Anda di halaman 1dari 107

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA Nama : TAUFIK RAHMANDIKA

FAKULTAS TEKNIK NPM/Semester : 19031010079 / II


UPN “VETERAN” JAWA TIMUR Romb./Group : B2 / G
NPM/Teman Praktek : 19031010081 / FATAYOGA
Praktikum : KIMIA ANALISA
Percobaan : GRAVIMETRI DAN ARGENTOMETRI
Tanggal : SENIN, 30 MARET 2020
Pembimbing : IR. CAECILIA PUDJIASTUTI, MT LAPORAN RESMI

BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 latar Belakang


Analisa kuantitatif adalah Analisa yang bertujuan untuk mengetauhui jumlah
kadar senyawa kimia dalam suatu bahan atau campuran bahan. Analisa kuantitatif
terdiri dari dua metode yaitu metode yaitu metode analisis gravimetri dan analisis
volumetri. Analisis grsvimetri adalah bagian analisis kuantitatif untuk menentukan
jumlahh zat berdasarkan penimbangan suatu bahan hasil reaksi setelah bahan
dianalisis. Analisis volumetri atau argentometri adalah metode umm untuk menetapkan
kadar halogen dan senyawa lain yang membentuk endapan dengan filtrat nitratpada
senyawa tertentu. Metode argentometri dilakukan dengan metode pengendapan yang
memerlukan senyawa relative tidak larut.(Sari,2014).
Analisis argentometri dan gravimetri sangat berguna di bidang keteknikkimiaan
dan bidang industri. Analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal ke
senyawa murni yang stabil yang dapat ditimbang dengan teliti. Analisis argentometri
biasanya digunakan untuk mengetahui kadar Cl dari suatu zat ataupun senyawa.
Pengukuran kadar klorida penting dilakukan karena untuk mengetahui kadar klorida di
dalam air dan menjaga agar tidak melampaui dari ambang batas(Sari,2014). Analisis
gravimetri juga bisa digunakan untuk menganalisa kadar saponin di ekstrak daun
kemangi. Saponin adalah detergen atau glikosida alami yang mempunyai sifat aktif
permukaan yang bersifat amfifilik(Romelan,2018). Karena analisis gravimetri dan
argentometri sangat bermanfaat di bidang industri maka dilakukan percobaan analisis
gravimetri dan argentometri agar praktikan dapat mengetahui pengaplikasian analisis
grvimetri dan argentometri di bidang industri.

I.2 Tujuan
1. Untuk menentukan kadar Ni2+ dalam sampel secara Gravimetri
2. Untuk menentukan kadar halida Cl- dengan metode Mohr
3. Untuk menentukan reaksi-reaksi yang terjadi dalam gravimetri dan
argentometri

I.3 Manfaat
1. Agar dapat mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi gravimetri dan
argentometri
2. Agar dapat mengetahui pengaplikasian gravimetri dan argentometri dalam
bidang industri
3. Agar dapat mengetahui metode-metode dalam gravimetri dan argentometri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Secara Umum


Kimia analitik bisa dibagi menjadi bidang-bidang yan disebut analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia,
mengenali unsur atau senyawa dalam suatu sampel. Analisis kualitatif berkaitan
dengan penetapan berapa banyak suatu zat tertentu dalam suatu sampel. Zat yang
ditetapkan tersebut yang sering dinyatakan sebagai konstituen atau analit. Klasifikasi
lain dai analisis kuantitatif bisa didasarkan pada ukuran dari sampel yang tersedia untuk
di analasis, pada umumnya dilakukan setelah Analisa kualitatif (Underwood, 1998)

II.1.1 Analisis Gravimetri


Analisis gravimetri merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan
jumlah zat berdasarkan penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit dianalisis
diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. Hasil reaksi dapat berupa gas atau endapan
yang dibentuk dari bahan yang dianalisis. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang
dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis
gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis
menjadi senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat
tetapnya (Marpaung, 2018)
Analisis gravimetri merupakan analisis yang didasari dari proses isolasi dan
pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan
secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal ke senyawa murni
yang stabil yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur dihitung berdasarkan rumus
senyawa dan berat atom unsur-unsur penyusunya, pemisahan unsur- unsur atau
senyawa yang dikandung dapat dilakukan beberapa metoda: metoda pengendapan,
metoda penguapan dan metoda elektrolisis. Pada prakteknya yang paling sering metoda
pengendapan dan penguapan.

II.1.2 Jenis-jenis Gravimetri


A. Metode Pengendapan
Suatu sampel yang akan ditentukan seara gravimetri mula-mula
ditimbang secara kuantitatif, dilarutkan dalam pelarut tertentu kemudian
diendapkan kembali dengan reagen tertentu. Senyawa yang dihasilkan harus memenuhi
sarat yaitu memiliki kelarutan sangat kecil sehingga bisa mengendap kembali dan dapat
dianalisis dengan Cara menimbang. Endapan yang terbentuk harus berukuran lebih
besar dari pada pori-pori alat penyaring (kertas saring), kemudian endapan tersebut
dicuci dengan larutan elektrolit yang mengandung ion sejenis dengan ion endapan. Hal
ini dilakukan untuk melarutkan pengotor yang terdapat dipermukaan endapan dan
memaksimalkan endapan. Endapan yang terbentuk dikeringkan pada suhu 100-130
derajat celcius atau dipijarkan sampai suhu 800 0C tergantung suhu dekomposisi dari
analit. Pengendapan kation misalnya, pengendapan sebagai garam sulfida,
pengendapan Ni dengan DMG, pengendapan Ag dengan klorida atau logam hidroksida
dengan mengatur pH larutan. Penambahan reagen dilakukan secara berlebihan untuk
memperkecil kelarutan produk yang diinginkan. Proses pengendapan terjadi melalui
dua proses yaitu proses pertama pembentukan unti, proses kedua inti tersebut tumbuh
menjadi jarah-yang besar dan mengendap dengan baik.
B. Metode Penguapan
Digunakan untuk menetapkan komponen-komponen dari suatu senyawa
yang relatif mudah menguap. Yaitu dengan cara : Pemanasan dalam udara atau gas
tertentu Penambahan pereaksi sehingga mudah menguap Zat-zat yang relatif mudah
menguap bisa diabsorpsi dengan suatu absorben yang sesuai dan telah diketahui berat
tetapnya.Untuk penentuan kadar air suatu kristal dalam senyawa hidrat, dapat
dilakukan dengan memanaskan senyawa pada suhu 1100 C- 1300C Berkurangnya
berat sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan merupakan berat air kristalnya.
Asal senyawa tidak terurai oleh pemanasan. Atau bisa juga menggunakan zat pengering
seperti CaCl2 danMg(ClO4)2 Contoh dari metode penguapan ini adalah: Penentuan
CO2 dalam senyawa karbonat dapat dilakukan dengan penambahan HCl berlebih,
kemudian dipanaskan, gas CO2 yang sudah terjadi dialirkan dalam larutan alkali yaitu
KOH (25-30%) atau larutan CaOH2 yang telah diketahui beratnya.
C. Metode Elektrolisis
Ini dapat diberlakukan pada sampel yang diduga mengandung kadar logam
terlarut cukup besar seperti air limbah. Suatu analisis gravimetri dilakukan apabila
kadar analit yang terdapat dalam sampel relatif besar sehingga dapat diendapkan dan
ditimbang. Apabila kadar analit dalam sampel hanya berupa unsur pelarut, maka
metode gravimetri tidak mendapat hasil yang teliti. Sampel yang dapat dianalisis
dengan metode gravimetri dapat berupa sampel padat maupun sampel cair prinsipnya
senyawa ion yang akan diendapkan dipisahkan secara elektrolisis pada elektrode-
elektrode yang sesuai. Sehingga jika elektrolisisnya cermat dapat terhindar
dari peristiwa kopresipitasi dan post-presipitasi.

II.1.3 Pengertian Analisis Volumetri (Titimetri)


Analisis Volumetri adalah analisis kuantitatif yang didasarkan pada jumlah atau
volume suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya yang diperlukan untuk
bereaksi sempurna dengan sejumlah komponen larutan yang belum diketahui
konsentrasinya, terminologinya volume pada jumlah reagen yang ditambahkan tepat
sama dengan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis. Semua
metoda titrimetri tergantung pada larutan standart yang mengandung sejumlah reagen
persatuan volume larutan dengan ketetapan yang tinggi. Konsentrasi dinyatakan dalam
Normalitas (g.ek/ l) atau dapat juga Molaritas (g.mol/l). Larutan standar disiapkan
dengan reagen murni secara tepat, karena tidak semua standar tersedia dalam keadaan
murni. Oleh karena itu dikenal standar primer, yaitu zat yang tersedia dalam komposisi
kimia yang jelas dan murni. Larutan tersebut hanya bereaksi pada kondisi titrasi dan
tidak melakukan reaksi sampingan. Tidak berubah ataupun bereaksi ditempat terbuka
(atmosfer). Berat ekivalen sebaiknya cukup besar, untuk menghindari kesalahan akibat
penimbangan. Bila suatu asam atau basa maka hendaknya mempunyai tetapan ionisasi
besar. (Sudrajat,2016)

II.1.4 Argentometri
Argentometri merupakan metode analisis kuantitatif berdasarkan reaksi
pengendapan senyawa halogenida dan senyawa-senyawa lain ketika ditambahkan
dengan AgNO3. Reaksi pengendapan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
adalah pengendapan diantaranya temperatur, sifat alami pelarut, pengaruh ion lain, pH,
hidrolisis dan pembentukan kompleks (Kuntari, 2018)
Titrasi argentometri merupakan titrasi pengendapan. Titrasi pengendapan
merupakan reaksi titran dengan titrat membentuk endapan yang sukar larut seperti
misalnya ion klorida dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3) membentuk endapan
perak klorida (AgCl) berwarna putih. Pengendapan dalam titrasi pengendapan
dipengaruhi oleh pH maupun adanya komplekson. Titrasi argentometri adalah titrasi
pengendapan yang menggunakan reagen pengendap perak nitrat untuk analisis
halogen, anion-anion mirip halogen (SCN-, CN-, CNO-), asam lemak, dan beberapa
anion anorganik divalen. Titrasi Argentometri juga dapat diartikan titrasi yang
melibatkan reaksi antara ion halida (Cl-, Br-, I-) atau anion lainnya (CN-, CNS-) dengan
ion Ag+ (argentum) dari perak nitrat dan membentuk endapan perak halida. Dasar
titrasi Argentometri adalah reaksi pengendapan dimana zat yang hendak ditentukan
kadarnya di endapkan oleh larutan baku perak nitrat (AgNO3) dan indikator kromat.
Zat tersebut misalnya garam-garam halogenida (Cl, Br, I), sianida, tiosianida dan
fosfat. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna. Titrasi
Argentometri memiliki 3 metode umum yaitu : metode Mohr; metode Fajans; dan
metode Volhard.

II.1.5 Metode Mohr, Volhard, dan Fajans


A. Metode Mohr
Metode Mohr adalah metode yang digunakan dalam pengukuran kadar klorida
dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar perak nitrat (AgNO3) dan
penambahan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator. Titrasi dalam suasana asam
menyebabkan perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa
akan terbentuk endapan perak hidroksida. Apabila ion klorida atau bromida telah habis
diendapkan oleh ion perak (Ag+), maka ion kromat akan bereaksi dengan perak (Ag)
berlebih membentuk endapan perak kromat (Ag2CrO4) yang berwarna coklat/merah
bata sebagai titik akhir titrasi.
B. Metode Volhard
Metode Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam larutan
asam nitrat, dengan menggunakan ion besi (III) untuk meneliti ion tiosianat berlebih.
Metode ini dapat dipergunakan untuk cara titrasi langsung dari perak, larutan tiosianat
standar atau untuk titrasi tak langsung dari ion klorida. Indikator yang dipakai adalah
Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi
kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan
larutan KCNS, dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk
warna merah darah dari Fe(SCN)3.
C. Metode Fajans
metode Fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan
pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah
indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang
diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah.
Indikator absorpsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan
menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik
ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum
titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai
ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh
Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder.

II.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Argentometri


1. Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan
meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak
endapan yang berada pada larutannya.
2. Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut
organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut
organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut
memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat
yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
3. Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang
mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan
Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding
dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH sudah
terdapat ion sejenis yaitu OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang
akan terlarut. Efek ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode
gravimetri.
4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah
dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion
endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH
disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan
perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut
mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6. Pengaruh ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat
kelarutannya dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam
tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3,
hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl (Sari, 2014).

II.1.7 Titrasi Langsung, Tidak Langsung, dan Kembali


A. Titrasi langsung (Direct titration), yaitu larutan sampel dapat langsung
dititrasi dengan larutan standar/ baku.
B. Titrasi tidak langsung (Indirect titration), yaitu larutan sampel direaksikan
dulu dengan pereaksi yang jumlah kepekatannya tertentu, kemudian hasil
reaksi dititrasi dengan larutan standar/ baku.
C. Titrasi kembali (Back titration), Dilakukan bila sampel tidak bereaksi
dengan larutan baku atau reaksinya lambat. Ditambahkan zat ketiga yang
telah diketahui kepekatannya dan jumlahnya diukur tetapi berlebihan dan
kelebihannya dititrasi dengan larutan baku (Rusgiyono, 2013)

II.1.8 Standarisasi
Proses untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan, dikenal sebagai
standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat dibuat dari sejumlah contoh
solute yang diinginkan yang secara teliti ditimbang, dengan melarutkannya ke dalam
volume larutan yang secara teliti diukur volumnya. Cara ini biasanya tidak dapat
dilakukan, akan tetapi karena relative sedikit pereaksi kimia dapat diperoleh dalam
bentuk cukup murni untuk memenuhi permintaan analis akan ketelitiannya. Beberapa
zat tadi yang memadai dalam hal ini, disebut standar primer. Suatu larutan lebih umum
distandarisasikan dengan cara titrasi yang pada proses itu ia bereaksi dengan Sebagian
berat dari standar primer. Untuk titrasi asam-basa biasanya dibuat larutan-larutan asma
atau basa dengan askitar onsentrasi yang diinginkan dan kemudian distandarisasikan
salah satu dari larutan dengan suatu standar primer. Larutan yang dengan demikian
telah distandarisasikan dapat dipakain sebagai suatu standar sekunder untuk
memperoleh normalitas larutan yang lainnya.

II.1.9 Titik Ekivalen dan Titik Akhir Titrasi


Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah T yang ekivalen dengan A telah
ditambahkan. Maka dikatakan bahwa titik ekivalen titran telah tercapai. Agar
mengetahui bila penambahan titran berhenti, kimiawan dapat menggunakan sebuah zat
kimia, yang disebut indikator, yang bertanggap terhadap adanya titran berlebih dengan
perubahan warna . Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat terjadi tepat pada titik
ekivalen. Titik titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Tentunya
suatu harapan, bahwa titik akhir ada sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Memilih
indikator untuk membuat kedua titik berimpitan.

II.1.10 Rumus Umum Gravimetri


Dalam prosedur gravimetri yang biasa suatu endapan ditimbang dan dari berat
ini berat analit dalam contoh dihitung. Persentase analit A adalah

….………………………………..(1)

Untuk menghitung berat analit dari berat endapan sering diperlukan suatu factor
gravimetri. Faktor ini didefinisikan sebagai jumlah gram analit dalam g dari endapan.
Perkalian berat endapan P dengan faktor gravimetri memberikan jumlah gram analit di
dalam contoh, Maka:

Berat A=berat P x Faktor Gravimetri ………………………..…(2)

…………………....(3)

Keterangan:
A= Analit
P= Endapan
(Underwood, 1990)

II.1.11 Konsentrasi PPM, PPB


Dalam larutan yang persen massa atau persen volume komponennya sangat
rendah, kita sering mengubah ke satuan lain untuk mendeskripsikan konsentrasi
larutan. Contohnya 1 mg zat terlarut/L larutan hanya 0,001 g/L. Larutan yang seencer
ini akan mempunyai densitas yang sama dengan densitas air, sekitar 1 g/mL, sehingga
konsentrasi larutan adalah 0,001 g zat terlarut/1000 g larutan, yang sama dengan 1 g
zat terlarut/1.000.000 g larutan. Dapat dideskripsikan konsentrasi zat terlarut lebih
tepat sebagai 1 parts per million( ppm, 1 bagian per sejuta). Untuk larutan dengan
hanya 1 µg zat terlarut/L larutan, situasinya adalah 1x10-6 g zat terlarut/1000 g larutan
atau 1,0 g zat terlarut/1x109 g larutan. Konsentrasi zat terlarut adalah 1 parts per billion
(ppb, 1 bagian per miliar). Jika konsentrasi terlarut hanya ng zat terlarut/L larutan,
konsentrasinya adalah 1 parts per trillion (ppt, 1 bagian per trilliun) (Petrucci, 2007)

II.1.12 Perbandingan Gravimetri dan Argentometri


Dibandingkan dengan cara gravimetri, maka argentometri lebih banyak
keuntungannya. Argentometri lebih sederhana daripada gravimetri, karena pengerjaan-
pengerjaan seperti membentuk endapan, penyaringan, pencucian, pemijara, dan
penimbangan hasil tidak perlu dilaksanakan. Karena itu pula argentometri lebih cepat
dan leibih mudah melakukannya. Selain itu,pada umumnya semakin sedikit tahap
perlakuan yang diperlukan, semakin sedikit pula kemungkinan terjadi kesalahan.
Argentometri lebih mudah menghindari gangguan. Misalnya dalam penerapan Ca
dalam batuan, SiO2 merupakan gangguan karena mengendap dengan endapan Ca. Bila
penentuan Ca dilakukan dengan menggunakan endapan Ca-oksalat yang terbentuk itu,
maka SiO2 tidak mengganggu, dan memerlukan pemisahannya yang sangat sulit.
Sebaliknya, bila penetapan Ca-oksalat dilakuakn secara gravimetri, SiO2 akan
mengganggu karena ikut ditimbang.
Untuk jumlah analat yang normal (0,1-1) gram gravimetri lebih precise dan
accurate. Suatu reaksi yang kurang sempurna dalam gravimetri sering masih dapat
digunakan, yaiut denan menambahkan pereaksi yang berlebih sehingga kesetimbangan
digeser ke kanan dan pengendapan menjadi lebih sempurna. Dalam titrasi langsung hal
ini tidak mungkin, karena titrasi harus dihentika bila titik akhir tercapai (Harjadi, 1986)

II.1.13 Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan


Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai
membentuk larutan jenuh. Cara menentukan kelarutan suatu zat ialah dengan
mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalkan 1 liter. Kemudian menimbang
zat yang akan dilarutkan yang ditandai dengan masih terdapatnya zat padat yang tidak
larut. Setelah disaring, dikocok dan didiamkan sampai terbentuk kesetimbangan zat
yang tidak larut dengan yang larut. Kemudian padatan yang tidak larut disaring,
dikeringkan dan ditimbang. Larutan yang telah disaring itu mengandung zat terlarut
dan disebut laruan jenuh (Syukri, 1999)
Untuk suatu larutan jenuh, pengaruh zat padat yang tak larut berapa saja adalah
konstan, tak bergantung pada banyaknya zat yang tak terlarut yang terdapat pada
penjenuhan. Hasil kali dua tetapan, (Kc)(k), dinyatakan sebagai tetapan Ksp, yang
disebut tetapan hasil kali kelarutan. Untuk kasus umum, perhatikan senyawaan ion
yang sedikit dapat larut AmBn. Persamaan untuk kesetimbangan pelarutan adalah:

AmBn (s) mAn+ + nBm- ……………………………………..(4)


dan rumus Ksp-nya adalah

Ksp = [An+]m [Bm-]n………………………………………...…(5)


Banyak hubungan numeris yang memberikan larutan garam-garam yang sedikit
dapat larut, serupa dengan hubungan yang digunakan dalam mempelajari tetapan
pengionan asam dan basa lemah. Misalnya, dalam hal suatu tetapan pengionan,
haruslah diketahui konsentrasi ion dalam larutan agar harga tetapan hasil kali kelarutan
dapat dihitung. Banyaknya mol per liter ion-ion yang ada dapat disimpulkan dari
banyaknya mol garam yang terlarut dalam satu liter larutan (Keenan, 1986)

II.1.14 Aplikasi Analisis Gravimetri


Teknologi konversi yellow cake menjadi serbuk UO2 telah lama diketahui dan
telah banyak dilakukan baik dalam skala laboratorium maupun skala industri. Proses
konversi yellow cake meliputi proses pelarutan, pemurnian, pengendapan dan
kalsinasi. Proses pengendapan dapat dilakukan melalui jalur amonium diranat (ADU)
atau amonium uranil karbonat (AUK). Endapan ADU dan AUK dikalsinasi hingga
terbentuk serbuk UO2 yang diharapkan berderajat nuklir. Untuk mengetahui bahwa
serbuk tersebut berderajat nuklir atau tidak, perlu dilakukan pengujian kendali kualitas
dengan metode yang mampu menghasilkan data akurat. Salah satu pengujian yang
dilakukan adalah penentuan kadar uranium. Penentuan kadar uranium dapat dilakukan
dengan beberapa cara, di antaranya secara gravimetri (Windaryati, 2016)

II.1.15 Aplikasi Analisis Argentometri


Pencemaran sumber air dapat terjadi akibat aktivitas pembuangan air limbah
secara langsung ke dalam tanah sehingga dapat mempengaruhi kualitas sumber air
sumur, salah satunya kandungan kadar klorida yang dicurigai berlebih. Kelebihan
kadar klorida dalam air minum akan merusak ginjal. Pengambilan sampel yang
dilakukan pada waktu pagi, siang serta sore hari dikarenakan senyawa klorida dapat
berpengaruh terhadap perbedaan suhu. Semakin tinggi suhu, maka kelarutan klorida
akan semakin rendah dan sebaliknya. Penentuan kadar klorida pada penelitian ini
menggunakan metode Argentometri Mohr karena metode tersebut memiliki keakuratan
dan ketelitian yang tinggi, serta mudah dan cepat dilakukan (Astuti, 2013)
II.2 Sifat Bahan
II.2.1 Asam Sulfat
A. Sifat Fisika
1. Fase = Cair
2. Warna = Tidak berwarna
3. Bau = Tidak berbau
4. Titik beku = -20⁰C
5. Densitas = 1,80 gr/cm3
6. Tekanan Uap = 1mmHg
7. Viskositas = 26,7 Cp
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = H2SO4
2. Berat molekul = 98,08 gr/mol
3. Kelarutan = Larut dalam air
4. Sifat peledak = Tidak mudah meledak
5. Sifat oksidator = Bersifat mengoksidasi
6. Korosifitas = Korosif dengan logam
7. pH = 0,3 pada 25⁰C
C. Penanganan
1. Kontak mata = Bilas dengan air yang banyak
2. Kontak kulit = Tanggalkan segera pakain yang terkontaminasi. Bilas
kulit dengan air.
3. Terhirup = Hirup udara segar.
4. Tertelan = Minum air yang banyak
(Anonim,2018,”MSDS Asam Sulfat”)
D. Fungsi = Sebagai pengendap Ba2+ dan pencuci endapan BaSO4

II.2.2 Etanol
A. Sifat Fisika
1. Fase = Cair
2. Warna = Tidak berwarna
3. Bau = Seperti obat
4. Tekanan uap = 59 Kpa pada 20⁰C
5. Titik lebur = -114,5⁰C
6. Titik didih = 78,3⁰C
7. Densitas = 0,79 gr/cm3
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = C2H5OH
2. Berat molekul = 46,07 gr/mol
3. pH = 7 pada 20⁰C
4. Sifat peledak = Tidak mudah meledak
5. Kelarutan = Larut sepenuhnya
6. Toksisitas = Beracun untuk hewan
7. Sifat oksidator = Tidak ada
C. Penanganan
1. Kontak mata = Bilas dengan air yang banyak
2. Kontak kulit = Cuci dengan air mengalir
3. Terhirup = Hirup udara segar.
4. Tertelan = Minum air putih maksimal dua gelas
(Anonim,2020,”MSDS Etanol”)
D. Fungsi = Sebagai pelarut indikator fluorescein

II.2.3 Asam Nitrat


A. Sifat Fisika
1. Fase = Cair
2. Warna = Tidak berwarna
3. Bau = Pedih
4. Titik didih = 122⁰C
5. Titik lebur = -41⁰C
6. Densitas = 1,41 gr/cm3
7. Tekanan uap = 9,4 HPa
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = HNO3
2. Berat molekul = 63 gr/mol
3. Kelarutan = Larut dalam air
4. Sifat oksidator = Bukan oksidator
5. Bioakumulasi = Diperkirakan tidak ada potensi bioakumulasi
6. Korosifitas = Sangat korosif terhadap logam
7. Sifat terbakar = Dapat memperhebat api
C. Penanganan
1. Kontak mata = Segera bilas dengan air yang banyak.
2. Kontak kulit = Cuci dengan air mengalir
3. Terhirup = Segera hirup udara segar.
4. Tertelan = Minum air putih paling banyak dua gelas, hindari muntah
(Anonim,2020,”MSDS Asam Nitrat”)
D. Fungsi = Sebagai pengasam pada standarisasi NH4CNS dengan AgNO3

II.2.4 Amonium Tiosianat


A. Sifat Fisika
1. Fase = Padat
2. Warna = Putih
3. Bau = Tidak berabu
4. Tekanan uap = Dapat diabaikan (<1 KPa)
5. Titik lebur = 149⁰C
6. Titik didih = Tidak ada
7. Densitas = 1,305 gr/cm3
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = NH4CNS
2. Berat molekul = 76,12 gr/mol
3. pH = 4,5 - 6
4. Sifat peledak = Tidak mudah meledak
5. Kelarutan = Larut dalam air
6. Flamabilitas = Tidak mudah menyala
7. Sifat oksidator = Tidak mengoksidasi
C. Penanganan
1. Kontak mata = Bilas dengan air yang banyak.
2. Kontak kulit = Tanggalkan semua pakaian yang terkontaminasi bilas
dengan air mengalir.
3. Terhirup = Hirup udara segar.
4. Tertelan = Beri air minum paling banyak dua gelas, hindari muntah
(Anonim,2017,”MSDS Amonium Tiosianat”)
D. Fungsi = Sebagai titran dalam standarisasi, penetapan Cl dengan metode
fajans
II.2.5 Perak Nitrat
A. Sifat Fisika
1. Fase = Padat
2. Warna = Tidak berwarna
3. Bau = Tidak berbau
4. Suhu penguraian = >444⁰C
5. Titik lebur = 212⁰C
6. Titik didih = 444⁰C
7. Densitas = 4,35 gr/cm3
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = AgNO3
2. Berat molekul = 169,87 gr/mol
3. Flamabilitas = Tidak mudah menyala
4. Sifat peledak = Tidak mudah meledak
5. Kelarutan = Larut dalam air
6. Korosifitas = Memiliki efek korosif
7. Sifat oksidator = Pengoksidasi kategori dua
C. Penanganan
1. Kontak mata = Bilas dengan air yang banyak.
2. Kontak kulit = Tanggalkan semua pakaian yang terkontaminasi bilas
dengan air mengalir.
3. Terhirup = Hirup udara segar.
4. Tertelan = Beri air minum, hindari muntah
(Anonim,2009,”MSDS Perak Nitrat”)
D. Fungsi = Sebagai titran dan standarisasi AgNO3 dan NaCl

II.2.6 Natrium Klorida


A. Sifat Fisika
1. Fase = Padat
2. Warna = Tidak berwarna
3. Bau = Tidak berbau
4. Tekanan = 1,3 hPa pada 865⁰C
5. Titik lebur = 801⁰C
6. Titik didih = 1.461⁰C
7. Densitas = 2,17 gr/cm3
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = NaCl
2. Berat molekul = 58,44 gr/mol
3. Flamabilitas = Tidak mudah menyala
4. Sifat peledak = Tidak mudah meledak
5. Kelarutan = Larut dalam air
6. pH = 4,5 – 7,0
7. Stabilitas = Stabil pada suhu kamar
C. Penanganan
1. Kontak mata = Segera bilas dengan air yang banyak.
2. Kontak kulit = Tanggalkan semua pakaian yang terkontaminasi bilas
dengan air mengalir.
3. Terhirup = Hirup udara segar.
4. Tertelan = Beri air minum paling banyak dua gelas, hindari muntah
(Anonim,2018,”MSDS Natrium Klorida”)
D. Fungsi = Sebagai titrat dalam standarisasi AgNO3 dengan NaCl

II.2.7 Kalium Kromat


A. Sifat Fisika
1. Fase = Padat
2. Warna = Kuning
3. Bau = Tidak berbau
4. Densitas curah = Kira – kira 1.400 kg/m3
5. Titik lebur = 968⁰C
6. Titik didih = 1.000⁰C
7. Densitas = 2,73 gr/cm3
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = K2CrO4
2. Berat molekul = 194,19 gr/mol
3. Flamabilitas = Tidak mudah menyala
4. Sifat peledak = Tidak mudah meledak
5. Sifat oksidator = Berpotensi mengoksidasi
6. Reaktifitas = Memiliki efek penyulut api
7. Stabilitas = Stabil di bawah kondisi ruangan standart
C. Penanganan
1. Kontak mata = Segera bilas dengan air yang banyak.
2. Kontak kulit = Tanggalkan semua pakaian yang terkontaminasi bilas
dengan air mengalir.
3. Terhirup = Hirup udara segar.
4. Tertelan = Beri air minum paling banyak dua gelas
(Anonim,2010,”MSDS Kalium Kromat”)
D. Fungsi = Sebagai indikator pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl

II.2.8 Fluorescein
A. Sifat Fisika
1. Fase = Padat
2. Warna = Coklat merah
3. Bau = Tidak berbau
4. Kelarutan dalam air = 500 gr/L pada 20⁰C
5. Titik lebur = >300⁰C
6. Bentuk = Serbuk
7. Densitas = 1,602 gr/cm3
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = C20H10Na2O5
2. Berat molekul = 376,27 gr/mol
3. Bioakumulasi = Diperkirakan tidak ada potensi bioakumulasi
4. Sifat peledak = Tidak mudah meledak
5. pH = Kira – kira 8,3
6. Reaktifitas = Reaksi berbahaya dapat terjadi dengan oksidator kuat
7. Stabilitas = Stabil pada suhu kamar
C. Penanganan
1. Kontak mata = Bilas dengan air yang banyak
2. Kontak kulit = Tanggalkan semua pakaian yang terkontaminasi bilas
kulit dengan air mengalir.
3. Terhirup = Hirup udara segar.
4. Tertelan = Beri air minum paling banyak dua gelas
(Anonim,2019,”MSDS Fluorescein”)
D. Fungsi = Sebagai indikator penetapan kadar Cl- metode Fajans
II.2.9 Feri Amonium Sulfat
A. Sifat Fisika
1. Fase = Padat
2. Warna = Ungu
3. Bau = Tidak berbau
4. Titik didih = Tidak ada
5. Titik lebur = 39-41⁰C
6. Titik nyala = Tidak ada
7. Densitas = 1,71 gr/cm3
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = (NH4)Fe(SO4)2.I2H2O
2. Berat molekul = 482,19 gr/mol
3. Flamabilitas = Tidak mudah menyala
4. Sifat peledak = Tidak mudah meledak
5. pH = Kira – kira 1,8 pada 20⁰C
6. Reaktifitas = Reaksi yang hebat terjadi dengan oksidator kuat
7. Stabilitas = Peka terhadap cahaya
C. Penanganan
1. Kontak mata = Bilas dengan air yang banyak
2. Kontak kulit = Tanggalkan semua pakaian yang terkontaminasi bilas
kulit dengan air mengalir.
3. Terhirup = Hirup udara segar.
4. Tertelan = Beri air minum paling banyak dua gelas
(Anonim,2006,”MSDS Ferri Amonium Sulfat”)
D. Fungsi = Sebagai indikator pada standarisasi NH4CNS dengan AgNO3

II.2.10 Aquadest
A. Sifat Fisika
1. Fase = Cair
2. Warna = Tidak berwarna
3. Bau = Tidak berbau
4. Titik didih = 100⁰C
5. Titik lebur = 0⁰C
6. Bentuk kristal = Kubik
7. Densitas = 1 gr/cm3
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = H2O
2. Berat molekul = 18 gr/mol
3. Flamabilitas = Tidak mudah terbakar
4. Sifat peledak = Tidak mudah meledak
5. pH = Netral
6. Korosifitas = Tidak korosif
7. Sifat oksidator = Tidak bersifat oksidator
C. Penanganan
1. Kontak mata = Tidak ada
2. Kontak kulit = Tidak ada
3. Terhirup = Tidak ada
4. Tertelan = Tidak ada
(Anonim,2017,”MSDS Aquadest”)
D. Fungsi = Sebagai pelarut universal

II.2.11 Dimetil Glioksin


A. Sifat Fisika
1. Fase = Padat
2. Warna = Putih sampai Kuning
3. Bau = Alkohol
4. Titik didih = 78⁰C
5. Titik lebur = 239 - 243⁰C
6. Tekanan uap = 40 mmHg
7. Densitas = 1,37 gr/cm3
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul = (CH3CNOH)2
2. Berat molekul = 116,11 gr/mol
3. Flamabilitas = Mudah terbakar
4. Sifat peledak = Tidak mudah meledak
5. Stabilitas = Stabil
6. Kelarutan = Larut
7. Sifat oksidator = Tidak ada
C. Penanganan
1. Kontak mata = Cuci dengan air mengalir
2. Kontak kulit = Cuci dengan air mengalir
3. Terhirup = Segera hirup udara segar
4. Tertelan = Minum air paling banyak dua gelas, hindari muntah
(Anonim,2017,”MSDS Dimetil Glioksin”)
D. Fungsi = Sebagai presipitator Ni
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III.1 Bahan
1. Amonium Tiosianat
2. Asam Nitrat
3. Asam Sulfat
4. Aquadest
5. Etanol
6. Ferri Amonium Sulfat
7. Indikator Fluorescein
8. Kalium Kromat
9. Natrium Klorida
10. Perak Nitrat
11. Dimetil Glioksin

III.2 Alat
1. Kertas saring
2. Neraca analitik
3. Pipet tetes
4. Labu ukur
5. Beaker glass
6. Corong kaca
7. Oven
8. Erlenmeyer
9. Buret
10. Statif
11. Tabung reaksi
12. Kaca arloji
13. Spatula
14. Gelas ukur
15. Termometer
16. Waterbath
III.3 Rangkaian Alat
Keterangan
1. Klem
2. Statif
3. Buret
4. Erlenmeyer
5. Kertas Titrasi

Gambar III.1 Rangkaian Alat Titras

III.4 Prosedur
A. Garvimetri
Pertama, timbang kertas saring kosong dan catat massanya. Lalu ambil 10 ml
sampel yang mengandung Ba2+. Pada sampel tersebut, tambahkan asam sulfat 0,1 N
dan homogenkan. Endapan BaSO4 putih yang terbentuk disaring dengan kertas saring
yang diletakkan pada corong. Cuci endapan dengan H2SO4 sangt encer, serta air cucian
dari endapan tersebut dijadikan satu dengan filtrat yang kemudian ditambahkan dengan
H2SO4 0,1 N lagi. Ulangi pencucian endapan dengan H2SO4 hingga pada sampel tidak
menimbulkan endapan lagi. Endapan yang terdapat pada kertas saring kemudian
dikeringkan menggunakan oven pada 100-110ºC dan dijaga agar kertas saring tidak
hangus. Setelah benar-benar kering, timbang kertas saring bersama endapannya dan
menghitung kuantitas dengan persamaan.

Keterangan : W2 : Massa kertas saring dan endapan(gram)


W1 : Massa kertas saring(gram)
BM : Berat molekul(gr/mol)
V : Volume sampel(ml)
B. Argentometri
Pertama, larutan AgNO3 dititrasi dengan larutan NaCl 0,1 N 10 ml dari larutan
standar NaCl 0,1 N dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 0,4 ml K2CrO4
5%. Larutan NaCl dalam Erlenmeyer yang sudah ditambahkan K2CrO4 kemudian
dititrasi dengan AgNO3 hingga timbul warna merah pertama yang tidak hilang pada
pengocokan. Catat kubutuhan titran AgNO3 dan dapat dihitung normalitas AgNO3
dengan persamaan

Keterangan : N : Normalitas(N)
V : Volume(ml)
Selanjutnya, standarisasi larutan NH4CNS dengan larutan AgNO3 hasil standarisasi.
Ambil 10 ml AgNO3 yang sudah distandarisasi dan masukkan ke dalam erlenmeyer.
Larutan AgNO3 ini ditambahkan 2 ml HNO3 6N dan 0,4 ml ferri ammonium sulfat.
Campuran larutan ini kemudian dititrasi dengan NH4CNS hingga timbul warna merah
kecoklatan pertama yang tidak hilang pada pengocokan. Catat kubutuhan titran
NH4CNS dan dapat dihitung normalitas NH4CNS dengan persamaan

Keterangan : N : Normalitas(N)
V : Volume(ml)
Setelah itu, untuk menentukan kadar Cl- dengan metode mohr dilakukan dengan
mengambil 10 ml larutan sampel, masukkan ke dalam erlenmeyer dan tambahkan 0,4
ml K2CrO4. Campuran larutan ini kemudian dititrasi dengan AgNO3 hingga timbul
warna merah muda pertama yang tidak hilang pada pengocokan. Catat kubutuhan
titran AgNO3 dan dapat dihitung kadar Cl- pada sampel dengan persamaan

Keterangan : N : Normalitas(N)
V : Volume(ml)
BM : Berat molekul(gr/mol)
fp : Faktor pengenceran
Kemudian, untuk menentukan kadar Cl dengan metode fajans dilakukan dengan
mengambil 10 ml larutan sampel, masukkan ke dalam erlenmeyer dan tambahkan 10
tetes indikator fluorescein. Atur pH pada kisaran 7-8, lalu panaskan hingga 80oC.
larutan sampel kemudian dititrasi dengan AgNO3 hingga timbul warna merah muda
pertama yang tidak hilang pada pengocokan. Catat kubutuhan titran AgNO3 dan dapat
dihitung kadar Cl pada sampel dengan persamaan

Keterangan : N : Normalitas(N)
V : Volume(ml)
BM : Berat molekul(gr/mol)
fp : Faktor pengenceran
Terakhir, untuk menentukan kadar Cl dengan metode volhard dilakukan dengan
mengambil 10 ml larutan sampel, masukkan ke dalam erlenmeyer dan tambahkan 2
ml HNO3 6N dan AgNO3 berlebih (±12 ml) kemudian dikocok, disaring, dan dicuci
dengan air beberapa kali. Air cucian ini dijadikan satu dengan filtrat. Larutan
ditambahkan dengan 0,4 ml ferri ammonium sulfat kemudian dititrasi dengan
NH4CNS hingga timbul warna merah kecoklatan pertama yang tidak hilang pada
pengocokan. Catat kubutuhan titran NH4CNS dan dapat dihitung kadar Cl pada
sampel dengan persamaan

Keterangan : N : Normalitas(N)
V : Volume(ml)
BM : Berat molekul(gr/mol)
fp : Faktor pengenceran
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, Material Safety Data Sheet Ferri Amonium Sulfat, www.qorpak.com,
diakses pada 14 April 2020
Anonim, 2009, Material Safety Data Sheet Perak Nitrat, www.merckmilipore.com,
diakses pada 14 April 2020
Anonim,2010, Material Safety Data Sheet Kalium Kromat, www.merckmilipore.com,
diakses pada 14 April 2020
Anonim,2017, Material Safety Data Sheet Amonium Tiosianat, www.merck
milipore.com, diakses pada 14 April 2020
Anonim,2017, Material Safety Data Sheet Aquadest, www.merckmilipore.com,
diakses pada 14 April 2020
Anonim,2017, Material Safety Data Sheet Dimetil Glioksim, www.merck
milipore.com, diakses pada 14 April 2020
Anonim,2018, Material Safety Data Sheet Asam Sulfat, www.merckmilipore.com,
diakses pada 14 April 2020
Anonim,2018, Material Safety Data Sheet Natrium Klorida, www.merckmilipore.com,
diakses pada 14 April 2020
Anonim,2019, Material Safety Data Sheet Fluorescein, www.sigmaaldrich.com,
diakses pada 14 April 2020
Anonim,2020, Material Safety Data Sheet Asam Nitrat, www.merckmilipore.com,
diakses pada 14 April 2020
Anonim,2020, Material Safety Data Sheet Etanol, www.sigmaaldrich.com, diakses
pada 14 April 2020
Astuti, Dian Wuri, 2013,’ PENETAPAN KADAR KLORIDA PADA AIR SUMUR
DI STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA TAHUN 2013’, Journal Of
Health, STIKES GUNA BANGSA, Vol 1, No 1
Bana, E, A, H, Mappiratu & Prismawiryanti, 2015, “Kajian Metode Gravimetri Dalam
Analisis Kadar Karaginan Rumput Laut Eucheuma Cottonii”, Jurnal Riset
Kimia, Vol. 1, No. 1, Hal. 2 & 3
Harjadi, W, 1986, Ilmu Kimia Analitk Dasar, Gramedia, Jakarta
Keenan, Charles W, 2005, Ilmu kimia untuk universitas jilid 2 edisi keenam, Erlangga,
Jakarta
Kuntari, 2018,‘Validasi Metode Penentuan Amonium Klorida dalam Obat Batuk
Hitam secara Titrimetri’, Jurnal kimia analisis, Vol 1, No 1
Marpaung, 2018,’ANALISIS JENIS DAN KADAR SAPONIN EKSTRAK
METANOL DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L.) DENGAN
MENGGUNAKAN METODE GRAVIMETRI’, Jurnal Farmasi Lampung,
Vol 7, No 2
Petrucci, Ralph H, 2007, Kimia Dasar Prinsip-Prinsip dan Aplikasi Modern, Erlangga,
Jakarta
Romelan, Mauritz, 2018, ‘ANALISIS JENIS DAN KADAR SAPONIN EKSTRAK
METANOL DAUN KEMANGI DENGAN MENGGUNAKAN METODE
GRAVIMETRI’, Jurnal Farmasi Lampung, vol 07, no 2
Rusgiyono, Agus, 2013,’Pemetaan Produksi Dan Konposisi Garam’, Jurnal Gaussian,
Vol 2, No 3
Sari, Ni Putu Yuli Purnama, 2014,’PENGARUH ION TIOSULFAT TERHADAP
PENGUKURAN KADAR KLORIDA METODE ARGENTOMETRI’,
Jurnal Chemistry Laboratory, Vol 1, No 2
Sudrajat, Yayat, 2016, Kimia Dasar, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Syukri, S, 1999, Kimia Dasar 2, ITB, Bandung
Underwood, A.L, 1990, Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta
Underwood, A.L, 1998, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta
Windaryanti, Lilis, 2016,’PENENTUAN KADAR URANIUM DALAM SERBUK
UO2 DARI YELLOW CAKE SECARA POTENSIOMETRI DAN
GRAVIMETRI’, Jurnal Forum Nuklir, Vol 10, No 2

Anda mungkin juga menyukai