ARGENTOMETRI (PRESIPITIMETRI)
Dra. KHAIRAT,MSi
I. PENDAHULUAN
Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri
(titrasi). Titrasi atau disebut juga sebagai volumetri merupakan metode analisis kimia yang cepat, akurat
dan sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam suatu larutan. Titrasi
didasarkan pada suatu reaksi yang digambarkan seperti dibawah ini.
Titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan hampir tidak sebanyak titrasi yang melibatkan reaksi asam
basa dalam analisis titrimetri. Ini disebabkan kurangnya indikator yang cocok. Dalam beberapa kasus,
terutama dalam larutan encer laju reaksi terlalu rendah sehingga titrasi sulit untuk dilakukan. Ketika titik
ekivalen dihampiri dan titran ditambahkan dengan lambat, tidak terdapat kelewatjenuhan yang tinggi dan
pengendapan sangat lambat. Kesulitan lain adalah susunan endapan seringkali tidak diketahui karena
pengaruh kopresipitasi. Meskipun kopresipitasi ini dapat diminimalkan atau dikoreksi sebagian oleh
proses seperti penuaan endapan, hal ini tidak mungkin dalam titrasi langsung yang melibatkan
pembentukan suatu endapan. Dengan kesulitan-kesulitan yang ada, maka reaksi pengendapan dilakukan
dengan beberapa cara yang salah satunya adalah ergentometri yang memanfaatkan ion Ag+ dan larutan
perak nitrat (AgNO3) sebagai larutan standardnya.
1.2. TUJUAN
Metoda gravimetri yang lebih dahulu dutemukan dan dilakukan sebelum metode volumetri
memiliki suatu ketidak pastian dalam memisahkan suatu zat dari larutannya. Walaupun demikian,
pengendapan masih merupakan teknik yang sangat penting dalam banyak proses prosedur analitik. Telah
banyak metode yang dikembangkan oleh ahli kimia dalam tujuannya untuk memperoleh zat murni ydan
cepat serta efisien dalam pengerjaannya. Salah satu metoda yang telah dikembangkan adalah metode
argentometri dengan memanfaatkan ion Ag+ dalam pengerjaannya.
ISI
Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri
(titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada
pengukuran volumenya. Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+)
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan
dengan titrasi berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat
pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3).
Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat
diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. Argentometri merupakan titrasi
yang melibatkan reaksi antara ion halida (Cl-, Br-, I-) atau anion lainnya (CN-, CNS-) dengan ion Ag+
(Argentum) dari perak nitrat (AgNO3) dan membentuk endapan perak halida (AgX).
Ag+ + X- AgX
Konstanta kesetimbangan untuk reaksi tersebut adalah :
Ksp AgX = [Ag+] [X-]
Makin kecil kelarutan garam yang terbentuk, makin sempurna reaksinya. Argentometri
merupakan titrasi-titrasi yang menyangkut penggunaan larutan AgNO3. Argentometri dimana terbentuk
endapan (ada juga argentometri yang tergolong pembentukan kompleks) dibedakan menjadi tiga macam
cara berdasarkan indikator yang digunakan untuk penentuan titik akhir, yaitu cara atau metode Mohr,
metode Volhard, dan metode Fajans. Dalam tiga cara tersebut, titran masing-masing tertentu, indicator
dan pH pada metode Mohr dan Volhard tertentu, sedangkan dalam cara Fajans indikator tidak harus
tertentu dan pH disesuaikan dengan indikator, sehingga penggunaan indikator adsorpsi dilakukan pada
penerapan cara ini. Argentometri adalah urutan suatu pengendapan dengan menggunakan prinsip AgNO3
sebagai larutan baku. Argentometri dimana terbentuk endapan (ada juga argentometri yang tergolong
pembentukan kompleks) dibedakan menjadi tiga macam cara dasar indikator yang dipakai untuk
penentuan titik akhir yaitu pada :
cara Mohr : indikator K2CrO4, titrant adalah AgNO3,
cara Volhard : indikator Fe3+, titrant KSCN atau NH4SCN dan
cara Fajans indikatornya ialah salah satu indikator adsorpsi menurut macam anion yang
diendapkan oleh Ag+, titrant AgNO3, pH tergantung dari macam anion dan indikator yang
dipakai.
Dalam tiga cara tersebut masing-masing tertentu, indicator dan pH untuk cara Mohr dan dan Volhard
tertentu sedang dalam cara Fajans indikator tidak harus tertentu dan pH disesuaikan dengan indicator.
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan
analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang
mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia,
biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat
indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi kelarutan padatan kristalin adalah suhu, sifat pelarut,
dan adanya ion-ion lain di dalam larutan. Di dalam golongan yang belakang disertakan ion-ion yang
mungkin sama atau tidak di padatan, dan ion-ion yang membentuk molekul yang terdisosiasi sedikit atau
ion kompleks dengan ion-ion padatannya. Faktor2 yg mempengaruhi kelarutan :
1. Suhu
2. Sifat pelarut
3. Ion sejenis
4. Aktivitas ion
5. Ph
6. Hidrolisis
7. Hidroksida logam
8. Pembentukan senyawa kompleks
2.2.1. SUHU
Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik. Sebaiknya proses
pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan dalam keadaan larutan panas. Kecuali untuk
endapan yang dalam larutan panas memiliki kelarutan kecil (misalnya Hg2Cl2, MgNH4PO4) cukup
disaring setelah terlebih dahulu didinginkan di lemari es. Kebanyakan garam anorganik yang kita minati,
bertambah kelarutannya apabila suhu dinaikkan. Biasanya menguntungkan untuk melakukan proses
pengendapan titrasi, dan pencucian dengan larutan panas. Partikel besar dapat dihasilkan, penyaringan
lebih cepat, dan kotoran terlarut lebih mudah. Karena itu petunjuk-petunjuk sering mengharuskan
penggunaan larutan panas dalam keadaaan-keadaan yang kelarutan endapan masih dapat diabaikan pada
suhu-suhu tinggi. Akan tetapi dalam hal senyawa yang cukup larut seperti magnesium ammonium fosfat,
maka larutan harus didinginkan dalam air es sebelum penyaringan. Jumlah yang cukup banyak dari
senyawa ini dapat hilang, andaikan larutan disaring sewaktu masih panas.
univalent. Efek aktivitas ion tidak menyebabkan permasalahan serius karena kondisi dipilih di mana
kelarutannya kecil (diabaikan). Reaksi pengendapan jarang dilakukan pada konsentrasi tinggi. Jadi,
pengaruh aktivitas ion tidak menimbulkan kesalahan yang besar. Dalam larutan sangat encer f = 1, maka
Ksp = Kosp.
2.2.5. EFEK pH
Kelarutan garam dari asam lemah tergantung kepada pH larutan. Contoh : oksalat, sulfida,
hidroksida, karbonat, fosfat. Proton bereaksi dengan anion membentuk asam lemah sehingga
mempertinggi kelarutan garam. Contoh :
A. Garam monovalen : MA(p) M+ + A
HA + H2O H3O+ + A-
Konsentrasi analitik Ca = [A-] + [HA] = [A-]{[H3O+]+Ka} / Ka
Fraksi A- : [A-] / Ca = Ka / {[H3O+] + Ka = 1
[A-] = 1 .Ca
Substitusi pada Ksp = [M+][A-] = [M+]. 1.Ca
Ksp / 1 = Kef = [M+].Ca
Kef = Tetapan kesetimbangan efektif, bervariasi terhadap pH karena pH tergantung kepada 1.
B. Garam divalen
MA2 M2+ + 2 A2-
H2A + 2 H2O 2 H3O+ + A2-
Kef = Ksp / 1
2 = [M2+] .Ca2
[A ] = 2 . Ca
2-
2 = Ka1.Ka2 / { [H3O+]+[H3O+]Ka1+Ka1Ka2 }
Kef = Ksp / 2 = [M2+] . Ca
Penyelesaian.
Awal sebelum titrasi : [Cl-] = 0,10 M, maka pCl = 1,00
Setelah penambahan 10 ml AgNO3 :
Ag+ + Cl- AgCl (p)
awal 1,00 mmol 5,00 mmol
perubahan -1,0 mmol -1,0 mmol
kesetimbangan - 4,0 mmol
[Cl-] = 4,00 mmol / 60,0 ml = 0,067 M
pCl = 1,17
bromida
pAg = -log [Ag+]
Ksp AgI = 1,8 x 10-10
AgBr = 5,0 x 10-13
klorida
AgCl = 6,3 x 10-17
Kelayakan Titrasi
Harga K yang diperlukan untuk titrasi yang layak dapat dihitung seperti cara untuk titrasi asam
basa.
Contoh Soal :
50 ml larutan NaX 0,10 M dititrasi dengan larutan 50 ml AgNO3 0,10 M. Hitung K dan Ksp AgX jika
penambahan 49,95 ml titran akan menyebabkan reaksi sempurna di mana pX berubah sebesar 2,00 unit
pada penambahan 2 tetes (0,10 ml) titran.
endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau
bromida dalam suasana netral atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat menggunakan
indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion
kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik
akhir titrasi. Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M yang dengan ion
perak akan membentuk endapan coklat merah dalam suasana netral atau agak alkalis. Kelebihan indikator
yang berwarna kuning akan menganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko indikator
suatu titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium karbonat sebagai pengganti endapan AgCl.
Titrasi Mohr dilakukan pada pH 7-9 (netral hingga basa lemah). Jika pH terlalu kecil (asam)
kesetimbangan kromatdikromat akan menurunkan kepekaan [CrO42-] sehingga menghambat pembentukan
endapan Ag2CrO4.
2 CrO42- + 2 H+ Cr2O72- + H2O
Jika pH terlalu besar (larutan basa) akan terbentuk endapan Ag2O.
Pada TE : pAg = pCl = 5,00
[Ag+][CrO42-] = 2,00 x 10-12
[ CrO42-] = 2,00x10-12 / (1,0x10-5)2 = 0,02 M
Konsentrasi tersebut terlalu tinggi karena warna kuning CrO42- akan mengganggu pengamatan
terbentuknya endapan Ag2CrO4 (merah). Dalam praktek biasanya digunakan 0,005 s/d 0,01 M supaya
kesalahan titrasi diperkecil, dan masih bisa dikoreksi dengan titrasi blanko indikator, atau dengan
membakukan AgNO3 terhadap dilakukan dalam kondisi yang sama dengan titrasi sampel). Titrasi Mohr
terbatas pada pH 6-10 (atau 7-9). Dalam larutan basa akan terjadi reaksi :
Ag+ + OH- 2AgOH Ag2O + H2O
Dalam larutan asam jumlah [CrO42-] turun sehingga hanya sedikit HCrO4- yang terionisasi, karena reaksi
akan berlanjut sbb :
2H+ + CrO42- 2HCrO4- Cr2O72- + H2O
(kromat) (dikromat)
Jika [CrO42-] terlalu rendah ( < 0,005 M) akan memerlukan penambahan [Ag+] yang berlebih untuk
mengendapkan Ag2CrO4, hal itu akan menjadi sumber kesalahan titrasi. Cr2O72- tidak dapat digunakan
sebagai indicator argentometri karena Ag2Cr2O7 mudah larut.
Metode Mohr dapat digunakan untuk titrasi Brdan CN- dalam larutan basa lemah, sedangkan
untuk I- dan CNS- tidak feasible karena akan terjadi adsorpsi oleh endapan. Ag+ tidak dapat ditritrasi
langsung oleh Cl- menggunakan indikator CrO42-, karena Ag2CrO4 akan terbentuk lebih awal dan melarut
lambat menjelang TE. Untuk hal tsb dapat digunakan teknik titrasi balik : Ag+ ditambah Cl- baku
(berlebih), kemudian Cl- sisa dititrasi dengan larutan Ag+ baku menggunakan indikator CrO42-.
Titrasi Volhard merupakan teknik titrasi balik, digunakan jika reaksi berjalan lambat atau jika
tidak ada indikator yang tepat utk pemastian TE. Prinsip titrasi : Larutan perak ditambahkan berlebih ke
dalam larutan (pseudo) halide
Br- + Ag+ AgBr (endapan)
berlebih
Setelah reaksi sempurna endapan disaring, kemudian larutan dititrasi dengan larutan baku
tiosianat
Ag+ + SCN- AgSCN (larutan)
Metode Volhard banyak digunakan untuk reaksi Ag+ dan Cl- karena selain kelarutan endapannya kecil,
suasana asam akan mencegah hidrolisis indicator Fe3+. Jika metode ini dilakukan dalam suasana netral
akan terganggu oleh endapan kation-kation lain. Metode Volhard digunakan pada titrasi langsung Ag+
dengan larutan CNS- atau titrasi tidak langsung pada penentuan kadar Cl-, Br- dan I-. Pada titrasi tidak
langsung Br- dan I- tidak terganggu oleh CNS- karena kelarutan AgBr = kelarutan AgCNS sedangkan
kelarutan AgI < kelarutan AgCNS. Kesalahan titrasi Cl- dapat terjadi jika endapan AgCl bereaksi lanjut
dengan CNS- :
AgCl(p) + CNS- AgCNS + Cl-
Karena kelarutan AgCNS < kelarutan AgCl maka reaksi di atas akan bergeser ke arah kiri, sehingga hasil
analisis Cl- menjadi lebih kecil. Hal tsb dapat dicegah dengan penyaringan endapan AgCl atau dengan
penambahan nitrobenzen (racun !) sebelum titrasi dengan CNS-. Nitrobenzen menjadi lapis minyak yang
memisahkan endapan dari CNS-.
Sebelum TE :
(AgCl).Cl- M+
Lapisan primer Lapisan sekunder Kelebihan Cl-
Setelah TE :
(AgCl).Ag+ X
Lapisan primer Lapisan sekunder Kelebihan Ag+
Suatu endapan cenderung mengadsorpsi lebih mudah ion-ion yang membentuk senyawa tidak
larut dengan satu dari ion-ion dalam kisi endapan. Jadi, Ag+ ataupun Cl- akan lebih mudah diadsorpsi oleh
endapan AgCl daripada oleh ion Na+ ataupun NO3-. Anion yang ada dalam larutan akan tertarik
membentuk lapisan sekunder. Fluoresein adalah asam organik lemah, membentuk anion fluoreseinat yang
tidak dapat diadsorpsi oleh endapan koloidal AgCl selama Cl - berlebih. Akan tetapi saat Ag+ berlebih
akan terjadi adsorpsi anion fluoreseinat ke lapisan
Ag+ yang melapisi endapan, diikuti dengan perubahan warna menjadi pink.
2) Adsorpsi indikator harus mulai terjadi sesaat sebelum TE dan makin cepat pada TE. Indikator
yang jelek performansinya akan teradsorpsi kuat sehingga mensubstitusi ion-ion yang telah
teradsorpsi sebelum TE.
3) pH larutan harus terkontrol agar dapat mempertahankan konsentrasi ion dari indicator asam
lemah ataupun basa. Misalnya fluoresein (Ka = 10-7) dalam larutan yang lebih asam dari pH 7
melepas fluoreseinat sangat kecil sehingga perubahan warna tidak dapat diamati. Fluoresein
hanya dapat digunakan pada pH 7-10, sedangan difluoresein (Ka=10-4) digunakan pada pH 4-10.
4) Sebaiknya dipilih ion indikator yang muatannya berlewanan dengan ion penitrasi. Adsorpsi
indikator tidak terjadi sebelum terjadi kelebihan titran. Pada titrasi Ag+ dengan Cl- dapat
digunakan metil violet (garam klorida dari suatu basa organik) sebagai indikator adsorpsi. Kation
tidak teradsorpsi sebelum terjadi kelebihan Cl- dan koloid bermuatan negatif. Dalam hal tersebut
dapat digunakan indicator diklorofluoresein, tetapi harus ditambahkan sesaat menjelang TE.
III. PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Agentomentri atau Titrasi pengendapan adalah penetapan kadar zat yang didasarkan atas reaksi
pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan titer perak nitrat. Pada argentometri,
ion perak memegang peranan penting dalam pembentukan endapan cara ini dipakai untuk penetapan
kadar ion haliuda, anion yang dapat membentuk endapan garam perak, atau untuk penetapan kadar perak
tersebut.
Reaksi yang menghasilkan endapan dapat digunakan untuk analisis secara titrasi jika reaksinya
berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan
berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan
tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna . hal yang penting juga adalah hasil
kali kelarutan harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan
eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan pemakaian cara
ini disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe
indikator yang digunakan untuk melihat titik akhir. Tergantung dari tujuan penetapan kadar, maka dikenal
3 macam metoda argentometri, yaitu : metode Mohr, metode Volhard, dan metode Fajans.
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia (hal 176 187)
Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers (hal 406 410)
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia (hal 61)