Anda di halaman 1dari 55

LABORATORIUM TEKNIK

KIMIA
Nama : ANGELINA
FAKULTAS TEKNIK
ULI S
UPN “VETERAN” JAWA TIMUR
NPM/Semester : 19031010207 /
2
Praktikum : KIMIA ANALISA Romb./Group : E2 / E
Percobaan : GRAVIMETRI DAN
ARGENTOMETRI LAPORAN RESMI

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Metode gravimetri adalah suatu metode analisis kuantitatif yang merupakan
proses sederhana berdasarkan prinsip penimbangan. Analisis gravimetri
menggunakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap. Metode ini
memakan waktu yang cukup lama. Titrasi argentometri adalah titrasi penentuan
analit yang berupa ion halida pada umumnya menggunakan larutan standar perak
nitrat AgNO3. Basometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang
digunakan untuk menentukan kadar Ba2+ pada suatu sampel.
Gravimetri maupun argentometri dapat diterapkan dalam dunia industri.
Aplikasi dari penerapan gravimetri dalam dunia industri antara lain untuk
menentukan fraksi minyak bumi, penentuan kadar air, dan penentuan kadar besi
dalam bijih. Aplikasi titrasi argentometri dalam dunia industri kebanyakan
digunakan untuk menentukan kandungan klorida dalam berbagai contoh.
Penerapan tersebut biasanya pada air sungai, air laut, air sumur, dan air hasil
pengolahan industri sabun dan lain sebagainya. Oleh karena itu praktikum ini
dilakukan agar praktikan dapat menentukan kadar barium dalam sampel dengan
basometri dan mengerti konsep gravimetri dan argentometri sehingga dapat
menerapkannya dalam dunia industri.

I.2 Tujuan
1. Menentukan kadar Ba2+ dalam sampel dengan basometri
2. Menentukan kadar halida Cl- dengan metode Mohr, Fajans, dan Volhard
3. Mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi pada saat percobaan

I.3 Manfaat
1. Agar praktikan dapat memahami konsep analisa gravimetri dan
argentometri
2. Agar praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
percobaan gravimetri dan argentometri
3. Agar praktikan dapat mengaplikasikan percobaan gravimetri dan
argentometri dalam dunia industri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Secara Umum


Analisa Gravimetri adalah bagian dari Kimia Analitik tentang pengukuran
berat dengan memisahkan Analit dari semua komponen lainnya sehingga dapat
ditentukan kadar suatu zaat dengan Faktor Gravimetri
(Tim Dosen PTK I, 2020)
Argentometri adalah titrasi pengendapan yang menggunakan reagen
pengendap perak nitrat untuk analisis halogen, anion anion mirip halogen (SCN-,
CN-, CNO-), asam lemak, dan beberapa anion anorganik divalen. Titrasi
Argentometri juga dapat diartikan titrasi yang melibatkan reaksi antara ion halida
(Cl-, Br-, I-) atau anion lainnya (CN-, CNS-) dengan ion Ag+ (argentum) dari
perak nitrat dan membentuk endapan perak halida
(Sari, 2014)

II.1.1 Pengertian Gravimetri


Gravimetri merupakan merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling
sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan lainnya karena jumlah zat
ditentukan dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat
lain. Metode gravimetri digunakan untuk mengetahui kadar suatu zat berdasarkan
persenyawaan murni yang hilang dan terbentuk.
(Romelan, 2018)
II.1.2 Langkah yang Perlu Diperhatikan dalam Gravimetri
Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam analisis gravimetri adalah :
1. Penambahan Pereaksi Pengendap.
Sebagai pereaksi pengendap dapat digunakan senyawa anorganik atau
senyawa organik tetapi dipilih yang spesifik dan mudah menguap. agar zat
pengganggu bila tidak hilang waktu dicuci dapat dihilangkan waktu pemanasan.
Contoh, untuk mengendapkan ion :
1. Fe3+lebih baik digunakan pereaksi NH4OH dari pada KOH atau NaOH
2. Ba2+lebih baik digunakan pereaksi H2SO4dari pada Na2SO4atau K2SO4
3. Ag+lebih baik digunakan pereaksi HCl dari pada KCl atau NaCl.
2. Pembentukan Endapan.
Pembentukan endapan yang utama dalam analisis gravimetri adalah
pembentukan endapan yang murni dan mudah disaring.
3. Kontaminasi Endapan.
4. Menyaring dan Mencuci Endapan.
5. Pengeringan dan Pemanasan Endapan.
(Soraya, 2014)
II.1.3 Rumus-Rumus Gravimetri
Dalam prosedur gravimetric yang biasa suatu endapan ditimbang dan berat
analir dalam contoh dihitung. Persentase analit A adalah

Untuk menghitung berat analit dari berat endapan diperlukan suatu factor
gravimetric. Factor gravimetric ini didefinisikan sebagai jumlah gram analit dalam
g (atau ekivalen dari 1 g) dari endapan. Perkalian berat endapan P dengan factor
gravimetric memberikan jumlah gram analit didalam contoh:

Maka

Keterangan:
A = analit
P = endapan

II.1.4 Aplikasi Gravimetri


Peranan Analisis Gravimetrik dalam Kimia Analitik Modern Mahasiswa
mungkin telah mendengar perdebatan bahwa metode instrume modern telah
menggeser teknik-teknik gravimetrik. Meskipun benar bahwa teknik gravimetrik
telah digantikan oleh metode instrumen dalam segi-segi rutinnya, namun analisis
gravimetrik masih sangat penting dalam bidang kimia analisis. Masih banyak
kasus di mana teknik gravimetrik merupakan pilihan terbaik untuk memecahkan
suatu problem analitis yang khusus. Pada unmumnya, di mana hanya diperlukan
beberapa penetapan, suatu prosedur gravimetrik dapat benar-benar lebih cepat dan
lebih tepat daripada suatu metode instrumen kalibrasi atau standardisasi yang
ekstensif. Umumnya instrumen hanya memberikan pengukuran relatif dan harus
dikalibrasi berdasarkan suatu metode gravimetrik atau titrimetri yang klasik.
Dalam penyediaan standar yang diperlukan untuk mengecek penampilan suatu
metode eksperimen, teknik memberikan pendekatan yang langsung dan relatif
sederhana.

II.1.5 Syarat Gravimetri


Syarat-syarat bentuk senyawa yang diendapkan adalah :
1. Kelarutannya harus rendah
2. Endapan yang terbentuk mudah disaring dan dicuci
3. Endapan harus mudah di ubah menjadi bentuk senyawa yang dapat ditimbang
(Underwood, 1998)

II.1.6 Pengertian Argentometri


Titrasi Argentometri merupakan titrasi pengendapan. Titrasi pengendapan
merupakan reaksi titran dengan titrat membentuk endapan yang sukar larut seperti
misalnya ion klorida dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3) membentuk
endapan perak klorida (AgCl) berwarna putih. Pengendapan dalam titrasi
pengendapan dipengaruhi oleh pH maupun adanya komplekson. Argentometri
adalah titrasi pengendapan yang menggunakan reagen pengendap perak nitrat
untuk analisis halogen, anion anion mirip halogen (SCN-, CN-, CNO-), asam
lemak, dan beberapa anion anorganik divalen. Titrasi Argentometri juga dapat
diartikan titrasi yang melibatkan reaksi antara ion halida (Cl-, Br-, I-) atau anion
lainnya (CN-, CNS-) dengan ion Ag+ (argentum) dari perak nitrat dan membentuk
endapan perak halida.
Dasar titrasi Argentometri adalah reaksi pengendapan dimana zat yang
hendak ditentukan kadarnya di endapkan oleh larutan baku perak nitrat (AgNO3)
dan indikator kromat. Zat tersebut misalnya garam-garam halogenida (Cl, Br, I),
sianida, tiosianida dan fosfat. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan adanya
endapan berwarna.
(Sari, 2014)
II.1.7 Aplikasi Argentometri
Salah satu zat yang berkhasiat dalam obat batuk hitam adalah amonium
klorida. Amonium klorida berfungsi sebagai pengencer dahak. Amonium klorida
dalam dosis besar menyebabkan asidosis metabolik, yaitu kelebihan asam dalam
darah. Keasaman darah merangsang pusat pernafasan sehingga frekuensi napas
meningkat dan gerakan bulu getar (silia) di saluran napas distimulasi sehingga
sekresi dahak meningkat. Penjaminan kualitas obat sangat penting agar obat
memiliki khasiat dan keamanan yang dapat diterima pasien. Penentuan kadar
amonium klorida dalam sediaan obat menjadi sangat penting untuk uji kualitas
produk sebelum dan selama proses produksi maupun setelah menjadi produk
akhir. Berdasarkan Farmakope Indonesia, penentuan amonium klorida dapat
dilakukan dengan titrasi argentometri.
(Kuntari, 2018)

II.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Argentometri


Titrasi Argentometri dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pembentukan endapan. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan
meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang
disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2. Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut
organik seperti alcohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat
dalam pelarut organic dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran
antara dua zat.
3. Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang
mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja.
4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah
dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton
dengan anion endapannya.
5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan
perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation
garam tersebut mengalami hidrolisis.
6. Pengaruh ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat
kelarutannya dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan
dengan kation garam tersebut.
(Sari, 2014)

II.1.9 Argentometri Metode Mohr


Metode Mohr adalah metode yang digunakan dalam pengukuran kadar
klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar perak nitrat
(AgNO3) dan penambahan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator. Titrasi
dalam suasana asam menyebabkan perak kromat larut karena terbentuk dikromat
dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Apabila ion
klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak (Ag+), maka ion
kromat akan bereaksi dengan perak (Ag) berlebih membentuk endapan perak
kromat (Ag2CrO4) yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi.
Titrasi Mohr terbatas pada larutan-larutan dengan harga pH dari kira-kira
6-10 . Perak tidak dapat ditetapkan dengan titrasi menggunakan natrium klorida
(NaCl) sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk
sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida dan bromida dalam suasana netral
atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat (AgNO3) menggunakan
indikator kalium kromat (K2CrO4). Apabila ion klorida atau bromide telah habis
diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan perak (Ag)
berlebih membentuk endapan perak kromat (Ag2CrO4) yang berwarna
coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi. Kelebihan indikator yang berwarna
kuning akan mengganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko
indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan penambahan kalsium karbonat sebagai
pengganti endapan perak klorida (AgCl)

II.1.10 Argentometri Metode Volhard


Metode Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam
larutan asam nitrat, dengan menggunakan ion besi (III) untuk meneliti ion
tiosianat berlebih. Metode ini dapat dipergunakan untuk cara titrasi langsung dari
perak, larutan tiosianat standar atau untuk titrasi tak langsung dari ion klorida.
Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan
kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar
berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan KCNS, dimana kelebihan
larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari
Fe(SCN)3

II.1.11 Argentometri Metode Fajans


Titrasi Argentometri dengan metode Fajans adalah sama seperti pada cara
Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator
yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah
AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. Indikator absorpsi adalah zat yang
dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan
memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai,
ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka
kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+
sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder
(Sari, 2014)

II.1.12 Reaksi Analisis Gravimetri dan Argentometri


A. Reaksi Analisis Gravimetri
Tujuan gravimetri adalah untuk mengetahui berat suatu sampel yang semula
berupa serbuk yang dilarutkan kemudian dilarutkan kembali dengan suatu
senyawa atau untur lain yang kemudian di endapkan. Cara analisa gravimetric
biasanya berdasarkan reaksi kimia seperti
aA + rR AaRr
dimana a adalah molekul analitik A, bereaksi dengan r molekul pereaksi R.
produknya adalah AaRr biasanya merupakan zat dengan kelarutan yang kecil
yang dapat ditimbang dalam bentuk yang itu setelah dikeringkan atau yang dapat
dibakar menjadi senyawa lain dengan susunan yang diketahui dan kemudian
ditimbang. Misalnya pengendapan ion Ca2+ dengan menggunakan reaktan
pengendap ion C2O4- dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi berikut:
1. Reaksi yang menyertai pengendap: Ca2+ + C2O4-
2. Reaksi yang menyertai penyaringan: CaC2O4 (aq) CaO (s) + CO2 (g)

B. Reaksi Analisis Argentometri


1. Reaksi asam basa
Berdasarkan pada transisi proton antar senyawa yang memiliki sifat asam
basa, contoh:
a. Alkalimetri
Titrasi asam dan garam yang berasal dari bawa lemah asam kuat dengan
larutan standar basa
b. Asidimetri
Titrasi basa dan garam yang disediakan dari basa kuat dan asam lemah
dengan larutan standar asam
2. Reaksi pengendapan
Pengendapan kation perak dengan anion halogem merupakan prosedur
titimetri yang digunakan secara luas. Reaksinya adalah
Ag+ (aq) + X AgX (s)
(perak) (unsur X) (perak X)
3. Reaksi pembentukan kompleks
Sebuah contoh reaksi yang menghasilkan suatu kondisi stabil adalah antara
ion-ion perak dan sianida
Ag+ (aq) + 2 CN- (aq) Ag(CN)2- (aq)
(perak) (Sianida) (perak sianida)
4. Reaksi oksidasi-reduksi
Reaksi-reaksi kimia yang menyangkut oksidasi secara luas digunakan
dalam analisis titimetri.
Fe2+ (aq) + Ce 4+ (aq) Fe3+ (aq) + Ce 3+ (aq)
(besi) (serium) (besi) (serium)
(Underwood,1998)
II.1.13 Rentang pH Indikator
Tabel II.1 Perubahan warna dan rentang pH indikator
Perubahan Waran
Nama Indikator Rentang pH
Dari Ke
Bromo Fenol Biru Kuning Biru 3,0 – 4,6
Metil Kuning Merah Kuning 2,9- 4,0
Metil Jingga Merah Jingga 3,1 – 4,4
Metil Merah Merah Kuning 4,2 – 6,3
Timol Biru Merah Kuning 1,2 – 2,8
Bromokresol Hijau Kuning Biru 3,8 – 5,4
Lakmus Merah Biru 5,0 – 8,0
Bromotimol Biru Kuning Biru 6,0 – 7,6
Fenol Meraah Kuning Merah 6,8 – 8,4
(Widodo, 2009)

II.1.14 Pengertian Standarisasi


Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar
sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara menitrasi dengan larutan standar
primer. Titran adalah larutan yang digunakan untuk menitrasi (biasanya sudah
diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi suatu zat berfungsi
sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang dititrasi untuk
diketahui konsentrasi komponen tertentu.

II.1.15 Titik Ekivalen dan Titik Akhir Titrasi


Titik ekivalen adalah larutan yang dititrasi untuk diketahui konsentrasi
komponen tertentu. Titik ekivalen adalah titik yang menyatakan banyaknya titran
secara kimia setara dengan banyaknya analit. Analit adalah spesies (atom, unsur,
ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau ditentykan konsentrasinya atau
strukturnya. Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri atau dihentikan.
Dalam titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari
keseluruhan larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran.
Pengenceran adalah proses penambahan pelarut yang tidak diikuti terjadinya
reaksi kimia sehingga berlaku hukum kekekalan mol.
(Padmaningrum, 2006)

II.1.16 Penentuan Titik Akhir Titrasi dengan Indikator Asam Basa


Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya
merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen akan mempunyai pH=7.
Tetapi bila asamnya ataupun basanya merupakan elektrolit lemah, garam yang
terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan akan mempunyai
pH > 7 (bereaksi basa) atau pH < 7 (bereaksi asam). Harga pH yang tepat dapat
dihitung dari tetapan ionisasi dari asam atau basa lemah tersebut dan dari
konsentrasi larutan yang diperoleh. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan
dengan indikator asam basa Indikator yang digunakan harus memberikan
perubahan warna yang nampak di sekitar pH titik ekivalen titrasi yang dilakukan,
sehingga titik akhirnya masih jatuh pada kisaran perubahan pH indikator tersebut.
Menyebutkan.Bila suatu indikator digunakan untuk menunjuk-kan titik akhir
titrasi, maka :
1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titrant menjadi ekivalen
dengan titrat.
2. Perubahan warna itu harus terjadi secara mendadak, agar tidak ada keraguan-
keraguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.
(Harjanti, 2008)

II.1.17 Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan


Hasil kali kelarutan suatu senyawa ialah hasil kali konsentrasi molar dari
ion-ion penyusunnya, dimana masing-masing dipangkatkan dengan koefisien
stoikiometrinya di dalam persamaan kesetimbangan.
AgCl (s) ↔ Ag+ (aq) + Cl- (aq)
(Perak Klorida) (Perak) (Klorida)
Karena garam seperti AgCl dianggap sebagai elektrolit kuat, semua AgCl yang
larut dalam air dianggap terurai sempurna menjadi ion Ag+ dan Cl-. Untuk reaksi
heterogen, konsentrasi padatan adalah konstanta. Jadi, dapat dituliskan konstanta
kesetimbangan untuk pelarutan AgCl adalah:
Ksp = [ Ag+ ][ Cl- ]
Keterangan:
Ksp = hasil kali kelarutan
(Chang,2008)

II.1.18 Bagian Per Sejuta (bpj atau ppm)


Bagian per sejuta (bpj) atau parts per million (ppm) adalah satu bagian zat
terlarut dalam satu juta bagian larutan. Satuan ppm sering dipakai untuk
menyatukan konsentrasi zat yang sangat kecil dalam larutan gas, cair, atau padat.
1 ppm = ………………………….……(1)

ppm = x 106……………………………(2)

(Yazid, 2005)

II.1.19 Kurva Titrasi


Titrasi merupakan sebuah cara untuk mengetahui konsentrasi sebuah
larutan dengan jalan mereaksikannya dengan larutan lain, yang biasanya berupa
asam atau basa. Titrasi umumnya dilakukan dengan menambahkan titran yang
sudah diketahui konsentrasinya melalui buret pada titrat dengan volume tertentu
yang dicari konsentrasinya. Pada reaksi antara asam dan basa, titrasi sangat
berguna untuk mengukur pH pada berbagai variasi titik melalui reaksi kimia.
Hasilnya adalah sebuah titrasi. Kurva titrasi adalah grafik sebagai fungsi pH
dengan jumlah titran yang ditambahkan.

1. Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat

Gambar II.1 Kurva Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat


2. Titrasi Asam Lemah Basa Kuat

Gambar II.2 Kurva Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat

3. Titrasi Asam Kuat Basa Lemah


Gambar II.3 Kurva Titrasi Asam Kuat dengan Basa Lemah
4. Titrasi Asam Lemah Basa Lemah

Gambar II.4 Kurva Titrasi Asam Lemah dengan Basa Lemah


II.2 Sifat Bahan
II.2.1 Asam Sulfat
A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Tidak berwarna
3. Bau : Tidak berbau
4. Titik didih : 337° C
5. Titik lebur : -30° C
6. Densitas : 1,84 gr/cm3
7. Tekanan uap : 1 mmHg
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : H2SO4
2. Berat molekul : 98,08 gr/mol
3. Kelarutan : larut dalam air
4. pH : 0,3 pada 10° C
5. Korosifitas : korosif dengan logam
6. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
7. Sifat oksidator : Mengoksidasi
C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Tertelan : Minum air yang banyak
3. Kontak mata : Cuci dengan air
4. Kontak kulit : Cuci dengan air
(Anonim, 2017, “MSDS Asam sulfat”)
D. Fungsi
Untuk membentuk endapan BaSO4

II.2.2 Perak Nitrat


A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Densitas : 4,35 gr/cm3
3. Bau : Tidak berbau
4. Titik didih : 433° C
5. Titik lebur : 212° C
6. Warna : putih
7. Tekanan uap : Tidak tersedia
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : AgNO3
2. Berat molekul : 170 gr/mol
3. Kelarutan : Larut dalam air
4. pH :6
5. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
6. Sifat oksidator : Tidak mengoksidasi
7. Korosifitas : Korosifitas dengan logam
C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Tertelan : Minum air yang banyak
3. Kontak mata : Bilas dengan air yang bersih
4. Kontak kulit : Cuci dengan air yang mengalir
(Anonim, 2017, “MSDS Perak Nitrat”)
D. Fungsi
Titran pada standarisasi AgNO3 dan penetapan Cl-

II.2.3 Natrium Klorida


A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Tidak Berwarna
3. Bau : Tidak berbau
4. Titik leleh : 100,4 o C
5. Titik lebur : 14,3° C
6. Densitas : 2,16 gr/cm3
7. Tekanan uap : 1,3 hPa pada 865 o C
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : NaCl
2. Berat molekul : 58,5 gr/mol
3. Flamabilitas : Tidak mudah meledak
4. pH : 4,5-7 pada 20o C
5. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
6. Sifat oksidator : Tidak mengoksidasi
7. Kelarutan : 358 gr/L pada 20o C
C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Tertelan : Minum air yang banyak
3. Kontak mata : Bilas dengan air yang banyak
4. Kontak kulit : Cuci dengan air
(Anonim, 2017, “MSDS Natrium Klorida”)
D. Fungsi
Sebagai titrat pada standardisasi AgNO3

II.2.4 Kalium Kromat


A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Kuning
3. Bau : Tidak Berbau
4. Titik didih : 260° C
5. Titik lebur : 985° C
6. Densitas : 2,34 gr/cm3 pada 20o C
7. Tekanan uap : rendah
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : K2CrO4
2. Berat molekul : 194,19 gr/mol
3. Kelarutan : Larut sepenuhnya pada 20o C
4. pH : 7 pada 20° C
5. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
6. Sifat oksidator : Mengoksidasi
7. Flamabilitas : Tidak mudah menyala
C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Tertelan : Minum air putih
3. Kontak mata : Bilas dengan air yang banyak
4. Kontak kulit : Cuci dengan air mengalir
(Anonim, 2017, “Kalium Kromat”)
D. Fungsi
Sebagai indikator standardisasi AgNO3 dan NaCl

II.2.5 Asam Nitrat


A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Tidak berwarna
3. Bau : Pedih
4. Titik didih : 121° C
5. Titik lebur : 41° C
6. Densitas : 1,41 gr/cm3
7. Tekanan uap : 9,4 hPa pada 20oC
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : HNO3
2. Berat molekul : 63,01 gr/mol
3. pH : 4 pada 20oC
4. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
5. Kelarutan : Larut dalam air
6. Flamabilitas : Tidak mudah terbakar
7. Korosifitas : Korosif
C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Tertelan : Minum air yang banyak
3. Kontak mata : Basuh dengan air mengalir
4. Kontak kulit : Bilas dengan air mengalir
(Anonim, 2017, “MSDS Asam Nitrat”)
D. Fungsi
Sebagai pemberi suasana asam

II.2.6 Amonium Tiosianat


A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Tidak berwarna
3. Bau : Tidak berbau
4. Titik didih : 170° C
5. Titik lebur : 149,5° C
6. Densitas : 1,305 gr/cm3
7. Tekanan uap : < 1 hPa
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : NH4SCN
2. Berat molekul : 76,122 gr/mol
3. Kelarutan : Larut dalam amonia
4. pH : 4,5 – 6 pada 20° C
5. Penguraian : 170° C
6. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
7. Sifat oksidator : Tidak mengoksidasi
C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Tertelan : Minum air yang banyak
3. Kontak mata : Cuci dengan air
4. Kontak kulit : Cuci dengan air
(Anonim, 2017, “MSDS Amonium Tiosianat”)
D. Fungsi
Sebagai titran pada standarisasi penetapan Cl dengan metode
fajans.

II.2.7 Indikator Fluorescein


A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Kuning
3. Bau : Tidak berbau
4. Titik didih : 620,8 ± 55,0° C
5. Titik lebur : 315° C
6. Densitas : 1,6 ± 0,1 gr/cm3
7. Tekanan uap : > 1 mmHg
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : C20H12O5
2. Berat molekul : 332,31 gr/mol
3. Kelarutan : 500 gr/L
4. pH : 8,3 pada 20° C
5. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
6. Sifat oksidator : Tidak mengoksidasi
7. Stabilitas : Stabil di bawah suhu ruangan
C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Tertelan : Minum air yang banyak
3. Kontak mata : Bilas dengan air yang bersih
4. Kontak kulit : Cuci dengan air mengalir
(Anonim, 2017, “MSDS Fluorescein”)
D. Fungsi
Sebagai indikator ion klorida metode fajans.
II.2.8 Ferri Amonium Sulfat
A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Violet pucat
3. Bau : Tidak berbau
4. Titik didih : Tidak tersedia
5. Titik lebur : 39 – 41° C
6. Densitas : 1,71 gr/cm3
7. Tekanan uap : > 1 mmHg
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : FeNH4(SO4)2
2. Berat molekul : 482,25 gr/mol
3. Kelarutan : Larut dalam air dan etanol
4. pH : Asam
5. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
6. Sifat oksidator : Tidak mengoksidasi
7. Flamabilitas : Tidak mudah terbakar
C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Tertelan : Minum air yang banyak
3. Kontak mata : Bilas dengan air yang banyak
4. Kontak kulit : Cuci dengan air
(Anonim, 2017, “MSDS Ferri Amonium Sulfat”)
D. Fungsi
Sebagai indikator standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 pada
metode fajans

II.2.9 Etanol
A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Tidak berwarna
3. Bau : Seperti obat
4. Titik didih : 78,3° C
5. Titik lebur : -114,5° C
6. Densitas : 0,79 gr/cm3
7. Tekanan uap : 59 kPa pada 20° C
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : C2H5OH
2. Berat molekul : 46,07 gr/mol
3. Kelarutan : Larut sepenuhnya
4. pH : 7 pada 20° C
5. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
6. Sifat oksidator : Tidak mengoksidasi
7. Toksisitas : Beracun untuk hewan
C. Penanganan
1. Terhirup : Hirup udara segar
2. Tertelan : Minum air putih
3. Kontak mata : Bilas dengan air yang banyak
4. Kontak kulit : Cuci dengan air mengalir
(Anonim, 2017, “MSDS Etanol”)
D. Fungsi
Sebagai pelarut indikator fluorescein.

II.2.10 Aquadest
A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Tidak berwarna
3. Bau : Tidak berbau
4. Titik didih : 100° C
5. Titik lebur : 0° C
6. Densitas : 1 gr/cm3
7. Tekanan uap : 1 mmHg
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : H2O
2. Berat molekul : 18 gr/mol
3. pH :7
4. Sifat peledak : Tidak mudah meledak
5. Sifat oksidator : Tidak mengoksidasi
6. Flamabilitas : Tidak mudah menyala
7. Korosifitas : Tidak korosif
C. Penanganan
(Tidak ada)
(Anonim, 2017, “MSDS Aquadest”)
D. Fungsi
Sebagai pelarut universal.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III.1 Bahan
1. Asam sulfat 6. Indikator fluorescein
2. Aquadest 7. Asam Nitrat
3. Perak nitrat 8. Amonium Tiosianat
4. Kalium kromat 9. Ferri ammonium sulfat
5. Natrium klorida 10. Etanol

III.2 Alat
1. Kertas saring 9. Buret
2. Neraca analitik 10. Statif
3. Pipet tetes 11. Tabung reaksi
4. Labu ukur 12. Kaca Arloji
5. Beaker glass 13. Spatula
6. Corong kaca 14. Gelas ukur
7. Oven 15. Thermometer
8. Erlenmeyer 16. Waterbath

III.3 Rangkaian Alat


Gambar III.1 seperangkat alat titrasi

III.4 Prosedur
A. Gravimetri
Timbanglah kertas saring. Ambil 10 mlsampel yang mengandung Ba²⁺
kemudian tanbahkan larutan asam sulfaft 0,1 N dan homogenkan. Endapan BaSO₄
yang terbentuk disaring dengan kertas saring. Tamping filtrat dalam beaker glass.
Cuci endapan dengan asam sulfat sangat encer dan air cucian dijadikan satu
dengan filtrat untuk kemudian ditambahkan asam sulfat 0,1 N lagi. Mengulangi
langkah percobaan sampai penambahan asam sulfat tidak menimbukan endapan
lagi. Keringkan endapan dalam oven pada suhu 100-110°C tapi jangan sampai
kertas saring hangus. Timbang endapan bersama kertas saring yang telah kering.
Perhitungan :
Ba²⁺ (ppm) = (2−1)
Keterangan Rumus :
W2 : berat kertas saring dan endapan (gr)
W1 : berat kertas saring mula-mula (gr)
BM : berat molekul (gr/mol)
V sampel : volume sampel yang diambil (L)
B. Argentometri
1. Standarisasi Perak Nitrat dengan Natrium Klorida 0,1 N
Mengambil 10 ml larutan standar natrium klorida 0,1 N, dan
masukkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 0,4 ml K₂CrO₄ 5%. Kemudian
dititrasi engan perak nitrat sampai timbul warna merah yang tidak hilang pada
pengocokan(warna merah pertama). Catatlah kebutuhan titran AgNO₃.
Normalitas AgNO₃ =
Keterangan Rumus :
V NaCl : volume NaCl (ml)
N NaCl : normalitas NaCl (N)
V AgNO₃ : volume AgNO₃ (ml)

2. Standarisasi Amonium Tiosianat dengan Perak Nitrat Hasil


Standarisasi
Ambil 10 ml larutan perak nitrat yang sudah distandarisasi, masukkan
ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 2 ml asam nitrat 6 N dan 0,4 ml ferri
amonium sulfat, kemudian titrasidengan amonium tiosianat sampai timbulwarna
merah kecoklatan pertama uang tidak hilang pada pengocokan. Catatlah
kebutuhan titran.
Normalitas NH₄CNS =
Keterangan Rumus :
V NH₄CNS : volume NH₄CNS (ml)
N AgNO₃ : normalitas AgNO₃ (N)
V AgNO₃ : volume AgNO₃ (ml)

3. Penetapan Kadar Klor dengan “Meetode Mohr”


Masukkan 10 ml larutan sampel ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 0,4
ml kalium kromat, kemudian titrasi denganperak nitrat sampai timbul warna
merah muda pertama yang tidak hilang pada pengocokan. Catatlah kebutuhan
titran.
Cl- (ppm) = ( )₃
Keterangan Rumus :
N AgNO₃ : normalitas AgNO₃ (N)
V AgNO₃ : volume AgNO₃ (ml)
BM Cl : berat molekul Cl (gr/mol)
V sampel : volume sampel yang diambil (L)
Fp : faktor pengenceran

4. Penetapan Kadar Cl- dengan “Metode Fajans”


Masukkan 10 ml larutan sampel kedalam erlenmeyer 2. Tambahkan
10 tetes Indikator Fluorescein, atur pH = 7-8, panaskan 80°C 3. Titrasi dengan
AgNO3 sampai timbul warna merah muda pertama yang tidak hilang pada
pengocokan 4. Catat kebutuhan titran Cl.
Cl- (ppm) = ( )₃
Keterangan Rumus :
N AgNO₃ : normalitas AgNO₃ (N)
V AgNO₃ : volume AgNO₃ (ml)
BM Cl : berat molekul Cl (gr/mol)
V sampel : volume sampel yang diambil (L)
Fp : faktor pengenceran

5. Penetapan Kadar Cl- dengan “Metode Volhard”


Ambil 10 ml sampel, ditambah 2 ml HNO3 6 N dan AgNO3 berlebih
(± 12 ml), dikocok, saring dan cuci dengan air beberapa kali. Air cucian
dijadikan satu dengan filtrat 2. Tambahkan 0,4 ml Ferri Amonium Sulfat 3.
Titrasi dengan NH4CNS sampai timbul warna merah kecoklatan pertama yang
tidak hilang pada pengocokan 4. Catat kebutuhan titran.
Cl- (ppm) = ( )₃
Keterangan Rumus :
N AgNO₃ : normalitas AgNO₃ (N)
V AgNO₃ : volume AgNO₃ (ml)
BM Cl : berat molekul Cl (gr/mol)
V sampel : volume sampel yang diambil (L)
Fp : faktor pengenceran
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond, 2008, Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid Dua,
Erlangga, Jakarta
Harjanti, R.S, 2008, ‘Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica
val.) dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri’, Jurnal
Rekayasa Proses, Vol.2, No.2. hh. 49-54.
Kuntari, 2018 'Validasi Metode Penentuan Amonium Klorida dalam Obat Batuk
Hitam secara Titimetri' Indonesian Journal of Chemichal Analysis , Vol.
1, No. 1 hh 35
Padmaningrum, R.T, 2006, ‘Titrasi Asidimetri’, Jurnal Pendidikan Kimia, UNY
Romelan, 2018,’Analisis Jenis dan Kadar Saponin Ekstrak Metanol Daun
Kemangi
Ocimum basilicum L. Dengan Menggunakan Metode Dravimetri’, Jurnal
Farmasi Lampung, Vol.07, No.2
Sari, 2014, ‘Pengaruh Ion Tiosulfat Terhadap Pengukuran Kadar Klorida Metode
Argentometri’, Chemistry Laboratory December, Vol.1, No.2
Soraya, R. dan Naryanto, 2014, ‘Penentuan Kadar Klorida Menggunakan Metode
Gravimetri’, Jurnal Kimia Analitik II, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta
Underwood, A, & Day, R, 1998, Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat,
Erlangga, Jakarta
Widodo, D, Hastuti, R & Gunawan, 2019, Buku Ajar Analisis Kuantitatif,
Univeritas Diponegoro, Semarang
Yazid, E, 2005, Buku Kimia Fisika untuk Paramedis, Andi, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai