“ANALISIS KI”
DISUSUN OLEH :
HANNA WIDYAPUSPA ARIANY /P27235020069
IBNU KAUTSAR ZABID /P27235020070
IMELDA ANANDA DEVI /P27235020071
INNAYAH JULIA ARMANI /P27235020072
INTAN PUTRI RIANIE /P27235020073
IYE MAULIA MUSTIKA /P27235020074
Puja dan puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT,berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada
Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya
Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia
Farmasi. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini dengan
memberikan gambaran deskriptif agar mudah dipahami.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini semata-mata
karena keterbatsan kemampuan penulis sendiri. Oleh karena itu, penulis harapkan saran dan
kritik yang positif dan membangun dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih baik dan
bermanfaat di masa yang akan datang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………………….…… 1
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...… 3
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………...… 4
1.1 LATAR BELAKANG ……………………………………………………………… 4
1.2 RUMUSAN MASALAH ………………………………………………………...… 4
1.3 TUJUAN PRAKTIKUM ………………………………………………………….... 4
BAB II TINJAUAN UMUM ………………………………………………………..… 5
2.1 TEORI UMUM …………………………………………………………………...… 5
2.2 PROSEDUR KERJA ……………………………………………………………….. 8
BAB III METODE KERJA ………………………………………………………..… 11
3.1 ALAT …………………………………………………………………………….… 11
3.2 BAHAN ………………………………………………………………………….… 11
3.3 CARA KERJA …………………………………………………………………..… 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………... 12
4.1 HASIL PENGAMATAN …………………………………………………………....12
4.1.1 TABEL PENGAMATAN ………………………………………………….... 12
4.1.2 REAKSI …………………………………………………………………….... 14
4.1.3 PERHITUNGAN …………………………………………………………….. 15
4.2 PEMBAHASAN …………………………………………………………………… 15
BAB V PENUTUP …………………………………………………………………..… 16
5.1 KESIMPULAN …………………………………………………………………….. 16
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….…… 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
a. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function
darireagen /analit.
b. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit
Argentometri dimana terbentuk endapan (ada juga argentometri yang
tergolong pembentukan kompleks) dibedakan atas 3 macam berdasarkan indikator
yang dipakai untuk penentuan titik akhir, yaitu :
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapatdibedakan atas
:
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida
dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CrO4
sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau
dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena
terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida.
Reaksi yang terjadi adalah : (Khopkar, SM, 1990)
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara
titrasi dengan larutan standar perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk
selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indicator larutan kalium kromat
encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik
akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indicator membentuk endapan coklat
kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan metode
Mohr. Reaksi yang terjadi adalah : (Khopkar, SM, 1990).
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + CrO42-(aq) Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)
Penggunaan metode Mohr sangat terbatas jika dibandingkan dengan metode
Volhard dan metode Fajans dimana dengan metode ini hanya dapat dipakai untuk
menentukan konsentrasi Cl-, CN-, dan Br-.(Khopkar, SM, 1990)
Aplikasi titrasi argentometri dengan metode Mohr banyak digunakan untuk
menentukan kandungan kadar klorida dalam berbagai contoh air, misalnya air sungai,
air laut, air sumur, air hasil pengolahan industry sabun, dan sebagainya. Titrasi
dengan metode Mohr dilakukan dengan kondisi larutan berada pada pH kisaran 6,5-10
disebabkan karena ion kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Jika pH
dibawah 6,5 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan
mendominasi didalam larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat asam
konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan
Ag2CrO4 sehingga hal ini akan berakibat sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi.
Analit yang bersifat asam dapat ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada
6
pada kisaran pH tersebut atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit
dengan menggunakan padatan natrium hidrogen karbonat (Khopkar, SM, 1990).
2. Metode Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut)
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan
penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan
titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah
ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar
KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan
larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN
(Khopkar,1990).
Konsentrasi ion klorida, iodide, bromide dan yang lainnya dapat ditentukan
dengan menggunakan larutan standar perak nitrat. Larutan perak nitrat ditambahkan
secara berlebih kepada larutan analit dan kemudian kelebihan konsentrasi Ag+
dititrasi dengan menggunakan larutan standar (SCN-) dengan menggunakan indicator
ion Fe3+. Ion besi (III) ini akan bereaksi dengan ion tiosianat membentuk kompleks
yang berwarna merah. (Khopkar,1990).
Reaksi yang terjadi adalah : (Khopkar,1990).
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq) + SCN-(aq) Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
3. Metode Fajans (Indikator absorbsi)
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr,
hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang
digunakan dalam cara ini adalah indikator adsorbsi seperti eosine atau fluonescein
menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga
suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang
dipakai. Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan
dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada
titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah
tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan
digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Gandjar,
2007).
Indicator absorbsi dapat digunakan untuk titrasi argentometri, titrasi
argentometri yang menggunakan indicator adsorbs dikenal dengan sebuah titrasi
argentometi metode Fajans. Contohnya pada penggunaan titrasi ion klorida dengan
larutan standar Ag+ (Harjadi,1990).
Kesulitan dalam menggunakan indikator absorbs ialah banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya
(fotosensitifitas) dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indicator
7
absorbs biasanya cepat, akurat, dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak
terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat
(Harjadi,1990).
4. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator akan tetapi
ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan
kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojoan
akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.
Cara Leibig hanya menghasilkan titik ahir yang memuaskan apabila pemberian
pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara Leibig ini
tidak dapat dilakukan pada larutan amoni-akalis karena ion perak akan membentuk
kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan sedikit
larutan kalium iodida.
2.2 Prosedur Kerja
So
8
── × ─── × 1
mg NaCl 58,8 50
Normalitas AgNO3 =
BM NaCl x mL AgNO 3 = 0,004 × 80 = 0,08 N
b) Cari V AgNO3 yang digunakan untuk
titrasi
= 0,016 N
25 × 0,072
= ────── = 1,8
O,1
9
= 18ml
c) Menentukan kada KI
= 18 × 0,1 × 16,60
─────────
300 × 0,1
= 0, 996
= 99,6%
10
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Mortir dan stamper
2. Pipet tetes
3. Gelas ukur
4. Beaker glass
5. Buret
6. Erlenmeyer
7. Pipet volume
3.1 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. AgNO3 (padat)
2. Indikator eosin
3. Indikator K2CrO4 (Kaliumkromat) 5%
4. Sampel NaCl (NatriumKlorida) padat
5. Akuades
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Metode Mohr
Metode Mohr adalah metode yang digunakan dalam pengukuran kadar klorida dan
bromida dalam suasana netral dengan larutan standar perak nitrat (AgNO3) dan penambahan
kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator. Titrasi dalam suasana asam menyebabkan perak
kromat
larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak
hidroksida. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak (Ag+),
maka ion kromat akan bereaksi dengan perak (Ag) berlebih membentuk endapan perak
kromat (Ag2CrO4) yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi.
Reaksinya adalah :
12
2. Metode Volhard
Metode Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam larutan asam
nitrat, dengan menggunakan ion besi (III) untuk meneliti ion tiosianat berlebih. Metode ini
dapatdipergunakan untuk cara titrasi langsung dari perak, larutan tiosianat standar atau untuk
titrasi tak langsung dari ion klorida. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran
NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah
larutan standar berlebih.
Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan KCNS, dimana kelebihan larutan KCNS akan
diikat oleh
Reaksinya adalah :
3. Metode Fajans
Titrasi Argentometri dengan metode Fajans adalah sama seperti pada cara Mohr,
hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan
dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam
anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3hingga suspensi violet menjadi
merah. Indikator absorpsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan
menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen
antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen
tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan
sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl-akan berada
pada lapisan sekunder.
Reaksinya adalah :
4. Metode Leibig
13
Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator akan tetapi
ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada
larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojoan akan larut
kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.
Cara Leibig hanya menghasilkan titik ahir yang memuaskan apabila pemberian
pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara Leibig ini tidak dapat
dilakukan pada larutan amoni-akalis karena ion perak akan membentuk kompleks
Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan sedikit larutan kalium
iodida.
4.1.2 Reaksi
NaCl + AgNO3 AgCl ↓ + NaNO3 (endapan putih)
4.1.3 Perhitungan
4.2 Pembahasan
14
Percobaan yang dilakukan adalah titrasi pengendapan yang biasanya disebut
dengan argentometri. Argentomtri adalah titrasi yang melibatkan pembentukan endapan
dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Dikenal tiga metode dalam
melakukan titrasi ini, yaitu cara mohr, volhard, dan vajans.
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah NaCl dengan berat sampel 250
mg. Sampel tersebut dilarutkan dengan 50 mL air di dalam erllenmeyer, lalu
ditambahkan dengan indikator K2CrO4 5% sebanyak 1mL.
Setelah penambahan indicator tersebut, warna larutan sampel menjadi kuning.
Laludititrasidenganlarutan Baku AgNO3 yang menyebabkan terbentuk endapan putih dan
tidak lama kemudian terbentuk endapan kemerah - merahan. Endapan putih yang
terbentuk disebabkan oleh adanya ion Ag+ yang berlebih di dalam sampel, sedangkan
endapan merah yang terbentuk dari hasil titrasi disebabkan oleh ion klorida telah habis
diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat sebagai indicator yang digunakan dalam
titrasi in iakan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah bata
sebagai titik akhir titrasi.
Alasan dititrasi dengan AgNO3 adalah berdasarkan namanya, titrasi argentometr
imenggunakan larutan AgNO3 sebagai titrannya karena AgNO3 adalah satu – satunya
garam perak yang terlarutkan air sehingga pereaksi perak nitrat dengan garam lain akan
menghasilkan endapan. Seperti halnya pada NaCl, dapat ditentukan kadarnya
berdasarkan reaksi :
NaCl + AgNO3 AgCl ↓ + NaNO3 ( endapan putih)
Setelah dititrasi pada larutan sampel kemudian Dititrasi larutan tersebut dengan
larutan baku AgNO3 0,1 N menggunakan indikator eosin sebanyak 2 tetes terbentuk
endapan kemerah – merahan.
15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
3. Penetapan kadar KI
16
DAFTAR PUSTAKA
RI : Jakarta,
17
18