KIMIA ANALISA
“ARGENTOMETRI”
Disusun oleh :
127
Dengan menggunakan rumus ini, kita dapat menghitung konsentrasi larutan AgNO 3
0,1 N yang tepat dengan cara mengetahui konsentrasi larutan NaCl dan volume larutan
NaCl yang digunakan untuk bereaksi dengan larutan AgNO 3. Setelah konsentrasi larutan
AgNO3 diketahui, larutan tersebut dapat digunakan untuk melakukan titrasi argentometri
pada sampel yang mengandung klorida untuk menentukan kadar klorida dalam sampel
tersebut (Rahim et al., 2011).
Analisis kandungan klorida dalam air adalah suatu teknik untuk menentukan
konsentrasi ion klorida (Cl-) dalam sampel air. Kandungan klorida dalam air sangat penting
untuk diukur karena dapat memberikan informasi tentang kualitas air dan mempengaruhi
banyak aplikasi air, termasuk dalam industri, pertanian, dan masyarakat umum. Salah satu
teknik yang umum digunakan untuk analisis kandungan klorida dalam air adalah metode
argentometri, yang telah dijelaskan sebelumnya. Metode ini melibatkan titrasi larutan
sampel air dengan larutan standar perak nitrat (AgNO 3) dan kemudian mengukur jumlah
klorida yang terikat oleh ion perak dengan membentuk endapan klorida perak (AgCl).
Rumus untuk menghitung kandungan klorida dalam sampel air menggunakan metode
argentometri adalah sebagai berikut:(Nurbaeti et al., 2018).
(V 1 x N 1 x 35.5 x 1000)
Kandungan klorida (mg/L) =
V2
Keterangan:
V1 = volume larutan standar AgNO3 (mL) yang digunakan untuk menitrasi sampel air
N1 = normalitas larutan standar AgNO3
35.5 = berat molekul klorida (Cl-)
V2 = volume sampel air yang digunakan untuk analisis (mL)
Dalam rumus ini, kandungan klorida dihitung dalam satuan miligram per liter (mg/L), yang
juga dapat dinyatakan sebagai bagian per juta (ppm). Normalitas larutan standar AgNO 3
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: (Nurbaeti et al., 2018)
M1 x V 1
N1 =
1000
Keterangan:
M1 = massa perak nitrat (AgNO3) dalam gram
V1 = volume larutan AgNO3 dalam mL
1000 = konversi gram ke mililiter dan normalitas ke mol/L
Setelah dihitung, normalitas larutan standar AgNO 3 dapat digunakan untuk menghitung
kandungan klorida dalam sampel air menggunakan rumus sebelumnya (Nurbaeti et al.,
2018).
128
Penting untuk diingat bahwa rumus ini hanya dapat digunakan untuk menghitung
kandungan klorida dalam air yang mengandung klorida sebagai satu-satunya ion halida.
Jika air mengandung ion halida lainnya, seperti bromida (Br -) atau iodida (I-), maka
kandungan klorida yang dihitung dapat terlalu tinggi. Dalam kasus seperti ini, metode
analisis yang lebih spesifik, seperti kromatografi ion, dapat digunakan untuk mengukur
kandungan masing-masing ion halida secara terpisah (Nurbaeti et al., 2018).
B. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Pipet volumetrik, kapasitas 10 mL - 1 buah
2. Labu takar, kapasitas 100 - 1 buah dan 200 atau 250 mL - 2 buah.
3. Gelas beaker, kapasitas 100 mL - 1 buah
4. Buret, kapasitas 50 mL
5. Erlenmeyer, kapasitas 100 mL - 3 buah, 250 ml - 2 buah.
6. Corong - 1 buah
7. Cawan Porselain - 1 buah
8. Spatula - 1 buah
9. Pipet tetes - 2 buah
10. Bulb - 1 buah.
V. Langkah Kerja
A. Standarisasi Larutan AgNO3 0,1 N dengan NaCl
Ke dalam gelas beaker timbang sekitar 0,58 - 0,59 gram NaCl dengan kemurnian
99,90 - 100 % (yang sudah dipanaskan dalam oven bertemperatur 250 - 350 ℃
selama 2 - 3 jam dan sudah didinginkan dalam desikator). Catat berat penimbangan
129
Larutkan dengan sedikit akuades, kemudian masukkan ke dalam labu takar 100 mL.
Bilasi 2 kali gelas beaker dengan sedikit akuades dan air bilasannya masukkan juga
ke dalam labu takar. Kemudian tambahkan akuades ke dalam labu takar sampai
tanda batas. Tutup labu takar dan kocok biar campur
Ulangi langkah 3 di atas 2 kali lagi. Kemudian rata - ratakan volume larutan AgNO 3
yang digunakan untuk titrasi
Pipet 100 mL contoh air, masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 1 mL
indikator K2CrO4 5 %.
Titrasi dengan larutan AgNO3 yang sudah distandarisasi sampai tepat berbentuk
endapan berwarna merah bata. Catat volume larutan AgNO3 yang digunakan
Ulangi langkah 1 s/d 2 di atas sebanyak 2 kali lagi, kemudian rata - ratakan volume
larutan AgNO3 yang digunakan
130
1 10 mL 10,6 Cm
2 10 mL 10,2 Cm
3 10 mL 9,8 Cm
Rata-rata 10,2 Cm
VII. Perhitungan
A. Volume Titrasi AgNO3 pada Standarisasi Larutan AgNO3
10 , 6+10 , 2+9 , 8
V Ag NO =
3
3
V Ag NO =10 , 2 Cm
3
1000 x 0,582
N Ag NO =3
100
x 10 , 2 x 58 , 5
10
N Ag NO =0,097 N
3
VA
10 , 5 mL x 0,097 N x 35500
Klorida=
10 mL
mgram
Klorida=3615 , 6
L
VIII. Tugas
1. Perubahan apa yang terjadi saat terjadinya reaksi
Argentometri adalah teknik analisis kimia yang digunakan untuk menentukan
konsentrasi ion perak dalam sebuah sampel. Saat terjadinya reaksi pada praktikum
argentometri, terjadi beberapa perubahan yang dapat diamati, antara lain:
Terjadi perubahan warna: Reaksi pada argentometri biasanya melibatkan
penggunaan larutan indikator yang berubah warna saat terjadi reaksi antara ion
perak dan ion lainnya dalam sampel. Contohnya adalah penggunaan larutan
kalium kromat sebagai indikator dalam analisis klorida. Saat ion klorida bereaksi
dengan ion perak, larutan akan berubah warna menjadi merah bata.
Terbentuk endapan: Reaksi antara ion perak dan ion lainnya dalam sampel dapat
menghasilkan endapan. Contohnya adalah pada analisis klorida, di mana ion perak
bereaksi dengan ion klorida membentuk endapan perak klorida.
2. Tuliskan reaksi kimia yang terjadi saat standarisasi larutn AgNO3 dengan NaCl?
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
2AgNO3 + K2CrO4 → Ag2CrO4 + 2KNO3
3. Turunkan persamaan sehingga diperoleh persamaan seperti yang tercantum dalam
dasar teori pada
1. Persamaan dalam standarisasi Larutan AgNO3 0,1 N dengan NaCl.
N AgNO 3
= N NaCl
V 1 × N1 = V 2 × N2
V 2× N 2
N1 =
V1
132
V 2 G 1000
× ×
= v 1 mr V
V1
1000 ×G ×V 2
= mr ×V
V1
1000× G× V 2
=
mr ×V ×V 1
1000 × G
N1 = V
mr × × V 1
V2
2. Persamaan dalam analisa Kandungan Klorida dalam Air.
N AgNO 3
= N NaCl
V 1 × N1 = V 2 × N2
G
V 1 × N1 = V1×
mr
V 1 × N 1 × mr
G =
V1
IX. Pembahasan
Argentometri adalah salah satu teknik analisis kimia yang digunakan untuk
menentukan konsentrasi ion perak (Ag+) dalam suatu sampel. Metode ini bergantung pada
kemampuan ion perak untuk membentuk senyawa pengendap dengan ion lain, seperti
klorida, bromida, iodida, sulfida, dan lain sebagainya. Dalam argentometri, pengukuran
dilakukan dengan menambahkan larutan AgNO 3 ke dalam sampel yang mengandung ion-
ion tersebut. Setelah terjadi reaksi antara ion perak dan ion lainnya, dapat diamati
perubahan warna atau terbentuknya endapan. Dengan memperhitungkan jumlah larutan
AgNO3 yang diperlukan untuk menetralkan ion-ion dalam sampel, konsentrasi ion perak
dapat dihitung. Argentometri memiliki berbagai macam aplikasi dalam berbagai bidang,
seperti kimia, farmasi, lingkungan, dan industri, dan sering digunakan untuk mengukur
kadar klorida dalam air, kadar perak dalam barang perhiasan, atau kadar ion-ion halida
dalam produk farmasi.
AgNO3 adalah senyawa kimia yang penting dalam praktikum argentometri.
Senyawa ini digunakan sebagai bahan standar dalam menentukan konsentrasi ion perak
dalam sampel yang diuji. AgNO3 sendiri berbentuk padatan putih yang larut dalam air
dengan baik. Larutan AgNO3 sangat reaktif dan bersifat korosif, sehingga harus ditangani
dengan hati-hati. AgNO3 juga dapat membentuk senyawa kompleks dengan anion atau
133
ligand lainnya, yang memungkinkannya digunakan dalam berbagai aplikasi lain di luar
argentometri, seperti dalam sintesis senyawa organik dan anorganik. AgNO 3 juga dapat
digunakan dalam produksi film fotografi, produk kesehatan, dan dalam industri lainnya.
Oleh karena itu, AgNO3 merupakan senyawa yang sangat penting dalam bidang kimia dan
memiliki banyak aplikasi yang luas. Dalam praktikum argentometri, AgNO 3 digunakan
untuk menentukan konsentrasi ion perak dalam sampel dan merupakan salah satu bahan
kunci dalam teknik analisis kimia yang penting dan sering digunakan. AgNO3 memiliki
sifat-sifat yang penting dan berperan penting dalam berbagai aplikasi kimia dan analitik,
termasuk dalam praktikum argentometri. AgNO3 adalah senyawa padat yang berwarna
putih dan mudah larut dalam air. Larutan AgNO 3 dapat menunjukkan sifat asam dan basa
tergantung pada pH larutan. Pada larutan asam, AgNO 3 dapat membentuk ion perak yang
sangat reaktif, sedangkan pada larutan basa, senyawa ini akan bereaksi dan menghasilkan
ion nitrat dan ion perak hidroksida. AgNO3 juga dapat membentuk senyawa kompleks
dengan anion atau ligand lainnya, yang membuatnya menjadi senyawa yang penting dalam
banyak aplikasi, seperti dalam sintesis senyawa organik dan anorganik. AgNO 3 juga dapat
bereaksi dengan ion halida, seperti klorida, bromida, dan iodida, membentuk endapan putih
yang mudah diamati dan digunakan sebagai indikator dalam praktikum argentometri.
Meskipun AgNO3 memiliki sifat-sifat yang bermanfaat, senyawa ini juga bersifat korosif
dan beracun jika ditelan atau terpapar dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu,
penggunaan AgNO3 harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan prosedur
keselamatan yang benar.
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan Argentometri, Kali ini kami
melakukan standarisasi Larutan AgNO3 0,1 N dengan NaCl dan menganalisa kadar klorida
dalam air. Standarisasi AgNO3 adalah proses untuk menentukan konsentrasi atau
normalitas larutan AgNO3 dengan menggunakan larutan standar NaCl. Hal ini penting
dilakukan sebelum melakukan pengujian argentometri untuk menentukan kandungan
klorida dalam sampel, karena konsentrasi larutan AgNO3 yang tepat sangat penting untuk
mendapatkan hasil pengujian yang akurat dan tepat. Dalam pengujian argentometri, larutan
AgNO3 digunakan sebagai reagen untuk mengendapkan ion klorida dalam sampel dan
menentukan konsentrasinya. Oleh karena itu, konsentrasi larutan AgNO3 harus diketahui
dengan akurat, dan standarisasi dilakukan untuk memastikan bahwa konsentrasi larutan
tersebut benar-benar sesuai dengan yang diharapkan. Standarisasi AgNO3 dilakukan
dengan cara menambahkan larutan standar NaCl ke dalam larutan AgNO3 secara perlahan-
lahan hingga terjadi perubahan warna indikator. Titik akhir standarisasi dicapai ketika
semua ion Ag+ dalam larutan AgNO3 bereaksi dengan ion klorida dalam larutan NaCl
134
untuk membentuk endapan AgCl yang tidak larut. Setelah standarisasi dilakukan,
konsentrasi atau normalitas larutan AgNO3 dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan yang sesuai. Dengan mengetahui konsentrasi larutan AgNO3 yang tepat,
pengujian argentometri dapat dilakukan dengan akurat dan hasil yang konsisten dapat
dihasilkan setiap kali pengujian dilakukan. Oleh karena itu, standarisasi AgNO3 sangat
penting dilakukan sebelum melakukan pengujian argentometri untuk memastikan hasil
pengujian yang akurat dan konsisten.
Standarisasi AgNO3 harus menggunakan NaCl sebagai larutan standar karena ion
klorida (Cl-) yang terkandung dalam NaCl dapat bereaksi dengan ion perak (Ag+) dalam
larutan AgNO3 untuk membentuk endapan AgCl. Reaksi ini merupakan dasar dari
pengujian argentometri untuk menentukan kandungan klorida dalam sampel. Dalam
standarisasi AgNO3, larutan standar NaCl ditambahkan ke dalam larutan AgNO3 dengan
volume yang diketahui. Larutan NaCl dianggap sebagai larutan standar karena konsentrasi
atau normalitasnya telah diketahui sebelumnya melalui kalibrasi dengan bahan kimia
tertentu. Ketika larutan standar NaCl ditambahkan ke dalam larutan AgNO3, ion klorida
dalam larutan NaCl akan bereaksi dengan ion perak dalam larutan AgNO3 untuk
membentuk endapan AgCl yang tidak larut. Titik akhir reaksi standarisasi ditandai oleh
perubahan warna dari putih menjadi merah bata, yang menunjukkan bahwa semua ion
perak dalam larutan AgNO3 telah bereaksi dengan ion klorida dalam larutan NaCl. Dengan
mengetahui volume dan konsentrasi larutan standar NaCl yang digunakan dalam
standarisasi, serta volume dan konsentrasi larutan AgNO3 yang digunakan dalam
pengujian argentometri, konsentrasi klorida dalam sampel dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan yang sesuai. Oleh karena itu, penggunaan NaCl sebagai larutan
standar dalam standarisasi AgNO3 sangat penting untuk mendapatkan hasil pengujian yang
akurat dan konsisten dalam pengujian argentometri.
Pertama membuat Larutan NaCl dari padatan NaCl. Padatan NaCl di oven terlebih
dahulu agar kandungan air dan kontaminan zat lain hilang, pengovenan dilakukan selama
2,5 jam dengan Suhu 350°C. Kemudian didinginkan dengan desikator agar kandungan H 2O
hilang serta agar bisa sesuai dengan suhu ruang. Kemudian praktikan menimbang padatan
NaCl pada timbangan dan mendapatkan hasil sebesar 0,582 gram. Setelah larutan NaCl
jadi, ambil 10 ml larutan NaCl sebanyak 3 kali dengan pipet volumetrik yang kemudian
dituang ke dalam 3 buah erlenmeyer dan tambahkan 6 tetes indikator K2CrO 5% ke dalam
masing-masing erlenmeyer. Indikator K2CrO4 5% digunakan dalam pengujian
argentometri untuk menunjukkan titik akhir reaksi antara ion perak (Ag+) dalam larutan
AgNO3 dengan ion klorida (Cl-) dalam sampel. Ketika reaksi antara ion perak dan ion
135
klorida hampir selesai, ion kromat (CrO4 2-) dalam larutan indikator K2CrO4 5% akan
bereaksi dengan ion perak yang masih tersisa untuk membentuk endapan Ag2CrO4 yang
berwarna coklat merah. K2CrO4 5% dipilih sebagai indikator dalam argentometri karena
memiliki titik akhir yang jelas dan mudah terlihat. Indikator ini juga cukup sensitif
sehingga dapat menunjukkan titik akhir dengan tepat. Namun, perlu diingat bahwa
penggunaan indikator dalam argentometri memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya
adalah adanya kemungkinan bahwa indikator dapat berinteraksi dengan zat lain dalam
sampel, yang dapat memengaruhi hasil pengujian. Oleh karena itu, perlu dilakukan validasi
dan pengujian kontrol kualitas yang ketat untuk memastikan bahwa indikator memberikan
hasil pengujian yang akurat dan dapat diandalkan. Selain itu, dalam beberapa kasus,
indikator K2CrO4 5% mungkin tidak cocok untuk digunakan jika sampel mengandung
senyawa yang dapat membentuk kompleks dengan ion perak, seperti ion klorin (ClO4-).
Dalam hal ini, indikator alternatif seperti kalium chromate (K2CrO4) atau ferric ion (Fe3+)
dapat digunakan. Dalam kesimpulannya, penggunaan indikator K2CrO4 5% dalam
argentometri memiliki kelebihan dan kelemahan yang perlu diperhatikan dengan baik.
Namun, dengan persiapan dan pengujian yang baik, indikator ini dapat memberikan hasil
pengujian yang akurat dan dapat diandalkan.
Lakukan titrasi 3 kali hingga terbentuk endapan merah bata. Titrasi pertama sebesar
10,6 ml, kedua 10,2 ml, ketiga 9,8 ml dan didapat rata-rata seberar 10,2 ml. Endapan
merah bata terbentuk dari Ag+ yang berlebih kemudian bereaksi dengan CrO42- dan
indikator K2CrO4. Fungsi indikator sendiri adalah untuk mengetahui titik akhir dari titrasi.
Jika indikator digunakan dengan tepat maka akan berubah warna pada akhir titrasi. Hasil
normalitas yang didapat pada percobaan kali ini adalah 0,097 N. Hasil belum sesuai
dengan dasar teori yaitu 0,1 N. Hal ini dapat terjadi mungkin saat melakukan titrasi, di
dalam labu erlenmeyer sendiri belum bersih sehingga masih meninggalkan kontaminan
yang dapat mempengaruhi hasil percobaan yang dilakukan.
Praktikum argentometri melibatkan penggunaan larutan AgNO3 untuk mengukur
konsentrasi ion klorida (Cl-) dalam sampel. Reaksi yang terjadi pada praktikum
argentometri dapat dijelaskan sebagai berikut:
AgNO3 (larutan standar) + NaCl (sampel) → AgCl (endapan) + NaNO3
Dalam reaksi tersebut, ion perak (Ag+) dalam larutan AgNO3 bereaksi dengan ion
klorida (Cl-) dalam sampel untuk membentuk endapan AgCl yang tidak larut. Endapan
AgCl ini adalah pengendapan merah bata yang terlihat selama praktikum. Warna merah
bata pada endapan AgCl disebabkan oleh adanya ion kromat (CrO4 2-) dari indikator
K2CrO4 5% yang bereaksi dengan ion perak yang tersisa dalam larutan. Ion kromat akan
136
membentuk senyawa Ag2CrO4 yang berwarna merah bata. Reaksi antara ion perak yang
tersisa dengan indikator K2CrO4 menunjukkan bahwa reaksi antara ion perak dan ion
klorida hampir selesai, dan merupakan titik akhir reaksi dalam pengujian argentometri.
Pengendapan merah bata ini menunjukkan bahwa semua ion perak dalam larutan telah
bereaksi dengan ion klorida dalam sampel. Karena konsentrasi ion perak dalam larutan
AgNO3 telah diketahui sebelumnya melalui standarisasi dengan larutan NaCl, konsentrasi
ion klorida dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang sesuai.
Dalam kesimpulannya, pengendapan merah bata pada praktikum argentometri disebabkan
oleh reaksi antara ion perak dan ion klorida untuk membentuk endapan AgCl. Warna
merah bata pada pengendapan juga disebabkan oleh reaksi antara ion perak yang tersisa
dengan indikator K2CrO4. Pengendapan merah bata ini menunjukkan titik akhir reaksi
dalam pengujian argentometri, yang dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi ion
klorida dalam sampel.
Percobaan kedua menganalisa kandungan klorida dalam air. Pertama mengambil 10
ml air keran sebanyak 3 kali dengan menggunakan pipet dan tuangkan ke 3 buah
erlenmeyer 250 ml yang setiap erlenmeyer ditambahkan 1 ml indikator K2CrO4 5%.
Lakukan titrasi sebanyak tiga kali hingga terbentuk endapan berwarna merah bata. Titrasi
pertama didapatkan volume larutan AgNO3 untuk titrasi sebesar 10,1 ml. Titrasi kedua
didapatkan volume larutan AgNO3 untuk titrasi sebesar 10,8 ml. Titrasi ketiga didapatkan
volume larutan AgNO3 untuk titrasi sebesar 10,5 ml. Haril dari ketiga titrasi didapatkan
rentang yang jauh karena pada saat melakukan titrasi terjadi kesalahan berupa human error.
Rata-rata volume titrasi yang didapatkan sebesar 10.5 ml. Didapatkan kadar klorida dalam
air sebesar 3615,6 mgram/L. Hasil ini belum sesuai dengan dasar teori karena berdasarkan
Pemenkes RI No. 492/MENKES/SK/I 2010 dan No. 416/MENKES/PER/IX/1990 dengan
kadar maksimal klorida dalam air sebesar 250 mgram/L. Spesifikasi kadar klor aktif pada
air bersih biasanya ditetapkan oleh lembaga atau otoritas yang bertanggung jawab dalam
mengatur kualitas air di suatu daerah. Spesifikasi ini berbeda-beda tergantung pada negara
atau daerah masing-masing, serta bergantung pada jenis penggunaan air tersebut. Sebagai
contoh, spesifikasi kadar klor aktif pada air minum yang diatur oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) adalah 0,2-0,5 mg/L. Sedangkan untuk air kolam renang, spesifikasi yang
ditetapkan biasanya lebih tinggi, yaitu berkisar antara 1-3 mg/L. Hal ini dapat terjadi
karena kami menggunakan air keran sebagai bahan pengujian, dimana didalam air keran
masih terdapat kontaminan yang dapat mempengaruhi adanya kadar klorida dalam air
sendiri. Jika air tersebut diminum akan menyebabkan mual pada perut serta dapat
menyebabkan iritasi lambung karena klorida bersifat asam.
137
Kesimpulannya, praktikum argentometri merupakan metode analisis kuantitatif
yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi ion perak dalam suatu larutan dengan
menggunakan larutan standar AgNO3 sebagai titran. Metode ini sangat berguna dalam
berbagai aplikasi industri, farmasi, dan lingkungan hidup. Dalam praktikum, siswa atau
mahasiswa dapat belajar tentang prinsip-prinsip dasar argentometri dan pengukuran
kuantitatif.
X. Penutup
A. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Percobaan Argentometri belum sesuai dengan dasar teori karena normalitas yang
praktikan dapat 0,097 N dan kadar klorida dalam air sendiri yaitu sebesar 3615,6
mg/L
2. Sampel uji dari air yang praktikan pakai belum memenuhi spesifikasi air bersih
dan air minum
B. Saran
Adapun saran yang diberikan praktikan, antara lain:
1. Fokus dan teliti saat melakukan titrasi
2. Pelajari modul terlebih dahulu sebelum melakukan praktikum
3. Ikuti arahan aslab selama praktikum berjalan
XII. Lampiran
139
Gambar 12.1 Laporan Sementara Argentometri
140
Gambar 12.2 Laporan Sementara Argentometri
141
Gambar 12.3 Hasil Praktikum Argentometri
142