ini tidak dapat dipakai dalam penentuan Iodida.
6. Berapa Ksp AgCl dan Ksp Ag2CrO4. Apakah kedua garam ini mengendap secara serentak atau
berurutan. Jelaskan alasannya.
7. Selain metode Mohr, dikenal juga metode Volhard dan Fayans. Jelaskan prinsip kedua metode
tersebut.
MODUL 7
KOMPLEKSOMETRI
PENENTUAN KADAR (Ca) DAN (Mg) SECARA KOMPLEKSOMETRI

Teori Dasar
Titrasi kompleksometri adalah analisis volumetri yang berdasarkan pada pembentukan
senyawa komplek. Pembentukan komplek yang stabil sangat diperlukan selama proses titrasi
berlangsung. Titrasi kompleksometri ini berkembang setelah ditemukan senyawa pembentuk
komplek yang stabil diantaranya Etilendiamintetraasetat (EDTA) dan penemuan indikator logam yang
sangat khas untuk logam. EDTA dengan rumus kimianya.

Atau dapat ditulis H4Y, yang dalam percobaan selalu dipakai dalam bentuk garamnya dengan NaOH
membentuk NaH3Y yang hanya sedikit larut dalam air, sedangkan Na2H2Y larut baik dalam air. Selain
titrasi berlangsung suatu ion logam dengan Na2H2Y, selalu terjadi ion H+ seperti di bawah ini :

Mg+2 + H2Y= MgY= + 2 H+


Ca+2 + H2Y= CaY= + 2 H+
Al+3 + H2Y= AlY¯ + 2 H+
Th+4 + H2Y= ThY + 2 H+
Secara umum di tulis : M+n + H2Y= MY(n-4) + 2 H+

Terjadinya ion H+ selama titrasi, akan mempengaruhi pH larutan dan untuk mencegah
perubahan pH larutan harus ditambahkan buffer. Komplek EDTA dengan logam umumnya
mempunyai perbandingan 1 : 1 dan melarut baik dalam air yang tidak memberikan warna atau tidak
berwarna. Komplek yang terjadi disebut dengan komplek sepit. EDTA yang diperdagangkan dalam
bentuk garam dinatriumnya atau Na2H2Y.2H2O, dengan nama dagang Trilon B, Compelxon III, dan
lain-lain. Titik akhir titrasi dapat dicapai dengan menggunakan indikator logam yang khas untuk
berbagai logam. Dalam percobaan akan dicobakan pada reaksi pembentukan komplek dengan EDTA
untuk penentuan Ca menggunakan indikator Mureksid dan Mg menggunakan indikator Eriochrome
Black T (EBT).
Struktur Mureksid atau garam amonium dari asam pupurat dengan struktur kimianya:

Dalam larutan dengan pH maksimal 9, larutan Mureksid berwarna merah ungu (H4D¯),
berwarna ungu di daerah pH 9 – 11 (H3S=) dan berwarna biru ungu di atas pH 11 (H2D-3). Perubahan
warna ini mungkin terjadi disebabkan oleh pelepasan berturut-turut proton dari gugus imido. Karena
ada 4 gugus imido, maka mureksid dapat digambarkan sebagai H4D¯, dimana hanya 2 diantaranya
yang dapat diganti oleh alkali, sehingga perlu diperhatikan 2 harga tetapannya :

pK4 = 9,2 H4D¯ H3D=


pK4 = 9,2 H3D= H2D-3
Larutan mureksid tidak stabil, maka harus dibuat segar dalam titrasi.
Struktur Eriochrome Black T atau Solochrome Black T atau Natrium 1-(1-hydroxi-2-naftilazon)-6-nitro-
2-naftol-4-sulfonat dengan struktur :

EBT asam berbasa tiga yang dapat ditulis H3In. Perubahan warna asam-basa dari EBT dapat ditulis:

pH 6,3 pH 11,6
H2In Hin In-3
Merah biru jingga

Pada pH sekitar 10 EBT berwarna biru (HIn-2), yang dengan magnesium membentuk komplek
berwarna merah.

Mg+2 + HIn= MgIn¯ + H+


Komplek MgIn lebih lemah dari pada MgY=, dengan demikian kelebihan EDTA akan mengikat Mg
membentuk komplek Mg-EDTA dari MgIn.

MgIn¯ + H2Y= MgY= + Hin-2 + H+


merah tak berwarna biru

Alat Dan Bahan


Alat yang dipergunakan :
a. Buret 50 mL f. Pipet volume 10, 25 mL
b. Statif + klem buret g. Pipet tetes
c. Erlenmeyer 250 mL h. Spatula
d. Labu ukur 100 mL i. Corong gelas
e. Gelas kimia 250 mL j. Botol semprot

Bahan yang dipergunakan :


1. Larutan sampel Ca(II), Mg(II) 5. Mureksid 1% dalam NaCl padat
2. Na2EDTA 0,02 M 6. EBT 1% dalam alkohol
3. ZnSO4 0,2 M baku 7. Kertas pH universal
4. Buffer Salmiak 0,2 M pH 10 8. NaOH 1 M

Catatan : Larutan sampel Ca + Mg dengan konsentrasi 0,01 – 0, 03 M


Cara Kerja
A. Standarisasi EDTA dengan Larutan baku ZnSO4
1. Pipet dengan teliti 10 mL larutan baku ZnSO4 0,2 M masukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
encerkan dengan akuades, tepatkan sampai tanda batas, homogenkan.
2. Pipet larutan tersebut sebanyak 25 mL masukkan ke dalam erlenmeyer tambahkan 5 mL
larutan buffer salmiak, dan 20 mL akuades.
3. Tambahkan 5 tetes indikator EBT.
4. Titrasi dengan larutan EDTA (dari buret) sampai terjadi perubahan warna dari merah anggur
ke biru.
5. Hitung konsentrasi larutan EDTA.

B. Penentuan Kadar Ca2+ dan Mg2+ dalam Campuran


b.1. Penentuan kadar total Ca2+ dan Mg2+
1. Pipet larutan sampel 25 mL (mengandung Ca dan Mg) ke dalam erlenmeyer 250 mL,
encerkan sampai 100 mL, homogenkan.
2. Tambahkan 5 mL larutan buffer salmiak atur pH 10.
3. Tambahkan indikator EBT 5 tetes.
4. Titrasi dengan larutan EDTA sampai muncul warna biru.
5. Hitung kadar total Ca dan Mg (dalam mol atau molar)

b.2. Penentuan kadar Ca2+


1. Larutan sampel di pipet 25 mL, masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan encerkan sampai
100 mL.
2. Tambahkan 5 mL larutan NaOH 1M, atur pH 12.
3. Tambahkan indikator mureksid sebanyak 5 mg (powder) atau 5 tetes (larutan).
4. Titrasi dengan larutan EDTA dari buret sampai timbul warna merah anggur.
5. Hitung kadar Kalsium
6. Tentukan kadar Magnesium.

Pekerjaan Rumah
1. Apakah yang dimaksud dengan pengkomplekan, masking dan demasking dalam titrasi
kompleksometri.
2. Jelaskan tentang kestabilan komplek, tetapan kestabilan kondisional.
3. Bagaimana mekanisme indikator logam.
4. Dapatkah EDTA dijadikan larutan standar primer.
5. Kenapa titrasi dilakukan pada pH 10 dan apakah fungsi penambahan buffer, kenapa tidak
ditambahkan basa saja.
6. Kenapa penggunaan konsentrasi pada kompleksometri sering menggunakan satuan Molar.
Jelaskan!
7. Jelaskan cara membuat larutan : Na2EDTA 0,02 M, ZnSO4 0,2 M baku dan Buffer Salmiak 0,2 M
pH 10.
MODUL 8
GRAVIMETRI
PENENTUAN KADAR AIR SENYAWA ORGANIK DAN SENYAWA ANORGANIK

Teori Dasar
Penentuan kadar air, senyawa organik dan senyawa anorganik didasari perbedaan suhu
(temperatur), dimana kadar air bebas dilakukan dengan pemanasan pada suhu 100 - 105 °C, kadar
air terikat (air kristal) sekitar 150°C. Senyawa anorganik merupakan abu sisa pemijaran pada suhu di
atas 500°C dalam tanur. Adanya senyawa organik dapat dideteksi dengan terbentuknya asap, bau
yang menyengat dan terjadinya pengarangan (yang berwarna hitam) dalam proses pemijaran. Kadar
zat anorganik dapat dihitung/dinyatakan sebagai berat abu/berat sampel basah atau terhadap sampel
kering, yaitu berat sampel setelah pemanasan pada suhu 100°C atau 150oC. Kandungan zat organik
umumnya dihitung sebagai selisih berat setelah pemanasan pada suhu 100°C atau 150oC dikurangi
berat abu.

+,-./ 0.12,3 4,-567 − +,-./ .+9


! " # $ %&' (%) : = : ;<<%
+,-./ 0.12,3 4,-567

Alat Dan Bahan


Alat yang dipergunakan :
a. Cruss porselin d. Desikator
b. Tungku pemanas (furnace) e. Mortar dan alu
c. Neraca analitik f. Penjepit cruss porselin

Bahan yang dipergunakan :


1. Tumbuh-tumbuhan monokotil/dikotil (dikering-anginkan dan dibawa oleh praktikan).

Cara Kerja
1. Panaskan sebuah cruss/cawan porselin sampai pijar selama 15 menit. Biarkan mendingin, di
udara kemudian masukkan ke dalam desikator selama 10 menit. Timbang dengan teliti
menggunakan neraca analitis.
2. Ulangi proses 1, sampai di dapat berat cruss porselin yang konstan (perbedaan ± 0,2 mg).
3. Sampel dari tumbuh-tumbuhan yang telah dikeringkan (diangin-angin, disiapkan oleh praktikan),
dipisahkan akar, batang dan daun, kemudian dipotong/ditumbuk halus. Timbang dengan teliti
masing-masing ± 5 gram dalam masing-masing cruss porselin yang telah diketahui beratnya.
4. Kemudian cruss porselin yang berisi sampel panaskan pada suhu sekitar 100°C dalam oven
listrik, kemudian dinginkan di udara selama 5 – 10 menit, masukkan ke dalam desikator, diamkan
selama 10 menit, kemudian ditimbang.
5. Ulangi proses poin 5, sampai didapat berat yang konstan (perbedaan ± 0,2 mg).
6. Lanjutkan pemanasan cruss porselin yang berisi sampel kering sampai pijar pada suhu >500°C
dan didapat residu yang berwarna putih atau abu-abu; tidak berwarna hitam dari karbon.
Selanjutnya, biarkan mendingin, di udara kemudian masukkan ke dalam desikator selama 10
menit. Timbang dengan teliti menggunakan neraca analitis.
7. Ulangi proses pemijaran, sampai didapat berat yang konstan (perbedaan ± 0,2 mg).
8. Hitung prosentase kadar air, kadar abu dan kadar zat organik dari masing-masing bagian sampel
tumbuhan tersebut.
Tugas Pendahuluan
1. Kenapa dalam penentuan kadar air, senyawa organik dan senyawa anorganik menggunakan
sampel dari tumbuh-tumbuhan.
2. Kenapa penentuan kadar air pada suhu 100 – 105°C.
3. Kenapa penentuan kadar anorganik dipijar pada suhu > 500°C dan senyawa yang ditimbang
dalam bentuk senyawa apa ?
4. Bagaimana cara menentukan kadar senyawa organik ?
MODUL 8
GRAVIMETRI II
PENENTUAN KADAR AIR dan KADAR BARIUM SEBAGAI BARIUM SULFAT

Teori Dasar
Dalam praktikum metoda gravimetri ini, menggunakan secara tidak langsung, yakni melalui
beberapa proses tahapan: 1. pelarutan sampel, 2. pengendapan analit, 3. penyaringan dan 4.
penimbangan endapan yang telah murni. Proses pengendapan dilakukan dengan menggunakan
pereaksi tertentu sehingga terjadi endapan yang mudah disaring dan dicuci dan diketahui dengan
pasti rumus kimianya setelah endapan dipanaskan dan atau dipijarkan.
Dalam praktikum ini dicoba mencari kandungan Ba maupun senyawa Ba yang terjadi akibat
penambahan reagen dari senyawa awal BaCl2. Dalam hal ini, ion barium diendapkan dengan
penambahan larutan H2SO4 ke dalam larutan garam Ba yang telah diasamkan dengan HCl, dan
dalam keadaan panas. Endapan yang terbentuk kemudian dicuci, disaring dan ditimbang sebagai
BaSO4.

Alat Dan Bahan


Alat yang dipergunakan :
a. Cruss porselin f. Spatula k. Corong gelas
b. Tungku pemanas (furnace) g. Batang pengaduk l. Penyangga corong
c. Desikator h. Kaki tiga + kasa asbes m. Botol semprot
d. Penjepit cruss porselin i. Pembakar Bunsen n. Neraca analitik
e. Gelas kimia 400 mL j. Kaca arloji

Bahan yang dipergunakan :


1. BaCl2 padat
2. HCl pekat
3. H2SO4 1N

Cara Kerja
A. Penentuan Kadar Air dari BaCl2.XH2O
1. Panaskan sebuah cruss porselin sampai pijar selama 15 menit. Biarkan mendingin, kemudian
masukkan ke dalam desikator selama 10 menit. Timbang dengan teliti.
2. Ulangi poin 1, sampai di dapat berat cruss porselin yang konstan.
3. Kemudian timbang dengan teliti dalam cruss porselin yang telah konstan, kira-kira 1,0 gram
kristal BaCl2. Panaskan lagi cruss porselin bersama dengan kristalnya, mula-mula dengan
temperatur rendah dan selang beberapa lama makin lama makin diperbesar sampai 100 –
105°C, selama 15 menit.
4. Biarkan mendingin sampai cruss porselin mencapai temperatur kamar kemudian masukkan
ke dalam desikator selama 10 menit. Timbang. Ulangi pengerjaan poin 3 dan 4 sampai didapat
berat yang konstan.
5. Hitung kadar air dalam % dari kehilangan berat setelah dipanaskan.
B. Penentuan Kadar Ba dalam sampel BaCl2
1. Timbang dengan teliti 0,3 g BaCl2, masukkan ke dalam gelas kimia 400 mL yang dilengkapi
batang pengaduk dari kaca dan larutkan dengan 100 mL air. Tutupi gelas kimia dengan gelas
arloji, kemudian tambahkan 1 mL larutan HCl pekat, dan panaskan larutan ini sampai hampir
mendidih.
2. Tambahkan 1 – 2 tetes demi tetes larutan H2SO4 0,5M sambil diaduk ke dalam larutan BaCl2
yang panas. Tambahkan lagi tetes demi tetes larutan H2SO4 0,5M sampai semua barium
terendapkan.
3. Biarkan endapan dan larutannya di atas penangas air mendidih selama sekurang-kurangnya
30 menit. Dinginkan sampai suhu ruang.
4. Saring endapan melalui kertas saring halus bebas abu dan cuci endapan mula-mula dengan
air panas yang diasamkan dengan beberapa tetes H2SO4, kemudian dengan air panas saja
sampai bebas asam.
5. Keringkan kertas saring yang bersisi endapan mula-mula pada 100 – 105°C, arangkan,
kemudian abukan (pijarkan) dengan suhu tinggi sampai didapatkan berat yang konstan.
Hitung kadar Ba dari sampel BaCl2.

Tugas Pendahuluan
1. Tuliskan semua reaksi yang terjadi.
2. Dimana kesalahan yang mungkin terjadi dalam metoda gravimetri ini.
3. Apa fungsi dibiarkannya endapan dan larutannya di dalam penangas air (digesti).
4. Kenapa dapat dihitung kadar air pada pemanasan sekitar 100°C.
5. Apakah kandungan air yang dihitung dalam sampel merupakan kandungan air total.
6. Bagaimana prinsip kerja dari penentuan kadar air kristal dari barium klorida.
7. Kenapa pengendapan dari Barium harus dilakukan dalam suasana asam, yaitu dengan adanya
penambahan HCl pekat.
8. Kenapa pengendapan dilakukan dalam suasana panas.
9. Bagaimana cara mengetahui bahwa pengendapan telah sempurna?
10. Pelajari bagaimana cara yang baik dalam melakukan penyaringan endapan secara kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Christian, “Analytical Chemistry”, Fifth Edition, Jhon Wiley and Son Inc, New York, 1994.

2. Hamilton, “Calculation of Analytical Chemistry”, Seventh Edition, McGraw-Hill Book Company,


New York, 1954.

3. Underwood, A.L., “Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta, 1989.

4. Vogel, A.L., “A Text Book of Quantitaive Inorganic Analysis”, Fourth Edition, Langman Group
Limited, London, 1978.
PETUNJUK PRAKTIKUM
KIMIA ANALITIK II

Oleh :

TIM KIMIA ANALITIK

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK

FAKULTAS SAINS DAN INFORMATIKA


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI

2019/2020
TIM KIMIA ANALITIK

Prof. MULJADJI AGMA, Ph.D


RUSVIRMAN MUCHTAR, Drs., M.Sc
HERNANDI SUJONO, S.Si., M.Si
Dr. TRISNA YULIANA

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK

FAKULTAS SAINS DAN INFORMATIKA


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI

2019/2020
DAFTAR ISI

Hal
Lembar Pengesahan
Daftar Isi i
Tata Tertib Praktikum ii
Pendahuluan 1
MODUL 1 Alat-Alat Dan Persiapan Analisis Kuantitatif 4

MODUL 2 Asidi-Alkali Penentuan Kadar HCl dengan Larutan Standar NaOH 13

MODUL 3 Asam-Basa Aplikasi Titrasi Asam-Basa dalam Penentuan Angka 16


Asam dari Minyak Goreng (Organik)

MODUL 4 Permanganometri Penentuan Kadar Besi (Fe) secara Permanganometri 18


MODUL 5 Iodometri Penentuan Kadar Tembaga (Cu) secara Iodometri 20

MODUL 6 Argentometri Penentuan Kadar Klorida secara Argentometri (Metoda 22


Mohr)

MODUL 7 Kompleksometri Penentuan Kadar Ca dan Mg secara Kompleksometri 24

MODUL 8 Gravimetri I Penentuan Kadar Air Senyawa Organik Dan Senyawa 27


Anorganik

MODUL 9 Gravimetri II Penentuan Kadar Air Dan Kadar Barium Sebagai 29


Barium Sulfat

Daftar Pustaka 31
LABORATORIUM KIMIA ANALITIK
FAKULTAS SAINS DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

TATA TERTIB DAN PETUNJUK UMUM


PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

Beberapa peraturan dan petunjuk umum yang tercantum di bawah ini harus dibaca dengan
seksama dan ditaati demi kelancaran dan ketertiban praktikum di Laboratorium Kimia Analitik.
Mahasiswa yang tidak mentaati peraturan dan petunjuk di bawah ini dapat dikenakan sanksi tidak
lulus praktikum.

1. Kebersihan Tempat Kerja


- Selama praktikum, meja dan tempat kerja harus dijaga supaya tidak kotor atau penuh dengan
barang-barang yang tidak perlu.
- Janganlah sekali-kali meninggalkan meja dalam keadaan kotor.
- Biasakan setiap selesai praktikum untuk memeriksa apakah kran gas dan kran air telah
ditutup, apakah sambungan listrik sudah dilepas.

2. Ketertiban
- Di dalam Laboratorium, mahasiswa dilarang merokok, makan, mengenakan topi dan memakai
sandal.
- Pada waktu praktikum, mahasiswa harus memakai jas praktikum berwarna putih.

3. A b s e n s i
- Jika karena sakit atau hal lain, mahasiswa tidak dapat mengikuti praktikum, maka harus
melapor secepat mungkin pada asisten atau petugas laboratorium dengan membawa surat
yang diperlukan (misalnya surat keterangan dokter, surat ijin, dan lain-lain).
- Jika tidak dapat mengikuti praktikum tanpa alasan yang syah, dapat menyulitkan mahasiswa
sendiri sebab tidak ada praktikum susulan.

4. Keamanan
- Secara berangsur-angsur asisten akan memberikan penjelasan tentang tindakan-tindakan
yang membahayakan dan harus dihindari serta peraturannya ditaati.

5. Inventaris Alat-alat
- Pelaksanaan praktikum dilakukan secara kelompok, tiap kelompok memperoleh inventaris
alat-alat yang diperlukan.
- Kerusakan atau pemecahan alat selama bekerja harus segera dilaporkan kepada asisten.
- Mahasiswa harus mengganti kerugian kepada laboratorium untuk semua kerusakan atau
pemecahan alat, karena itu bekerjalah secara tertib dan hati-hati.
- Tiap kali selesai praktikum, semua alat yang dipakai harus dicuci bersih, sebaiknya
mahasiswa membawa sendiri alat-alat seperti sabun, lap dan lain-lain.

6. Catatan Praktikum
- Untuk keperluan catatan praktikum, dapat digunakan buku tulis ukuran kuarto, sebaiknya di
dalam buku tersebut dibuat kolom-kolom; cara kerja, reaksi dan hasil percobaan.
- Uraian singkat mengenai urutan kerja yang akan dilakukan, dapat diisikan ke dalam kolom
cara kerja, pengisian ini tidak dilakukan di Laboratorium, tapi harus sudah disiapkan
sebelumnya yang dapat dibuat berdasarkan petunjuk praktikum dan bacaan lain. Tidak ada
faedahnya datang di Laboratorium tanpa persiapan ini semua.
- Tiap langkah berhasil atau tidaknya percobaan harus dicatat dalam kolom hasil percobaan.
- Setiap kali selesai praktikum, asisten akan memeriksa buku jurnal, oleh karena itu perlu
diadakan persiapan sebelum menghadap asisten.
- Tidak diperkenankan melakukan praktikum tanpa menggunakan buku jurnal.

7. Laporan
 Pembuatan laporan di tulis tangan pada ukuran kertas kuarto yang isinya :
 Bab I : Prinsip dan Tujuan
 Bab II : Teori
 Bab III : Cara Kerja, Alat dan Bahan
 Bab IV : Hasil Percobaan dan Pembahasan
 Bab V : Kesimpulan
 Daftar pustaka
 Lampiran : berisi data pustaka , cara perhitungan dsb.
 Laporan praktikum dibuat perorang dan diserahkan satu minggu setelah melakukan
percobaan.

8. Test/Ujian Teori Praktikum


- Setiap kali sebelum praktikum dimulai, kepada mahasiswa akan diberikan pertanyaan tertulis
yang ada hubungannya dengan praktikum yang akan dilakukan.
- Pada seluruh akhir kegiatan praktikum, diadakan ujian teori praktikum, waktunya ditentukan
kemudian.

Koordinator

Laboratorium Kimia Analitik


LEMBAR PENGESAHAN

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2019


Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Sesuai Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002

Disusun Oleh :
TIM KIMIA ANALITIK

Berdasarkan hasil evaluasi Kurikulum Kimia 2014 dan hasil evaluasi modul praktikum
2015/2016, maka kami menyatakan bahwa Buku Panduan Praktikum Kimia Analitik
2019/2020, terhitung tanggal 1 September 2019, dinyatakan resmi menjadi Buku Panduan
Praktikum Kimia Analitik 2019/2020.

Cimahi, September 2019


Mengetahui dan Menyetujui,

Ketua Jurusan Kimia Ketua KBK Kimia Analitik

Dr. Lilis Siti Aisyah Dr. Trisna Yuliana


NID. 412143169 NID. 412187064

Anda mungkin juga menyukai