Anda di halaman 1dari 11

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
MATAKULIAH KIMIA ANALITIK

REVIEW MATERI

OLEH:
ADITYA PUTRA
D061181007

GOWA
2020
REVIEW MATERI

A. Definisi kimia analitik


Kimia Analitik merupakan cabang dari ilmu kimia yang mempelajari teori
dan cara-cara melakukan analisis kimia terhadap suatu bahan atau zat kimia
termasuk di dalamnya pemisahan, identifikasi dan penentuan komponen dalam
sampel. Analisis kimia dapat berupa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif serta
dapat diterapkan pada kimia anorganik maupun kimia organik. Analisis kualitatif
bertujuan untuk menemukan dan mengidentifikasi suatu zat, sedangkan analisis
kuantitatif bertujuan untuk menentukan jumlah/banyaknya zat. Jadi analisis
kualitatif berhubungan dengan unsur, ion atau senyawa apa yang terdapat dalam
suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif berhubungan dengan berapa
banyaknya suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Zat yang ditetapkan disebut
konstituen yang diinginkan atau analit. Sedangkan jumlah banyaknya suatu zat
tertentu dalam sampel biasanya dinyatakan sebagai kadar atau konsentrasi,
misalnya persen berat, molar, gram per liter, atau ppm. Contoh perbedaan analisis
kualitatif dan kuantitatif adalah sebagai berikut: Misalnya kita akan menganalisis
kapur.

Berdasarkan skema analisis kapur di atas, dapat terlihat bahwa analisis


kimia dapat digunakan untuk mengidentifikasi unsur dan senyawa serta
mengukur konsentrasinya.
Pada dasarnya, sebelum suatu bahan dianalisis secara kuantitatif, perlu
dilakukan terlebih dahulu analisis kualitatif, terutama bila sampel yang akan
diperiksa sama sekali belum diketahui sebelumnya. Baik dalam analisis kualitatif
maupun analisis kuantitatif, reaksi-reaksi kimia memegang peranan penting.
Banyak reaksi-reaksi kimia yang berguna dalam analisis kualitatif dapat
digunakan untuk keperluan analisis kuantitatif, tetapi ada pula reaksi- reaksi kimia
yang penting dalam analisis kuantitatif namun tidak dapat digunakan untuk
keperluan analisis kualitatif.

B. Jenis analisis
Analisis kimia dapat berupa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif serta
dapat diterapkan pada kimia anorganik maupun kimia organik. Salah satu contoh
yang termasuk ke dalam analisis kualitatif adalah analisis kualitatif anorganik
dengan cara H2S. Analisis kualitatif anorganik dapat dilakukan pada skala makro,
semi mikro atau mikro. Pada analisis makro, jumlah zat yang dianalisis adalah 0,5
– 1 gram dengan volume larutan sekitar 20 mL. Dalam analisis semi mikro,
jumlah zat yang dianalisis dikurangi faktor 0,1  0,05, yaitu sekitar 0,05 gram
dengan volume larutan sekitar 1 mL. Sedangkan untuk analisis mikro(kadang-
kadang disebut analisis miligram), skala operasinya dikurangi dengan faktor 
0,01 yaitu 5 mg dan volume 0,1 mL. Sebetulnya tidak ada batas yang jelas antara
analisis semi mikro dan mikro, tetapi yang harus diingat adalah walaupun skala
operasi dikurangi (berat sampel yang dianalisis dikurangi) namun perbandingan
berat sampel dengan volume dipertahankan sebagai konsentrasi ion-ion dan spesi-
spesi tetap. Selain itu analisis kualitatif dapat menggunakan dua macam uji yaitu
reaksi kering dan reaksi basah. Reaksi kering dapat diterapkan untuk zat-zat padat
dan dilakukan dalam keadaan kering yaitu tanpa melarutkan sampel, contohnya:
uji nyala, dan uji mutiara boraks. Sedangkan reaksi basah diterapkan untuk zat-zat
dalam larutan di mana suatu reaksi berlangsung ditandai dengan terbentuknya
endapan, pembebasan gas, atau adanya perubahan warna. Pada umumnya analisis
kualitatif dilakukan dengan cara basah. Seperti halnya dalam analisis kualitatif,
pada analisis kuantitatif pun tipe analisis dapat dikelompokkan antara lain
berdasarkan sifat informasi yang dicari, ukuran sampel yang ada dan proporsi
konstituen yang akan ditetapkan.
1. Sifat informasi yang dicari
Berdasarkan informasi yang diberikan, tipe analisis kimia dapat
digolongkan sebagai berikut:
a. Analisis proksimat (”proximate analysis”), banyaknya masing-masing unsur
dalam suatu sampel ditetapkan tanpa memperhatikan senyawa yang
sebenarnya ada dalam sampel tersebut.
b. Analisis parsial (”partial analysis”) mencakup penetapan konstituen-
konstituen terpilih dalam sampel tersebut.
c. Analisis konstituen runutan (”trace constituent analysis”), merupakan
contoh khusus analisis parsial, di mana yang ditetapkan adalah komponen-
komponen khusus yang jumlahnya sangat kecil.
d. Analisis lengkap (”complete analysis”), bila proporsi tiap komponen dalam
sampel ditetapkan.
2. Ukuran sampel
Berdasarkan banyaknya sampel yang dianalisis, metode analisis
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Analisis makro, bila sampel yang dianalisis adalah lebih dari 0,1 gram.
b. Semi mikro (meso), bila jumlah sampel antara 0,01 gram sampai 0,1 gram.
c. Analisis mikro, bila jumlah sampel antara 1 mg sampai 10 mg.
d. Analisis ultra mikro, bila jumlah sampelnya kurang dari 1 mg (setingkat
mikrogram).
3. Proporsi sampel
Selain berdasarkan sifat informasi yang dicari dan ukuran sampel dapat juga
dikelompokkan pada konstituen penyusunnya. Zat yang ditetapkan dapat
merupakan konstituen utama, konstituen kecil atau konstituen runutan. Jadi dapat
merupakan sebagian besar atau sebagian kecil dari sampel yang dianalisis.
Apabila konstituen yang ditetapkan dalam analisis kadarnya lebih besar dari 1%
maka disebut analisis konstituen utama (major), tetapi apabila kadarnya antara
0,01 – 1% disebut analisis konstituen kecil (minor), serta bila kadarnya kurang
dari 0,01% disebut analisis konstituen runutan (trace).

C. Kimia Analitik Konvensional


Ada banyak metode klasik untuk memeriksa ada tidaknya senyawa tertentu
dalam analit yang diberikan. Salah satu contohnya adalah tes asam untuk emas.
Contoh lain dari metode klasik untuk analisis kualitatif adalah tes Kastle-Meyer
yang menggunakan fenolftalein sebagai indikator untuk memeriksa keberadaan
hemoglobin dalam analit yang diberikan. Tes nyala dapat digunakan untuk
memeriksa keberadaan elemen spesifik dalam analit dengan memaparkannya ke
nyala api dan mengamati perubahan warna nyala api.
Analisis gravimetri adalah metode klasik analisis kuantitatif, yang dapat
digunakan dalam kimia analitik untuk menentukan jumlah air dalam hidrat dengan
memanaskannya dan menghitung berat air yang hilang. misalnya konsentrasi
perak dalam sampel logam dapat ditetapkan secara gravimetri dengan cara mula-
mula melarutkan sampel tersebut dalam asam nitrat kemudian ke dalam larutan
tersebut ditambahkan ion klorida secara berlebihan sehingga semua ion perak
yang ada dalam larutan mengendap sebagai perak klorida. Setelah dilakukan
pencucian, endapan perak klorida dikeringkan dan akhirnya ditimbang.
Salah satu metode klasik analisis kuantitatif yang lebih dikenal adalah
analisis volumetrik (juga dikenal sebagai titrasi). Dalam metode titrasi, reaktan
ditambahkan ke analit sampai diperoleh titik ekivalen.
D. Kimia Analitik Modern
Analisis modern/ analisis instrumental adalah analisis yang dilakukan
berdasarkan sifat fisiko-kimia zat untuk keperluan analisisnya. Sifat fisiko-kimia
zat sangat spesifik dan dapat dideteksi dengan menggunakan peralatan khusus.
Misalnya interaksi radiasi elektromagnetik dengan sifat fisiko-kimia zat sehingga
menimbulkan fenomena absorpsi, emisi, hamburan yang kemudian dimanfaatkan
untuk teknik analisis spektroskopi. Sifat fisiko–kimia lain seperti pemutaran rotasi
optik, hantaran listrik hantaran panas, beda partisi isi dan absorpsi diantara dua
fase dan resonansi magnet inti melahirkan teknik analisis modern yang lain.
Dalam analisisnya teknik ini menggunakan alat-alat yang modern sehingga
disebut juga dengan analisis modern. Kimia analisis modern dikategorisasikan
melalui dua pendekatan, target dan metode.
Spektroskopi melibatkan pengukuran interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan atom atau molekul milik sampel. Dengan bantuan medan
listrik dan medan magnet, metode spektroskopi massa digunakan untuk mengukur
rasio massa molekul terhadap muatannya.
Metode instrumental yang umum digunakan dalam bidang kimia analitik
adalah modern analisis elektrokimia. Dalam metode ini, analit ditempatkan dalam
sel elektrokimia dan tegangan atau arus yang mengalir melalui itu diukur.
Interaksi antara analit dan energi dalam bentuk panas dipelajari dalam
disiplin kimia analitik yang dikenal sebagai kalorimetri. Kalorimeter adalah alat
yang digunakan untuk mengukur panas suatu reaksi kimia.

E. Prinsip Kerja Instrument Kimia Analitik


Kimia analisis instrumen adalah cabang ilmu kimia yang berhubungan
dengan identifikasi atau penentuan komposisi dengan bantuan instrumen khas.
Keuntungan analisis ini adalah analisisnya berlangsung cepat dengan sedikit
pereaksi baik jenis maupun jumlahnya. Kelemahan analisis ini adalah bergantung
pada ketelitian alat.
Beberapa alasan perkembangan kimia analisis instrumen adalah :
a. Banyak zat kimia yang tidak dapat ditentukan dengan cara kimia biasa
b. Matriks sampel yang dianalisa sangat sulit
c. Sampel yang dianalisa kuantitasnya sangat kecil
d. Hasil analisa yang cepat
1. Spektrometer
Alat spektrophotometer yang secara khusus mengukur konsentrasi bahan
kimia berupa atom bukan senyawa disebut spektrophotometer nyala (flame
spectrofotometer) yang memakai obyek nyala api pembakar. Berdasarkan
metodenya (emisi atau absorpsi), dikenal dua jenis spektrophotometer nyala yaitu
Spektrophotometer Emisi Nyala disingkat SEN (Flame Emission
Spektrophotometer, FES) dan Spektrophotometer Serapan Atom disingkat SSA
(Atomic Absorbtion Spectroscopy, AAS). Perkembangan FES dimulai sejak tahun
1990, sedangkan AAS diperkenalkan sekitar tahun 1960. Kedua jenis
spektrophotometer nyala ini beroperasi pada suhu nyala berkisar antara 1700 -
3200°C.

Gambar Alat Instrumentasi AAS Type Buck 210 VGP

Prinsip kerja spektrometri adalah Sampel berupa molekul akan


didisosiasikan (terurai) menjadi atom-atom di dalam nyala api pada alat
spektrophotometer serapan atom, atom menyerap energi sehingga elektron-
elektronnya mengalami eksitasi. Energi eksitasi ini berasal dari pancaran sinar
sebuah sumber cahaya lampu, dimana energi yang terserap sama dengan selisih
energi antara dua nivo energi. Peralihan antara dua nivo energi yang melibatkan
posisi dasar biasanya mempunyai intensitas pancaran dan serapan yang lebih kuat
daripada kemungkinan peralihan yang lain. Peralihan dari posisi dasar ke posisi
eksitasi yang pertama disebut garis resonansi. Garis resonansi ini sangat penting
artinya pada atom aborpsi, sebab pada atom absorpsi ini tiap elemen dalam sampel
akan menyerap sinar dengan jumlah jarak gelombang yang terbatas dalam
kawasan spektrum yang sempit. Dari spektrum serapan ini akan dapat diperoleh
data-data mengenai zat sampel. Nyala api gas pembakar molekul / atom yang ada
dalam sebuah proses spektrophotometer serapan atom seolah-olah berfungsi
sebagai kuvet pada spektrophotometer Ultra Violet – Visibel (UV-Vis).
Dalam prakteknya, kita diharuskan membuat kurva standar antara ekstingsi
(serapan) dengan konsentrasi larutan sampel. Dari grafik standar ini kemudian
dilarutkan sampel yang telah diukur serapannya, kemudian dapat ditentukan
konsentrasinya secara interpolasi atau ekstrapolasi. Namun untuk
spektrophotometer serapan atom moderen yang diperlengkapi dengan sistem
komputer kalibrasi, standarisasi dan perhitungan semuanya secara otomatis
dilaporkan dalam bentuk print out oleh alat tersebut.
Prinsip pengukuran spekterophotometer serapan atom analog dengan prinsip
pengukuran pada serapan molekuler spektrofotometer. Garis yang terpenting
dalam spektrophotometer serapan atom adalah garis resonansi. Ukuran lebar alami
garis resonansi ini terletak dalam kisaran 0,005 nm. Pada garis ini tidak akan
muncul pelebaran garis akibat peralihan vibrasi dan rotasi, sebagaimana halnya
pada molekuler spekterofotometer. Garis serapan yang sangat sempit ini
merupakan penyebab langsung mengapa sumber cahaya normal yang kontinyu
tidak dapat dipergunakan dalam absorpsi. Sebuah monokromator hanya dapat
mengisolasikan seberkas sinar sumber cahaya dari suatu kawasan gelombang yang
lebarnya sama dengan himpunan spektrum monokromator itu sendiri. Bagi sebuah
spektrofotometer, lebar itu terletak pada ordo 0,5 nm. Selain itu sumber cahaya
yang kontinyu hanya memancarkan energi yang kecil jumlahnya bagi tiap-tiap
kawasan spektrum yang kecil.
Dengan demikian hampir seluruh sinar dalam batas-batas himpunan
gelombang monokromator akan jatuh pada detektor, seandainya terjadi serapan
maksimal oleh atom-atom dalam nyala api, yang diserapkan hanya sebesar 1%
dari seluruh sinar dalam himpunan spektrum itu (kawasan spektrum selebar 0,005
nm dari himpunan yang lebarnya 0,5 nm). Pada alat spektrophotometer serapan
atom ini, sinar lampu diarahkan dengan sebuah lensa kepada nyala api dan
kemudian dilewatkan melalui sebuah monokromator. Mengingat bahwa lampu
tersebut memancarkan beberapa garis karakteristik dari pada unsur, maka
umumnya dipergunakan sebuah monokromator yang mengisolasikan garis
resonansi yang terpenting, yaitu garis yang timbul akibat perubahan dari posisi
teeksitasi dari garis dasar.
Untuk melakukan pengamatan dengan menggunakan alat spektrophotometer
serapan atom terhadap unsur-unsur yang dalam nyala api sudah dapat
mengemisikan sinar, maka dalam alat spektrophotometer serapan atom tersebut
sering diperlengkapi dengan sebuah alat interuptor sinar cahaya (chopper). Alat
ini dipasangkan antara lampu dengan nyala api sehingga kepada nyala api tersebut
akan jatuh sinar lampu yang terputus-putus secara periodik. Sinar cahaya yang
berperiodik ini bertepatan dengan sinar emisi dari nyala api ke detektor. Apabila
detektor dihubungkan dengan aplifator arus bolak-balik yang frekwensinya sama
dengan frekwensi interuptor, maka yang diregistrasikan hanya sinar yang berasal
lampu bukan cahaya yang berasal dari nyala api.
Konsentrasi larutan sampel sekecil mungkin, tidak lebih 5% dalam pelarut
yang sesuai (biasanya dalam skala ppm bahkan ppb). Larutan sampel dikehendaki
dalam kondisi asam, sehingga jika sampel logam harus dilebur dalam alkali maka
kemudian harus diasamkan lagi. Hindari pemakaian pelarut aromatik atau
halogenida, pelarut organik yang lazim dipakai adalah keton, ester, dan etil asetat
dengan tingkat kemurnian yang tinggi atau pro analitis (p.a).
2. Spektroskopi Inframerah
Spektroskopi adalah studi mengenai antraksi antara energi cahaya dan
meteri. Warna-warna yang nampak dan fakta bahwa orang bisa melihat akibat
absorpsi energi oleh senyawa kimia. Penangkapan energi matahari oleh tumbuhan
dalam proses fotosintesis adalah bentuk interaksi antara senyawa organik dengan
energi cahaya. Yang menjadi perhatian utama bagi ahli kimia adalah adanya fakta
bahwa panjang gelombang dimana suatu senyawa kimia menyerap energi cahaya
bergantung pada struktur senyawa tersebut. Dengan demikian fenomena
spektroskopi dapat dimanfaatkan untuk menentukan struktur suatu senyawa dan
untuk mempelajari karakteristik ikatan dalam molekul.
Alat instrumentasi yang digunakan untuk mengukur serapan radiasi
inframerah disebut spektrofotometer inframerah. Pada garis besarnya alat ini
terdiri dari sumber cahaya, cermin difraksi, kuvet (sel) rangkap, pemenggal, kisi
dan detector serta perekam, seperti bagan di bawah (Gambar 2.3)

Bagan Spektrofotometer Inframerah

Cahaya dari sumber di atas dipecah oleh sistem cermin (tidak


digambarkan) menjadi dua berka cahaya, satu berkas untuk rujukan dan lainnya
untuk contoh. Setelah masing-masing melewati rujukan dan contoh maka kedua
berkas ini digabung kembali dalam alat pemenggal (chopper, berupa cermin) dan
selanjutnya diarahkan secara bergantian masuk dan didifraksi oleh suatu kisi
sehingga berkas tersebut terpecah menurut panjang gelombang. Kemudian oleh
alat detector, beda intensitas antara kedua berkas tadi diukur pada masing-masing
panjang gelombangnya, dan terakhir informasi ini diteruskan ke alat perekam
yang menghasilkan spectrum berwujud gambar/grafik.
3. Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-komponen
dalam suatu sampel berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen
tersebut ke dalam 2 fasa, yaitu fasa gerak berupa gas dan fasa diam bisa cairan
atau padatan. Selain pemisahan, kromatografi gas juga dapat melakukan
pengukuran kadar komponen- komponen dalam sampel. Pengukuran analit dalam
kromatografi gas berdasarkan perbedaan tinggi atau luas puncak sebagai akibat
perbedaan konsentrasi analit. Anda dapat membedakan kromatografi gas
berdasarkan fasa diamnya ke dalam dua bagian, yaitu: kromatografi gas cair
(KGC) dan kromatografi gas padat (KGP). Pada KGC fasa diamnya berupa cairan
yang sukar menguap dan melekat pada padatan pendukung berupa butiran halus
yang inert. Secara lebih spesifik, proses pemisahan pada KGC terjadi akibat
perbedaan partisi komponen-komponen dalam sampel di antara fasa diam dan fasa
gerak. Fasa diam pada KGP berupa padatan seperti karbon, zeolit dan silika gel.
Dalam hal ini, proses pemisahan terjadi akibat perbedaan adsorpsi fasa diam
terhadap komponen-komponen dalam sampel. Koefisien distribusi umumnya jauh
lebih besar daripada KGC, sehingga KGP banyak digunakan untuk pemisahan
spesi yang tidak ditahan oleh kolom gas-cair, seperti komponen udara, hidrogen
sulfida, karbon disulfida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan karbon
dioksida. Ada beberapa kendala pada KGP yaitu adsorbsi fasa diam terhadap
komponen- komponen sampel bersifat semi permanen terutama terhadap molekul
yang aktif atau molekul yang polar. Disamping itu KGP seringkali memberikan
bentuk kromatografi yang berekor. Kendala lain dari KGP adalah efektifitas
pemisahan komponen sangat dipengaruhi oleh massa molekul relatif (Mr). KGP
lebih efektif untuk pemisahan komponen-komponen dengan Mr rendah.

Diagram skematis instrumentasi kromatografi gas

4. Bomb Kalorimeter
Kalorimeter bom menurut Chang (2004) adalah alat yang digunakan untuk
mengukur jumlah kalor yang dibebaskan pada pembakaran sempurna dalam
oksigen berlebih suatu materi atau sampel tertentu. Sejumlah sampel ditempatkan
pada tabung beroksigen yang tercelup dalam medium penyerap kalor
(kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik dari kawat logam yang
terpasang dalam tabung. Kalorimeter jenis ini masih sulit dijumpai, bahkan di
universitas disebabkan harganya yang relatif mahal. Kalorimeter bom pembakaran
pernah di desain di Universitas Lund oleh S.Sunner dan M. Mansson. Silva dkk
(2006) peneliti asal Portugal mendesain kalorimeter bom pembakaran minimalis
aneroid untuk menentukan entalpi molar standar pada pembentukan fase
terkondensasi dari senyawa organil yang mengandung komponen utama C, H, dan
O. selain menentukan entalpi pembakaran, juga dapat ditentukan entalpi
pembentukan. Albert (1997) mengembangkan konsep baru desain kalorimeter
bom yang praktis dengan sebutan kalorimeter bom 1271 dan kalorimeter 1281.
Perbedaan kalorimeter ini dengan yang lain adalah kalorimeter bom dan wadah air
menyatu sehingg lebih praktis. Desain kalorimeter bom lain juga diteliti oleh
Flores (2005) yaitu mengenai rotation bom calorimetry, fungsinya menentukan
entalpi pembakaran senyawa yang mengandung belerang atau halogen. Prinsip
kerja kalorimeter bom pada volume konstan, yaitu pada waktu molekul-molekul
bereaksi secarakimia, kalor akan dilepas atau diambil dan perubahan suhu pada
fluida kalorimeter diukur. Karena bejana ditutup rapat, volumenya tetap dan tak
ada kerja tekanan- volume yang dilakukan. Percobaan pada volume tetap, sulit
dilakukan karena memerlukan penggunaan bejana reaksi yang dirancang dengan
baik sehingga dapat tahan terhadap perubahan tekanan yang besar yang terjadi
pada banyak reaksi kimia (Oxtoby, 2001). Vorob’yov et al. (1997) telah
melakukan penelitian tentang kalorimeter bom untuk mengetahui nilai kalor jenis
bahan bakar yang ada di negara mereka. Korchagina et al. (2011) menganalisis
perbandingan teknik dan karakteristik metrology kalorimeter bom yang digunakan
di Rusia. Salah satu perusahaan yang memproduksi kalorimeter bom adalah Parr
Instrument Company yang sekaligus memproduksi instruksi operasi manualnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2018. Analisis kimia klasik dan analisis.


https://www.infokimia.com/2018/12/analisis-kimia-klasik-dan-analisis.html
(Diakses pada 27 maret 2020)
Anonim. 2016. Spektroskopi. https://id.wikipedia.org/wiki/Spektroskopi (Diakses
pada 27 maret 2020)
BYJUS. n.d. Analytical Chemistry - Description, Fundamentals, Techniques, And
Applications. [online] Available at: <https://byjus.com/chemistry/analytical-
chemistry/> [Accessed 27 March 2020]. (Diakses pada 27 maret 2020)
Fatchiyah. 2006. Gel Elektroforesis. Malang: Brawijaya Press Saifudin, A.
2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder. Yogyakarta: Deepublish.
Sari, N. K. 2010. Analisa Instrumentasi. Klaten : Yayasan Humaniora.
http://eprints.upnjatim.ac.id/3285/2/analisa_instrumentasi.pdf (Diakses pada
27 maret 2020)
Safitri, H. N., Masturi, dan Edie, S. S. 2018. Pengembangan Alat Praktikum
Kalorimeter Bom pada Pokok Bahasan Kalor. Unnes Physic Educational
Journal (7), Vol.1, ISSN 2252-6935Westermeier. 2004. Electrophoresis in
Practice: A Guide to Theory and Practice. New Jersey: John Wiley & Sons
inc.
Yuwono T. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai