Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul...............................................................................................................i
Halaman Pengesahan....................................................................................................ii
Kata Pengantar.............................................................................................................vi
Daftar Isi....................................................................................................................viii
Daftar Tabel..................................................................................................................x
Daftar Gambar.............................................................................................................xi
Daftar Lampiran..........................................................................................................xii

BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................4

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN....................................................................5


2.1 Obat High Alert Medication.........................................................................5
2.1.1 Definisi High Alert Medication........................................................5
2.1.2 Penggolongan High Alert Medication..............................................5
2.1.3 Manajemen High Alert Medication..................................................8
2.1.4 Penyimpanan High Alert Medication...............................................9
2.1.5 dll ................................................................................................10
2.1.6 dll ................................................................................................11
2.1.7 Dll ................................................................................................12
2.2 Penyimpanan Obat.....................................................................................23
2.2.1 Definisi Penyimpanan Obat............................................................23
2.2.2 dll....................................................................................................23
2.3 Keselamatan Pasien......................................................................................8
2.3.1 Definisi Keselamatan Pasien............................................................8
2.3.2 Insiden Keselamatan Pasien.............................................................8
2.4 Apotek........................................................................................................13
2.4.1 Definisi Apotek...............................................................................13
2.4.2 Fungsi Apotek.................................................................................13
2.4.3 Peran Apotek......................................................................................
2.4.4 Pelayanan kefarmasian di Apotek..................................................13

BAB III. METODE PENELITIAN.........................................................................31


3.1 Desain Penelitian........................................................................................31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................31
3.3 Populasi dan Sampel..................................................................................32
3.3.1 Populasi penelitian..........................................................................32
3.3.2 Sampel penelitian...........................................................................32
3.4 Teknik Pengambilan Sampel......................................................................33
3.5 Definisi Operasional...................................................................................34
3.6 Instrumen Penelitian..................................................................................36
3.7 Analisis Data..............................................................................................40
3.8 Langkah-langkah Penelitian......................................................................41

DAFTAR KEPUSTAKAAN...................................................................................73
LAMPIRAN………………………………………………………………………..59
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Apotek
2.1.1 Definisi Apotek
Apotek menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh apoteker (Menkes, 2009). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang terbaru
Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek juga menyebutkan bahwa apotek merupakan sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya (Menkes,
2017). Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien (Menkes, 2016).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017 tentang tujuan didirikannya
apotek adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek
2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kefarmasian di
apotek
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan pelayanan kefarmasian di
apotek (Menkes, 2017).
2.1.2 Tugas pokok dan Fungsi Apotek
Tugas dan fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek
adalah :
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian
c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan sediaan farmasi, antara lain obat,
bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetik.
d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Bogadenta A,
2013).

2.1.3 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 Tahun 2016 dijelaskan tentang standar pelayanan
kefarmasian di apotek adalah sebuah tolak ukur yang dipergunakan untuk pedoman bagi tenaga kefarmasian
dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, sehingga mampu bertanggung jawab atas informasi yang
diberikan kepada pasien terkait informasi yang telah diberikan kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Menkes RI,
2016).
Standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk :
1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety)
Standar pelayanan kefarmasian menurut Permenkes no.73 tahun 2016 mempunyai 4 parameter:
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan sesuai undang-undang yang berlaku meliputi:
1. Perencanaan Dalam membuat perencanaan perlu memperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat.
2. Pengadaan Untuk menjamin kualitas pelayanan maka pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai harus melalui jalur resmi.
3. Penerimaan Untuk menjamin kesesuaian maka kegiatan penerimaan harus memperhatikan
kesesuaian yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
4. Penyimpanan
a) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli pabrik kecuali jika harus dipindahkan ke
wadah lain maka wadah baru harus memuat informasi obat.
b) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi sesuai
c) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk menyimpan barang lainnya yang
menyebabkan kontaminasi.
d) Penyimpanan dilakukan secara alfabetis dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas
terapi obat
e) Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FIFO (first expire first out).
5. Pemusnahan
a) Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan
b) Resep yang telah disimpan melebihi 5 tahun dapat dimusnahkan oleh apoteker dengan
disaksikan oleh petugas lain di apotek
c) Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
d) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
e) Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap produk yang izin
edarnya dicabut oleh menteri.
6. Pengendalian
Pengendalian Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan
sesuai kebutuhan pelayanan untuk menghindari 16 terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan kadaluarsa, kehilangan dan pengembalian pesanan.
7. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai meliputi pengadaan, penyimpanan, penyerahan dan pencatatan lainnya sesuai
kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.

b. Pelayanan farmasi klinik


Kegiatan farmasi klinik di apotek meliputi :
1) Pengkajian dan pelayanan resep
Kegiatan pegkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
2) Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian infromasi obat
3) Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat atau PIO merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam
pemberian informasi mengenai obat kepada profesi kesehatan lain pasien atau masyarakat
4) Konseling ‘
Konseling adalah proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien untuk
meningkatkan kepatuhan, kesadaran, pengetahuan dan pemahaman sehingga terjadi perubahan
perilaku dalam menggunakan obat dan menyelesaikan masalah pasien.
5) Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care) Apoteker diharapkan dapat memberikan
layanan kunjungan rumah khususnya untuk lansia dan pasien dengan pengobatan kronis.
6) Pemantauan terapi obat (PTO)
Proses pemastian bahwa pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau.
7) Monitoring efek samping obat (MESO)
Kegiatan pemantauan setiap respon obat pada dosis normal yang merugikan atau tidak
diharapkan
c. Sumber Daya Kefarmasian
1. Sumber Daya manusia
Apoteker harus memenuhi kriteria:
a) Persyaratan administrasi
b) Menggunakan atribut praktik
c) Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan
d) Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri
e) Harus memahami dan melaksanakan serta petuh terhadap peraturan
2. Sarana dan prasarana
Sarana-prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di apotek meliputi:
a) Ruang penerimaan resep
b) Ruang pelayanan resep dan peracikan
c) Ruang penyerahan obat
d) Ruang konseling
e) Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
f) Ruang arsip

d. Sumber Daya Kefarmasian


1. Mutu manajerial
a. Metode evaluasi
- Audit
- Review
- Observasi
b. Indikator evaluasi mutu
- Kesesuaian proses terhadap standar
- Efektifitas dan efisiensi
2. Mutu pelayanan farmasi klinik
a. Metode evaluasi mutu
- Audit
- Review
- Survei
- Observasi
b. Indikator evaluasi mutu
- Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari medication error
- Standar prosedur operasional
- Lama waktu pelayanan resep
- Keluaran pelayanan kefarmasian secara klinik

2.1.4 Tugas dan Tanggung Jawab Tenaga Teknis Kefarmasian


Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga
Teknis Kefarmasian yaitu tenaga yang terdiri dari Analis Farmasi, dan Tenaga Teknis
Kefarmasian/Asisten Apoteker, Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi yang akan membantu Apoteker
dalam menjalani pekerjaan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian merupakan suatu bentuk pelayanan
dan bentuk tanggung jawab secara langsung oleh apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk
menigkatkan kualitas hidup pasien (Menkes RI,2004).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian yaitu merupakan suatu
6 pelayanan yang bertanggung jawab langsung kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi yang
bertujuan untuk mencapai hasil yang pasti dan untuk menigkatkan mutu kehidupan pasien. Pekerjaan
kefarmasian yang harus dilaksanakan oleh seorang Tenaga Teknis Kefarmasian (menurut Keputusan
Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/X/2002 adalah sebagai berikut :
1) Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standart profesi masing-masing
2) Memberi informasi kepada pasien yang berkaitan dengan penggunaan atau pemakaian
obat
3) Menghormati hak setiap pasien dan menjaga kerahasiaan identitas serta data kesehatan
pasien
4) Melakukan pengelolaan pada apotek
5) Pelayanan informasi obat mengenai sediaan farmasi.

2.2. Keselamatan Pasien


2.2.1 Definisi Keselamatan Pasien
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes,2017). Keselamatan pasien merupakan suatu upaya dalam
mencegah terjadinya kesalahan dan kejadian yang tidak diharapkan terhadap pasien yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan (Panesar et al, 2017).
International of Medicine (IOM) mengartikan konsep keselamatan pasien (patient safety) sebagai
freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang terdiri dari kegagalan dalam
suatu perencanaan ketika ingin mencapai tujuan, melakukan tindakan yang salah (commission) dan/atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) (Hadi, 2017). Ruang lingkup system patient safety
meliputi : assement risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk
mencegah meminimalkan Tindakan risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu Tindakan atau tidak melakukan Tindakan yang
seharusnya dilakukan (DEPKES RI, 2008).

2.2.2 Tujuan Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien bertujuan dalam terciptanya budaya keselamatan pasien, meningkatnya
akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya angka insiden keselamatan pasien di
fasilitas kesehatan, dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara
internasional adalah:
a. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
b. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
c. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
d. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan,
kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
e. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan)
f. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh (Cecep,
2013).

2.2.3 Standar Keselamatan Pasien


Standar keselamatan pasien terdiri dari tujuh point yaitu:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien (Permenkes,2017)

2.2.4 Sasaran Keselamatan Pasien


Selain dari standar keselamatan, ada lagi yang menjadi poin penting dalam pelaksanaan keselamatan
pasien yaitu sasaran keselamat pasien atau Patient Safety Goals. Tujuan sasaran keselamatan pasien adalah
untuk menggiatkan perbaikan perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien. Menurut Joint Commission
International (2013) terdapat enam sasaran keselamatan pasien yaitu:
1. Identifikasi pasien dengan benar
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif
3. Meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang
benar
5. Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Keselamatan Pasien


Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keselamatan pasien meliputi (Hadi, 2017; Naderi,
Zaboli, Khalesi, & Nasiripour, 2017) :
1. Status Sumber Daya Manusia
Kerja sama dan partisipasi tenaga kesehatan merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan
program keselamatan pasien, begitupun dengan peningkatan kualitas pengajaran. Pengajaran yang
dimaksud disini seperti adanya seminar dan pelatihan yang di rencanakan pihak rumah sakit atau
pelayanan kesehatan dalam meningkatkan kualitas sumber daya tenaga kesehatan.
1. Organisasi dan Manajemen
Peran dan kedudukan manajer di fasilitas kesehatan sangat penting. Manajer adalah pembuat
keputusan utama. Fasilitas Kesehatan dapat berhasil dalam mencapai tujuan dan program peningkatan
kualitas, jika manajer bertanggung jawab dalam menjalankan kebijakan sesuai prosedur yang telah
dibuat dan disetujui bersama terkait keselamatan pasien.
2. Interaksi dan Kerja Tim
Interaksi dan kerja sama tim merupakan suatu keberhasilan implementasi dalam program
peningkatan kualitas, salah satu contohnya adalah adanya kolaborasi multi di fasilitas kesehatan untuk
peningkatan kualitas keselamatan pasien. Maka dari itu, program yang telah dibuat oleh pihak Fasilitas
Kesehatan membutuhkan kerja tim.
3. Komunikasi
Terciptanya efisiensi dan koordinasi antara tenaga kesehatan dapat terwujud jika memiliki
komunikasi yang baik. Komunikasi dapat dilakukan melaui instruksi secara tertulis, percakapan
melalui telepon, maupun percakapan bertatap muka atau secara langsung. Komunikasi melalui telepon
dan bertatap muka secara langsung lebih efisien dilakukan karena dapat menghasilkan umpan balik
yang baik dalam mengembangkan komunikasi yang efektif, dikatakan komunikasi yang efektif jika
penyampaian informasinya lengkap, jelas, akurat, tepat waktu, dan mudah dipahami oleh tenaga
kesehatan maupun pasien untuk menghindari terjadinya kesalahan.
4. Budaya Keselamatan Pasien
Budaya keselamatan pasien merupakan suatu sikap, kompetensi, persepsi, serta pola perilaku
berkomitmen yang dilakukan oleh individu dan 14 kelompok dalam mendukung manajemen dan
program keselamatan pasien yang pada dasarnya hal tersebut berhubungan dengan pengelolaan
manajemen dan risiko keselamatan. Diterapkannya budaya keselamatan akan membantu tenaga
kesehatan dalam menghindari suatu kesalahan dan melakukan hal yang benar.
5. Obat, Peralatan dan Lingkungan Fisik
Memberikan pengobatan yang tepat, kondisi peralatan yang baik, dan lingkungan fisik yang
aman serta nyaman terhadap pasien guna menghindari risiko yang akan terjadi. Tenaga kesehatan perlu
mengidentifikasi penggunaan obat dengan kategori High Alert Medication dan obat yang mirip atau
terdengar mirip. Tenaga kesehatan dapat memisahkan, mewarnai, dan memberi label pada obat untuk
menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan. Selain itu, kondisi peralatan medis harus bekerja
dengan baik. Hal ini dibutuhkan dalam penggunaan peralatan medis pada perawatan pasien yang
membutuhkan waktu 24 jam. Lingkungan fisik pada area rumah sakit seperti koridor, tangga, toilet,
jendela, tempat tidur, bahkan lantai harus aman untuk menghindari kejadian risiko jatuh pada pasien.
6. Faktor yang Berhubungan dengan Pasien
Meningkatkan keselamatan pasien dibutuhkan peran pasien dan keluarganya. Maka dari itu
penting bagi pasien mendapatkan pendidikan dari tenaga kesehatan, berinteraksi dengan tenaga
kesehatan dan keterlibatan pasien dalam proses pengobatan. Dalam hal ini peningkatan keselamatan
pasien sangat berhubungan erat dengn komunikasi yang baik antar tenaga kesehatan dengan pasien.
7. Peningkatan Kualitas dan Keselamatan Pasien
Peningkatan kualitas dan keselamatan pasien harus memiliki program keselamatan pasien yang
komprehensif dan komplek. Adanya implementasi yang tepat dari program keselamatan pasien
membutuhkan perencanaan berkelanjutan jangka panjang. Perencanaan berkelanjutan ini harus tepat
sasaran agar peningkatan kualitas terus meningkat
8. Dokumentasi
Dokumentasi Catatan medis pasien yang ditulis dengan akurat secara signifikan akan
mengurangi risiko kesalahan. Mendaftarkan informasi pasien dalam rekam medis adalah masalah
penting lainnya yang terkait dengan kehidupan pasien. Maka dari itu informasi dan biografi pasien,
riwayat medis, dan pekerjaan yang dilakukan pasien harus dicatatat dengan benar, karena pencatatan
yang benar dan lengkap membantu dalam pengambilan keputusan dan perawatan pasien
9. Mengevaluasi dan Memantau
Melakukan kunjungan secara terus menerus dan terarah berdasarkan standar keselamatan pasien
untuk meningkatkan keselamatan pasien. Adanya kunjungan yang dilakukan dari tenaga kesehatan
kepada pasien memiliki dampak yang baik secara signifikan dalam menetapkan standar keselamatan
pasien.
10. Kesalahan Medis
Kesalahan medis dianggap sebagai salah satu risiko utama bagi keselamatan pasien. Oleh
karena itu, penting untuk menganalisis kesalahan untuk mencegah terjadinya kejadian berulang. Pada
praktik lapangan di rumah sakit, masih ada anggota tenaga kesehatan yang tidak mau melaporkan
kesalahan karena mengira akan dihukum dan dipecat jika melaporkannya
11. Hambatan dan Tantangan
Hambatan dan tantangan yang berbeda pada setiap anggota kesehatan membuat penerapan
standar keselamatan menjadi sulit, seperti contohnya seorang tenaga kesehatan harus terus menerus
menjawab telepon dan hal ini akan membuat individu tersebut kehilangan fokus dalam bekerja. Jumlah
beban kerja dan jumlah pasien mempengaruhi keselamatan pasien atau bahkan dapat menimbulkan
kesalahan.

2.2.6 Jenis-jenis Insiden Keselamatan Pasien


Menurut PMK No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, Insiden keselamatan pasien adalah
setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak
cedera, dan kejadian potensial cedera. Adapun jenis-jenis insiden yang ditetapkan dalam PMK No. 11 Tahun
2017 adalah sebagai berikut :
a. Kondisi Potensial Cedera (KPC)
Kondisi Potensial Cedera adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera,
tetapi belum terjadi insiden. Contohnya obat High Alert Medication kategori LASA (look a like sound
a like) yang disimpan berdekatan dan elektrolit pekat yang tidak dipisah dengan obat yang lainnya.
b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Kejadian Nyaris Cedera adalah suatu kejadian insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
Contohnya suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan kepada pasien, tetapi staf lain megetahui
dan membatalkannya sebelum obat tersebut diberikan kepada pasien.
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Kejadian Tidak Cedera adalah suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (comission)
atau tidak mengambil tindakan yang seluruhnya diambil (omission) yang dapat mencederai pasien
tetapi cedera tidak terjadi dikarenakan :
1. “Keberuntungan” (misalnya pasien yang menerima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak
timbul reaksi obat)
2. “Peringatan” (misalnya pasien secara tidak sengaja telah diberikan suatu obat dengan dosis
lethal, namun segera diketahui lalu diberikan antidotumnya sehingga tidak menimbulkan cedera
berat).
d. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Kejadian Tidak Diharapkan adalah kejadian yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat
melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil tindakan (omission) dan bukan karena
penyakit dasarnya (underlying disease) atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan
medis atau bukan kesalahan medis. Contoh KTD yaitu pasien yang diberikan obat A dengan dosis lebih
kareba kesalahan saat membaca dosis obat pada resep sehingga pasien mengeluhkan efek samping dari
obat tersebut.
e. Kejadian Sentinel
Kejadian Sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau
cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk memperthankan kehidupan, baik fisik
maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien. Kejadian sentinel
biasanya dipakai untuk kejadian tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian
tubuh yang salah. Pemilihan kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi misalnya
amputasi pada lokasi yang salah, sehingga pencarian fakta-fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan
adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

2.2.7. Peran Tenaga Kefarmasian dalam Mewujudkan Keselamatan Pasien


Menurut PMK No. 11 Tahun 2017 dalam Tutiany, dkk (2017) menjelaskan bahwa sasaran keselamatan
pasien terdiri dari 7 Sasaran Keselamatan Pasien, namun peneliti hanya akan meneliti Sasaran Keselamatan
Pasien ke-3 yaitu meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai. Dalam Permenkes No. 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, disebutkan bahwa sasaran keselamatan ketiga adalah meningkatkan
keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai dan fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan pendekatan
untuk memperbaiki keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
Obat yang perlu diwaspadai (High-Alert Medications) adalah sejumlah obat-obatan yang memiliki
risiko tinggi menyebabkan bahaya yang besar pada pasien jika tidak digunakan secara tepat (drugs that bear a
heightened risk of causing significant patient harm when they are used in error) (ISMP – Institute for Safe
Medication Practices). Obat yang perlu diwaspadai merupakan obat yang persentasinya tinggi dalam
menyebabkan terjadinya kesalahan atau error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko
tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) termasuk obat-obat yang tampak mirip
(nama obat, rupa dan “ucapan mirp, NORUM atau Look-alike Sound-alike (LASA), termasuk pula elektrolit
konsentrasi tinggi. Jadi, obat yang perlu diwaspadai merupakan obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi,
terdaftar dalam kategori obat berisiko tinggi, dapat menyebabkan cedera serius pada pasien jika terjadi
kesalahan dalam penggunaan.
Obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan manajemen yang benar
penting/krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Tujuan penerapan sasaran keselamatan pasien
meningkatkan keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai, adalah :
a) Memberikan pedoman dalam manajemen dan pemberian obat yang perlu diwaspadai (high-alert
medications) sesuai standar pelayanan farmasi dan keselamatan pasien di fasilitas kesehatan
b) Meningkatkan keselamatan pasien di fasilitas kesehatan
c) Mencegah terjadinya sentinel event atau adverse outcome
d) Mencegah terjadinya kesalahan atau error dalam pelayanan obat yang perlu diwaspadai kepada
pasien
e) Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
Kegiatan yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai,
adalah :
a. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, lokasi, pemberian
label, dan penyimpanan obat-obatan yang perlu diwaspadai.
b. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan.
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan
tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila
diperkenankan kebijakan
d. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit dipelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan
disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Obat yang perlu diwaspadai dapat dibedakan menjadi, kelompok obat yang memiliki rupa mirip (Look-
Alike), kelompok obat yang memiliki nama mirip (Sound-Alike), dan kelompok obat elektrolit konsentrasi
tinggi. Kesalahan pada kelompok obat dengan elektrolit tinggi bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan
orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, dan perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya
terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi
maupun mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan dan
penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit
pelayanan pasien ke farmasi.
Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
untuk mengidentifikasi area mana yang membutuhkan obat-obatan yang perlu diwaspadai, serta menetapkan
cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa, sehingga
membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.

2.3. Obat High Alert Medication (HAM)


2.3.1 Definisi High Alert Medication (HAM)
High Alert Medication (HAM) atau yang biasa disebut dengan obat high alert adalah obat yang sering
menyebabkan terjadinya kesalahan serius (sentinel event). Obat ini sangat berisiko tinggi dan dapat
menimbulkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome), maka dari itu perlu adanya pengawasan
dalam penggunaannya (Tusholihah, 2018). Untuk meningkatkan keamanan dalam penggunaan obat ini, di
berbagai fasilitas Kesehatan perlu mengembangkan kebijakan dalam pengelolaan obat yang termasuk ke dalam
kategori obat high alert medication seperti yang sudah diatur dalam Permenkes RI No. 72 tahun 2016
mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian, khususnya untuk obat yang perlu diwapadai karena mempunyai
dampak yang sangat serius bila terjadi kesalahan dalam penggunaan dan pengelolaannya.
Menurut Permenkes RI No.72 Tahun 2016 Obat High Alert Medication adalah obat yang harus
diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan serius (Sentinel Event) dan obat yang
beresiko tinggi menyebebkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD). Obat HAM (obat yang memerlukan
kewaspadaan tinggi) adalah obat yang memiliki resiko tinggi menyebabkan cedera bermakna pada pasien bila
digunakan secara salah. Walaupun kesalahan mungkin tidak sering untuk beberapa obat, tapi konsekuensi dari
kesalahan obat tersebut dapat menyebabkan resiko cedera bermakna bahkan mennyebabkan kematian. untuk
itu diperlukan beberapa strategi untuk mengurangi resiko obat high alert, salah satu komponen yang perlu
mendapat perhatian adalah penyimpanan dari obat- obat HAM. Perlu dilakukan adanya evaluasi mengenai
penerapan pelaksanaan penyimpanan HAM sesuai dengan Standar Prosedur Operasional yaitu dengan cara
melakukan evaluasi penyimpanan obat HAM, agar dapat meminimalisir risiko terjadinya kesalahan dalam
pemberian obat yang dapat membahayakan pasien.
2.3.2 Penggolongan High Alert Medication (HAM)
Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert Medications) adalah sejumlah obato batan yang memiliki
risiko tinggi menyebabkan bahaya yang besar pada pasien jika tidak digunakan secara tepat (drugs that bear a
heightened risk of causing significant patient harm when they are used in error) (ISMP - Institute for Safe
Medication Practices). Penggolongan Obat High Alert menurut Permenkes RI Nomor 72 tahun 2016 :
a. Elektrolit konsetrat tinggi (pekat)
Elektrolit konsentrasi tinggi (konsentrat/pekat) adalah sediaan obat yang mengandung ion elektrolit
yang sebelum digunakan terlebih dahulu diencerkan. Salah satu obat yang tergolong kewaspadaan
tinggi dan harus mendapatkan perhatian yang serius adalah obat elektrolit konsentrasi tinggi. Suatu zat
yang larut terdisosiasi dalam air, maka campuran tersebut dinamakan larutan elektrolit. Larutan
elektrolit ini berbentuk larutan berisikan pelarut yang di dalamnya terdapat ion-ion.
b. LASA (Look Alike Sound Alike) / NORUM (Nama obat, Rupa dan Ucapan Mirip)
Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (NORUM/LASA). LASA (Look Alike Sound Alike)
/ NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) adalah adalah obat-obatan yang memiliki kemiripan
nama, rupa dan bahasa yang memerlukan kehati-hatian khusus, agar tidak terjadi kesalahan pengobatan
(Dispersing Errors) yang dapat menyebabkan cedera pada pasien. (Ningsih, 2018)

c. Obat-obat dengan risiko tinggi


Obat risiko tinggi, yaitu sediaan farmasi dengan zat aktif yang akan menimbulkan kematian atau
kecacatan bila terjadi kesalahan (error) dalam penggunaannya (contoh :insulin, heparin, atau, sitostatik
kemoterapeutik).

d. Narkotik & Psikotropika


Narkotika dan psikotropika adalah zat / bahan yang berbahaya yang mempengaruh kondisi kejiwaan
atau psikologi seseorang, baik itu pikiran, perilaku ataupun perasaan seseorang dimana efek samping
dari penggunaan obat ini adalah kecanduan atau menyebabkan ketergantungan terhadap zat atau bahan
ini

2.3.3 Daftar Obat High Alert Medication (HAM)


Berikut daftar obat High Alert Medication (HAM) :

Kategori/Kelas Obat- Jenis Obat Merk Paten


Obatan
 Epinephrine Epinephrine Inj
AGONIS  Phenylephrine -
ADRENERGIK  Norepinephrine Vascon ® Inj
 Propranolol -
ANTAGONIS  Metoprolol -
ADRENERGIK  Labetolol -
AGEN  Propofol Recofol ® Inj, Proanes ®
Inj
ANASTESI
(UMUM,  Ketamine Ketalar® Inj
INHALASI,
DAN IV.)

 Lidocain Lidocain Inj


 Amiodaron Kendaron® Inj,
ANTI
Tiaryt® Inj
ARITMIA
ANTI IV.
TROMBOTIK,
meliputi :
 Warfarin Simarc 2® Tab
A. antikoagulan  LMWH (low-molecular- -
weight heparin)
 Unfractionated heparin IV Inviclot® Inj
B. Inhibitor Faktor Xa  Fondaparinux Arixtra® Inj

 Argatroban -
C. Direct Thrombin  Bivalirudin -
Inhibitors  Dabigatran etexilate -
 Lepirudin -
 Alteplase -
D. Trombolitik  Reteplase -
 Tenecteplase -
 Eptifibatide -
E. Inhibitor  Abciximab -
Glikoprotein IIB/IIIA  Tirofiban -
LARUTAN
KARDIOPLEG
AGEN
KEMOTERAPI
(PARENTERAL
DEKSTROSA Dextrose 40% Otsu D40%® 25 mL
HIPERTONIK ( ≥
20%)

LARUTAN -
DIALYSIS
(PERITONEAL
DAN
OBAT-OBATAN Bupivacain Inj Bunascan®
EPIDURAL ATAU Spinal Inj
INTRATEKAL Buvanest® spinal
Inj
 Acarbose Eclid®, Acrios®
 Glimepirid Metrix®
 Gliquidon Glidiab®,
 Gliclazid Glurenorm®
Glidabet®
OBAT  Metformin Gludepatic®,
HIPOGLIKEMIK
Gliformin®,
(ORAL)
 Pioglitazon Nevox®,
Pionix®
 Glibenclamid Glibenclamid Tab
 Digoksin Fargoxin® Inj
OBAT
 Milrinone -
INOTROPIK
IV  Short acting insulin Novorapid flexpen®
Apidra®
Humulin R® catridge
INSULIN (SC  Intermediate acting insulin Novomix flexpen®
DAN IV) Humalog mix®
catridge
 Long acting insulin Levemir
flexpen®
Lantus®
Humulin N® catridge
OBAT-OBATAN
DENGAN BENTUK  Amfoterisin B liposomal
LIPOSOMAL
 Dexmedetomidine -
AGEN SEDASI  Midazolam Fortanest®,
MODERAT / SEDANG Sedacum®,
IV
Hipnoz®
AGEN SEDASI
MODERAT / SEDANG  Chloralhydrate
ORAL, UNTUK ANAK
OPIOID / NARKOSE:
 Morphin Morphin Inj
A. Intravena  Pethidin Pethidin Inj
 Fentanyl Fentanyl Inj
B. Transdermal  Fentanyl Durogesic
patch® 12 mcg
Durogesic
patch® 25 mcg

 Codein Codein 10, 15, 20


C. Oral (termasuk mg
konsentrat cair,
Formula intermediet
dan lepas lambat)  Morphin MST Continus®
 Hydromorphon Jurnista®
AGEN BLOK  Succinylcholine Quelicin® Inj
NEUROMUSKULAR  Rocuronium -
 Vecuronium Ecron® Inj
 Atracurium Notrixum® inj,
 Pancuronium Pavulon® Inj
Tramus® Inj
Pan-Amin G®,
PREPARAT NUTRISI Aminofluid®,
PARENTERAL Clinimix®,
Triofusin®,
Aminofusin®,
Comafusin®,
AGEN Iopamiro®
AQUA BIDESTILATA,
INHALASI, DAN
IRIGASI (DALAM
KEMASAN ≥ 100ML)
NACL UNTUK
INJEKSI, NaCl 3% 500 mL
HIPERTONIK,
DENGAN
KONSENTRASI > 0,9%
KONSENTRAT KCL KCl 25 meq / 25 mL
UNTUK INJEKSI
EPOPROSTENOL IV -

INJ MAGNESIUM MgSO4 20% 25 mL


SULFAT (MGSO4) mGSO4 40% 25 mL
DIGOKSIN IV Fargoxin® Inj

METOTREKSAT ORAL MTX® Tab MTX®


(PENGGUNAAN Inj
NONONKOLOGI)
OPIUM TINCTURE -
OKSITOSIN IV Induxin® Inj
INJEKSI NATRIUM -
NITROPRUSIDE
INJEKSI KALIUM -
FOSFAT
PROMETAZIN IV -
KALSIUM Calcium gluconas Inj
INTRAVENA
VASOPRESSIN (IV -
ATAU INTRAOSEUS)
ANTIKONVULSAN Benzodiazepin Stesolid® Inj

*Institute for Safe Medication Practices (ISMP). ISMP’s list of high-alert medications. ISMP; 2012
2.4. Penyimpanan Obat
2.4.1 Definisi Penyimpanan Obat
Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang telah ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin
ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan. Barang yang sudah ada di dalam
persediaan juga harus dijaga agar tetap baik mutunya maupun kecukupan jumlahnya serta
keamanan penyimpanannya. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan dan pengaturan yang
baik untuk memberikan tempat yang sesuai bagi setiap barang atau bahan yang disimpan,
baik dari segi penyimpanan pengamanan maupun dari segi pemeliharaannya ( Aditama,
2015 ). Sebelum didistribusikan perlu dilakukan penyimpanan yang dapat memastikan
kualitas dan keamaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai agar
sesuai dengan persyaratan kefarmasian seperti stabilitas dan keamanan, kelembaban, sanitasi,
ventilasi, cahaya, dan penggolongan jenis pada sediaan farmasi, alat kesehatan ataupun bahan
medis habis pakai (Rusly, 2016).

2.4.2 Tujuan Penyimpanan Obat


Penyimpanan adalah suatu kegiatan penyelenggaraan serta pengaturan persediaan
pada ruang penyimpanan dengan tujuan memberikan jaminan mutu sehingga dapat terhindar
dari kerusakan.Penyimpanan obat merupakan kegiatan pemeliharaan serta menyimpan
dengan menempatkan obat yang diterima pada tempat yang aman dari pencurian sehingga
penyimpanan yang baik dapat menjadi faktor penentu mutu obat (Karlida dan Ida, 2017).
Tujuan penyimpanan obat menurut Munawaroh (2019) adalah sebagai berikut :
a. Aman, yakni masing-masing barang atau perbekalan farmasi khususnya obat tetap
aman dari kerusakan maupun kehilangan, seperti kehilangan karena di curi orang
(karyawan/orang lain yang tidak dikenal), dimakan hama (tikus atau kecoa),
hilang sendiri (tumpah, terurai, menguap) serta kerusakan akibat stabilitas obat itu
sendiri karena suhu atau kelembaban yang tidak sesuai dengan persyaratan
penyimpanan yang ditetapkan sebelumnya.
b. Awet, yaitu obat tidak mengalami perubahan baik secara fisik (warna, bau,
rasa,ukuran) dan kimianya (stabilitas, pH).
c. Cepat, yakni dalam suatu penanganan persediaan /barang (pengambilan,
peletakan, penyimpanan, dan sebagainya).
d. Tepat, yakni apabila adanya permintaan barang dari konsumen, barang (obat)
diserahkan dengan prinsip lima tepat ( tepat barang, tepat kondisi, tepat jumlah,
tepat waktu dan tepat harga).
e. Menghindari penyalahgunaan obat maupun perbekalan farmasi lainnya pada orang
yang tidak berkompeten dan bertanggungjawab.
f. Mudah, yakni mudah dalam menempatkan pada tempatnya untuk segera
ditemukan serta diambil untuk didistribusikan kembali, mudah dalam pemantauan
jumlah persediaan, mudah juga pada sistem pengawasan serta pengendalian.
Sedangkan menurut (Qiyaam et al, 2016) tujuan penyimpanan obat yaitu:
a. Menjaga kualitas obat agar tidak terjadi kerusakan akibat penyimpanan yang tidak
tepat.
b. Memudahkan dalam pencarian serta pengawasan obat-obatan.

2.4.3 Sistem Penyimpanan Obat di Apotek


Sistem penyimpanan obat di Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 73 tahun 2016 yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal
kedaluwarsa.
b. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya. Kondisi penyimpanan dapat ditemukan pada
setiap kemasan obat maupun bahan obat sehingga dapat menunjang kualitas serta
stabilitas dan mutu obat. Seperti vaksin memerlukan Cold Chain khususnya dan
harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik, bahan-bahan mudah
terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam ruangan khusus terpisah
dari gudang utama dan adanya monitoring suhu pada rungan.
c. Sistem penyimpanan obat/bahan obat tersebut dilakukan dengan memperhatikan
bentuk sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis. Bentuk sediaan
obat seperti : sirup, kapsul, tablet, berbeda dengan penyimpanan pada bentuk
supositoria, insulin dan vaksin.Pada kelas terapi juga dibedakan antara antibiotika,
golongan antihiperlipidemia, antidiabetik, obat saluran cerna juga disusun secara
alfabetis untuk memudahkan dalam pencarian maupun pengawasan sediaan.
d. Pengeluaran obat selalu memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out). Sistem ini dapat menjaga sistem distribusi dan pengendalian
persediaan dimana obat yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih dekat diletakan
pada bagian depan dan obat dengan tanggal kadaluwarsa lebih lama diletakan di
urutan dalam begitu juga pada sistem FIFO obat yang pertama kali masuk atau
datang juga obat yang pertama kali keluar pada sistem distribusi kepada
konsumen.

2.4.3 Penyimpanan Obat High Alert Medication (HAM)


Menurut PerMenKes No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan di Rumah Sakit
bahwa obat High Alert  Medication wajib disimpan secara terpisah dari penyimpanan obat
yang lain dan diberi penandaan khusus. Adapun Petunjuk penyimpanan obat High Alert
Medication adalah sebagai berikut :
1. Petugas menyimpan obat yang masuk dalam kategori obat-obatan high alert dan
elektrolit konsentrat yang sudah diberi label sesuai dengan jenis dan stabilitas
produk obat-obatan tersebut
2. Obat -obatan high alert dan elektrolit konsentrat diletakan pada tempat khusus
yang sudah diberi tanda/ selotip merah pada sekeliling tempat penyimpanan obat
high alert dan terpisah dari obat lainnya
3. Penyimpanan obat high alert, injeksi konsentrat pekat digudang farmasi
ditempatkan pada tempat yang terpisah dari obat-obatan yang lain dan dilakukan
penandaan/ diberikan label high alert
4. Obat narkotik dan insulin disimpan terpisah dari obat high alert lainnya
5. Petugas menyimpan obat-obatan dengan menata obat yang masuk terlebih dahulu
atau obat yang mempunyai waktu kadaluarsa obat dibagian depan agar dipakai
terlebih dahulu di pelayanan (Sistem FIFO/FEFO)

Pemberian label khusus obat yang sering menyebabkan terjadinya kesalahan, obat
beresiko tinggi yang dapat menyebabkan dampak yang tidak diinginkan. Pelabelan obat high
alert dilakukan digudang farmasi dengan cara sebagai berikut (SK.Direktur,2018) :
1. Obat high alert diberi tanda/ label selotip merah pada keliling penyimpanan obat
high alert
2. Penyimpanan obat high alert, injeksi konsentrat pekat dilakukan penandaan/
diberikan label obat high alert

Gambar 3.1. Label obat High Alert

Untuk obat – obat yang termasuk kelompok LASA / NORUM. Obat kategori Look
Alike Sound Alike (LASA) diberikan penanda dengan stiker berwarna kuning dengan tulisan
LASA berwarna merah pada tempat penyimpanan. Adapun Standar Operasional
Penyimpanan obat kategori LASA yaitu :
a. LASA (Look A Like Sound A Like) merupakan sebuah peringatan (warning)
untuk keselamatan pasien (patien safety) : obat-obatan yang bentuk / rupanya
mirip dan pengucapannya / namanya mirip “TIDAK BOLEH” diletakkan
berdekatan.
b. Walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama harus diselingi dengan
minimal 1-2 obat dengan kategori LASA diantara atau ditengahnya.
c. Untuk sediaan injeksi , tempelkan label LASA hingga kemasan primer /
terkecil.
d. Penamaan kotak obat kategori Sound A Like, dengan penulisan menggunakan
“Tallman Lettering” yaitu huruf capital pada bagian ucapan yang berbeda.
Contoh : osteoCAL dan osteoCARE.

Gambar 3.2. Label obat LASA/NORUM


Penyimpanan obat berdasarkan suhu adalah sebagai berikut (Anief,2010) :
1. Obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu 2- 8ᵒC maka
disimpan dalam lemari pendingin high alert
2. Obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu ruangan yaitu 15-
30ᵒC maka disimpan dalam lemari yang diberikan penanda khusus
3. Penyimpanan suhu sejuk adalah suhu antara 8ᵒC dan 15ᵒC bila perlu disimpan
dalam lemari pendingin.

2.4.4 Manajemen Obat High Alert Medication (HAM)


ISMP (Institute for Safe Medication Practice) memberikan strategi untuk manajemen
obat-obat high alert yaitu meningkatkan informasi tentang obat-obatan high alert, membatasi
akses ke obat-obat high alert, menggunakan label dan tanda peringatan, menggunakan sistem
cek ganda bila diperlukan. Menurut American Hospital Association (2002) terdapat 3 prinsip
yang dapat digunakan untuk melindungi pemakaian obat-obat high hlert sebagai berikut :

1. Mengurangi atau menghilangkan kemungkinan kesalahan. Contohnya mengurangi


penyebaran obat-obat high alert di rumah sakit, mengurangi persediaan larutan
konsentrat, menghilangkan obat-obat high alert dari daerah klinis.
2. Mendokumentasikan kesalahan yang terjadi. Contohnya petugas yang memeriksa
pengaturan pompa infus untuk obat high alert adalah dengan mendokumentasikan
jika terjadi kesalahan dapat dicegah sebelum diaplikasikan pada pasien.
3. Meminimalkan konsekuensi dari kesalahan. Contohnya terjadi kesalahan fatal
ketika Dextrose 40% yang disuntikkan bukan KCL 7,64% yang memiliki
penampilan yang sama.

2.3.5 Faktor risiko Obat High Alert Medication (HAM)


Faktor risiko dari obat-obat high alert adalah faktor penentu yang menentukan berapa
besar kesalahan pemberian obat menimbulkan bahaya, tidak hanya berkaitan dengan penandaan
obat tetapi juga berkaitan dengan obat high alert yang memiliki nama dan pengucapan sama.
Oleh karena itu staf rumah sakit diajarkan untuk mencegah bunyi yang kedengarannya sama
tetapi berbeda agar tidak terjadi kesalahan yaitu:
1. Menuliskan dengan benar dan mengucapkan dengan jelas ketika
mengkomunikasikan informasi pengobatan. Buat pendengar tersebut mengulang
kembali pengobatan tersebut untuk meyakinkan mereka mengerti dengan jelas dan
benar.

2. Mengingatkan merek dan nama obat generik yang biasa terlihat mirip tetapi
berbeda baik dalam pengucapannya.

3. Kelompokkan obat sesuai dengan kategori golongan obat.

4. Mengingatkan menempatkan dalam sistem komputer dan di atas label pada tempat
pengobatan untuk tanda dokter, perawat, dan farmasi pada masalah yang potensial.

5. Melakukan check tempat, label pengobatan serta label pasien sebelum memberikan
dosis obat kepada pasien.

Anda mungkin juga menyukai