Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISA
“ARGENTOMETRI”

Disusun oleh :

Nama Mahasiswa : Muhammad Alvin Faiz A.


NIM : 221420026
Program Studi : Teknik Pengolahan Minyak dan Gas
Bidang Minat : Refinery
Tingkat : I (Satu)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS
(PEM AKAMIGAS)

Cepu, Maret 2023


PERCOBAAN 7 :
ARGENTOMETRI
I. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Mahasiswa dapat melakukan dan paham tentang Standarisasi larutan AgNO 3 0,1 N
dengan NaCl.
2. Mahasiswa dapat melakukan dan paham tentang analisa kandungan klorida dalam air

II. Keselamatan Kerja


Beberapa keselamatan kerja yang harus diperhatikan dalam percobaan ini adalah:
1. Hati - hati saat bekerja dengan larutan kimia.
2. Perhatikan Material Safety Data Sheet (MSDS) dari tiap bahan yang digunakan dalam
praktikum ini.
3. Limbah cair sisa percobaan dibuang ke dalam wadah buangan limbah cair, tidak
diperkenankan membuang limbah ke dalam wastafel.
4. Limbah padat dikumpulkan dan dibuang ke wadah buangan limbah padat.
5. Peralatan gelas ditangani dengan hati-hati.
6. Bila dalam percobaan timbul gas yang mengganggu pernapasan, maka pekerjaan harus
dilakukan dalam lemari asam.
7. Saat memanaskan bahan kimia dalam tabung reaksi, mulut tabung harus diarahkan ke
tempat yang tidak ada orangnya.
8. Bila anggota tubuh terkena larutan AgNO3 segera cuci dengan air, supaya tidak timbul
bercak hitam.

III. Dasar Teori


Argentometri adalah salah satu metode titrasi yang digunakan untuk menentukan
jumlah ion logam perak (Ag+). Metode ini biasanya digunakan untuk menentukan kadar
klorida (Cl-) dalam sampel. Prinsip dasar dari argentometri adalah reaksi antara ion perak
(Ag+) dengan ion klorida (Cl-) dalam sampel. Dalam reaksi ini, ion perak akan bereaksi
dengan ion klorida membentuk endapan klorida perak (AgCl) yang tidak larut dalam air.
Endapan tersebut dapat dihitung berdasarkan jumlah ion perak yang ditambahkan ke dalam
sampel. Argentometri terdiri dari dua jenis yaitu argentometri langsung dan argentometri
tak langsung (Aminah et al., 2019).
Argentometri langsung adalah salah satu metode titrasi yang digunakan untuk
menentukan kadar ion klorida dalam sampel menggunakan larutan perak nitrat (AgNO 3)
sebagai titran. Metode ini disebut argentometri langsung karena reaksi yang terjadi antara
123
ion perak dan ion klorida di dalam sampel terjadi secara langsung. Prinsip dasar dari
argentometri langsung adalah reaksi antara ion perak dan ion klorida di dalam sampel yang
membentuk endapan klorida perak (AgCl). Endapan tersebut dapat dihitung berdasarkan
jumlah ion perak yang ditambahkan ke dalam sampel. Dalam titrasi argentometri langsung,
sampel yang akan dititrasi dicampur dengan indikator kromat (CrO4 -2 atau K2CrO4) untuk
membantu memudahkan pengamatan titik akhir. Keuntungan dari metode argentometri
langsung adalah sensitivitas yang tinggi dan relatif mudah dilakukan. Namun, kelemahan
dari metode ini adalah kepekaan yang tinggi terhadap ion- ion lain yang dapat mengganggu
reaksi antara ion perak dan ion klorida, serta keberadaan ion halida lain yang dapat
mempengaruhi hasil titrasi. Oleh karena itu, diperlukan pengujian kontrol kualitas yang
ketat untuk memastikan keakuratan hasil dari titrasi argentometri langsung (Aminah et al.,
2019).
Argentometri tidak langsung adalah metode titrasi yang digunakan untuk
menentukan kadar ion halida (klorida, bromida, dan iodida) dalam sampel yang tidak dapat
langsung diukur dengan titrasi argentometri langsung. Metode ini disebut tidak langsung
karena reaksi antara ion halida dan ion perak tidak terjadi secara langsung, melainkan
melalui tahapan reaksi lain yang terjadi sebelum titrasi. Prinsip dasar dari argentometri
tidak langsung adalah reaksi antara ion halida dengan ion tembaga (II) atau ion merkuri (II)
membentuk senyawa kompleks halida tembaga atau merkuri yang kemudian bereaksi
dengan larutan perak nitrat dalam titrasi argentometri. Endapan yang terbentuk adalah
senyawa halida perak yang dapat dihitung berdasarkan jumlah ion perak yang ditambahkan
ke dalam sampel. Dalam titrasi argentometri tidak langsung, sampel yang akan dititrasi
juga dicampur dengan indikator kromat untuk membantu memudahkan pengamatan titik
akhir. Keuntungan dari metode argentometri tidak langsung adalah kemampuannya untuk
menentukan kadar ion halida dalam sampel yang tidak dapat langsung diukur dengan titrasi
argentometri langsung. Namun, kelemahan dari metode ini adalah kompleksitas dan
kemungkinan adanya interferensi dari ion- ion lain yang dapat mengganggu reaksi
kompleksasi antara ion halida dan ion tembaga (II) atau ion merkuri (II). Oleh karena itu,
diperlukan pengujian kontrol kualitas yang ketat untuk memastikan keakuratan hasil dari
titrasi argentometri tidak langsung (Aminah et al., 2019).
Metode argentometri dapat dilakukan dalam dua kondisi yaitu dengan
menggunakan indikator atau tanpa indikator. Jika metode ini dilakukan dengan
menggunakan indikator, maka digunakan larutan indikator yang akan berubah warna
ketika titrasi selesai. Sedangkan, jika metode ini dilakukan tanpa indikator, maka titrasi
dilakukan hingga tercapai titik akhir yaitu ketika semua ion perak bereaksi dengan ion
124
klorida atau ion tiosulfat. Keuntungan dari metode argentometri adalah sensitivitas yang
tinggi dan dapat digunakan untuk menentukan jumlah ion klorida yang sangat sedikit
dalam sampel. Namun, kelemahan dari metode ini adalah kepekaan yang tinggi terhadap
ion- ion lain yang dapat mengganggu reaksi antara ion perak dan ion klorida. Dalam
prakteknya, metode argentometri dapat digunakan untuk menentukan kadar klorida dalam
air, makanan, minuman, dan obat-obatan. Metode ini juga dapat digunakan untuk
menentukan jumlah ion perak dalam larutan yang digunakan dalam industri elektroplating
dan fotografi (Huljani & Rahma, 2018).
Metode Mohr adalah salah satu metode titrasi yang digunakan untuk menentukan
kadar klorida dalam sampel. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli
kimia asal Jerman bernama Karl Friedrich Mohr pada tahun 1856. Metode Mohr
menggunakan larutan perak nitrat sebagai titran dan larutan kalium kromat sebagai
indikator. Prinsip dasar dari metode Mohr adalah reaksi antara ion klorida dalam sampel
dengan ion perak dalam larutan perak nitrat membentuk endapan klorida perak (AgCl)
yang berwarna putih. Reaksi ini memungkinkan pengukuran jumlah ion klorida dalam
sampel berdasarkan jumlah larutan perak nitrat yang ditambahkan sampai terjadi titik
akhir. Keuntungan dari metode Mohr adalah kemudahannya dalam melakukan titrasi dan
keandalannya dalam menentukan kadar ion klorida dalam sampel. Metode ini juga relatif
murah dan dapat dilakukan dengan peralatan sederhana. Namun, kelemahan dari metode
ini adalah adanya interferensi dari ion- ion lain yang dapat mengganggu hasil titrasi. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengujian kontrol kualitas yang ketat untuk memastikan
keakuratan hasil dari titrasi metode Mohr (Meija, 2016).
Penentuan kadar klorida adalah salah satu analisis kimia yang umum dilakukan
untuk mengukur jumlah klorida dalam sampel. Klorida adalah ion negatif yang terdiri dari
satu atom klorin dan dapat ditemukan dalam berbagai macam bahan, seperti air, makanan,
dan bahan kimia. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar
klorida dalam sampel, salah satunya adalah metode titrasi. Metode ini melibatkan reaksi
kimia antara larutan perak nitrat sebagai titran dan larutan kalium kromat sebagai
indikator. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan ke dalam sampel, ion klorida dalam
sampel akan bereaksi dengan ion perak dalam larutan perak nitrat membentuk endapan
klorida perak (AgCl) yang berwarna putih. Perubahan warna pada indikator menandakan
bahwa semua ion klorida telah bereaksi dengan ion perak dan titik akhir titrasi telah
tercapai. Selain metode titrasi, ada juga metode lain yang dapat digunakan untuk
menentukan kadar klorida dalam sampel, seperti metode gravimetri, spektrofotometri, dan
elektrokimia. Metode gravimetri melibatkan pengendapan klorida perak dan pengukuran
125
berat endapan. Metode spektrofotometri melibatkan pengukuran absorbsi cahaya oleh ion
klorida yang diubah menjadi senyawa kompleks dengan zat tambahan. Metode
elektrokimia melibatkan pengukuran potensial elektroda yang dihasilkan oleh ion klorida
dalam larutan (Guna & Yogyakarta, 2013).
Untuk memastikan hasil pengukuran yang akurat, perlu dilakukan kalibrasi
peralatan sebelum digunakan dan kontrol kualitas selama proses analisis. Sampel juga
harus diambil dengan hati-hati dan disimpan dengan benar untuk mencegah kontaminasi
dan perubahan komposisi seiring waktu. Penentuan kadar klorida penting dilakukan dalam
berbagai bidang, seperti dalam pengolahan air, industri makanan dan farmasi, serta dalam
penelitian ilmiah. Kadar klorida yang tinggi dalam air minum dapat berdampak buruk pada
kesehatan manusia, sehingga penentuan kadar klorida dalam air minum menjadi sangat
penting untuk memastikan keamanannya. Di industri makanan dan farmasi, kadar klorida
yang tinggi dalam bahan mentah dapat menghasilkan produk yang tidak memenuhi standar
kualitas, sehingga penentuan kadar klorida sangat penting dalam memastikan kualitas
produk yang dihasilkan (Guna & Yogyakarta, 2013).
Pada titrasi argentometri, larutan perak nitrat (AgNO3) digunakan sebagai titran,
dan larutan klorida, bromida, atau iodida (tergantung pada jenis halida yang ingin diukur)
digunakan sebagai sampel. Ketika kedua larutan dicampur, terjadi reaksi kimia antara Ag +
dalam larutan perak nitrat dengan ion halida dalam sampel membentuk endapan halida
perak (seperti AgCl, AgBr, atau AgI) yang berwarna putih. Ketika semua ion halida
bereaksi dengan Ag+, warna larutan akan berubah dari jernih menjadi keruh, dan inilah
yang menunjukkan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai. Namun, ada beberapa faktor
yang dapat memengaruhi hasil titrasi argentometri, seperti keadaan larutan, penggunaan
indikator, dan konsentrasi larutan. Berikut adalah beberapa pengaruh titrasi argentometri:
(Widarti et al., 2017).
1. Keadaan larutan
Ketika larutan tidak homogen atau tidak tercampur sempurna, maka titrasi
argentometri akan memberikan hasil yang tidak akurat. Hal ini dapat disebabkan oleh
perbedaan densitas atau viskositas pada larutan, atau karena partikel-partikel padat
yang ada dalam larutan. Oleh karena itu, penting untuk mengaduk larutan dengan baik
sebelum melakukan titrasi agar konsistensi larutan menjadi homogen.
2. Penggunaan indikator
Indikator yang digunakan dalam titrasi argentometri harus dipilih dengan cermat.
Indikator yang digunakan harus bereaksi dengan cepat dan harus memiliki perubahan
warna yang jelas pada titik akhir titrasi. Selain itu, indikator juga harus stabil dan tidak
126
terpengaruh oleh keadaan lingkungan, seperti suhu atau pH. Pemilihan indikator yang
tepat sangat penting untuk memastikan hasil titrasi yang akurat.
3. Konsentrasi larutan
Konsentrasi larutan juga dapat mempengaruhi hasil titrasi argentometri. Jika
konsentrasi larutan terlalu rendah, maka perlu diulang dengan konsentrasi yang lebih
tinggi untuk mendapatkan hasil yang akurat. Sebaliknya, jika konsentrasi larutan
terlalu tinggi, maka hasil titrasi bisa terganggu oleh kelebihan larutan halida. Oleh
karena itu, penting untuk memilih konsentrasi larutan yang sesuai dengan jumlah
sampel yang digunakan.
Dalam rangka untuk mendapatkan hasil titrasi argentometri yang akurat, perlu diperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut. Sebelum melakukan titrasi, harus
dipastikan bahwa kondisi larutan, indikator, dan konsentrasi larutan yang digunakan sesuai
dengan standar dan telah dikalibrasi dengan baik (Widarti et al., 2017).
Standarisasi larutan AgNO3 0,1 N dengan NaCl adalah proses pengukuran
konsentrasi larutan AgNO3 0,1 N dengan menggunakan larutan standar NaCl yang telah
diketahui konsentrasinya. Tujuan dari standarisasi ini adalah untuk menentukan
konsentrasi larutan AgNO3 0,1 N yang akan digunakan dalam titrasi argentometri. Rumus
standarisasi larutan AgNO3 0,1 N dengan NaCl didasarkan pada hukum perbandingan mol
antara zat yang bereaksi dalam reaksi kimia. Dalam kasus ini, reaksi kimia yang terjadi
adalah antara ion klorida (Cl -) dari larutan NaCl dengan ion perak (Ag +) dari larutan
AgNO3. Berikut adalah rumus standarisasi larutan AgNO 3 0,1 N dengan NaCl: (Rahim et
al., 2011).
M1V1 = M2V2
Di mana:
M1 = konsentrasi larutan NaCl dalam N (Normalitas)
V1 = volume larutan NaCl dalam mililiter (mL)
M2 = konsentrasi larutan AgNO3 dalam N
V2 = volume larutan AgNO3 yang digunakan dalam mL
Dalam rumus ini, M1V1 mewakili jumlah mol ion klorida (Cl-) yang terkandung
dalam volume larutan NaCl yang digunakan, sedangkan M2V2 mewakili jumlah mol ion
perak (Ag+) yang ditambahkan ke dalam larutan NaCl untuk mencapai titik akhir reaksi.
Jumlah mol ion klorida (Cl-) dan ion perak (Ag+) yang bereaksi dalam reaksi kimia tersebut
sama karena keduanya bereaksi satu sama lain dengan perbandingan 1:1 (Rahim et al.,
2011).

127
Dengan menggunakan rumus ini, kita dapat menghitung konsentrasi larutan AgNO 3
0,1 N yang tepat dengan cara mengetahui konsentrasi larutan NaCl dan volume larutan
NaCl yang digunakan untuk bereaksi dengan larutan AgNO 3. Setelah konsentrasi larutan
AgNO3 diketahui, larutan tersebut dapat digunakan untuk melakukan titrasi argentometri
pada sampel yang mengandung klorida untuk menentukan kadar klorida dalam sampel
tersebut (Rahim et al., 2011).
Analisis kandungan klorida dalam air adalah suatu teknik untuk menentukan
konsentrasi ion klorida (Cl-) dalam sampel air. Kandungan klorida dalam air sangat penting
untuk diukur karena dapat memberikan informasi tentang kualitas air dan mempengaruhi
banyak aplikasi air, termasuk dalam industri, pertanian, dan masyarakat umum. Salah satu
teknik yang umum digunakan untuk analisis kandungan klorida dalam air adalah metode
argentometri, yang telah dijelaskan sebelumnya. Metode ini melibatkan titrasi larutan
sampel air dengan larutan standar perak nitrat (AgNO 3) dan kemudian mengukur jumlah
klorida yang terikat oleh ion perak dengan membentuk endapan klorida perak (AgCl).
Rumus untuk menghitung kandungan klorida dalam sampel air menggunakan metode
argentometri adalah sebagai berikut:(Nurbaeti et al., 2018).
(V 1 x N 1 x 35.5 x 1000)
Kandungan klorida (mg/L) =
V2
Keterangan:
V1 = volume larutan standar AgNO3 (mL) yang digunakan untuk menitrasi sampel air
N1 = normalitas larutan standar AgNO3
35.5 = berat molekul klorida (Cl-)
V2 = volume sampel air yang digunakan untuk analisis (mL)
Dalam rumus ini, kandungan klorida dihitung dalam satuan miligram per liter (mg/L), yang
juga dapat dinyatakan sebagai bagian per juta (ppm). Normalitas larutan standar AgNO 3
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: (Nurbaeti et al., 2018)
M1 x V 1
N1 =
1000
Keterangan:
M1 = massa perak nitrat (AgNO3) dalam gram
V1 = volume larutan AgNO3 dalam mL
1000 = konversi gram ke mililiter dan normalitas ke mol/L
Setelah dihitung, normalitas larutan standar AgNO 3 dapat digunakan untuk menghitung
kandungan klorida dalam sampel air menggunakan rumus sebelumnya (Nurbaeti et al.,
2018).

128
Penting untuk diingat bahwa rumus ini hanya dapat digunakan untuk menghitung
kandungan klorida dalam air yang mengandung klorida sebagai satu-satunya ion halida.
Jika air mengandung ion halida lainnya, seperti bromida (Br -) atau iodida (I-), maka
kandungan klorida yang dihitung dapat terlalu tinggi. Dalam kasus seperti ini, metode
analisis yang lebih spesifik, seperti kromatografi ion, dapat digunakan untuk mengukur
kandungan masing-masing ion halida secara terpisah (Nurbaeti et al., 2018).

IV. Bahan dan Peralatan


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Larutan AgNO3 0,1 N
2. Na-klorida, NaCl
3. Larutan indikator K2CrO4 5 %

B. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Pipet volumetrik, kapasitas 10 mL - 1 buah
2. Labu takar, kapasitas 100 - 1 buah dan 200 atau 250 mL - 2 buah.
3. Gelas beaker, kapasitas 100 mL - 1 buah
4. Buret, kapasitas 50 mL
5. Erlenmeyer, kapasitas 100 mL - 3 buah, 250 ml - 2 buah.
6. Corong - 1 buah
7. Cawan Porselain - 1 buah
8. Spatula - 1 buah
9. Pipet tetes - 2 buah
10. Bulb - 1 buah.

V. Langkah Kerja
A. Standarisasi Larutan AgNO3 0,1 N dengan NaCl

Ke dalam gelas beaker timbang sekitar 0,58 - 0,59 gram NaCl dengan kemurnian
99,90 - 100 % (yang sudah dipanaskan dalam oven bertemperatur 250 - 350 ℃
selama 2 - 3 jam dan sudah didinginkan dalam desikator). Catat berat penimbangan

129
Larutkan dengan sedikit akuades, kemudian masukkan ke dalam labu takar 100 mL.
Bilasi 2 kali gelas beaker dengan sedikit akuades dan air bilasannya masukkan juga
ke dalam labu takar. Kemudian tambahkan akuades ke dalam labu takar sampai
tanda batas. Tutup labu takar dan kocok biar campur

Pipet 10 mL larutan tersebut dengan pipet volumetrik, masukkan ke dalam


erlenmeyer 100 mL dan tambahkan 5 – 6 tetes larutan indikator K 2CrO4 5 %. Titrasi
dengan larutan AgNO3 sampai tepat terbentuk endapan berwarna merah bata. Catat
volume larutan AgNO3 yang digunakan untuk titrasi

Ulangi langkah 3 di atas 2 kali lagi. Kemudian rata - ratakan volume larutan AgNO 3
yang digunakan untuk titrasi

Hitung normalitas larutan AgNO3 tersebut

B. Analisa Kandungan Klorida dalam Air

Pipet 100 mL contoh air, masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 1 mL
indikator K2CrO4 5 %.

Titrasi dengan larutan AgNO3 yang sudah distandarisasi sampai tepat berbentuk
endapan berwarna merah bata. Catat volume larutan AgNO3 yang digunakan

Ulangi langkah 1 s/d 2 di atas sebanyak 2 kali lagi, kemudian rata - ratakan volume
larutan AgNO3 yang digunakan

Hitung kandungan klorida dalam contoh air tersebut.

VI. Hasil Praktikum


A. Standarisasi Larutan AgNO3 0,1 N

Volume Titrasi AgNO3 0,1 N yang digunakan


No Larutan NaCl
(Cm)

130
1 10 mL 10,6 Cm
2 10 mL 10,2 Cm
3 10 mL 9,8 Cm
Rata-rata 10,2 Cm

B. Analisis kadar klorida dalam air

Volume Titrasi AgNO3 0,1 N yang digunakan


No Air Indikator
(Cm)
1 10 mL 1 mL 10,1 Cm
2 10 mL 1 mL 10,8 Cm
3 10 mL 1 mL 10,5 Cm
Rata-rata 10,5 Cm

VII. Perhitungan
A. Volume Titrasi AgNO3 pada Standarisasi Larutan AgNO3
10 , 6+10 , 2+9 , 8
V Ag NO =
3
3
V Ag NO =10 , 2 Cm
3

B. Volume Titrasi AgNO3 pada Analisis Kadar Klorida dalam Air


10 , 1+ 10 ,8+ 10 ,5
V Ag NO =
3
3
V Ag NO =10 , 5 Cm
3

C. Perhitungan Standarisasi Larutan AgNO3


Diketahui: G = 0,582 gram
V = 100 mL
v = 10 mL
V Ag NO 3
= 10,2 mL
1000 x G
N Ag NO =
Jawab: 3
V
x V Ag NO x 58 , 5
v 3

1000 x 0,582
N Ag NO =3
100
x 10 , 2 x 58 , 5
10
N Ag NO =0,097 N
3

D. Perhitungan Analisis Kadar Klorida dalam Air


Diketahui: V Ag NO 3
= 10,5 mL
131
N Ag NO 3
= 0,097 N
VA = 10 mL
V Ag NO x N Ag NO x 35500
Jawab: Klorida= 3 3

VA
10 , 5 mL x 0,097 N x 35500
Klorida=
10 mL
mgram
Klorida=3615 , 6
L

VIII. Tugas
1. Perubahan apa yang terjadi saat terjadinya reaksi
Argentometri adalah teknik analisis kimia yang digunakan untuk menentukan
konsentrasi ion perak dalam sebuah sampel. Saat terjadinya reaksi pada praktikum
argentometri, terjadi beberapa perubahan yang dapat diamati, antara lain:
 Terjadi perubahan warna: Reaksi pada argentometri biasanya melibatkan
penggunaan larutan indikator yang berubah warna saat terjadi reaksi antara ion
perak dan ion lainnya dalam sampel. Contohnya adalah penggunaan larutan
kalium kromat sebagai indikator dalam analisis klorida. Saat ion klorida bereaksi
dengan ion perak, larutan akan berubah warna menjadi merah bata.
 Terbentuk endapan: Reaksi antara ion perak dan ion lainnya dalam sampel dapat
menghasilkan endapan. Contohnya adalah pada analisis klorida, di mana ion perak
bereaksi dengan ion klorida membentuk endapan perak klorida.
2. Tuliskan reaksi kimia yang terjadi saat standarisasi larutn AgNO3 dengan NaCl?
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
2AgNO3 + K2CrO4 → Ag2CrO4 + 2KNO3
3. Turunkan persamaan sehingga diperoleh persamaan seperti yang tercantum dalam
dasar teori pada
1. Persamaan dalam standarisasi Larutan AgNO3 0,1 N dengan NaCl.
N AgNO 3
= N NaCl
V 1 × N1 = V 2 × N2
V 2× N 2
N1 =
V1

132
V 2 G 1000
× ×
= v 1 mr V
V1
1000 ×G ×V 2
= mr ×V
V1
1000× G× V 2
=
mr ×V ×V 1
1000 × G
N1 = V
mr × × V 1
V2
2. Persamaan dalam analisa Kandungan Klorida dalam Air.
N AgNO 3
= N NaCl
V 1 × N1 = V 2 × N2
G
V 1 × N1 = V1×
mr
V 1 × N 1 × mr
G =
V1

IX. Pembahasan
Argentometri adalah salah satu teknik analisis kimia yang digunakan untuk
menentukan konsentrasi ion perak (Ag+) dalam suatu sampel. Metode ini bergantung pada
kemampuan ion perak untuk membentuk senyawa pengendap dengan ion lain, seperti
klorida, bromida, iodida, sulfida, dan lain sebagainya. Dalam argentometri, pengukuran
dilakukan dengan menambahkan larutan AgNO 3 ke dalam sampel yang mengandung ion-
ion tersebut. Setelah terjadi reaksi antara ion perak dan ion lainnya, dapat diamati
perubahan warna atau terbentuknya endapan. Dengan memperhitungkan jumlah larutan
AgNO3 yang diperlukan untuk menetralkan ion-ion dalam sampel, konsentrasi ion perak
dapat dihitung. Argentometri memiliki berbagai macam aplikasi dalam berbagai bidang,
seperti kimia, farmasi, lingkungan, dan industri, dan sering digunakan untuk mengukur
kadar klorida dalam air, kadar perak dalam barang perhiasan, atau kadar ion-ion halida
dalam produk farmasi.
AgNO3 adalah senyawa kimia yang penting dalam praktikum argentometri.
Senyawa ini digunakan sebagai bahan standar dalam menentukan konsentrasi ion perak
dalam sampel yang diuji. AgNO3 sendiri berbentuk padatan putih yang larut dalam air
dengan baik. Larutan AgNO3 sangat reaktif dan bersifat korosif, sehingga harus ditangani
dengan hati-hati. AgNO3 juga dapat membentuk senyawa kompleks dengan anion atau
133
ligand lainnya, yang memungkinkannya digunakan dalam berbagai aplikasi lain di luar
argentometri, seperti dalam sintesis senyawa organik dan anorganik. AgNO 3 juga dapat
digunakan dalam produksi film fotografi, produk kesehatan, dan dalam industri lainnya.
Oleh karena itu, AgNO3 merupakan senyawa yang sangat penting dalam bidang kimia dan
memiliki banyak aplikasi yang luas. Dalam praktikum argentometri, AgNO 3 digunakan
untuk menentukan konsentrasi ion perak dalam sampel dan merupakan salah satu bahan
kunci dalam teknik analisis kimia yang penting dan sering digunakan. AgNO3 memiliki
sifat-sifat yang penting dan berperan penting dalam berbagai aplikasi kimia dan analitik,
termasuk dalam praktikum argentometri. AgNO3 adalah senyawa padat yang berwarna
putih dan mudah larut dalam air. Larutan AgNO 3 dapat menunjukkan sifat asam dan basa
tergantung pada pH larutan. Pada larutan asam, AgNO 3 dapat membentuk ion perak yang
sangat reaktif, sedangkan pada larutan basa, senyawa ini akan bereaksi dan menghasilkan
ion nitrat dan ion perak hidroksida. AgNO3 juga dapat membentuk senyawa kompleks
dengan anion atau ligand lainnya, yang membuatnya menjadi senyawa yang penting dalam
banyak aplikasi, seperti dalam sintesis senyawa organik dan anorganik. AgNO 3 juga dapat
bereaksi dengan ion halida, seperti klorida, bromida, dan iodida, membentuk endapan putih
yang mudah diamati dan digunakan sebagai indikator dalam praktikum argentometri.
Meskipun AgNO3 memiliki sifat-sifat yang bermanfaat, senyawa ini juga bersifat korosif
dan beracun jika ditelan atau terpapar dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu,
penggunaan AgNO3 harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan prosedur
keselamatan yang benar.
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan Argentometri, Kali ini kami
melakukan standarisasi Larutan AgNO3 0,1 N dengan NaCl dan menganalisa kadar klorida
dalam air. Standarisasi AgNO3 adalah proses untuk menentukan konsentrasi atau
normalitas larutan AgNO3 dengan menggunakan larutan standar NaCl. Hal ini penting
dilakukan sebelum melakukan pengujian argentometri untuk menentukan kandungan
klorida dalam sampel, karena konsentrasi larutan AgNO3 yang tepat sangat penting untuk
mendapatkan hasil pengujian yang akurat dan tepat. Dalam pengujian argentometri, larutan
AgNO3 digunakan sebagai reagen untuk mengendapkan ion klorida dalam sampel dan
menentukan konsentrasinya. Oleh karena itu, konsentrasi larutan AgNO3 harus diketahui
dengan akurat, dan standarisasi dilakukan untuk memastikan bahwa konsentrasi larutan
tersebut benar-benar sesuai dengan yang diharapkan. Standarisasi AgNO3 dilakukan
dengan cara menambahkan larutan standar NaCl ke dalam larutan AgNO3 secara perlahan-
lahan hingga terjadi perubahan warna indikator. Titik akhir standarisasi dicapai ketika
semua ion Ag+ dalam larutan AgNO3 bereaksi dengan ion klorida dalam larutan NaCl
134
untuk membentuk endapan AgCl yang tidak larut. Setelah standarisasi dilakukan,
konsentrasi atau normalitas larutan AgNO3 dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan yang sesuai. Dengan mengetahui konsentrasi larutan AgNO3 yang tepat,
pengujian argentometri dapat dilakukan dengan akurat dan hasil yang konsisten dapat
dihasilkan setiap kali pengujian dilakukan. Oleh karena itu, standarisasi AgNO3 sangat
penting dilakukan sebelum melakukan pengujian argentometri untuk memastikan hasil
pengujian yang akurat dan konsisten.
Standarisasi AgNO3 harus menggunakan NaCl sebagai larutan standar karena ion
klorida (Cl-) yang terkandung dalam NaCl dapat bereaksi dengan ion perak (Ag+) dalam
larutan AgNO3 untuk membentuk endapan AgCl. Reaksi ini merupakan dasar dari
pengujian argentometri untuk menentukan kandungan klorida dalam sampel. Dalam
standarisasi AgNO3, larutan standar NaCl ditambahkan ke dalam larutan AgNO3 dengan
volume yang diketahui. Larutan NaCl dianggap sebagai larutan standar karena konsentrasi
atau normalitasnya telah diketahui sebelumnya melalui kalibrasi dengan bahan kimia
tertentu. Ketika larutan standar NaCl ditambahkan ke dalam larutan AgNO3, ion klorida
dalam larutan NaCl akan bereaksi dengan ion perak dalam larutan AgNO3 untuk
membentuk endapan AgCl yang tidak larut. Titik akhir reaksi standarisasi ditandai oleh
perubahan warna dari putih menjadi merah bata, yang menunjukkan bahwa semua ion
perak dalam larutan AgNO3 telah bereaksi dengan ion klorida dalam larutan NaCl. Dengan
mengetahui volume dan konsentrasi larutan standar NaCl yang digunakan dalam
standarisasi, serta volume dan konsentrasi larutan AgNO3 yang digunakan dalam
pengujian argentometri, konsentrasi klorida dalam sampel dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan yang sesuai. Oleh karena itu, penggunaan NaCl sebagai larutan
standar dalam standarisasi AgNO3 sangat penting untuk mendapatkan hasil pengujian yang
akurat dan konsisten dalam pengujian argentometri.
Pertama membuat Larutan NaCl dari padatan NaCl. Padatan NaCl di oven terlebih
dahulu agar kandungan air dan kontaminan zat lain hilang, pengovenan dilakukan selama
2,5 jam dengan Suhu 350°C. Kemudian didinginkan dengan desikator agar kandungan H 2O
hilang serta agar bisa sesuai dengan suhu ruang. Kemudian praktikan menimbang padatan
NaCl pada timbangan dan mendapatkan hasil sebesar 0,582 gram. Setelah larutan NaCl
jadi, ambil 10 ml larutan NaCl sebanyak 3 kali dengan pipet volumetrik yang kemudian
dituang ke dalam 3 buah erlenmeyer dan tambahkan 6 tetes indikator K2CrO 5% ke dalam
masing-masing erlenmeyer. Indikator K2CrO4 5% digunakan dalam pengujian
argentometri untuk menunjukkan titik akhir reaksi antara ion perak (Ag+) dalam larutan
AgNO3 dengan ion klorida (Cl-) dalam sampel. Ketika reaksi antara ion perak dan ion
135
klorida hampir selesai, ion kromat (CrO4 2-) dalam larutan indikator K2CrO4 5% akan
bereaksi dengan ion perak yang masih tersisa untuk membentuk endapan Ag2CrO4 yang
berwarna coklat merah. K2CrO4 5% dipilih sebagai indikator dalam argentometri karena
memiliki titik akhir yang jelas dan mudah terlihat. Indikator ini juga cukup sensitif
sehingga dapat menunjukkan titik akhir dengan tepat. Namun, perlu diingat bahwa
penggunaan indikator dalam argentometri memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya
adalah adanya kemungkinan bahwa indikator dapat berinteraksi dengan zat lain dalam
sampel, yang dapat memengaruhi hasil pengujian. Oleh karena itu, perlu dilakukan validasi
dan pengujian kontrol kualitas yang ketat untuk memastikan bahwa indikator memberikan
hasil pengujian yang akurat dan dapat diandalkan. Selain itu, dalam beberapa kasus,
indikator K2CrO4 5% mungkin tidak cocok untuk digunakan jika sampel mengandung
senyawa yang dapat membentuk kompleks dengan ion perak, seperti ion klorin (ClO4-).
Dalam hal ini, indikator alternatif seperti kalium chromate (K2CrO4) atau ferric ion (Fe3+)
dapat digunakan. Dalam kesimpulannya, penggunaan indikator K2CrO4 5% dalam
argentometri memiliki kelebihan dan kelemahan yang perlu diperhatikan dengan baik.
Namun, dengan persiapan dan pengujian yang baik, indikator ini dapat memberikan hasil
pengujian yang akurat dan dapat diandalkan.
Lakukan titrasi 3 kali hingga terbentuk endapan merah bata. Titrasi pertama sebesar
10,6 ml, kedua 10,2 ml, ketiga 9,8 ml dan didapat rata-rata seberar 10,2 ml. Endapan
merah bata terbentuk dari Ag+ yang berlebih kemudian bereaksi dengan CrO42- dan
indikator K2CrO4. Fungsi indikator sendiri adalah untuk mengetahui titik akhir dari titrasi.
Jika indikator digunakan dengan tepat maka akan berubah warna pada akhir titrasi. Hasil
normalitas yang didapat pada percobaan kali ini adalah 0,097 N. Hasil belum sesuai
dengan dasar teori yaitu 0,1 N. Hal ini dapat terjadi mungkin saat melakukan titrasi, di
dalam labu erlenmeyer sendiri belum bersih sehingga masih meninggalkan kontaminan
yang dapat mempengaruhi hasil percobaan yang dilakukan.
Praktikum argentometri melibatkan penggunaan larutan AgNO3 untuk mengukur
konsentrasi ion klorida (Cl-) dalam sampel. Reaksi yang terjadi pada praktikum
argentometri dapat dijelaskan sebagai berikut:
AgNO3 (larutan standar) + NaCl (sampel) → AgCl (endapan) + NaNO3
Dalam reaksi tersebut, ion perak (Ag+) dalam larutan AgNO3 bereaksi dengan ion
klorida (Cl-) dalam sampel untuk membentuk endapan AgCl yang tidak larut. Endapan
AgCl ini adalah pengendapan merah bata yang terlihat selama praktikum. Warna merah
bata pada endapan AgCl disebabkan oleh adanya ion kromat (CrO4 2-) dari indikator
K2CrO4 5% yang bereaksi dengan ion perak yang tersisa dalam larutan. Ion kromat akan
136
membentuk senyawa Ag2CrO4 yang berwarna merah bata. Reaksi antara ion perak yang
tersisa dengan indikator K2CrO4 menunjukkan bahwa reaksi antara ion perak dan ion
klorida hampir selesai, dan merupakan titik akhir reaksi dalam pengujian argentometri.
Pengendapan merah bata ini menunjukkan bahwa semua ion perak dalam larutan telah
bereaksi dengan ion klorida dalam sampel. Karena konsentrasi ion perak dalam larutan
AgNO3 telah diketahui sebelumnya melalui standarisasi dengan larutan NaCl, konsentrasi
ion klorida dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang sesuai.
Dalam kesimpulannya, pengendapan merah bata pada praktikum argentometri disebabkan
oleh reaksi antara ion perak dan ion klorida untuk membentuk endapan AgCl. Warna
merah bata pada pengendapan juga disebabkan oleh reaksi antara ion perak yang tersisa
dengan indikator K2CrO4. Pengendapan merah bata ini menunjukkan titik akhir reaksi
dalam pengujian argentometri, yang dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi ion
klorida dalam sampel.
Percobaan kedua menganalisa kandungan klorida dalam air. Pertama mengambil 10
ml air keran sebanyak 3 kali dengan menggunakan pipet dan tuangkan ke 3 buah
erlenmeyer 250 ml yang setiap erlenmeyer ditambahkan 1 ml indikator K2CrO4 5%.
Lakukan titrasi sebanyak tiga kali hingga terbentuk endapan berwarna merah bata. Titrasi
pertama didapatkan volume larutan AgNO3 untuk titrasi sebesar 10,1 ml. Titrasi kedua
didapatkan volume larutan AgNO3 untuk titrasi sebesar 10,8 ml. Titrasi ketiga didapatkan
volume larutan AgNO3 untuk titrasi sebesar 10,5 ml. Haril dari ketiga titrasi didapatkan
rentang yang jauh karena pada saat melakukan titrasi terjadi kesalahan berupa human error.
Rata-rata volume titrasi yang didapatkan sebesar 10.5 ml. Didapatkan kadar klorida dalam
air sebesar 3615,6 mgram/L. Hasil ini belum sesuai dengan dasar teori karena berdasarkan
Pemenkes RI No. 492/MENKES/SK/I 2010 dan No. 416/MENKES/PER/IX/1990 dengan
kadar maksimal klorida dalam air sebesar 250 mgram/L. Spesifikasi kadar klor aktif pada
air bersih biasanya ditetapkan oleh lembaga atau otoritas yang bertanggung jawab dalam
mengatur kualitas air di suatu daerah. Spesifikasi ini berbeda-beda tergantung pada negara
atau daerah masing-masing, serta bergantung pada jenis penggunaan air tersebut. Sebagai
contoh, spesifikasi kadar klor aktif pada air minum yang diatur oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) adalah 0,2-0,5 mg/L. Sedangkan untuk air kolam renang, spesifikasi yang
ditetapkan biasanya lebih tinggi, yaitu berkisar antara 1-3 mg/L. Hal ini dapat terjadi
karena kami menggunakan air keran sebagai bahan pengujian, dimana didalam air keran
masih terdapat kontaminan yang dapat mempengaruhi adanya kadar klorida dalam air
sendiri. Jika air tersebut diminum akan menyebabkan mual pada perut serta dapat
menyebabkan iritasi lambung karena klorida bersifat asam.
137
Kesimpulannya, praktikum argentometri merupakan metode analisis kuantitatif
yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi ion perak dalam suatu larutan dengan
menggunakan larutan standar AgNO3 sebagai titran. Metode ini sangat berguna dalam
berbagai aplikasi industri, farmasi, dan lingkungan hidup. Dalam praktikum, siswa atau
mahasiswa dapat belajar tentang prinsip-prinsip dasar argentometri dan pengukuran
kuantitatif.
X. Penutup
A. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Percobaan Argentometri belum sesuai dengan dasar teori karena normalitas yang
praktikan dapat 0,097 N dan kadar klorida dalam air sendiri yaitu sebesar 3615,6
mg/L
2. Sampel uji dari air yang praktikan pakai belum memenuhi spesifikasi air bersih
dan air minum

B. Saran
Adapun saran yang diberikan praktikan, antara lain:
1. Fokus dan teliti saat melakukan titrasi
2. Pelajari modul terlebih dahulu sebelum melakukan praktikum
3. Ikuti arahan aslab selama praktikum berjalan

XI. Daftar Pustaka


Aminah, S., Marzuki, I., & Rasyid, A. 2019. Analisis Kandungan Klorin pada Beras yang
Beredar Di Pasar Tradisional Makassar Dengan Metode Argentometri Volhard.
Makassar: Universitas Fajar
Guna, S., & Yogyakarta, B. 2013. PENETAPAN KADAR KLORIDA PADA AIR SUMUR
DI STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA TAHUN 2013. Yogyakarta: STIKes
Guna Bangsa
Huljani, M., & Rahma, N. 2018. Analisis Kadar Klorida Air Sumur Bor Sekitar Tempat
Pembuangan Akhir ( TPA ) II Musi II Palembang dengan Metode Titrasi
Argentometri. Palembang: UIN Raden Fatah
Meija, J. 2016. Mohr ’ s method challenge. Horwood: Chichester
Nurbaeti, L., Prasetya, A. T., Kimia, J., Semarang, U. N., & Artikel, I. 2018. Indonesian
Journal of Chemical Science Arang Ampas Tebu ( Bagasse ) Teraktivasi Asam
Klorida sebagai Penurun Kadar Ion. Semarang: Universitas Negeri Semarang
138
Rahim, A., Pradhan, V., Husain, S., & Farooqui, M. (2011). Measurement Uncertainty in
the Analysis of Ground Water Chloride of Beed City Using Mohr ’ s Method.
Aurangabad: Maulana Azad College
Widarti, H. R., Permanasari, A., & Mulyani, S. 2017. UNDERGRADUATE STUDENTS ’
MISCONCEPTION ON ACID -BASE AND ARGENTOMETRIC TITRATIONS : A
CHALLENGE TO IMPLEMENT MULTIPLE REPRESENTATION LEARNING
MODEL WITH COGNITIVE DISSONANCE. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia

XII. Lampiran

139
Gambar 12.1 Laporan Sementara Argentometri

140
Gambar 12.2 Laporan Sementara Argentometri

141
Gambar 12.3 Hasil Praktikum Argentometri

142

Anda mungkin juga menyukai