Anda di halaman 1dari 94

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA Nama : Anastasia Rosari Yunita J

FAKULTAS TEKNIK NPM/Semester : 19031010041/II


UPN “VETERAN” JATIM Romb./Group : A2/J
NPM/Teman Praktek :19031010042/ Yuki Amru
Praktikum : Kimia Analisa 19031010043/ Hevy Amperia
Percobaan :Gravimetri dan Argentometri
Tanggal : 31 Maret 2020
Pembimbing : Rachmad Ramadhan Y, ST, MT LAPORAN RESMI

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau
komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam
keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah
proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian
terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau
radikal kesenyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang
dapat ditimbang dengan teliti. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Windaryati pada tahun 2016. Telah dilakukan penentuan kadar uranium dalam
serbuk UO2 dari yellow cake yang berasal dari Pusat Teknologi Bahan Galian
Nuklir (PTBGN). Serbuk UO2 yang ditentukan kadar uraniumnya merupakan hasil
konversi yellow cake melalui jalur amonium diuranat (ADU) dan amonium uranil
karbonat (AUK). Dalam penentuan kadar uranium diperlukan suatu metode yang
valid sehingga diperoleh data yang akurat yaitu secara gravimetri. Perubahan berat
setelah serbuk UO2 dikalsinasi pada temperatur 900°C selama 3 jam hingga
diperoleh berat konstan.
Dalam hal ini dapat diketahui bahwa penelitian dalam menentukan kadar
suatu sampel menggunakan metode gravimetri dan argentometri dianggap mampu
mendapatkan hasil yang lebih akurat atau perbedaanya hanya 10 % dari teori yang
ada. Metode yang dilakukan cukup mudah karena cukup melibatkan berat endapan
yang akan diuji serta volume selama proses titrasi. Dengan demikian, dalam
percobaan ini digunakan metode penentuan kadar secara gravimetri dan
argentometri karena selain cukup mudah pengolahannya juga hasil akhirnya yang
cukup akurat.
1.2 Tujuan
1. Untuk memelajari reaksi – reaksi yang terjadi dalam percobaan.
2. Untuk menentukan kadar Pb+2 dalam sampel dengan Gravimetri.
3. Untuk menentukan kadar halida Cl- melalui metode volhard.

1.3 Manfaat
1. Agar praktikan mampu mengetahui faktor – faktor yang memengaruhi
percobaan analisis gravimetri dan argentometri.
2. Agar praktikan dapat mengaplikasikan metodepenelitian dalam bidang industri
maupun kehiudpan sehari – hari.
3. Agar praktikan dapat mengetahui perbedaan dari metode Gravimetri dan
Argentometri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Secara Umum


Metode penelitian kuantitatif merupakan suatu cara yang digunakan untuk
menjawab masalah penelitian yang berkaitan dengan data berupa angka dan
program statistik. Untuk dapat menjabarkan dengan baik tentang pendekatan dan
jenis penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, teknik pengumpulan
data, dan analisis data dalam suatu proposal dan/atau laporan penelitian diperlukan
pemahaman yang baik tentang masing-masing konsep tersebut. Hal ini penting
untuk memastikan bahwa jenis penelitian sampai dengan analisis data yang
dituangkan dalam proposal dan laporan penelitian telah sesuai dengan kaidah
penulisan karya ilmiah yang dipersyaratkan. Pada artikel ini disajikan contoh-
contoh real pemaparan pendekatan dan jenis penelitian sampai dengan analisis
data penelitian kuantitatif (Wahidmurni,2017).

II.1.1 Pengertian Analisis Gravimetri


Analisis gravimetri, atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot, adalah
proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu
dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin. Unsur atau senyawa
itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki, yang telah ditimbang.
Sebagian besar penetapan-penetapan pada analisis gravimetrimenyangkut
perubahan unsur atau radikal yang akan ditetapkan menjadi sebuah senyawaan
yang murni dan stabil, yang dapat dengan mudah diubah menjadi satu bentuk
yang mudah untuk ditimbang. Lalu bobot unsur atau radikal itu dengan mudah
dapat dihitung dari pengetahuan kita tentang rumus senyawaanya serta bobot
atom unsur-unsur penyusunnya (konstituennya) (Ilmah,2014).
II.1.2 Syarat Bentuk Senyawa yang Diendapkan
Syarat-syarat bentuk senyawa yang diendapkan adalah :
1. Kelarutannya harus rendah
2. Endapan yang terbentuk mudah disaring dan dicuci
3. Endapan harus mudah di ubah menjadi bentuk senyawa yang dapat
ditimbang

II.1.3 Tahap Analisis Gravimetri


1. Penambahan Pereaksi Pengendap. Sebagai pereaksi pengendap dapat
digunakan senyawa anorganik atau senyawa organik tetapi dipilih yang spesifik
dan mudah menguap. agar zat pengganggu bila tidak hilang waktu dicuci dapat
dihilangkan waktu pemanasan. Contoh, untuk mengendapkan ion
a. Fe+3 lebih baik digunakan pereaksi NH4OH dari pada KOH atau NaOH
b. Ba+2 lebih baik digunakan pereaksi H2SO4dari pada Na2SO4atau K2SO4
c. Ag+ lebih baik digunakan pereaksi HCl dari pada KCl atau NaCl.
2. Pembentukan Endapan. PembentukanEndapanYang utama dalam analisis
gravimetri adalah pembentukan endapan yang murni dan mudah disaring.
3. Kontaminasi Endapan.
4. Menyaring dan Mencuci Endapan.
5. Pengeringan dan Pemanasan Endapan
Pemisahan unsur atau senyawaan yang mengandungnya dapat dicapai
dengan beberapa metode yaitu metode pengendapan, metode penguapan, metode
elektronalisis, metode ekstrasi dan kromatografi. Yang terpenting darinya adalah
metode pengendapan dan metode penguapan. Pada tahap ini dapatlah disebutkan
bahwa kelebihan terpenting dari analisis gravimetri, dibandingkan analisis
trimetri adalah bahwa bahan penyusun zat telah diisolasi,
dan jika perlu diselidiki terhadap ada tidaknya zat pengotor, dan diadakan
koreksi; kekurangan dari metode gravimetri adalah bahwa metode ini umumnya
lebih memakan waktu (Soraya, 2014).
II.1.4 Pengertian Analsis Volumetri
Analisa volumetri merupakan salah satu metode analisa kwantitatif, yang
sangat penting penggunaannya dalam menentukan konsentrasi zat yang ada
dalam larutan. Keberhasilan analisa volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya
indikator yang tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat.
Pada analisis ini analat direaksikan dengan suatu pereaksi sedemikian rupa
sehingga jumlah zat – zat yang saling direaksikan tapat saling menghabiskan,
sehingga tida ada sisa. Analat direaksikan dan jumlahnya dihitung dari volume
larutan pereaksi atau volume hasil reaksi. Dalam volumetri terdapat pula
gasometri yaitu analat yang direaksikan sehingga terbentuk suatu gas atau terjadi
pereaksi berbentuk gas. Jumlah zat atau komponen yang dicari dihitung dari
volume gas tersebut (Harjanti, 2008).

II.1.5 Titrasi Argentometri


Titrasi Argentometri merupakan titrasi pengendapan. Titrasi
pengendapan merupakan reaksi titran dengan titrat membentuk endapan yang
sukar larut seperti misalnya ion klorida dititrasi dengan larutan perak nitrat
(AgNO3) membentuk endapan perak klorida (AgCl) berwarna putih.
Pengendapan dalam titrasi pengendapan dipengaruhi oleh pH maupun adanya
komplekson. Argentometri adalah titrasi pengendapan yang menggunakan
reagen pengendap perak nitrat untuk analisis halogen, anion anion mirip
halogen (SCN-, CN-, CNO-), asam lemak, dan beberapa anion anorganik
divalen. Titrasi Argentometri juga dapat diartikan titrasi yang melibatkan reaksi
antara ion halida (Cl-, Br-, I-) atau anion lainnya (CN-, CNS-) dengan ion Ag+
(argentum) dari perak nitrat dan membentuk endapan perak halida.
Dasar titrasi Argentometri adalah reaksi pengendapan dimana zat yang
hendak ditentukan kadarnya di endapkan oleh larutan baku perak nitrat
(AgNO3) dan indikator kromat. Zat tersebut misalnya garam-garam halogenida
(Cl, Br, I), sianida, tiosianida dan fosfat. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan
adanya endapan berwarna.

II.1.6 Fakor – Faktor yang Memengaruhi Titrasi Argentometri


1. Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan
meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan
banyak endapan yang berada pada larutannya.

2. Sifat alami pelarut


Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut
organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam
pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat.
Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat,
begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada
pelarut tertentu.

3. Pengaruh ion sejenis


Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang
mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan
Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH disbanding
dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH
sudah terdapat ion sejenis yaitu OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi
Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan
dalam metode gravimetri.
4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah
dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan
anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya
kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI.

5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan
perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam
tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam
tersebut.

6. Pengaruh ion kompleks


Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat
kelarutannya dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation
garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan
larutan NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl
(Sari, 2014).

II.1.7 Metode Fajans, Mohr dan Volhard


1. Reaksi Mohr
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titrat sehingga
terbentuk endapan berwarna merah bata, yang menunjukan titik akhir karena
warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag + .
Pada analisa Cl+ mula-mula terjadi reaksi :
Ag + + Cl+ ⇄ AgCl
Sedangkan pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi :
2Ag + + CrO4 − ⇄ Ag 2 CrO4
Konsentrasi CrO4 − yang ditambahkan sebagai indikator tidak boleh
sembarang, tetapi harus dihitung berdasarkan Ksp AgCl dan Ksp Ag 2 CrO4

2. Reaksi Volhard
Cara Volhard mempergunakan NH4 SCN atau KSCN sebagai titran, dan
larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi
reaksi antara titran dan Ag, membentuk endapan putih.

Ag + + SCN ⇄ AgSCN (putih)


Sedikit kelebihan titran kemudian bereaksi dengan indicator, menbentuk
kompleks yang sangat kuat warnanya (merah).
SCN + + Fe3+ ⇄ FeSCN ++
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna. Karena titrannya
SCN − dan reaksinya berlangsung dengan Ag + , maka dengan cara Volhard,
titrasi langsung dapat dilakukan untuk menentukan Ag + atau SCN − , sedangkan
untuk anion-anion lain ditempuh dengan titrasi kembali. Penerapan terpenting
cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida.
Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan
keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida
karena ion-ion karbonat, oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam.

3. Reaksi Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indicator adsorpsi
adalah indicator yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan
dapat menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi
pada titik ekuivalen, antara lain dengan memilih macam indicator dan PH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut : indicator ini ialah
asam lemah atau basa lemah organic yang dapat membentuk endapan dengan
ion perak. Misalnya Fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam
larutan Fluoresein akan mengion.

HFl ⇄ H + + Fl−
Ion Fl− inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda. Karena penyearapan terjadi pada permukaan, dalam
titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan seluas mungkin supaya
perubahan warna juga tampak (Sari, 2014).

II.1.8 Standarisasi
Standardisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar
sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar
primer. Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volum larutan
standar ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen
yang tidak dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah
diketahui secara pasti.
Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan
standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah
larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat
tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum
larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan
dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif
rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standardisasi.

II.1.9 Titik Ekivalen dan Titik Akhir Titrasi


1. Titik Ekivalen
Titik yg menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya
analit. Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis
atau ditentukan konsentrasinya atau strukturnya.
2. Titik Akhir Titrasi
Titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam titrasi biasanya diambil
sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan larutan yang dititrasi
kemudian dilakukan proses pengenceran (Padmaningrum, 2006)

II.1.10 Kelarutan dan Hasil Kali Larutan


Kelarutan merupakan keadaan suatu senyawa baik padat, cair, maupun gas
yang terlarut dalam padatan, cairan, atau gas yang akan membentuk suatu
larutan homogen. Kelarutan yang dihasilkan berhubungan dengan pelarut yang
digunakan serta suhu dan tekanan. Konsentrasi larutan merupakan komposisi
yang menunjukkan perbandingan jumlah zat terlarut terhadap pelarut. Apabila
jumlah zat terlarut melewati titik jenuh, zat itu akan keluar (Putri,2017).
Larutan jenuh suatu garam, yang juga mengandung garam terlarut,
misalnya apabila endapan perak klorida ada dalam kesetimbangan yang terjadi
adalah sebagai berikut
𝐴𝑔𝐶𝑙 <→ 𝐴𝑔+ + 𝐶𝑙 −
(Perak Klorida) (Perak) (Klorida)
Tetapan Kesetimbangan ditulis sebagai :
𝑘=
[𝐴𝑔+ ] [𝐶𝑙− ]
[𝐴𝑔𝐶𝑙]
......................................................................................................(1)

Keterangan rumus :
K = tetapan kesetimbangan
[Ag+] = konsentrasi perak
[Cl-] = konsentrasi klorida
[AgCl] = konsentrasi perak klorida
Konsentrasi perak klorida dalam fase padat tak berubah dan karenannya dapat
dimasukkan ke dalam suatu tetapan baru, Ksp yang dinamakan hasil kali
kelarutan adalah
𝐾𝑠𝑝 = [𝐴𝑔+ ] [𝐶𝑙 − ]
Keterangan rumus :
Ksp = hasil kali kelarutan
[Ag+] = konsentrasi perak
[Cl-] = konsentrasi klorida
Hubungan hasil kali kelarutan menjelaskan fakta bahwa kelarutan suatu zat
sangat banyak berkurang jika ditambahkan reagensia yang mengandung ion
sekutu dengan zat itu sendiri (Shevla, 1979).

II.1.11 Macam – Macam Indikator


1. Kertas Lakmus
Kertas lakmus ada dua macam kertas lakmus yaitu, merah dan biru. Jika kertas
lakmus biru dicelupkan dalam larutan dan ternyata berubah warna menjadi
merah, berarti larutan tersebut bersifat asam. Sebaliknya jika kertas lakmus
merah dicelupkan ke dalam larutan dan warna kertas berubah menjadi biru,
berarti larutan tersebut bersifat basa. Jika kertas lakmus biru atau merah
dicelupkan ke dalam suatu larutan dan ternyata kedua kertas tidak mengalami
perubahan warna, berarti larutan tersebut bersifat netral.
2. Larutan Indikator
Beberapa contoh larutan indikator di antaranya phenolptalein (PP) yang
memberikan warna pink dalam lingkungan basa dan tidak berwarna dalam
lingkungan asam, metil orange (MO) yang memberikan warna merah dalam
lingkungan asam dan kuning dalam lingkungan basa.
3. Indikator Universal
Indikator ini kebanyakan berupa kertas, tetapi ada juga yang berupa larutan. Jika
kertas indikator ini dicelupkan ke dalam larutan, akan memberikan warna
tertentu yang kemudian dibandingkan dengan warna standar yang tertera dalam
wadahnya untuk mengetahui pH larutan yang sebenarnya. Indikator universal
mengalami perubahan warna pada berbagai pH.
4. Indikator Alami
Indikator alami dapat dibuat dari bagian tanaman yang berwarna, misalnya
mahkota kembang sepatu, daun kubis ungu, daun bayam merah, kayu secang
dan kunyit. Sebenarnya hampir semua tumbuhan berwarna dapat dipakai
sebagai indikator, tetapi terkadang perubahan warnanya kurang jelas. Oleh
karena itu hanya beberapa saja yang sering dipakai, misalnya daun kubis ungu,
yang memberikan warna merah dan hijau, daun bayam merah yang
memberikan warna merah dan kuning (Lestari, 2016).

II.1.12 Aplikasi
Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi di masa mendatang,
BATAN menyusun kegiatan untuk program jangka panjang yaitu
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Program tersebut
memerlukan penguasaan teknologi terutama untuk fabrikasi elemen bakar
nuklir. Kegiatan di Instalasi Elemen Bakar Eksperimental (IEBE) saat ini
meliputi penelitian dan pengembangan fabrikasi elemen bakar nuklir untuk
reaktor tipe PWR (Pressurized Water Reactor). Bahan nuklir utama yang
digunakan dalam fabrikasi elemen bakar nuklir untuk reaktor tipe PWR adalah
pelet uranium dioksida (UO2). Pelet dibuat dari serbuk UO2 berderajat nuklir
dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk bahan bakar reaktor
nuklir.
Serbuk UO2 dapat diperoleh secara komersial atau proses konversi dari
yellow cake (YC). Ada beberapa jenis yellow cake sebagai bahan utama dalam
proses konversi yaitu yellow cake komersial (YC Cogema), yellow cake hasil
limbah pupuk fosfat dari PT Petrokimia Gresik (YC PKG), dan yellow cake
Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN) yang merupakan yellow cake
dari bahan galian Kalan, Kalimantan Barat.
Teknologi konversi yellow cake menjadi serbuk UO2 telah lama diketahui dan
telah banyak dilakukan baik dalam skala laboratorium maupun skala industri.
Konversi yellow cake dapat dilakukan melalui proses basah maupun proses
kering [1, 2]. Proses basah dibagi lagi menjadi beberapa tipe, di antaranya
adalah jalur amonium diuranat (ADU) dan jalur amonium uranil karbonat
(AUK).
Untuk mengetahui bahwa serbuk tersebut berderajat nuklir atau tidak,
perlu dilakukan pengujian kendali kualitas dengan metode yang mampu
menghasilkan data akurat. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah
penentuan kadar uranium. Penentuan kadar uranium dapat dilakukan dengan
beberapa cara, di antaranya secara potensiometri dan gravimetri atau
menggunakan UV-Vis.
Dalam kegiatan ini dilakukan penentuan kadar uranium dalam serbuk
UO2 yang dihasilkan melalui jalur ADU dan AUK. Penentuan dilakukan
dengan dua metode, yaitu secara potensiometri dan secara gravimetri.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menentukan manakah dari kedua metode
analisis tersebut yang memberikan hasil lebih akurat (Windaryati, 2016).

II.1.13 Jenis – Jenis Titrasi

Berdasarkan jalannya reaksi yang terjadi, titrasi dapat dibedakan atas:

1. Titrasi langsung (Direct titration), yaitu larutan sampel dapat langsung


dititrasi dengan larutan standar/ baku.
2. Titrasi tidak langsung (Indirect titration), yaitu larutan sampel direaksikan
dulu dengan pereaksi yang jumlah kepekatannya tertentu, kemudian hasil
reaksi dititrasi dengan larutan standar/ baku.
3. Titrasi kembali (Back titration), cara ini dilakukan bila sampel tidak bereaksi
dengan larutan baku atau reaksinya lambat. Dalam hal ini ditambahkan zat
ketiga yang telah diketahui kepekatannya dan jumlahnya diukur tetapi
berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan baku.
4. Titrasi penggantian (Displacement titration), cara ini dilakukan bila analat
atau unsur yang akan ditetapkan tidak bereaksi langsung dengan larutan
baku, tidak bereaksi secara stokiometri dengan larutan baku, dan tidak saling
mempengaruhi (not interact) dengan larutan penunjuk (Rusgiono, 2013).
II.2. Sifat Bahan
II.2.1. Aquadest
A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Tidak berwarna
3. Titik didih : 100oC
4. Titik beku : 0o C
5. Bau : Tidak berbau
6. Densitas : 1 gr/cm3
7. Tekanan uap : 2,3 kPa

B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : H2O
2. Berat molekul : 18 gr/mol
3. PH :7
4. Solubilitas : Larut dalam aseton, amonia
5. Sifat ekspolsif : Tidak eksplosif
6. Toxisitas : Tidak beracun
7. Flamabilitas : Tidak mudah meledak

C. Penanganan
1. Terhirup : Tidak terpapar
2. Tertelan : Tidak terpapar
3. Kontak kulit : Tidak terpapar
4. Kontak mata : Tidak terpapar
(Anonim,2020, “MSDS Aquadest”)
D. Fungsi
Sebagai pelarut universal
II.2.2. Asam Sulfat
A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Tidak berwarna
3. Bau : Tidak berbau
4. Densitas : 1,29 gr/c𝑚2
5. Titik didih : 337℃
6. Titik lebur : 10℃
7. Tekanan uap : <10 pa

B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : H2SO4
2. Berat molekul : 98,08gr/mol
3. pH : 0,3
4. Korosifitas : Korosif terhadap logam
5. Flamabilitas : Tidak mudah meledak
6. Sifat peledak : Berpotensi
7. Sifat oksidasi : Potensi mengoksidasi

C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Kontak kulit : Bilas dengan air minimal 15 menit
3. Kontak mata : Bilas dengan air dan hubungi dokter
4. Tertelan : Minum air dan segera hubungi dokter
(Anonim, 2020 “MSDS Asam Sulfat”)

D. Fungsi
Sebagai presipitator Pb2+
II.2.3. Asam Nitrat

A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Tidak berwarna
3. Bau : Pedih
4. Titik didih : 122oC
5. Titik lebur : -41oC
6. Tekanan uap : 9,4 hPa pada 20oC
7. Densitas : 1,41 gr/cm3

B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : HNO3
2. Berat molekul : 63 gr/mol
3. PH : <1 pada 20oC
4. Kelarutan dalam air : Larut dalam air pada 20oC
5. Korosif : Dapat merusak logam
6. Peledak : Tidak mudah meledak
7. Sifat oksidator : Oksidator kuat

C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Kontak kulit : Bilas dengan air minimal 15 menit
3. Kontak mata : Bilas dengan air dan hubungi dokter
4. Tertelan : Minum air dan segera hubungi dokter
(Anonim,2020 “MSDS Asam Nitrat”)

D. Fungsi
Sebagai pemberi suasana asam pada standarisasi NH4CNS dengan AgNO3
II.2.4. Perak Nitrat
A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Densitas : 4,35 gr/cm3
3. Bau : Tak berbau
4. Titik Didih : 433 ºC
5. Titik Beku : 212 ºC
6. Warna : Putih
7. Tekanan Uap : 6 kPa pada 20 ºC

B. Sifat Kimia
1. Rumus Molekul : AgNO3
2. Berat Molekul : 170 gr/mol
3. Kelarutan : Larut dalam air
4. Korosifitas : Korosif
5. Sifat peledak : Tak mudah meledak
6. Sifat oksidator : Tidak mengoksidasi
7. pH :6

C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Kontak kulit : Bilas dengan air minimal 15 menit
3. Kontak mata : Bilas dengan air dan hubungi dokter
4. Tertelan : Minum air dan segera hubungi dokter
(Anonim,2020 “MSDS Perak Nitrar”)

D. Fungsi
Sebagai larutan standar sekunder dalam standarisasi AgNO3
II.2.5. Etanol
A. Sifat fisika
1. Fasa : Cair
2. Warna : Tidak berwarna
3. Bau : Seperti alkohol
4. Titik didih : 78,3 °C
5. Titik lebur : -114,5 °C
6. Densitas : 0,79 g/cm3
7. Ph :7

B. Sifat kimia
1. Rumus molekul : C2H5OH
2. Berat molekul : 46,07 g/mol
3. Kelarutan : Larut dalam air
4. Tekanan uap : 59 hPa
5. Flamabilitas : Tidak mudah tersulut
6. Sifat oksidator : Tidak mudah mengoksidasi
7. Batas ledakan : 3,1%

C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Kontak kulit : Bilas dengan air minimal 15 menit
3. Kontak mata : Bilas dengan air dan hubungi dokter
4. Tertelan : Minum air dan segera hubungi dokter
(Anonim,2020 “MSDS Etanol”)

D. Fungsi
Sebagai pelarut dalam pembuatan indicator fluorescein
II.2.6. Natrium Klorida
A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Putih
3. Bau : Tidak berbau
4. Densitas : 2,17 gr/cm3
5. Titik didih : 1461 o C
6. Titik lebur : 801o C
7. Tekanan uap : 1,3 hPa

B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : NaCl
2. Berat molekul : 58,5 gr/mol
3. pH : 4,5 – 7,0
4. Kelarutan dalam air : 358 gr/l
5. Flamabilitas : Tidak mudah terbakar
6. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
7. Sifat oksidasi : Tidak mengoksidasi

C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Kontak kulit : Bilas dengan air minimal 15 menit
3. Kontak mata : Bilas dengan air dan hubungi dokter
4. Tertelan : Minum air dan segera hubungi dokter
(Anonim, 2020 “MSDS Natrium Klorida”)

D. Fungsi
Sebagai larutan standar primer
II.2.7. Amonium Tiosianat
A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Putih
3. Bau : Tidak berbau
4. Densitas : 1,3 gr/cm3
5. Titik didih : 170 o C
6. Titik lebur : 149 o C
7. Kelarutan dalam air : Larut dalam air

B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : NH4CNS
2. Berat molekul : 76,122 gr/mol
3. pH : 4,5 - 6
4. Suhu Dekomposisi : 190 o C
5. Tekanan uap air : Dapat diabaikan
6. Penguapan : Tidak ada
7. Viskositas : Tidak ada

C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Kontak kulit : Bilas dengan air minimal 15 menit
3. Kontak mata : Bilas dengan air dan hubungi dokter
4. Tertelan : Minum air dan segera hubungi dokter
(Anonim, 2020 “MSDS Amonium Tiosianat”)

D. Fungsi
Sebagai larutan standar primer dan penetapan Cl- dengan
Metode Fajans
II.2.8. Kalium Kromat
A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Kuning
3. Bau : Tak berbau
4. Densitas : 2,73 gr/cm3
5. Titik didih : 500 o C
6. Titik lebur : 398 o C
7. Tekanan uap : Rendah

B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : K2CrO4
2. Berat molekul : 194 gr/mol
3. pH : 9 – 9,8
4. Kelarutan dalam air : 6,37 gr/l
5. Flamabilitas : Tidak mudah terbakar
6. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
7. Sifat oksidasi : Potensi mengoksidasi

C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Kontak kulit : Bilas dengan air minimal 15 menit
3. Kontak mata : Bilas dengan air dan hubungi dokter
4. Tertelan : Minum air dan segera hubungi dokter
(Anonim, 2020 “MSDS Kalium Kromat”)

D. Fungsi
Sebagai indicator pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl
II.2.9. Fluorescein
A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Coklat merah
3. Bau : Tak berbau
4. Densitas : 600 kg/m3
5. Ambang bau : Tidak berbau
6. Titik lebur : > 300 o C
7. Tekanan uap : 0,480 mmHg

B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : C20H10Na2O5
2. Berat molekul : 376 gr/mol
3. pH : 8,3
4. Kelarutan dalam air : 500 gr/l
5. Flamabilitas : Tidak mudah terbakar
6. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
7. Sifat oksidasi : Tidak mengoksidasi

C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Kontak kulit : Bilas dengan air minimal 15 menit
3. Kontak mata : Bilas dengan air dan hubungi dokter
4. Tertelan : Minum air dan segera hubungi dokter
(Anonim, 2020 “MSDS Fluorescein”)

D. Fungsi
Sebagai indicator pada proses penetapan kadar Cl- dengan metode
Fajans
II.2.10. Ferri Amonium Sulfat
A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Hijau
3. Bau : Tidak Berbau
4. Densitas : 1,865 g/cm3
5. Titik penguraian : 100 -110 o C
6. Titik lebur : 100 o C
7. Ambang bau : Tidak berbau

B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : NH4Fe(SO4)2
2. Berat molekul : 392,13 gr/mol
3. pH : 3-5
4. Kelarutan dalam air : 261 gr/l
5. Flamabilitas : Tidak mudah terbakar
6. Sifat peledak : Tidaak mudah meledak
7. Sifat oksidasi : Tidak dapat mengoksidasi

C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Kontak kulit : Bilas dengan air minimal 15 menit
3. Kontak mata : Bilas dengan air dan hubungi dokter
4. Tertelan : Minum air dan segera hubungi dokter
(Anonim, 2020 “MSDS Ferri Amonium Sulfat”)

D. Fungsi
Sebagai indicator pada standarisasi NH4CN dengan AgNO3 metode
Fajans
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III. 1 Bahan
1. Asam Sulfat
2. Air Demineralisasi
3. Perak Nitrat
4. Etanol
5. Natrium Klorida
6. Kalium Kromat
7. Indikator Flourescein
8. Asam Nitrat
9. Amonium Tiosianat
10. Ferri Amonium Sulfat

III.2 Alat
1. Neraca Aanalitik
2. Corong Kaca
3. Beaker Glass
4. Gelas Ukur
5. Erlenmeyer
6. Buret
7. Statif
8. Pipet
9. Batang Pengaduk
10. Oven
11. Labu Ukur
12. Kertas Saring
13. Cawan Porselen
14. Tabung Reaksi
15. Rak Tabung Reaksi
16. Kaca Arloji

III. 3 Rangkaian Alat

Gambar III.1 Rangkaian Alat Titrasi

III. 4 Prosedur
A. Gravimetri
Timbanglah kertas saring. Ambil 10 mlsampel yang mengandung Ba²⁺
kemudian tanbahkan larutan asam sulfaft 0,1 N dan homogenkan. Endapan BaSO₄
yang terbentuk disaring dengan kertas saring. Tamping filtrat dalam beaker glass.
Cuci endapan dengan asam sulfat sangat encer dan air cucian dijadikan satu dengan
filtrat untuk kemudian ditambahkan asam sulfat 0,1 N lagi. Mengulangi langkah
percobaan sampai penambahan asam sulfat tidak menimbukan endapan lagi.
Keringkan endapan dalam oven pada suhu 100-110°C tapi jangan sampai kertas
saring hangus. Timbang endapan bersama kertas saring yang telah kering.
Perhitungan :
BM Ba2+ 1000
Ba²⁺ (ppm) = (𝑊2−𝑊1)𝑥BM BaSO4 𝑥 V sampel yang diambil

Keterangan:
W2 : berat kertas saring dan endapan (gr)
W1 : berat kertas saring mula-mula (gr)
BM : berat molekul (gr/mol)
V sampel : volume sampel yang diambil (L)

B. Argentometri
1. Standarisasi Perak Nitrat dengan Natrium Klorida 0,1 N
Mengambil 10 ml larutan standar natrium klorida 0,1 N, dan masukkan
ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 0,4 ml K₂CrO₄ 5%. Kemudian dititrasi
engan perak nitrat sampai timbul warna merah yang tidak hilang pada
pengocokan(warna merah pertama). Catatlah kebutuhan titran AgNO₃.
(V x N)NaCl
Normalitas AgNO₃ = 𝑉 𝐴𝑔𝑁𝑂₃

Keterangan Rumus :
V NaCl : volume NaCl (ml)
N NaCl : normalitas NaCl (N)
V AgNO₃ : volume AgNO₃ (ml)

2. Standarisasi Amonium Tiosianat denganPerak Nitrat Hasil Standarisasi


Ambil 10 ml larutan perak nitrat yang sudah distandarisasi, masukkan
ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 2 ml asam nitrat 6 N dan 0,4 ml ferri
amonium sulfat, kemudian titrasidengan amonium tiosianat sampai
timbulwarna merah kecoklatan pertama uang tidak hilang pada pengocokan.
Catatlah kebutuhan titran.
(V x N)AgNO3
Normalitas NH₄CNS = VNH₄CNS

Keterangan Rumus :
V NH₄CNS : volume NH₄CNS (ml)
N AgNO₃ : normalitas AgNO₃ (N)
V AgNO₃ : volume AgNO₃ (ml)

3. Penetapan Kadar Klor dengan “Meetode Mohr”


Masukkan 10 ml larutan sampel ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 0,4
ml kalium kromat, kemudian titrasi denganperak nitrat sampai timbul warna
merah muda pertama yang tidak hilang pada pengocokan. Catatlah kebutuhan
titran.
1000
Cl- (ppm) = (𝑉 𝑥 𝑁)𝐴𝑔𝑁𝑂₃𝑥 𝐵𝑀𝐶𝑙 𝑥 Vyang dititrasi 𝑥 𝑓𝑝

Keterangan Rumus :
N AgNO₃ : normalitas AgNO₃ (N)
V AgNO₃ : volume AgNO₃ (ml)
BM Cl : berat molekul Cl (gr/mol)
V sampel : volume sampel yang diambil (L)
Fp : faktor pengenceran

4. Penetapan Kadar Cl- dengan “Metode Fajans”


Masukkan 10 ml larutan sampel kedalam erlenmeyer 2. Tambahkan 10
tetes Indikator Fluorescein, atur pH = 7-8, panaskan 80°C 3. Titrasi dengan
AgNO3 sampai timbul warna merah muda pertama yang tidak hilang pada
pengocokan 4. Catat kebutuhan titran Cl.
1000
Cl- (ppm) = (𝑉 𝑥 𝑁)𝐴𝑔𝑁𝑂₃𝑥 𝐵𝑀𝐶𝑙 𝑥 Vyang dititrasi 𝑥 𝑓𝑝

Keterangan Rumus :
N AgNO₃ : normalitas AgNO₃ (N)
V AgNO₃ : volume AgNO₃ (ml)
BM Cl : berat molekul Cl (gr/mol)
V sampel : volume sampel yang diambil (L)
Fp : faktor pengenceran

5. Penetapan Kadar Cl- dengan “Metode Volhard”


Ambil 10 ml sampel, ditambah 2 ml HNO3 6 N dan AgNO3 berlebih
(± 12 ml), dikocok, saring dan cuci dengan air beberapa kali. Air cucian
dijadikan satu dengan filtrat 2. Tambahkan 0,4 ml Ferri Amonium Sulfat 3.
Titrasi dengan NH4CNS sampai timbul warna merah kecoklatan pertama
yang tidak hilang pada pengocokan 4. Catat kebutuhan titran.
1000
Cl- (ppm) = (𝑉 𝑥 𝑁)𝐴𝑔𝑁𝑂₃𝑥 𝐵𝑀𝐶𝑙 𝑥 Vyang dititrasi 𝑥 𝑓𝑝

Keterangan Rumus :
N AgNO₃ : normalitas AgNO₃ (N)
V AgNO₃ : volume AgNO₃ (ml)
BM Cl : berat molekul Cl (gr/mol)
V sampel : volume sampel yang diambil (L)
Fp : faktor pengenceran
FTAR PUSTAKA

Anonim, 2020, MSDS Amonium Tiosianat, Merck Grup, diakses pada 2 Maret 2020
pukul 15.00 WIB, https://www.merckmilipore.com/id/product/amonium
tiosianat-solution.
Anonim, 2020, MSDS Asam Klorida, Merck Grup, diakses pada 2 Maret 2020 pukul
15.00 WIB, https://www.merckmilipore.com/id/product/Asamklorida-
solution.
Anonim, 2020, MSDS Asam Nitrat, Merck Grup, diakses pada 2 Maret 2020 pukul
15.00 WIB, https:// www.merckmilipore.com/id/product/Asamnitrat-
solution.
Anonim, 2020, MSDS Asam Sulfat, Merck Grup, diakses pada 2 Maret 2020, pukul
15.00 WIB, https:// www.merckmilipore.com/id/product/Asamsulfat-
solution.
Anonim, 2020, MSDS Aquadest, Merck Grup, diakses pada 3 Maret 2020 pukul 16.00
WIB, https:// www.merckmilipore.com/id/product/Aquadest-solution.
Anonim, 2020, MSDS Ferri Amonium Sulfat, Merck Grup, diakses pada 2 Maret 2020
pukul 15.00 WIB, https://
www.merckmilipore.com/id/product/Ferriamoniumsulfat-solution.
Anonim, 2020, MSDS Fluorescein, Merck Grup, diakses pada 2 Maret 2020 pukul
16.00 WIB, https:// www.merckmilipore.com/id/product/Fluorescein-
solution.
Anonim, 2020, MSDS Kalium Kromat, Merck Grup, diakses pada 3 Maret 2020 pukul
16.00 WIB, https:// www.merckmilipore.com/id/product/Kaliumkromat-
solution.
Anonim, 2020, MSDS Natrium Klorida, Merck Grup, diakses pada 3 Maret 2020 pukul
16.00 WIB, https:// www.merckmilipore.com/id/product/Natriumklorida-
solution.
Anonim, 2020, MSDS Perak Nitrat, Merck Grup, diakses pada 3 Maret 2020 pukul
16.00 WIB, https:// www.merckmilipore.com/id/product/Peraknitrat-
solution.
Harjanti, R.S, 2008, ‘Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.)
dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri’, Jurnal Rekayasa
Proses, Vol.2, No.2. hh. 49-54.
Ilmah, M, 2014 ‘Penentuan Kadar Klorida’, Jurnal Kimia Analitik II, no.1, vol.1, hh 2
Lestari Puji, 2016 ‘Kertas Indikator Bunga Belimbing Wuluh Untuk Uji Larutan
Asam Basa’, Jurnal Rekayasa,vol.01, no.02, hh 59
Padmaningrum, R.T, 2006, ‘Titrasi Asidimetri’, Jurnal Pendidikan Kimia, UNY
Putri, L M, 2017 ‘Pengaruh Konsentrasi Larutan Terhadap Laju Kenaikan Suhu
Larutan’, Jurnal Pembelajaran Fisika, Vol. 06, no.02, hh.2
Rusgiono, 2013 Analisis Kuantitatif, dilihat pada 8 Maret 2020,
https://www.academia.edu
Sari, 2014 ‘Pengaruh Ion Tiosulfat Terhadap Pengukuran Kadar Klorida Metode
Argentometri’, Chemistry Laboratory December, Vol.1, No.2, hh.4-5
Soraya, R. dan Naryanto, 2014 ‘Penentuan Kadar Klorida Menggunakan Metode
Gravimetri’, Jurnal Kimia Analitik II, no.1, vol. 1, hh.1
Svehla, 1979 Buku Teks Analisis Anorganik Kualiatif Makro Dan Semimikro Edisi 5,
Longman Group: New York.
Wahidmurni Lilis, 2016 ‘Pemamparan Metode Penelitian Kuantitatif’, Jurnal Forum
Nuklir, vol.10,no2, hh. 1
Windaryati, L. dan Ngatijo, 2016 ’Penentuan Kadar Uranium Dalam Serbuk UO2 dari
Yellow Cake Secara Potensiometri dan Gravimetri’, Jurnal Forum Nuklir
(JFN), Vol. 10, No. 2, hh. 1

Anda mungkin juga menyukai