Anda di halaman 1dari 25

PEDOMAN PENGGUNAAN OBAT NARKOTIKA DAN OBAT PSIKOTROPIKA

UPTD PUSKESMAS GOMO


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang
telah diberikan kepada penyusun, sehingga buku pedoman penggunaan obat narkotika dan
psikotropika UPTD Puskesmas Gomo dapat selesai disusun.
Buku pedoman ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang terkait dengan
peresepan dan penggunaan obat narkotika dan psikotropika di Puskesmas Gomo. Tidak lupa
penyusun menyampaikan terima kasih atas bantuan semua pihak yang telah membantu dan
menyelesaikan pedoman penggunaan obat narkotika dan psikotropika di Puskesmas Gomo

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG............................................................................ 1
B. TUJUAN PEDOMAN........................................................................... 2
C. SASARAN PEDOMAN........................................................................ 2
D. RUANG LINGKUP PEDOMAN........................................................... 2
E. BATASAN OPERASIONAL................................................................ 5

BAB II STANDAR KETENAGAAN........................................................................ 9

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA............................................... 9


B. DISTRIBUSI KETENAGAAN................................................................... 9

BAB III STANDAR FASILITAS.............................................................................. 10

A. DENAH RUANG...................................................................................... 10
B. STANDAR FASILITAS............................................................................. 10

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN................................................................ 11

A. LINGKUP KEGIATAN.............................................................................. 11
B. METODE................................................................................................. 11
C. LANGKAH KEGIATAN............................................................................. 12

BAB V LOGISTIK.................................................................................................. 14

BAB VI KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN.................................................. 15

BAB VII KESELAMATAN KERJA......................................................................... 16

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU........................................................................ 18

BAB IX PENUTUP................................................................................................ 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di


segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik memberikan harapan
yang baik bagi masyarakat namun disisi lain masih ada masalah yang memprihatinkan
khususnya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dewasa ini berkembang
pengaruh pemakaian obat-obatan dikalangan masyarakat yang disalahgunakan. Keprihatinan
tersebut menyangkut perilaku sebagian generasi muda (masyarakat) kita yang terperangkap
pada penyalahgunaan narkoba/NAPZA (Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya) baik
mengkonsumsi maupun mengedarkannya. Hal tersebut mengisyaratkan kepada kita untuk
peduli dan memperhatikannya, karena bahaya yang ditimbulkan dapat mengancam generasi
muda harapan bangsa yang notabene sebagai pewaris dan penerus perjuangan bangsa di
masa yang akan datang.
Pada dasarnya narkoba merupakan obat yang bermanfaat di bidang medis dan
pengembangan ilmu pegetahuan,namun disatu sisi lain dapat pula menimbulkan addication
(ketagihan dan ketergantungan) tanpa adanya pembatasan pengendalian dan pengawasan
yang ketat dan seksama dari pihak yang berwenang. Untuk itulah disusun buku pedoman
penggunaan obat narkotika dan psikotropika di UPTD Puskesmas Gomo dengan harapan
dapat membantu dalam proses pengendalian dan pengawasan penggunaan obat narkotika
dan psikotropika di UPTD Puskesmas Gomo.

1.2 Tujuan

 Tujuan umum : terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di Puskesmas


tentang penggunaan obat narkotika dan psikotropika
 Tujuan khusus :
- Sebagai acuan bagi tenaga kefarmasian untuk melaksanakan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas tentang penggunaan obat narkotika dan obat
psikotropika
- Melindungi masyarakat/pasien dari penggunaan obat narkotika dan obat
psikotropika yang tidak rasional
- Meningkatkan mutu hidup

1
1.3 Sasaran Pedoman

1. Tenaga tekhnis kefarmasian / Asisten Apoteker


2. Dokter Umum
3. Paramedis yang diberi kewenangan
4. Staf farmasi

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Administrasi dan pengelolaan

Administrasi adalah rangkaian aktivitas pencatatan, pelaporan, pengarsipan dalam


rangka penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan maupun pengelolaan resep supaya lebih mudah dimonitor dan
dievaluasi. Administrasi untuk sedian farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi semua tahap
pengelolaan dan pelayanan kefarmasian meliputi :
 Perencanaan
 Permintaan obat ke dinas kesehatan
 Penerimaan
 Penyimpanan menggunakan kartu stok atau komputer
 Pendistribusian dan pelaporan menggunakan LPLPO
Administrasi untuk resep meliputi pencatatan jumlah resep berdasarkan pasien,
penyimpanan bendel resep harian secara teratur selama 5 tahun dan pemusnahan resep
dilengkapi berita acara pemusnahan termasuk juga untuk kesalahan pengobatan ( medication
error), monitoring efek samping obat (MESO) dan medication record.
Pelayanan diselenggarakan dan diatur demi berlangsungnya pelayanan farmasi yang
efisien dan bermutu, berdasarkan fasilitas yang ada dan standar pelayanan keprofesian yang
universal.
1. Adanya bagan organisasi yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang
dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan
farmasi yang ditetapkan oleh Pimpinan Puskesmas.
2. Bagan organisasi dan pembagian tugas dapat direvisi kembali dan diubah bila
terdapat hal :
a. Perubahan pola kepegawaian
b. Perubahan standar pelayanan farmasi
c. Perubahan peran puskesmas
d. Penambahan atau pengurangan pelayanan
3. Kepala Pelayanan Farmasi terlibat dalam perencanaan manajemen dan penentuan
anggaran serta penggunaan sumber daya.

2
4. Unit Pelayanan Farmasi menyelenggarakan rapat pertemuan untuk membicarakan
masalah-masalah dalam peningkatan pelayanan farmasi. Hasil pertemuan tersebut
disebarluaskan, dicatat dan disimpan.
5. Adanya komunikasi yang tetap dengan dokter dan paramedis, serta selalu
berpartisipasi dalam rapat yang membahas masalah perawatan dan farmasi.
6. Dokumentasi yang rapi dan rinci dari pelayanan farmasi dan dilakukan evaluasi
terhadap pelayanan farmasi setiap tahun.
7. Kepala Unit Pelayanan Farmasi harus terlibat langsung dalam perumusan segala
keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.

1.4.2 Staf dan Pimpinan

Pelayanan farmasi diatur dan dikelola demi terciptanya tujuan pelayananan.


1. Unit Pelayanan Farmasi Puskesmas dipimpin oleh Perawat yang sudah diberikan
OJT.
2. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Perawat yang
mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian Farmasi Puskesmas.
3. Karena PJ. Gudang Farmasi adalah Perawat maka diberi wewenang khusus Oleh
Kepala Puskesmas sebagai PJ. Gudang Farmasi yang tidak lepas dari kontrol
Kepala Puskesmas.
4. Pada pelaksanaannya PJ. Gudang Farmasi dibantu oleh tenaga kefarmasian yang
sesuai dengan profesinya
5. Kepala Unit Pelayanan Farmasi bertanggung jawab terhadap aspek hukum dan
peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun
administrasi barang farmasi.
6. Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi.
7. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan
pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang
dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan.

1.4.3 Fasilitas dan Peralatan

Harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang dapat mendukung
administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga menjamin
terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional, profesional dan etis.
a. Tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin semua barang
farmasi tetap dalam kondisi yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai
dengan spesifikasi masing-masing barang farmasi dan sesuai dengan peraturan.

3
b. Tersedianya fasilitas untuk pendistribusian obat
c. Tersedianya fasilitas pemberian informasi obat.
d. Tersedianya fasilitas untuk penyimpanan arsip resep.
e. Ruangan perawatan harus memiliki tempat penyimpanan obat yang baik sesuai
dengan peraturan dan tata cara penyimpanan yang baik.
f. Obat yang bersifat adiksi disimpan sedemikian rupa demi menjamin keamanan
setiap staf.

1.4.4 Kebijakan dan Prosedur

Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan tanggal
dikeluarkannya peraturan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada harus mencerminkan
standart pelayanan farmasi mutakhir yang sesuai dengan peraturan dan tujuan dari
pada pelayanan farmasi itu sendiri.
1. Kriteria kebijakan dan prosedur dibuat oleh kepala unit pelayanan farmasi.
2. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat kesepakatan dari dokter, paramedis,
bidan dan apoteker. Kebijakan dan prosedur yang tertulis harus mencantumkan
beberapa hal berikut :
a. Macam obat yang dapat diberikan oleh perawat atas perintah dokter.
b. Label obat yang memadai.
c. Daftar obat yang tersedia.
d. Pencatatan dalam rekam medik pasien beserta dosis obat yang diberikan
e. Pengadaan dan penggunaan obat di puskesmas.
f. Pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap dan rawat jalan.
g. Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan penyerahan.
h. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan mengenai pemakaian obat dan efek
samping obat bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta
pencatatan penggunaan obat yang salah dan atau dikeluhkan pasien.
i. Pengawasan mutu pelayanan dan pengendalian perbekalan farmasi.
j. Pemberian informasi oleh apoteker kepada pasien maupun keluarga pasien
dalam hal penyimpanan obat serta berbagai aspek pengetahuan tentang
obat demi meningkatkan derajat kepatuhan dalam penggunaan obat.
k. Prosedur penarikan/penghapusan obat.
l. Pengaturan persediaan dan pesanan.
m. Penyebaran informasi mengenai obat yang bermanfaat kepada staf.
n. Masalah penyimpanan obat yang sesuai dengan peraturan/undang-undang.
o. Pengamanan pelayanan farmasi dan penyimpanan obat harus terjamin.

4
3. Harus ada sistem yang mendokumentasikan penggunaan obat yang salah dan
atau mengatasi masalah obat.
4. Kebijakan dan prosedur harus dilakukan secara konsisten.

1.5 Batasan Operasional


1.5.1 Bagan Organisasi

Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi


dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi
penyelenggaraan pengolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen
mutu, dan harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu
sesuai harapan pelanggan.

1.5.2 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi

a. Tim formularium puskesmas adalah tim yang mewakili hubungan komunikasi


antara para staf medis dengan staf farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan :
 Kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya.
 Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan
kebutuhan.

b. Organisasi dan Kegiatan Tim Formularium Puskesmas :


1. Susunan Tim formularium puskesmas serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap
puskesmas dapat bervariasi sesuai dengan kondisi puskesmas setempat. Tim
formularium puskesmas terdiri dari dokter, apoteker, bidan dan perawat.
2. Tim formularium puskesmas harus mengadakan rapat secara teratur,
sedikitnya 6 (enam) bulan sekali.
3. Membina hubungan kerja dengan tenaga kesehatan lainnya di dalam
puskesmas yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.

c. Fungsi dan Ruang Lingkup


1. Mengembangkan formularium di Puskesmas dan merevisinya. Pemilihan obat
untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara
subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harus meminimalkan duplikasi
dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.

5
2. Tim formularium puskesmas harus mengevaluasi untuk menyetujui atau
menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf
medis.
3. Membantu unit pelayanan farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
puskesmas sesuai peraturan yang berlaku. Melakukan tinjauan terhadap
penggunaan obat di puskesmas dengan mengkaji medical record
dibandingkan dengan standart diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan
untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional.
4. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
5. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf
medis dan perawat.

d. Kewajiban Tim formularium Puskesmas


1. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium
Puskesmas, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain.
2. Memberikan rekomendasi pada Pimpinan Puskesmas dalam mencapai
budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional.
3. Pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait.
4. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan
memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.

e. Tugas Apoteker Dalam Tim Formularium Puskesmas


1. Menjadi salah seorang anggota panitia.
2. Menetapkan jadwal pertemuan.
3. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan.
4. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan
untuk pembahasan dalam pertemuan.
5. Semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan
puskesmas.
6. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait.
7. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam
pertemuan.
8. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan
antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain.

6
9. Membuat formularium puskesmas berdasarkan hasil kesepakatan Tim
formularium puskesmas.
10. Pendidikan dan pelatihan.
11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat.
12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan
obat pada pihak terkait.

f. Formularium Puskesmas
 Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Tim
formularium puskesmas untuk digunakan di puskesmas dan dapat direvisi
pada setiap batas waktu yang ditentukan. Komposisi Formularium :
 Halaman judul
 Daftar nama anggota Tim formularium puskesmas
 Daftar Isi
 Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat
 Produk obat yang diterima untuk digunakan
 Lampiran sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap
berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu
digunakan oleh staf medis, di lain pihak Tim formularium puskesmas
mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang
ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien.

g. Pedoman Penggunaan Formularium


 Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada
dokter, tenaga kefarmasian, perawat serta petugas administrasi di puskesmas
dalam menerapkan system formularium, meliputi :
a. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan
Tim formularium puskesmas dalam menentukan kerangka mengenai
tujuan, organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung.
Sistem Formularium yang diusulkan oleh Tim formularium puskesmas.
b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan
kebutuhan tiap-tiap institusi.

1.5.3 Standar Operasional Prosedur (SOP)

Adalah kumpulan instruksi, langkah–langkah yang telah dibakukan untuk


menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.

7
1.5.4 Ruangan

Luas ruangan setiap kegiatan cukup menampung peralatan yang dipergunakan, aktifitas
dan jumlah petugas yang berhubungan dengan spesimen/pasien untuk kebutuhan pelayanan
resep. Semua ruangan harus mempunyai tata ruang yang baik sesuai alur pelayanan dan
memperoleh sinar matahari/cahaya dalam jumlah yang cukup.

1.5.5 Peralatan Farmasi


Unit pelayanan Farmasi harus dilengkapi dengan semua peralatan yang diperlukan
sesuai dengan layanan yang disediakan sekalipun tidak digunakan secara rutin. Pada saat
unit alat maupun saat kerja rutin, peralatan harus diperhatikan menunjukan kemampuan atau
memenuhi kinerja yang dipersyaratkan dan harus memenuhi spesifikasi yang sesuai untuk
pemeriksaan bersangkutan.

1.5.6 Pemantapan Mutu (Quality Assurance)

Farmasi kesehatan adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian
dan ketepatan hasil pelayanan resep. Pemantapan Mutu Internal (Internal Quality Control)
adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing
petugas farmasi secara terus menerus agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian
error/penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.

1.5.7 Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Unit Pelayanan Farmasi

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) unit pelayanan farmasi merupakan bagian dari
pengelolaan farmasi secara keseluruhan. Farmasi melakukan berbagai tindakan dan kegiatan
terutama berhubungan dengan pelayanan resep pasien. Untuk mengurangi bahaya yang
terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami keamanan farmasi dan
tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sehubungan
dengan pekerjaannya sesuai SPO, serta mengontrol cara penyiapan obat menurut standar
pelayanan resep yang benar.

1.5.8 Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan Pelaporan kegiatan farmasi diperlukan dalam perencanaan,


pemantauan dan evaluasi serta pengambilan keputusan untuk peningkatan pelayanan
farmasi. Untuk itu kegiatan ini harus dilakukan secara cermat dan teliti, karena kesalahan
dalam pencatatan dan pelaporan akan mengakibatkan kesalahan dalam menetapkan suatu
tindakan.

8
BAB II

STANDAR KETENAGAAN PELAYANAN RESEP NARKOTIKA-PSIKOTROPIKA

2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia


A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Petugas yang memiliki kewenangan dalam pelayanan resep narkotika-psikotropika
adalah apoteker yang memiliki STRA dan SIPA dalam wilayah kerja tersebut dan Tenaga
Tekhnis Kefarmasian yang memiliki STR dan SIKTTK dalam wilayah kerja tersebut di bawah
pengawasan apoteker.

B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga kefarmasian yang dibutuhkan dalam pelayanan ini adalah minimal 1 orang
apoteker dan 2 orang Tenaga Tekhnis Kefarmasian

9
BAB III

STANDAR FASILITAS UNIT FARMASI

3.1 Denah Unit Pelayanan Farmasi

Gambar 1. Denah Unit Pelayanan Farmasi (Gudang)


R Pintu

KotakObat Napza
Rak aobat masuk

k
OR
Meja Petugas
a
b
k
at
O R
o
b a
b
at k
at
o o
b b
RakatObat at

Gambar 2. Denah Unit Pelayanan Farmasi (Tempat Pengambilan Obat)

dispenser petugas

k. Obat Napza
Meja Ka. Ruangan

Lemari
Lemari
Obat
Obat

Pintu
Masuk Petugas

Tempat Pengambilan Meja Peracikan Obat


Obat

3.2 Standar Fasilitas

Terdapat lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika yang dilengkapi


kunci ganda dan kunci hanya dikendalikan oleh apoteker dan tenaga tekhnis
kefarmasian.lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika disertakan pelabelan obat
narkotika-psikotropika.

10
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

4.1 Pengadaan

Narkotika dan psikotropika untuk kebutuhan puskesmas diperoleh dari permintaan


melalui LPLPO kepada Dinas kesehatan.bukti pengadaan ditelusuri melalui SBBK obat
narkotika dan psikotropika.

4.2 Penyimpanan dan Pelaporan

a. Obat Narkotika dan psikotropika yang berada di UPTD puskesmas Gomo wajib
disimpan secara khusus sesuai standar fasilitas
b. Apoteker penanggung jawab wajib membuat,menyampaikan dan menyimpan
laporan berkala mengenai pemasukan dan atau pengeluaran obat narkotika dan
psikotropika yang berada dalam penguasaannya

4.3 Cara Peresepan Obat Narkotika dan Psikotropika

a. Ditulis oleh dokter/dokter gigi/paramedis yang diberi kewenangan


b. Mencantumkan nama jelas dokteryang menulis resep
c. Ditulis tersendiri (terpisah)
d. Tidak boleh ada iterasi
e. Mencantumkan nama jelas dan alamat lengkap pasien
f. Signa (aturan pakai/dosis pemakaian) ditulis dengan jelas
g. Ditandatangani oleh dokter yang menulis resep (bukan paraf)
h. Apabila penulisan tidak sesuaidengan ketentuan tersebutmaka obat tidak dapat
dilayani

4.4. Penyerahan

a. Penyerahan obat narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apoteker
dan tenaga tekhnis kefarmasian di bawah pengawasan apoteker.
b. Apoteker hanya dapat menyerahkan obat narkotika dan psikotropika kepada
pasien berdasarkan resep dokter.
c. Penyerahan obat narkotika dan psikotropika oleh dokter hanya dapat
dilaksanakan untuk menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan obat narkotika dan psikotropika melalui suntikan.

11
d. Sebagai penandaan khusus,resep yang berisi obat narkotika harus di beri garis
berwarna merah dan untuk obat psikotropika diberi garis biru.
e. Sub unit farmasi hanya boleh melayani resep narkotika dan psikotropika dari
resep asli dan resep narkotika dan psikotropika di pisahkan dari resep lainnya.
f. Pasien yang menerima obat narkotika dan psikotropika harus ditanyakan nomor
telefon dan alamat lengkap.

4.5. Pelaporan

Pelaporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika dilakukan setiap bulan ke dinas
kesehatan.

4.6. Pemantauan

Pemantauan terhadap obat narkotika dan psikotropika yang dilakukan meliputi


pemantauan stok harian, pasien yang mendapatkan resep obat narkotika dan psikotropika
berulang kali dan masa kadaluwarsa obat.

4.7. Pemusnahan

Obat narkotika dan psikotropika yang telah kadaluwarsa/rusak tidak dimusnahkan di


puskesmas tetapi dikembalikan ke dinas kesehatan dengan berita acara pengembalian

METODE
Obat narkotika dan psikotropika penggunaan dan pendistribusiannya menggunakan
system peresepan sehingga pengawasan dan pengendaliannya dapat lebih efektif

LANGKAH KEGIATAN
a. Penggunaan obat narkotika dan obat psikotropika
1. Peresepan obat narkotika psikotropika hanya boleh ditulis oleh dokter/dokter
gigi atau petugas yang diberi kewenangan.
2. Petugas penulis resep mencantumkan TANDA TANGAN penulis resep tiap R/
obat narkotika dan psikotropika dan menuliskan nama dan alamat pasien yang
LENGKAP
3. Petugas penulis resep memastikan resep yang ditulis jelas baik jenis, jumlah
dan cara penggunaannya
4. Petugas penulis resep memastikan resep narkotika dan psikotropika yang
ditulis tidak di ulang tanpa resep dokter

12
b. Pengawasan dan pengendalian obat narkotika dan obat psikotropika
1. Petugas unit pelayanan memastikan atas kesesuaian diagnosis dengan terapi
penggunaan psikotropika dan narkotika
2. Petugas apotik memberikan penandaan khusus yaitu Resep psikotropika
diberi garis berwarna biru dan resep narkotika diberi garis berwarna merah
3. Petugas apotik mencatat resep narkotika dan psikotropika pada buku
narkotika dan psikotropika
4. Petugas memisahkan resep narkotika dan psikotropika dengan resep lainnya
5. Petugas apotik membuat laporan pengeluaran narkotika dan psikotropika tiap
bulannya
6. Petugas memastikan resep narkotika dan psikotropika yang ditulis tidak
bersigna m.i (mihipsi) artinya untuk di pakai sendiri dan bersigna u.c (usus
cognitus) yang berarti pemakaian diketahui.

13
BAB V

LOGISTIK

Obat narkotika dan psikotropika yang tersedia di UPTD Puskesmas Gomo adalah
sebagai berikut:
a. Obat narkotika :
- Codein tab 10 mg

b. Obat psikotropika :
- Diazepam injeksi 2 ml
- Phenobarbital injeksi 50 mg/ml
- Phenobarbital tab 30 mg

14
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

6.1 Pengertian

Keselamatan pasien (patient safety) puskesmas adalah suatu sistem dimana


puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

6.2. Tujuan

Untuk memperbaiki keamanan obat yang perlu diwaspadai.

6.3 Tatalaksana Keselamatan Pasien

1. Membuat daftar obat-obatan baik yang aman maupun yang harus diwaspadai
2. Memberi label yang jelas pada obat-obat yang harus diwaspadai
3. Membatasi akses masuk dimana hanya orang tertentu yang boleh masuk ke dalam
tempat penyimpanan obat yang perlu diwaspadai untuk mencegah pemberian yang
tidak disengaja/kurang hati-hati (restricted area)
4. Obat/konsentrat tinggi tidak boleh diletakkan di dalam ruang pelayanan
5. Tempat pelayanan obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip tidak
boleh diletakkan di dalam 1 rak/disandingkan
Tanggung Jawab :
a. Tanggung jawab tahapan proses diatas dipegang oleh kepala instalasi
farmasi dansetiap unit yang terkait
b. Apabila yang tersebut diatas tidak ada maka tanggung jawab dialihkan ke
wakil kepala masing-masing instalasi atau staff pengganti yang telah ditunjuk.

15
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

7.1 Pedoman Umum

Unit pelayanan Farmasi puskesmas merupakan unit pelaksana fungsional yang


bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmsian secara menyeluruh di
puskesmas dengan ruang lingkup pengelolan perbekalan farmasi.

7.2 Tujuan
7.2.1. Tujuan Umum

Terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja di unit pelayanan farmasi agar


tercapai pelayanan kefarmasian dan produktivitas kerja yang optimal.

7.2.2. Tujuan Khusus


a. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi, pasien dan pengunjung
b. Mencegah kecelakaan kerja, paparan/pajanan bahan berbahaya, kebakaran
dan pencemaran lingkungan
c. Mengamankan peralatan kerja, sedian farmasi
d. Menciptakan cara kerja yang baik dan benar

7.3 Tahapan Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Untuk terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja secara optimal maka perlu
dilakukan tahapan sebagai berikut :
1. Identifikasi, Pengukuran dan Analisis : Identifikasi, pengukuran dan analisis sumber-
sumber yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
seperti :
a. Kondisi fisik pekerja : Hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan sebagai
berikut:
1) Sebelum dipekerjakan
2) Secara berkala, paling sedikit setahun sekali
3) Secara khusus, yaitu sesudah pulih dari penyakit infeksi pada saluran
pernafasan (TBC) dan penyakit menular lain, terhadap pekerja terpapar di
suatu lingkungan dimana terjadi wabah, dan apabila dicurigai terkena penyakit
akibat kerja

16
b. Sifat dan Beban Kerja adalah beban fisik dan mental yang harus dipikul oleh
pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan lingkungan kerja yang tak
mendukung merupakan beban tambahan bagi pekerja tersebut.
c. Kondisi Lingkungan Kerja Lingkungan kegiatan Unit pelayanan farmasi puskesmas
dapat mempengaruhi kesehatan kerja dalam 2 bentuk :
1) Kecelakaan kerja di lingkungan unit pelayanan farmasi seperti terpeleset,
tersengat listrik, terjepit pintu,
2) Di gudang : terpeleset, tersandung, terjatuh, kejatuhan barang
3) Di ruang pelayanan : terpeleset, tersandung, terjatuh, tersengat listrik
4) Di ruang produksi : luka bakar, ledakan, kebakaran
d. Penyakit akibat kerja di unit pelayanan farmasi puskesmas
1) Tertular pasien
2) Alergi obat
3) Keracunan obat
4) Resistensi obat

7.4 Pengendalian :
1. Legislatif Kontrol
2. Administratif Kontrol
3. Medikal Kontrol
4. Engineering Kontrol

17
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Agar upaya peningkatan mutu di unit pelayanan farmasi puskesmas dapat


dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang
konsep dasar upaya peningkatan mutu pelayanan. Pengendalian mutu dilaksanakan dengan
melakukan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit terhadap obat narkotika dan
psikotropika untuk menjamin mutu, mencegah kehilangan, kadaluwarsa, rusak dan mencegah
ditarik dari peredaran serta keamanannya sesuai dengan kesehatan dan keselamatan kerja,
dengan tahapan:
1. Mendefinisikan kualitas pelayanan obat yang diinginkan dalam bentuk criteria
2. Penilaian kualitas pelayanan obat yang sedang berjalan berdasarkan criteria yang sudah
ditentukan
3. Pendidikan personil dan peningkatan fasilitas pelayanan apabila di perlukan
4. Penilaian ulang kualitas pelayanan obat
5. Update kriteria

8.1 Mutu Pelayanan

1) Pengertian mutu
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa
b. Mutu adalah expertise atau keahlian dan keterikatan (komitmen) yang selalu
dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar
d. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan
2) Pihak yang berkepentingan dengan mutu
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut diatas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
3) Dimensi Mutu
a. Keprofesian

18
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek sosial budaya
4) Mutu terkait dengan Input, Proses, Output
Menurut Dinadebian, pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
menggunakan 3 variable, yaitu :
a. Input ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi,
organisasi, informasi dan lain–lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu
memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan
mutu pelayanan kesehatan adalah perencanaan dan peggerakan pelayanan
kesehatan.
b. Proses ialah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (Pasien/Masyarakat). Proses ini merupakan variable penilaian
mutu yang penting.
c. Output ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi
pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen
tersebut.

8.2. Upaya Peningkatan Mutu

Upaya peningkatan mutu pelayanan dilakukan melalui upaya peningkatan mutu


pelayanan unit farmasi puskesmas secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan
yang optimal. Upaya ini dilakukan melalui :
a. Optomasi tenaga, sarana dan prasarana
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakn secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan setiap petugas harus mempunyai kompetensi bidang profesinya,
sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan, angka kesalahan tindakan dapat
diperkecil sesuai dengan target mutu laboratorium dan kepuasan pelanggan dapat
meningkat.

8.3. Evaluasi
8.3.1. Jenis Evaluasi
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi tiga jenis program evaluasi:

19
a. Prospektif : program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan. Contoh :
pembuatan standar, perijinan.
b. Konkuren : program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan.
Contoh : memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep oleh Asisten
Apoteker.
c. Retrospektif : program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan
dilaksanakan. Contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang.

8.3.2. Metoda Evaluasi


a. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar
b. Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, penulisan
resep.
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara
langsung.
d. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan obat.

20
BAB IX
PENUTUP

Demikian disusunnya buku pedoman penggunaan obat narkotika dan psikotropika ini
dengan harapan dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan wawasan tenaga farmasi
di UPTD Puskesmas Gomo dalam melaksanakan pelayanan obat yang baik dan benar. Dalam
perjalanan waktu, sesuai perkembangan dan tuntutan Pedoman Pelayanan penggunaan obat
narkotika dan psikotropika ini dapat dilakukan revisi bila diperlukan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Dirdjosisworo, Soedjono. 1990, Hukum Narkotika Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti

Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1997 tentang Konvensi PBB Pemberantasan Peredaran


Gelap Narkotika dan Psikotropika.

Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

22

Anda mungkin juga menyukai