NITRIMETRI
OLEH:
MAULIDAINI
1908109010002
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2020
BAB I
PENDAHULUAN
4.2 PEMBAHASAN
Titrasi merupakan suatu cara yang di gunakan di dalam metode kimia untuk
dapat menentukan suatu konsentrasi dari suatu larutan yang di lakukan dengan cara
mereaksikan sejumlah volume dari larutan tersebut sejumlah volume lain yang dengan
konsentrasinya sudah lebih dahulu di ketahui. Metode titrasi Nitrimetri atau biasa
disebut dengan titrasi diazotasi yaitu metode penetapan kadar secara kualitatif dengan
menggunakan larutan baku NaNO₂. Nitritimetri merupakan cara analisa volumetri yang
berdasarkan pada reaksi pembentukan garam diazonium. Garam diazonium ini terbentuk
dari hasil reaksi antara senyawa yang mengandung gugus amin aromatis bebas, pada
suhu dibawah 15 derajat Celcius dalam senyawa asam. Titrasi diazonium berdasarkan
pada pembentukan garam diazonium dari gugus aromatis bebas yang direaksikan dengan
asam nitrit, asam nitrit ini diperoleh dengan cara mereaksikan natrium nitrit dengan
suatu asam. Karena asam nitrit tidak stabil, maka diganti dengan natrium nitrit yang
merupakan garam dari asam nitrit, sedangkan untuk membuat suasana asam digunakan
asam klorida. Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
C6H5 . NH2 + NaNO2 + 2HCl → C6H5 . N2Cl + NaCl +2H2O
Dengan persyaratan tertentu, reaksi diatas bersifat kuantitatif sehingga dapat
digunakan sebagai dasar penetapan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai gugus
amina aromatis primer bebas atau senyawa-senyawa yang dapat menghasilkan gugus
tersebut. Persyaratan tersebut antara lain suhu yang digunakan harus rendah (dibawah
15ºC), sebab pada suhu yang lebih tinggi garam diazonium yang terbentuk tidak stabil
dan akan terhidrolisis menjadi fenol dan gas nitrogen, disamping itu dikhawatirkan pada
suhu yang lebih tinggi asam nitrit akan lebih cepat terurai sehingga reaksinya tidak
stokiometri. Meskipun demikian, titrasi dapat dilakukan pada suhu kamar (sekitar 25ºC)
dan hasilnya tidak berbeda jika dibandingkan pada suhu yang lebih rendah (15ºC)
asalkan titrasi dilakukan secara perlahan-lahan. Hal ini mungkin disebabkan
terhidrolisanya garam diazonium yang terjadi pada suhu yang lebih tinggi (suhu kamar)
justru mengakibatkan reaksi diazotasi berlangsung lebih cepat.
Prinsip titrasi nitrimetri adalah reaksi diazotasi, yaitu pertama pembentukan
garam diazonium dari gugus amin aromatik primer (amin aromatik sekunder dan gugus
nitro aromatik). Kedua, pembentukan senyawa nitrosamine dari amin alifatik sekunder.
Contoh zat yang mempunyai gugus amin alifatis adalah Na siklamat. Ketiga,
pembentukan senyawa azo dari gugus hidrazida. Contoh zat yang memiliki gugus
hidrazida adalah INH. Keempat, pemasukkan gugus nitro yang jarang terjadi karena
sulitnya titrasi dengan menggunakan asam nitrit dalam suasana asam. Untuk
menentukan titik akhir titrasi nitrimetri dapat digunakan 2 macam indikator, yaitu
indikator dalam dan indikator luar. Indikator dalam Yaitu indikator yang digunakan
dengan cara memasukkan indikator tersebut ke dalam larutan yang akan dititrasi,
contohnya Tropeolin OO dan metilen Blue Indikator Luar yaitu indikator yang dipakai
tidak dengan memasukkan ke dalam larutan yang akan dititrasi contohnya pasta kanji
Iodida.
Pada praktikum ini dilakukan dua percobaan yaitu, pembakuan larutan NaNO 2
0,1 M dan penetapan kadar sulfanilamid dalam sulfadiazine. Pada percobaan pertama
yaitu, pembakuan larutan NaNO2 0,1 M. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan
mencampurkan sampel asam sulfonilat dan natrium bikarbonat lalu dilarutkan dengan
100 mL aquadest. Selanjutnya, ditambahkan 10 mL HCl pekat ke dalam larutan sampel.
Lalu, didinginkan larutan sampel dalam erlenmeyer hingga suhu di bawah 150C yaitu
dengan cara memberikan es batu kedalam bejana yang nantinya diletakkan erlenmeyer
diatasnya. Kemudian, dititrasi larutan sampel dengan menggunakan larutan natrium
nitrit. selanjutnya larutan di dalam erlenmeyer digoreskan/ diteteskan dengan kertas
kanji iodida. Hasil akhir dari percobaan ini ialah menghasilkan warna biru keunguan
pada kertas kanji iodida, maka menunjukkan larutan sampel telah mengalami titik akhir
titrasi. Didapatkan titik akhir titrasi pada percobaan pembakuan larutan NaNO2 ini
sebesar 20,5 mL.
Pada praktikum ini, natrium nitrit (sebagai larutan sekunder) sebelum digunakan
untuk penentuan kadar sulfanilamid, harus dilakukan pembakuan terlebih dahulu dengan
asam sulfanilat (larutan primer). Titran yang digunakan adalah NaNO2 0.1 M yang
kemudian direaksikan dengan HCl sehingga membentuk asam nitrit (HNO2). Titrasi
dilakukan di bawah suhu 150C. Hal ini karena garam diazonium tidak stabil dan jika
suhunya lebih tinggi akan terurai menjadi fenol dan natrium. Pada pecobaan ini,
digunakan indikator luar yakni kertas kanji iodida. Pada kertas kanji iodida akan terjadi
perubahan warna menjadi warna biru keunguan, dikarenakan iodida diubah menjadi
iodium ketika bertemu dan kanji. HNO2 akan bereaksi dengan sampel dan akan
membentuk garam diazonium, namun tidak semua HNO2 itu akan bereaksi dengan
sampel. Ketika larutan digoreskan pada kertas, adanya kelebihan / sisa asam nitrit akan
mengoksidasi iodida mejadi iodium dan dengan adanya amilum akan menghasilkan
warna ungu segera. Serta dari data pengamatan yang didapat hasil konsentrasi dari
NaNO2 sebesar 0.1 M. Berikut reaksinya :
2HI + 2HONO I2 + 2NO + 2H2O
I2 + kertas kanji Kanji iodida (ungu)
Selanjutnya, pada percobaan kedua yaitu penetapan kadar sulfanilamid dalam
sulfadiazine. Langkah awal yang dilakukan adalah sampel sulfadiazin dilarutkan dengan
50 mL aquadest. Selanjutnya, ditambahkan 5 mL HCl pekat ke dalam larutan sampel.
Lalu, didinginkan larutan sampel dalam erlenmeyer hingga suhu di bawah 150C yaitu
dengan cara memberikan es batu kedalam bejana yang nantinya diletakkan erlenmeyer
diatasnya. Kemudian, dititrasi larutan sampel dengan menggunakan larutan natrium
nitrit. selanjutnya larutan di dalam erlenmeyer digoreskan/ diteteskan dengan kertas
kanji iodida. Hasil akhir dari percobaan ini ialah menghasilkan warna biru keunguan
pada kertas kanji iodida, maka menunjukkan larutan sampel telah mengalami titik akhir
titrasi. Didapatkan volume titik akhir titrasi penetapan kadar sulfanilamid yaitu sebesar
19.2 mL.
Digunakannya larutan HCl pada percobaan ini yaitu untuk membentuk suasana
asam dan sebagai penghidrolisis amina sekunder menjadi amina primer. Selanjutnya
larutan dititrasi dengan NaNO2 0.1 M pada suhu di bawah 150C. Reaksi dilakukan
dibawah 150C, disebabkan titrasi ini tidak dapat dilakukan dalam suhu tinggi. karena
pada suhu yang lebih tinggi garam diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen
serta hasilnya menjadi tidak akurat. Titrasi dihentikan ketika terbentuk warna ungu
segera ketika larutan digoreskan di kertas kanji iodida. Terjadinya warna biru keunguan
pada kertas kanji disebabkan oleh ikatan kalium iodida yang putus dan asam nitrat akan
mengikat amilum sehingga menimbulkan warna biru keunguan pada kertas kanji. Pada
percobaan ini, menggunakan indikator luar yaitu kertas kanji iodida dimana indikator
yang diletakkan di luar. Kelebihan dari indikator ini adalah perubahan warna terlihat
lebih jelas. Adapun kadar sulfanilamid yang diperoleh pada percobaan ini ialah sebesar
95%. Kadar ini sesuai dengan pustaka Farmakope Indonesia III yakni kadar sulfanilamid
tidak kurang dari 98%. Maka, berdasarkan hasil percobaan dengan metode titrasi
nitrimetri ini didapatkan kadar sulfanilamid sebesar 95 % . Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa sampel yang digunakan memenuhi syarat kemurnian sebagai obat.
Senyawa-senyawa yang dapat ditentukan dengan metode nitrimetri antara lain
golongan sulfonamida seperti sulfamerazin, sulfadiazin dan sulfanilamid. Senyawa-
senyawa ini dalam dunia farmasi sangat bermanfaat seperti sulfanilamid sangat berguna
sebagai obat antimikroba. Selain senyawa-senyawa tersebut, pemanis buatan seperti
natrium siklamat bisa ditetapkan kadarnya menggunakan metode nitrimetri. Melihat
kegunaannya maka nitrimetri merupakan salah satu metode analisis yang diperlukan
untuk menganalisis senyawa-senyawa tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
Anonim. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Harmita. (2006). Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Universitas
Indonesia Press, Bandung.
Ibnu Rohman & Abdul. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar, Yogyakarta.
mg asam sulfanilat
Molaritas NaNO 2=
mL x BM asam sulfanilat
400 mg
Molaritas NaNO2=
20.5 mL x 173
Molaritas NaNO2=0.1 M
Kadar sulfanilamid=95 %