Anda di halaman 1dari 57

PEDOMAN

PELAYANAN KEFARMASIAN
RUMAH SAKIT MELATI
KOTA SUNGAI PENUH

RUMAH SAKIT MELATI


KOTA SUNGAI PENUH
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehAdirat Allah SWT atas segala karunia dan
petunjukNya, kita dapat menyelesaikan penyusunan buku Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Rumah Sakit Melati Kota Sungai Penuh.
Buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Melati Kota Sunga
Penuh adalah kumpulan ketentuan dasar dalam mengaplikasikan keputusan
menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 perihal
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit selaras dengan persyaratan rumah
sakit terakreditasi pola baru tahun 2012.
Diharapkan Buku Pedoman Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Melati
Kota Sungai Penuh ini dapat mewadahi kebutuhan profesional dalam
menjalankan tugas dan fungsinya di Rumah Sakit Melati Kota Sungai Penuh
sebagai rumah sakit terakreditasi.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan bekerjasama dalam penyusunan Buku Pedoman Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Melati Kota Sungai Penuh, saran dan koreksi demi
perbaikan buku pedoman ini sangat kami harapkan.

Penyusun,
Kepala Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Melati Kota Sungai Penuh
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 3
A. Latar Belakang................................................................................ 3
B. Tujuan.............................................................................................. 3
C. Ruang Lingkup................................................................................ 5
D. Batasan Operasional........................................................................ 6
E. Landasan Hukum............................................................................. 6

BAB II STANDAR KETENAGAAN............................................................... 9


A. Kualifikasi sumber daya manusia..................................................... 9
B. Distribusi ketenagaan........................................................................ 10
C. Pengaturan Jaga................................................................................. 11

BAB III STANDAR FASILITAS....................................................................... 13


A. Denah ruang...................................................................................... 13
B. Bangunan……................................................................................... 20
a. Ruang kantor/administrasi........................................................... 20
b. Ruang Penyimpanan.................................................................... 20
c. Ruang distribusi/pelayanan.......................................................... 21
d. Ruang konsultasi.......................................................................... 21
e. Ruang arsip dokumen.................................................................. 21
C. Peralatan............................................................................................ 22

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN...................................................... 24


A. Pengelolaan Perbekalan Farmasi....................................................... 24
B. Pelayanan Kefarmasian................................... ................................. 28

BAB V KESELAMATAN PASIEN................................................................. 35


A. Pengertian.......................................................................................... 35
B. Tujuan................................................................................................ 36
C. Tata laksana keselamatan pasien....................................................... 37

BAB VI KESELAMATAN KERJA................................................................... 48

BAB VII PENGENDALIAN MUTU................................................................... 68

BAB VIII PENUTUP............................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 73
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang

berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi

semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik (Anonim, 2014).

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, mencegah , dan menyelesaikan masalah terkait Obat.

Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan

Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang

berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang

berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan

Kefarmasian (Pharmaceutical Care) (Anonim, 2014).

B. Tujuan
1. Adapun tujuan pelayanan farmasi
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai
obat
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan
g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda

2. Fungsi pelayanan farmasi


1) Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit

2) Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan


a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g. Melakukan pencampuran obat suntik
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i. Melakukan penanganan obat kanker
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l. Melaporkan setiap kegiatan

3) Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit


4) Untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit
5) Untuk menerapkan konsep pelayanan kefarmasian
6) Untuk memperluas fungsi dan peran apoteker farmasi rumah sakit
7) Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional

C. Ruang Lingkup
a. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, serta
pemulihan kesehatan, pada manusia dan atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.

b. Evaluasi adalah proses penilaian kinerja pelayanan farmasi di rumah sakit


yang meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM), pengelolaan
perbekalan farmasi, pelayanan kefarmasian kepada pasien/pelayanan
farmasi klinik.
c. Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan
kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat,
serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi yang
ditetapkan serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi.
d. Obat yang menurut undang-undang yang berlaku, dikelompokkan ke
dalam obat keras, obat keras tertentu dan obat narkotika harus diserahkan
kepada pasien oleh Apoteker.

D. Batasan Operasional
a. Pengelolaan perbekalan farmasi adalah suatu proses yang merupakan
siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan.
b. Pengendalian mutu adalah suatu mekanisme kegiatan pemantauan dan
penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan
sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu
serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil sehingga terbentuk
proses peningkatan mutu pelayanan farmasi yang berkesinambungan.
c. Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan
obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis.
d. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, yang terdiri dari sediaan
farmasi, alat kesehatan, gas medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan
nutrisi.
e. Perlengkapan farmasi rumah sakit adalah semua peralatan yang
digunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di
farmasi rumah sakit.
f. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada Apoteker, untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku.
g. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika.
E. Landasan Hukum

Landasan hukum buku pedoman Instalasi Farmasi adalah :


a. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ( Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5072 )
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan ( Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5063)
c. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 143 , Tambahan Lembaran Negara Nomor)
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
e. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 / Menkes / SK / II / 2008
tentang berlakunya Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
f. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 / MENKES / SK / X / 2004
Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.
g. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.351 / Menkes / SK / III / 2003
tentang Komite K3 Sektor Kesehatan.
h. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3952 )
i. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1747 / Menkes / SK / XII / 2000
tentang Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal dalam Bidang
Kesehatan di Kabupaten / Kota.
j. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
k. Permenkes No.6 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
l. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1009 / Menkes / SK / X / 1995
tentang Pembentukan Komiter Nasional Farmasi dan Terapi
m. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983 / Menkes / SK / XI / 1992
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum
n. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b / Menkes / PER/II/1988 tentang
rumah sakit.
o. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 085 / Menkes / Menkes / PER / I /
1989 tentang Kewajiban Menulis resep dan atau menggunakan Obat
Generik di Rumah Sakit Pemerintah.
p. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920 / Menkes / Per / XII / 1986
tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia yang
melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam bagan
organisasi rumah sakit dengan persyaratan :
■ Terdaftar di Kementrian Kesehatan
■ Terdaftar di Asosiasi Profesi
■ Mempunyai izin kerja.
■ Mempunyai SK penempatan
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi
profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi
persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun
kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga
mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus
disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta
perkembangan dan visi rumah sakit.

1 Kompetensi Apoteker:
1.1 Sebagai Pimpinan :
■ Mempunyai kemampuan untuk memimpin
■ Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola dan
mengembangkan pelayanan farmasi
■ Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri
■ Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak
lain
■ Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah, menganalisa
dan memecahkan masalah

1.2 Sebagai Tenaga Fungsional


■ Mampu memberikan pelayanan kefarmasian
■ Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian
■ Mampu mengelola manajemen praktis farmasi
■ Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian
■ Mampu melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan
■ Dapat mengoperasionalkan komputer
■ Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang
farmasi klinik.

Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi harus dijabarkan


secara jelas fungsi ruang lingkup, wewenang, tanggung jawab, hubungan
koordinasi, fungsional, dan uraian tugas serta persyaratan/kualifikasi
sumber daya manusia untuk dapat menduduki posisi.

B. Distribusi Ketenagaan

1 Jenis Ketenagaan
a. Untuk pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit Melati Kota Sungai
Penuh dibutuhkan tenaga :
■ Apoteker
■ Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang dibutuhkan tenaga :

■ Operator Komputer /Teknisi yang memahami kefarmasian


■ Tenaga Administrasi
■ Pembantu pelaksana

2 Beban Kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang


berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu :

■ Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR)

■ Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen,


klinik dan produksi)
■ Jumlah resep atau formulir per hari
■ Volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
■ Idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk
30 pasien dalam pelayanan kefarmasian di rawat inap.
■ Idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk
50 pasien dalam pelayanan kefarmasian rawat jalan.

3 Pendidikan
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik, dalam penentuan
kebutuhan tenaga harus dipertimbangkan :

■ Kualifikasi pendidikan disesuaikan dengan jenis pelayanan/tugas


fungsi
■ Penambahan pengetahuan disesuaikan dengan tanggung jawab
■ Peningkatan keterampilan disesuaikan dengan tugas

C. Pengaturan Jaga
■ Pelayanan 3 shift (24 jam)

Dilaksanakan di Unit Pelayanan Farmasi IGD/ICU Rumah Sakit Melati


Kota Sungai Penuh
■ Pelayanan 1 shift
Dilaksanakan di Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan dan Pelayanan
Farmasi Rawat Inap
Disesuaikan dengan sistem pendistribusian perbekalan farmasi di rumah
sakit.

Jenis Pelayanan
■ Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat) dan ICU
■ Pelayanan Rawat inap
■ Pelayanan Rawat jalan dan Hemodialisa

BAB III

STÁNDAR FASILITAS

A. Denah Unit Pelayanan Farmasi Rawat Inap

A
B

C D E F

Keterangan :
I G H
A: Tempat Entri, Penyerahan obat, Penerimaan resep

A : Penerimaan resep, Penyerahan obat

B: Tempat Entri resep

C: Meja Peracikan Obat

D: Meja Etiket Obat, Tempat entri resep

E : Wastafel

F : Lemari Obat Narkotika

G: Kulkas Tempat Penimpanan Obat

H: Rak persediaan farmasi

I : Rak persediaan farmasi


B. Bangunan
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan
dan perundangan-undangan kefarmasian yang berlaku:
a. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
b. Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian
di rumah sakit.
c. Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan
langsung pada pasien, dispensing.
d. Dipisahkan juga antara jalur steril, bersih dan daerah abu-abu, bebas
kontaminasi.
e. Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan
keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas peralatan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan
dispensing baik untuk sediaan steril, non steril maupun cair untuk obat luar
atau dalam.

1 Pembagian Ruangan
1.1 Ruang Kantor
■ Ruang pimpinan
■ Ruang staf
■ Ruang kerja/administrasi
■ Ruang pertemuan

1.2. Ruang Penyimpanan


Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi
temperatur sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk
menjamin mutu produk dan keamanan petugas yang terdiri dari:

1.2.1 Kondisi Umum untuk Ruang Penyimpanan


■ Obat jadi
■ Bahan baku obat
■ Alat kesehatan dan lain-lain.

1.2.2. Kondisi Khusus untuk Ruang Penyimpanan :


■ Obat termolabil
■ Alat kesehatan dengan suhu rendah
■ Obat mudah terbakar
■ Obat/bahan obat berbahaya
■ Barang karantina

1.3. Ruang Distribusi/Pelayanan


Ruang distribusi yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi rumah
sakit:
■ Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan
■ Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap
■ Ruang distribusi untuk melayani kebutuhan ruangan
- Ada ruang khusus/terpisah dari ruang penerimaan barang dan
penyimpanan barang
- Dilengkapi kereta dorong trolley

1.4. Ruang Konsultasi


Ruang khusus untuk apoteker memberikan konsultasi pada pasien
dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien
■ Ruang konsultasi untuk pelayanan rawat jalan
■ Ruang konsultasi untuk pelayanan rawat inap

1.5. Ruang Arsip Dokumen


Harus ada ruangan khusus yang memadai dan aman untuk
memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin
agar penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan tehnik
manajemen yang baik

C. Peralatan

Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan


terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non
steril, maupun cair untuk obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus
dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan
kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun.

Peralatan minimal yang harus tersedia :


a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
c. Kepustakaan memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan psikotropika
e. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang
baik

Macam-macam Peralatan
1. Peralatan Kantor
■ Furniture (meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet dan Iain-
lain)
■ Komputer/mesin tik
■ Alat tulis kantor
■ Telpon dan Faximile

2 Peralatan Penyimpanan
2.1 Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum

■ Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban


dan cahaya yang berlebihan
■ Lantai dilengkapi dengan palet
2.2. Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus :
■ Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi
secara berkala
■ Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat
psikotropika
■ Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan
pembuangan limbah obat berbahaya harus dibuat secara
khusus untuk menjamin keamanan petugas, pasien dan
pengunjung

3 Peralatan Pendistribusian/Pelayanan

■ Pelayanan rawat jalan


■ Pelayanan rawat inap
■ Kebutuhan ruang perawatan/unit lain

4 Peralatan Konsultasi

■ Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet, dan brosur dan lain-lain


■ Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan
■ Komputer
■ Telpon
■ Lemari arsip

5 Peralatan Ruang Arsip

■ Lemari Arsip
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Melati Kota Sungai Penuh
merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi
kegiatan pelayanan.yang dapat dilihat dari bahan alur berikut ini :

1. Seleksi
10. Pemantauan ( Selection )
( Monitoring )

2. Pengadaan
( Procurement )

9. Pemberian
( Administration )
3. Penyimpanan
( Storage )

4. Peresepan
8. Penyaluran
( Prescribe )
( Dispensing )

7. Persiapan
( Preparing )
6. Pendistribusian 5. Pencatatan
( Storage ) ( Transcribe )

Tujuan
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien
b. Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan
c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
d. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan

1. Pemilihan ( Selection )

Pemilihan obat secara rasional di Rumah Sakit Melati Kota Sungai Penuh
dengan tujuan untuk menghasilkan penyediaan atau pengadaan obat yang
lebih baik, penggunaan obat yang lebih rasional dan harga obat yang lebih
murah. Pemilihan pengadaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Komite
Farmasi dan Terapi ( KFT ) yaitu suatu tim yang anggotanya terdiri dari
dokter, dokter spesialis, dan sekretaris adalah seorang Apoteker. Langkah-
langkah dalam pemilihan pengadaan perbekalan farmasi dasarnya
terdapat pada Permenkes no 58 tahun 2014.

Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia


Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta
jaminan purna transaksi pembelian.

2. Perencanaan

Perencanaan perbekalan farmasi adalah suatu kegiatan perencanaan


pembelian perbekalan farmasi dan alkes yang dibutuhkan oleh Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Melati Kota Sungai Penuh, digunakan dalam
melayani kebutuhan perbekalan farmasi, pada tiap-tiap unit pelayanan
farmasi. Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah agar dapat
melakukan pembelian perbekalan farmasi yang optimal dan sesuai dengan
kebutuhan. Selain itu dapat meminimalisasi perbekalan farmasi yang
kadaluarsa.

Perencanaan perbekalan farmasi mengacu pada pengadaan tahun


sebelumnya dan dilaporkan ke bagian bina program untuk diajukan
sebagai Rencana Anggaran Belanja ( RAB ) Rumah Sakit Melati Kota
Sungai Penuh. Pemilihan perbekalan farmasi telah ditentukan sesuai buku
pedoman yang ada di Rumah Sakit Melati Kota Sungai Penuh yang
meliputi Formularium Rumah Sakit Rumah Sakit Melati Kota Sungai
Penuh, Daftar Obat Inhealth ( DOI ), dan Daftar Obat e-katalog. Pola
pemilihan perbekalan farmasi menganut pola konsumsi, pola konsumsi
yang dianut adalah jumlah pemakaian perbekalan farmasi pemakaian
perbekalan farmasi selama kurun waktu 3 bulan kemudian dicari rata-
ratanya setiap bulan

3 Pengadaan
Pengadaan adalah suatu kegiatan pemesanan perbekalan farmasi yang

dibutuhkan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Melati Kota Sungai Penuh

kepada Pedagang Besar Farmasi ( PBF ). Sistem pengadaan perbekalan

farmasi dengan jumlah cukup sesuai kebutuhan dengan mutu terjamin dan

ada saat diperlukan. Sistem pengadaan di Rumah Sakit Melati Kota Sungai

Penuh menganut pola konsumsi perbekalan farmasi 3 bulan sebelumnya,

perlu diperhatikan hal-hal seperti pengumpulan dan pengolahan data, analisa

data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan, perkiraan, kebutuhan obat

dengan alokasi dana. Pelaksananya yaitu kepala logistik mendapatkan

laporan stok perbekalan farmasi yang habis dan mengecek stok perbekalan

farmasi melalui SIM. Pelaksana pengadaan membuat Surat Pesanan ( SP )

kepada PBF dan diberi nomor serta kode SP. Adapun dalam penyerahan SP

tidak semuanya diberikan langsung kepada salesnya ada juga yang dikirim

menggunakan e-mail. Bagian pengadaan melakukan order / pengadaan 1

minggu 1 kali, yaitu pada hari selasa. PBF yang ditunjuk dalam pengadaan

ini adalah distributor resmi dari pabrik produsennya.


4 Penerimaan
Penerimaan perbekalan farmasi adalah kegiatan untuk menerima perbekalan
farmasi yang telah dipesan sesuai dengan surat pesanan. Penerimaan
perbekalan farmasi di RSU Mayjen H.A Thalib Kabupaten Kerinci terdapat
dua cara: barang dikirim melalui distributor dan paket.

5 Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
yang ditetapkan:

■ Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya

Masing-masing jenis dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu : Tablet,

Infus, Injeksi, Alkes dan Obat Luar.

■ Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya

Penyimpanan obat harus diperhatikan suhu ruangan :

a. Penyimpanan perbekalan farmasi dalam kulkas 2 - 8º C

b. Penyimpanan perbekalan farmasi dalam suhu ruangan < 25 º C

c. Penyimpanan perbekalan farmasi dalam suhu ruangan < 30 º C

■ Mudah tidaknya meledak/terbakar

■ Tahan/tidaknya terhadap cahaya

disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan


perbekalan farmasi sesuai kebutuhan

6 Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Melati Kota Sungai Penuh dalam melakukan distribusi menggunakan
metode FEFO ( First Expired First Out ) dimana perbekalan farmasi yang
keluar dari gudang ke unit pelayanan farmasi berdasarkan obat yang
kadaluarsanya paling dekat yang keluar pertama kali.

Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien
dengan mempertimbangkan :

■ Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada

■ Sistem resep individu dan dispensing dosis unit.

6.1 Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap


Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sistem unit dosis oleh Unit Pelayanan Farmasi.

6.2 Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan


Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sistem resep perorangan oleh unit Pelayanan Farmasi Rumah Sakit.

6.3 Pendistribusian Perbekalan Farmasi di luar Jam Kerja


Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh:
a. Unit Pelayanan Farmasi rumah sakit yang dibuka 24 jam
b. Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi

7. Administrasi Faktur
Merupakan ketentuan administrasi yang ditetapkan Rumah Sakit Melati Kota
Sungai Penuh dan Pemerintah Kota Sungai Penuh dalam pembayaran faktur
pembelian perbekalan farmasi yang dilakukan oleh PPTK (Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan) dan Panitia Pengadaan Rumah Sakit Melati Kota Sungai
Penuh.
Pertanggungjawaban keuangan meliputi administrasi pembayaran faktur yaitu
pembayaran faktur pembelian perbekalan farmasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

B. Pelayanan Kefarmasian
Adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin
penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan
dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan
lainnya.

Tujuan :
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di
rumah sakit
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang
terkait dalam pelayanan farmasi
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional
Kegiatan :
1 Pengkajian Resep

Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi


persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi :

■Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien (pasien anak)

■Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter

■Tanggal resep

■Ruangan/unit asal resep

Persyaratan farmasi meliputi :

■Bentuk dan kekuatan sediaan

■Dosis dan Jumlah obat

■Stabilitas dan ketersediaan

■Aturan, cara dan teknik penggunaan

Persyaratan klinis meliputi :

■Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat

■Duplikasi pengobatan

■Alergi, interaksi dan efek samping obat

■Kontra indikasi

■Efek adiktif
2 Dispensing

Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap verifikasi,


interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan
obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi.

Tujuan

■ Mendapatkan dosis yang tepat dan aman


■ Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan
secara oral atau enteral
■ Menurunkan total biaya obat
3 Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan


atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan :
■ Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.

■ Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah


dikenal sekali, yang baru saja ditemukan.

■ Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan /


mempengaruhi timbulnya Efek Samping Obat atau mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat.

Kegiatan :
■ Menganalisa laporan Efek Samping Obat

■ Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko


tinggi mengalami Efek Samping Obat

■ Mengisi formulir Efek Samping Obat

■ Melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional


Faktor yang perlu diperhatikan :
■ Kerjasama dengan Komite Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
■ Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat

4 Pelayanan Informasi Obat

Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker


untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada
dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuannya :

 Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga


kesehatan di lingkungan rumah sakit.

 Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang


berhubungan dengan obat, terutama bagi Komite Farmasi dan
Terapi.
 Meningkatkan profesionalisme apoteker.
 Menunjang terapi obat yang rasional.
Kegiatan :
 Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
aktif dan pasif
 Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
 Membuat buletin, leaflet, label obat.
 Menyediakan informasi bagi Komite Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
 Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi
pasien rawat jalan dan rawat inap.
 Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :


■ Sumber informasi obat
■ Tempat
■ Tenaga
■ Perlengkapan

5 Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.

Tujuan :
 Memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien
dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan,
jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat,
efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan
penggunaan obat-obat lain.
Kegiatan :
■ Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
■ Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question
■ Apa yang dikatakan dokter mengenai obat
■ Bagaimana cara pemakaian
■ Efek yang diharapkan dari obat tersebut.
■ Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
■ Verifikasi akhir : mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan
obat, untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

Faktor yang perlu diperhatikan :


■ Kriteria pasien :
- Pasien rujukan dokter
- Pasien dengan penyakit kronis
- Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan
polifarmasi

- Pasien geriatrik.
- Pasien pediatrik.
- Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas
■ Sarana dan Prasarana :
- Ruangan khusus
- Kartu pasien/catatan konseling

6 Pengkajian Penggunaan Obat


Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur
dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan
sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan :
■ Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu.
■ Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan
kesehatan/dokter satu dengan yang lain.
■ Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik
■ Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :


■ Indikator peresepan
■ Indikator pelayanan
■ Indikator fasilitas
BAB V
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian

Manajemen risiko adalah suatu metode yang sistematis untuk


mengidentifikasi, menganalisis, mengendalikan, memantau, mengevaluasi dan
mengkomunikasikan risiko yang ada pada suatu kegiatan.
Untuk mengetahui gambaran kegiatan pada suatu unit kerja (misalnya
pada pelayanan kefarmasian), terlebih dahulu dilakukan inventarisasi kegiatan
di unit kerja tersebut.
Inventarisasi dapat dilakukan dengan cara :
- mempelajari diagram kegiatan yang ada
- melakukan inspeksi dengan menggunakan daftar tilik (checklist)
- melakukan konsultasi dengan petugas Inventarisasi kegiatan
diarahkan kepada perolehan informasi untuk menentukan
potensi bahaya (hazard) yang ada. Bahaya (hazard) adalah sesuatu
atau kondisi pada suatu tempat kerja yang dapat berpotensi
menyebabkan kematian, cedera atau kerugian lain.
Pengendalian risiko melalui sistem manajemen dapat dilakukan oleh
pihak manajemen pembuat komitmen dan kebijakan, organisasi, program
pengendalian, prosedur pengendalian, tanggung jawab, pelaksanaan dan
evaluasi. Kegiatan-kegiatan tersebut secara terpadu dapat mendukung
terlaksananya pengendalian secara teknis.

Keselamatan pasien (Patient safety) secara sederhana didefinisikan


sebagai suatu upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien.
Walaupun mempunyai definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya untuk
menjamin keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan
banyak hambatan. Konsep keselamatan pasien harus dijalankan secara
menyeluruh dan terpadu.
Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :
a. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
b. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang
aman
c. Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian infeksi
d. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko
yang berorientasi kepada pasien.

B. Tujuan

1. Manajemen risiko dalam pelayanan kefarmasian terutama medication error


meliputi kegiatan :
- koreksi bila ada kesalahan sesegera mungkin
- pelaporan medication error
- dokumentasi medication error
- pelaporan medication error yang berdampak cedera
- supervisi setelah terjadinya laporan medication error
- sistem pencegahan
- pemantauan kesalahan secara periodik
- tindakan preventif
- pelaporan ke tim keselamatan pasien tingkat nasional
e. Meningkatkan keselamatan pasien dengan :
- mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)
- membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event
- mengurangi efek akibat adverse event Pada tanggal 18 Januari
2002, WHO telah mengeluarkan suatu resolusi
2. Untuk membentuk program manajemen risiko untuk keselamatan pasien
yang terdiri dari 4 aspek utama:
a. Penentuan tentang norma-norma global, standar dan pedoman untuk
definisi, pengukuran dan pelaporan dalam mengambil tindakan
pencegahan, dan menerapkan ukuran untuk mengurangi resiko
b. Penyusunan kebijakan berdasarkan bukti (evidence-based) dalam
standar global yang akan meningkatkan pelayanan kepada pasien
dengan penekanan tertentu pada beberapa aspek seperti keamanan
produk, praktek klinik yang aman sesuai dengan pedoman,
penggunaan produk obat dan alat kesehatan yang aman dan
menciptakan suatu budaya keselamatan pada petugas kesehatan dan
institusi pendidikan.
c. Pengembangan mekanisme melalui akreditasi dan instrumen lain,
untuk mengenali karakteristik penyedia pelayanan kesehatan yang
unggul dalam keselamatan pasien secara internasional
d. Mendorong penelitian tentang keselamatan pasien

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien

Dalam penerapannya, keselamatan pasien harus dikelola dengan


pendekatan sistemik. Sistem ini dapat dilihat sebagai suatu sistem terbuka, dimana
sistem terkecil akan dipengaruhi, bahkan tergantung pada sistem yang lebih besar.
Sistem terkecil disebut Mikrosistem, terdiri dari petugas kesehatan dan pasien itu
sendiri, serta proses-proses pemberian pelayanan di ujung tombak, termasuk
elemen-elemen pelayanan di dalamnya. Mikrosistem dipengaruhi oleh
Makrosistem, yang merupakan unit yang lebih besar, misalnya rumah sakit dan
apotek. Mikrosistem dan Makrosistem dipengaruhi oleh sistem yang lebih besar
lagi yang disebut Megasistem.
Seorang Apoteker yang berperan di dalam mikrosistem (apotek, puskesmas,
instalasi farmasi rumah sakit, dan sarana pelayanan farmasi lain) dalam
membangun keselamatan pasien harus mampu mengelola dengan baik elemen-
elemen dalam mikrosistem tersebut, yaitu sistem pelayanan, sumber daya, sistem
inventori, keuangan dan teknologi informasi.
Teori kesalahan manusia dapat dilihat dalam diagram di bawah ini.
Kegagalan tersembunyi (Latent failures) :
- Penyebabnya jauh dari insiden
- Merupakan refleksi dari kegagalan manajemen
- Terjadi bila dikombinasikan dengan faktor lain
- Kegagalan tersembunyi dapat dikelola dengan memperbaiki proses
pelayanan (redesign). Contoh: peninjauan kembali beban kerja,
jumlah SDM, dan lain-lain.

Kegagalan aktif (Active failures) :


- Terjadi oleh pelaku yang berhubungan langsung dengan pasien
- Beberapa bentuk active failures adalah: kurang perhatian (slips),
kegagalan memori, lupa (lapses), serta pelanggaran prosedur
(mistake and violation ).
- Kegagalan aktif dapat dikelola dengan memperbaiki alur kerja, SOP,
deskripsi kerja yang jelas, training, pengawasan terhadap pelanggaran
SOP, mengurangi interupsi dan stress, dan membina komunikasi yang
lebih baik antar staf dan dengan pasien.

Makrosistem merupakan sistem di atas Mikrosistem yang menyediakan


sumber daya, proses pendukung, struktur dan kebijakan-kebijakan yang berlaku
di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang secara tidak langsung akan
mempengaruhi pelaksanaan program-program yang menyangkut keselamatan
pasien. Kebijakan-kebijakan itu antara lain sistem penulisan resep, standarisasi
bahan medis habis pakai (BMHP), rekam medis dan lain sebagainya. Selain itu,
kultur atau budaya yang dibangun dan diterapkan di lingkungan rumah sakit juga
akan sangat mempengaruhi kinerja unit-unit yang bertanggung jawab terhadap
keselamatan pasien. Budaya tidak saling menyalahkan (no blame culture), sistem
informasi manajemen/information technology (SIM/IT) rumah sakit, kerjasama
tim, kepemimpinan, alur koordinasi, Komite/Panitia Farmasi dan Terapi
(KFT/PFT) RS, Formularium RS, dan Komite-komite serta Program Rumah Sakit
lainnya, merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan keselamatan
pasien yang berasal dari makrosistem.
Di atas mikrosistem dan makrosistem, ada satu sistem yang akan
mempengaruhi keselamatan pasien, yaitu megasistem. Yang dimaksud
Megasistem adalah kebijakan kesehatan nasional yang berlaku, misalnya
kebijakan-kebijakan menyangkut obat dan kesehatan yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan (Kebijakan tentang akreditasi, Obat Rasional,
Infeksi Nosokomial, dan lain sebagainya), termasuk juga sistem pendidikan
dan pendidikan berkelanjutan yang berlaku. Hal lain yang juga mempengaruhi
keselamatan pasien yang memerlukan intervensi dari megasistem adalah
pembenahan fenomena kemiripan Look a like (obat-obat dengan rupa atau
kemasan mirip) atau Look a like Sound a like - LASA (obat-obat dengan rupa dan
nama mirip), misalnya :
- Mefinter (asam mefenamat) dengan Metifer (mecobalamin),
- Leschol (fluvastatin) dengan Lesichol (lesitin, vitamin),
- Proza (ekstrak echinacea, vit C, Zn) dengan Prozac (fluoxetine). Dalam
mengelola keselamatan pasien di level Mikrosistem, seorang Apoteker
harus melakukannya dengan pendekatan sistemik. Masalah Keselamatan pasien
merupakan kesalahan manusia (human error) yang terutama terjadi karena
kesalahan pada level manajemen atau organisasi yang lebih tinggi.

Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Kefarmasian

Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu


difahami dan disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah:
- Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
- Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
- Kejadan Sentinel
- Adverse Drug Event
- Adverse Drug Reaction
- Medication Error
TABEL 1 RINGKASAN DEFINISI YANG BERHUBUNGAN DENGAN
CEDERA AKIBAT OBAT
Istilah Definisi Contoh
Terjadi cedera
• Kejadian yang Kejadian cedera pada pasien selama Iritasi pada kulit karena
tidak diharapkan proses penggunaan perban. Jatuh
(Adverse Event) terapi/penatalaksanaan medis. dari tempat tidur.
Penatalaksanaan medis mencakup
seluruh aspek pelayanan, termasuk
diagnosa, terapi, kegagalan
diagnosa/terapi, sistem, peralatan
untuk pelayanan. Adverse event
dapat dicegah atau tidak dapat
dicegah.

• Reaksi obat yang Kejadian cedera pada pasien Steven-Johnson Syndrom :


tidak diharapkan selama proses terapi akibat Sulfa, Obat epilepsi dll
(Adverse Drug penggunaan obat.
Reaction)
• Kejadian tentang Respons yang tidak diharapkan • Shok anafilaksis
obat yang tidak terhadap terapi obat dan pada penggunaan
diharapkan (Adverse mengganggu atau menimbulkan antbiotik golongan
Drug Event) cedera pada penggunaan obat dosis penisilin
normal. Reaksi Obat Yang Tidak • Mengantuk pada
Diharapkan (ROTD) ada yang penggunaan CTM
berkaitan dengan efek
farmakologi/mekanisme kerja (efek
samping) ada yang tidak berkaitan
dengan efek farmakologi (reaksi
hipersensitivitas).

• Efek obat yang tidak Respons yang tidak diharapkan Shok anafilaksis pada
terhadap terapi obat dan
diharapkan penggunaan antbiotik
mengganggu atau menimbulkan
(Adverse drug effect) cedera pada penggunaan obat dosis golongan penisilin.
lazim Sama dengan ROTD
Mengantuk pada
tapi dilihat dari sudut pandang obat
ROTD dilihat dari sudut pandang penggunaan CTM
pasien.

• Medication Error Kejadian yang dapat dicegah Peresepan obat yang


akibat penggunaan obat, yang tidak rasional. Kesalahan
menyebabkan cedera.
perhitungan dosis pada
peracikan.
Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebih.
• Efek Samping Efek yang dapat diprediksi, (sebaiknya istilah ini
tergantung pada dosis, yang dihindarkan)
bukan efek tujuan obat. Efek
samping dapat dikehendaki,
tidak dikehendaki, atau tidak
ada kaitannya.

Apoteker harus mampu mengenali istilah-istilah di atas beserta


contohnya sehingga dapat membedakan dan mengidentifikasi kejadian-
kejadian yang berkaitan dengan cedera akibat penggunaan obat dalam
melaksanakan program Keselamatan pasien.
Lingkup perpindahan/perjalanan obat (meliputi obat, alat kesehatan,
obat untuk diagnostik, gas medis, anastesi) : obat dibawa pasien di
komunitas, di rumah sakit, pindah antar ruang, antar rumah sakit, rujukan,
pulang, apotek, praktek dokter.
Multidisiplin problem : dipetakan dalam proses penggunaan obat :
pasien/care giver, dokter, apoteker, perawat, tenaga asisten apoteker,
mahasiswa, teknik, administrasi, pabrik obat. Kejadian medication error
dimungkinkan tidak mudah untuk dikenali, diperlukan kompetensi dan
pengalaman, kerjasama-tahap proses.
Tujuan utama farmakoterapi adalah mencapai kepastian keluaran
klinik sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan
risiko baik yang tampak maupun yang potensial meliputi obat (bebas
maupun dengan resep), alat kesehatan pendukung proses pengobatan (drug
administration devices). Timbulnya kejadian yang tidak sesuai dengan
tujuan (incidence/hazard) dikatakan sebagai drug misadventuring, terdiri
dari medication errors dan adverse drug reaction.
Ada beberapa pengelompokan medication error sesuai dengan
dampak dan proses (tabel 2 dan 3). Konsistensi pengelompokan ini penting
sebagai dasar analisa dan intervensi yang tepat.
Tabel 2 . Indeks medication errors untuk kategorisasi errors (berdasarkan
dampak)
Errors Kategori Hasil
No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan
Error, no B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
Harm C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan
pasien tetapi tidak membahayakan pasien
D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus
dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien
Error, E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut
harm diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang
buruk yang sifatnya sementara
F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus
dirawat lebih lama di rumah sakit serta memberikan efek
buruk yang sifatnya sementara

G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang


bersifat permanen

H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien


contoh syok anafilaktik
Error, I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
death
Tipe Medication Errors Keterangan
Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal
diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai
dengan yang dimaskud dalam resep
Wrong dose preparation Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang
method tidak sesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara pemberian
yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam
resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang keliru
yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik
yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang
bersangkutan
Etra Dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda

Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan


secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak
berkompeten
Wrong Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk
administration misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang tidak
technique dibenarkan (misalkan obat im diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian
atau diluar jadwal yang ditetapkan

Tabel 3 . Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan)


WHO dalam developing pharmacy practice-a focus on patient care
membedakan tentang praktek farmasi (berhubungan dengan pasien langsung)
dan pelayanan farmasi (berhubungan dengan kualitas obat dan sistem proses
pelayanan farmasi)
- Praktek pekerjaan kefarmasian meliputi obat-obatan, pengadaan produk
farmasi dan pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apoteker dalam
sistem pelayanan kesehatan.
- Pelayanan kefarmasian meliputi semua pelayanan yang diberikan oleh
tenaga farmasi dalam mendukung pelayanan kefarmasian. Di luar suplai
obat-obatan, jasa kefarmasian meliputi informasi, pendidikan dan
komunikasi untuk mempromosikan kesehatan masyarakat, pemberian
informasi obat dan konseling, pendidikan dan pelatihan staf.
- Pekerjaan kefarmasian meliputi penyediaan obat dan pelayanan lain
untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan manfaat yang terbaik.
Klasifikasi aktivitas apoteker (American Pharmacists Association/APha)
A. Memastikan terapi dan hasil yang sesuai
a. Memastikan farmakoterapi yang sesuai
b. Memastikan kepahaman/kepatuhan pasien terhadap rencana
pengobatannya
c. Monitoring dan pelaporan hasil
B. Dispensing obat dan alat kesehatan
a. Memproses resep atau pesanan obat
b. Menyiapkan produk farmasi
c. Mengantarkan obat atau alat kesehatan
C. Promosi kesehatan dan penanggulangan penyakit
a. Pengantaran jasa penanggulangan klinis
b. Pengawasan dan pelaporan issue kesehatan masyarakat
c. Promosi penggunaan obat yang aman dalam masyarakat
D. Manajemen sistem kesehatan
a. Pengelolaan praktek
b. Pengelolaan pengobatan dalam sistem kesehatan
c. Pengelolaan penggunaan obat dalam sistem kesehatan
d. Partisipasi dalam aktivitas penelitian
e. Kerjasama antardisiplin

Dalam, relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai
penyedia obat (pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil
dari farmakoterapi. Dengan berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan,
praktek asuhan kefarmasian diasumsikan apoteker bertanggung jawab terhadap
pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi tersebut. Dengan demikian
apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien tentang biaya, kualitas, hasil
pelayanan kefarmasian.
Dalam aplikasi praktek pelayanan kefarmasian untuk keselamatan pasien
terutama medication error adalah : menurunkan risiko dan promosi penggunaan
obat yang aman.
Berbagai metode pendekatan organisasi sebagai upaya menurunkan
medication error yang jika dipaparkan menurut urutan dampak efektifitas terbesar
adalah :
1. Mendorong fungsi dan pembatasan (forcing function& constraints) :
suatu upaya mendesain sistem yang mendorong seseorang melakukan hal
yang baik, contoh : sediaan potasium klorida siap pakai dalam
konsentrasi 10% Nacl 0.9%, karena sediaan di pasar dalam konsentrasi
20% (>10%) yang mengakibatkan fatal (henti jantung dan nekrosis pada
tempat injeksi)
2. Otomatisasi dan komputer (Computerized Prescribing Order Entry) :
membuat statis /robotisasi pekerjaan berulang yang sudah pasti dengan
dukungan teknologi, contoh : komputerisasi proses penulisan resep oleh
dokter diikuti dengan ”/tanda peringatan” jika di luar standar (ada
penanda otomatis ketika digoxin ditulis 0.5g)
3. Standard dan protokol, standarisasi prosedur : menetapkan standar
berdasarkan bukti ilmiah dan standarisasi prosedur (menetapkan standar
pelaporan insiden dengan prosedur baku). Kontribusi apoteker dalam
Panitia Farmasi dan Terapi serta pemenuhan sertifikasi/akreditasi
pelayanan memegang peranan penting.
4. Sistem daftar tilik dan cek ulang : alat kontrol berupa daftar tilik dan
penetapan cek ulang setiap langkah kritis dalam pelayanan. Untuk
mendukung efektifitas sistem ini diperlukan pemetaan analisis titik kritis
dalam sistem.
5. Peraturan dan Kebijakan : untuk mendukung keamanan proses
manajemen obat pasien. contoh : semua resep rawat inap harus melalui
supervisi apoteker
6. Pendidikan dan Informasi : penyediaan informasi setiap saat tentang
obat, pengobatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang prosedur
untuk meningkatkan kompetensi dan mendukung kesulitan pengambilan
keputusan saat memerlukan informasi
7. Lebih hati-hati dan waspada : membangun lingkungan kondusif untuk
mencegah kesalahan, contoh : baca sekali lagi nama pasien sebelum
menyerahkan.

BAB VI
KESELAMATAN KERJA

Farmasi rumah sakit merupakan unit pelaksana fungsional yang bertanggung


jawab dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian secara menyeluruh di
rumah sakit dengan ruang lingkup pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
kefarmasian klinik dan produksi perbekalan farmasi.

A. Tujuan
1. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi,pasien, dan pengunjung
2. Mencegah kecelakaan kerja, paparan/pajanan bahan berbahaya, kebakaran
dan pencemaran lingkungan.
3. Mengamankan peralatan kerja, bahan baku, dan hasil produksi
4. Menciptakan cara kerja yang baik dan benar.
B. Fungsi
1. Kebakaran
A. Upaya pencegahan kebakaran
1. Dilarang merokok dan membuang puntung rokok berapi
2. Dilarang membiarkan orang lain main api
3. Dilarang menyalakan lampu pelita maupun lilin
4. Dilarang memasak baik dengan coockplat listrik maupun
kompor gas
5. Dilarang lengah menyimpan bahan mudah terbakar :
elpiji,bensin,aceton dll
6. Dilarang membakar sampah atau sisa-sisa bahan pengemas
lainnya.
7. Dilarang membiarkan orang yang tidak berkepentingan berada di
tempat peka terhadap bahaya kebakaran.
B. Penanggulangan bila terjadi kebakaran
1. Jangan panik
2. Jangan berteriak ”kebakaran”
3. Matikan listrik, amankan semua gas
4. Selamatkan dahulu jiwa manusia
5. Dapatkan APAR ( Alat Pemadam Api Ringan ), buka segel dan
padamkan api.
6. Jauhkan barang-barang mudah terbakar dari api
7. Tutup pintu gudang tahan api
8. Kosongkan koridor dan jalan penghubung dan atur agar jalan –
jalan menuju pintu bebas hambatan.
9. Bukalah pintu darurat
10. Bila mungkin selamatkan dokumen penting
11. Siapkan evakuasi obat bius,injeksi,obat-obat resusitasi dan cairan
intravena
12. Catat nama staf yang bertugas
13. Hubungi posko
14. Siapkan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk kebutuhan
darurat.
C. Mencegah meluasnya kebakaran
1. Semua pekerja menyiapkan alat pemadam kebakaran dan
peralatan lainnya sesuai kebutuhan
2. Lakukan tindakan dengan menggunakan alat pemadam
kebakaran bila dianggap api merembet bangunan di unit
kerjanya.
3. Sekali lagi cek kesiapan alat pemadam kebakaran.
2. Bahan – bahan berbahaya
A. Upaya pencegahan kecelakaan oleh bahan berbahaya adalah
dengan cara
a. Memasang LABEL
b. Memasang TANDA BAHAYA memakai LAMBANG/
Peringatan.
c. Melaksanakan KEBERSIHAN
d. Melaksanakan PROSEDUR TETAP
e. Ventilasi umum dan setempat harus baik
f. Kontak dengan bahan korosif harus ditiadakan/
dicegah/ditekan sekecil mungkin
g. Menggunakan alat proteksi diri lab, jas, pakaian kerja,
pelindung kaki, tangan dan lengan serta masker
h. Seluruh tenaga kerja harus memperoleh penjelasan yang
cukup.
i. Untuk pertolongan pertama, air untuk mandi, cuci dan air
untuk membersihkan mata perlu disediakan.
j. Penggunaan larutan penetral sebaiknya tidak dilakukan

B. Penanggulangan kecelakaan oleh bahan berbahaya.


a. Melaksanakan upaya preventif yaitu mengurangi volume atau
bahan berbahaya yang dikeluarkan ke lingkungan atau ”
minimasi bahan berbahaya”
b. Mengurangi volume, konsentrasi toksisitas dan tingkat
bahaya dari bahan berbahaya melalui proses kimia, fisika
atau hayati dengan cara menetralkan dengan bahan penetral.
Mengencerkan volume dengan air atau udara atau zat netral
lain, membiarkan bahan berbahaya dalam tempat tertentu
agar tereduksi secara alami oleh sinar matahari maupun zat
organik yang ada
c. Melaksanakan pembersihan bahan berbahaya yang
menyebabkan kontaminasi ruangan dengan mengamankan
petugas kebersihan terlebih dahulu.
d. Melaporkan terjadinya kontaminasi kepada Kepala Instalasi
Farmasi.
C. Pertolongan pertama pada kecelakaan
a. Singkirkan racun dan sentuhan dengan korban
b. Jika korban pingsan atau hampir pingsan, baringkan korban
dengan posisi telungkup, kepala dimiringkan, dan mulut
ditarik ke depan.
c. Jika korban menunjukan tanda-tanda kesukaran nafas,
lakukan pertolongan pertama dengan nafas buatan.
d. Jangan diberi alkohol, kecuali atas saran dokter, alkohol
dapat meningkatkan penyerapan beberapa racun.
3. Pengelolaan perbekalan farmasi dan bahan –bahan berbahaya
a. Prosedur perencanaan
Sesuai Standard Operating Prosedure ( SOP ) Perencanaan
di Instalasi Farmasi
b. Prosedur pengadaan bahan berbahaya
1. Barang harus bersumber dari distributor utama /
resmi
2. Mempunyai sertifikat analisa dari pabrik
3. Melampirkan MSDS ( Material Safety Data Sheet )
c. Prosedur penerimaan bahan berbahaya.
1. Memeriksa wadah dan pengemas
2. Memperhatikan label berupa simbol, gambar, dan
atau tulisan berupa kalimat peringatan berbahaya
d. Prosedur penyimpanan bahan berbahaya
Menyimpan bahan berbahaya sesuai dengan keterangan dan
pengemas.
- Harus terpisah dari bahan makanan, bahan pakaian, dan
bahan lainnya.
- Tidak menimbulkan interaksi antar bahan berbahaya
satu dengan yang lain.
- Bahan yang mudah menguap harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat.
- Bahan yang mudah menyerap uap air harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat yang berisi zat penyerap
lembab.
- Bahan yang mudah menyerap CO2 harus disimpan
dalam pertolongan kapur tohor.
- Bahan yang harus terlindung dari cahaya harus
tersimpan dalam wadah yang buram atau kaca.
- Bahan yang mudah mengoksidasi harus disimpan
ditempat sejuk dan mendapat pertukaran udara yang
baik.
- Bahan yang mudah terbakar harus disimpan tempat
terpisah dari tempat penyimpanan perbekalan farmasi
lain, mudah dilokalisir bila terjadi kebakaran, tahan
gempa dan dilengkapi dengan pemadam api.
- Bahan beracun harus disimpan tempat yang sejuk,
mendapat pertukaran udara yang baik, tidak kena sinar
matahari secara langsung dan jauh dari sumber panas.
- Bahan korosif harus tersimpan ditempat yang
dilengkapi dengan sumber air untuk mandi dan mencuci
- Bahan yang mudah meledak dijauhkan dari bangunan
yang menyimpan oli, gemuk, api yang menyala.

C. Pengendalian K3 IFRS
Penyakit akibat kerja dirumah sakit umumnya berkaitan dengan faktor biologi
( kuman patogen yang umumnya berasal dari pasien ), faktor kimia
( antiseptik pada kulit, gas anestesi), faktor ergonomik ( cara duduk yang
salah, cara mengangkat pasien yang salah ) faktor fisik dalam dosis kecil dan
terus menerus ( panas pada kulit, radiasi pada sistem reproduksi / pemproduksi
darah ), faktor psikososial ( ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien
gawat darurat, bangsal penyakit jiwa )

A. Bahaya Biologi
Kewaspadaan khusus terdiri dari tiga jenis kewaspadaan yaitu :
1. Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara
Yaitu digunakan untuk menurunkan penularan penyakit melalui
udara baik yang berupa bintik percikan di udara atau partikel kecil
yang berisi agen infeksi pada pasien yang diketahui atau diduga
menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan halus
di udara. Penyakit yang dapat ditularkan melalui udara antara lain :
- Campak
- Varisella
- Tuberkulosis
2. Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan
Kewaspadaan ini ditujukan untuk mencegah terjadi penularan
penyakit dari pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit
serius dengan penularan percikan partikel besar dari orang yang
terinfeksi mengenai lapisan mukosa hidung,mulut dan konjungtiva
mata orang yang rentan. Percikan dapat terjadi pada waktu orang
berbicara, batuk, bersin ataupun pada waktu pemeriksaan jalan nafas
seperti intubasi atau bronkhoskopi. Beberapa penyakit yang
ditularkan melalui droplet diantaranya :
a. Haemophyllus Influensa invasive type B, termasuk
meningitis, pneumonia dan sepsis
- Diptheria ( faringeal )
- Mycoplasma pneumonia
- Pertusis
- Pneumonia plague
- Streptococcal pharingitis, fever pada bayi dan anak,
pneumonia, atau scarlet
b. Staphylococcus Pneumonia invasive multidrug resisten,
termasuk meningitis pneumonia, sinusitis, dan otitis media
c. Bakteri infeksi saluran nafas lain dengan tranmisi droplet:
 Diptheria ( faringeal )
 Mycoplasma pneumonia
 Pertusis
 Pneumonia plague
 Streptococcal pharingitis, fever pada bayi dan anak,
pneumonia, atau scarlet
d. Infeksi virus serius dengan tranmisi percikan, termasuk
 Adenovirus
 Influenza
 Mumps
 Parvovirus B 19
 Rubella
3. Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak
Digunakan untuk mencegah penularan penyakit dari pasien yang
diketahui atau diduga menderita penyakit yang ditularkan melalui
kontak langsung yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak tak
langsung dengan benda di lingkungan pasien.
B. Bahaya Fisika
Faktor fisika merupakan salah satu beban tambahan bagi pekerja di rumah
sakit yang apabila tidak dilakukan upaya – upaya penanggulangan dan
menyebabkan penyakit akibat kerja. Faktor fisika terdiri dari :
1. Bising
Nilai ambang batas intensitas bising adalah 85 dB, Mengatur Jam kerja

Intensitas dB Waktu kerja max / hari ( jam )

85 8
90 4
95 2
100 1
105 ½
110 1/4

Pengendalian dengan mengurangi dosis pemajanan:


- Sumber ( desain akustik, Menggunakan alat yang kurang bising,
merubah metode proses )
- Media : Menjauhkan sumber dari pekerja, mengabsorpsi dan
mengurangi pantulan bising secara akustik pada dinding, ,menutup
sumber bising dengan barier.
- Pekerja : Alat pelindung diri, ruang isolasi untuk istirahat, rotasi
pekerja, pengendalian jadwal kerja
2. Listrik
Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit pemanfaatan aliran listrik digunakan
untuk penerangan dan penggerak peralatan. Namun jika
penggunaannya tanpa didukung pengetahuan listrik yang memadai
dapat menimbulkan kecelakaan terhadap listrik. Ada dua tingkatan
listrik yang berbahaya yaitu makroshok dan mikroshok
Pengendalian :
- Enginering : Pemasangan ground, pengukuran jaringan listrik,
pemasangan pengaman, pemasangan tanda-tanda bahaya.
- Pemasangan tanda-tanda bahaya dan indikator
- Administrasi : penempatan petugas sesuai ketrampilan, waktu kerja
digilir
- Intervensi medan elektromagnetik terhadap alat-alat elektronik
- Memakai sepatu isolasi.
3. Panas
Secara umum panas dirasakan bila suhu udara diatas suhu nyaman,
suhu nyaman di indonesia antara 26ºC - 28ºC dengan relatif humidity
antara 60-70%.
Pengendalian
Terhadap lingkungan
- Isolasi dari peralatan yang menimbulkan panas
- Menyempurnakan sistem ventilasi
- Terhadap kelembaban dengan menutup kebocoran uap
air,menyempurnakan ventilasi,mengurangi kelembaban dengan alat
dehumidifier, pakaian dengan sistem ventilasi.
- Pemasangan AC
- Menyediakan tempat istirahat yang memenuhi syarat.
Terhadap pekerja
- Menyediakan air minum dekat tempat kerja yang cukup
- Kondisi dimana lingkungan kerja mempunyai tingkat radiasi
rendah, disarankan menutup seluruh permukaan kulit dan berwarna
putih.
- Pengaturan waktu kerja dan istirahat dengan suhu ruangan
4. Getaran
Getaran adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh subyek dengan
gerakan osilasi.
Pengendalian
- Terhadap sumber diusahakan menurunkan getaran dengan bantalan
anti vibrasi dan pemeliharaan mesin yang baik
- Kepada pekerja dianjurkan menggunakan sarung tangan untuk
menghangatkan tangan terutama dalam suhu tinggi untuk
perlindungan terhadap gangguan vaskuler.
5. Radiasi
Sebagaimana diketahui bahwa radiasi disamping bermanfaat juga
dapat menimbulkan bahaya bagi umat manusia.
Radiasi dibagi menjadi :
a. Radiasi pengion
Radiasi yang mempunyai kemampuan untuk melepas elektron dari
orbitnya pada suatu atom membentuk suatu ion, termasuk :
- Sinar X
- Sinar Gamma
- Sinar Kosmis
Efek radiasi terhadap kesehatan adalah sindrom sistem syaraf
pusat, gangguan gastroinstestinal, gangguan sistem hemopeoetik,
leukomogenesis, karsiogenesis, kerusakan genetik.Efek kesehatan
ini tergantung dosis dan waktu pemajanan mulai dari gejala akut
ringan sampai kematian.
Pengendalian
- Enginering : Peralatan ditaruh di tempat isolasi, Operator harus
dilindungi dari paparan.
- Administrasi: penggantian operator X-Ray bila film badge
telah mencapai NAB
- Alat pelindung diri: Apron
b. Radiasi non pengion
Radiasi yang tanpa ada pelepasan elektron elektron tergantung
panjang gelombang.
Pengendalian
Menggunakan alat pelindung mata: sungglass, filter untuk
mikroskop elektron, dan pelindung mata untuk sinar laser.
6. Cahaya
C. Bahaya Kimia
Adanya zat-zat kimia di rumah sakit dapat menimbulkan bahaya bagi para
penderita maupun para pekerjanya
1. Gas Nitrogen Oksida
- Bahaya Kebakaran
Pencegahan jauhkan dari minyak,oli,gemuk,api dan zat-zat lain
yang mudah terbakar.
Tindakan : jika terjadi kebakaran gunakan pemadam api,
semprotkan air pada silinder N2O yang ada disekitarnya supaya
dingin.
- Bahaya ledakan
Pencegahan : jauhkan sumber api, pasang safety,jangan didekatkan
panas yang tinggi.
- Pemaparan Inhalasi
Pencegahan : hindari hirup N2O dalam jumlah besar, pindahkan
jika ada tabung yang bocor.
Tindakan: pindahkan penderita di tempat yang segar dan
istirahatkan
- Pemaparan kulit
Pertolongan pertama siram dengan air hangat ( 30 – 40 derajat C )
pada bagian kulit yang terbakar.
- Pemaparan mata
Pencegahan : pakai perlindungan mata saat menangani N2O,
pertolongan pertama bilas mata dengan air bersih selama 15 menit.
2. Gas O2
- Bahaya kebakaran
Pencegahan jauhkan dari minyak,oli,gemuk,api dan zat-zat lain
yang mudah terbakar.
Tindakan : jika terjadi kebakaran gunakan pemadam api,
semprotkan air pada silinder O2 yanga ada disekitarnya supaya
dingin.
- Bahaya ledakan
Pencegahan : jauhkan sumber api, pasang safety, jangan
didekatkan panas yang tinggi.
- Pemaparan Inhalasi
Pencegahan : hindari hirup N2O dalam jumlah besar, pindahkan
jika ada tabung yang bocor.
Tindakan: pindahkan penderita di tempat yang segar dan
istirahatkan
- Pemaparan kulit
Pertolongan pertama siram dengan air hangat ( 30 – 40 derajat C )
pada bagian kulit yang terbakar.
- Pemaparan mata
Pencegahan : pakai perlindungan mata saat menangani O2,
pertolongan pertama bilas mata dengan air bersih selama 15 menit.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

A. Tujuan

1 Tujuan Umum
Agar setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang
ditetapkan dan dapat memuaskan pelanggan.

2 Tujuan Khusus
■ Menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar
■ Terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas
obat dan keamanan pasien
■ Meningkatkan efisiensi pelayanan
■ Meningkatkan mutu obat yang diproduksi di rumah sakit sesuai
CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
■ Meningkatkan kepuasan pelanggan
■ Menurunkan keluhan pelanggan atau unit kerja terkait

B Evaluasi
1 Jenis Evaluasi
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi tiga jenis program
evaluasi:
a. Prospektif : program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan
Contoh : pembuatan standar, perijinan.
b. Konkuren : program dijalankan bersamaan dengan
pelayanan dilaksanakan
Contoh : memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep
oleh Asisten Apoteker
c. Retrospektif: program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan
Contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang.

2 Metoda Evaluasi
2.1 Audit (pengawasan
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai
standar
2.2 Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber
daya, penulisan resep

2.3 Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket
atau wawancara langsung.

2.4 Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan obat.
C Pengendalian Mutu
Merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit terhadap
perbekalan farmasi untuk menjamin mutu, mencegah kehilangan, kadaluarsa,
rusak dan mencegah ditarik dari peredaran serta keamanannya sesuai dengan
Kesehatan, Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3 RS).yang meliputi :
a. Melaksanakan prosedur yang menjamin keselamatan kerja dan lingkungan.
b. Melaksanakan prosedur yang mendukung kerja tim Pengendalian Infeksi
Rumah Sakit.

1 Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan


■ Unsur masukan (input) : tenaga/sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, ketersediaan dana
■ Unsur proses : tindakan yang dilakukan oleh seluruh staf farmasi
■ Unsur lingkungan : Kebijakan-kebijakan, organisasi, manajemen
■ Standar yang digunakan adalah standar pelayanan farmasi minimal
yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dan standar lain yang
relevan dan dikeluarkan oleh lembaga yang dapat
dipertanggungjawabkan .

2 Tahapan Program Pengendalian Mutu


a. Mendefinisikan kualitas pelayanan farmasi yang diinginkan dalam
bentuk kriteria.
b. Penilaian kualitas pelayanan farmasi yang sedang berjalan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila
diperlukan.
d. Penilaian ulang kualitas pelayanan farmasi.
e. Up date kriteria.

3 Aplikasi Program Pengendalian Mutu


Langkah - langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu :
a. Memilih subyek dari program
b. Karena banyaknya fungsi pelayanan yang dilakukan secara
simultan , maka tentukan jenis pelayanan farmasi yang akan dipilih
berdasarkan prioritas
c. Mendefinisikan kriteria suatu pelayanan farmasi sesuai dengan
kualitas pelayanan yang diinginkan
d. Mensosialisasikan Kriteria Pelayanan farmasi yang dikehendaki
e. Dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada
semua personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama
untuk
mencapainya
f Melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang
berjalan menggunakan kriteria
g. Bila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan
tersebut
h. Merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan
i. Mengimplementasikan formula yang telah direncanakan
j. Reevaluasi dari mutu pelayanan Pelayanan

4 Indikator dan Kriteria


Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan
indikator, suatu alat/tolak ukur yang hasil menunjuk pada ukuran
kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
Makin sesuai yang diukur dengan indikatornya, makin sesuai pula hasil
suatu pekerjaan dengan standarnya. Indikator dibedakan menjadi : •
Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan
untuk mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan
lingkungan.

• Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk


mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang
diselenggarakan.
Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut:
■ Sesuai dengan tujuan
■ Informasinya mudah didapat
■ Singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi
■ Rasional

BAB IX
PENUTUP

Dengan ditetapkanya buku pedoman Pelayanan Rumah Sakit Melati Kota


Sungai Penuh, tidaklah berarti semua permasalahan tentang pelayanan kefarmasian
di Rumah Sakit Melati Kota Sungai Penuh menjadi mudah dan selesai. Dalam
pelaksanaannya di lapangan akan menghadapi berbagai kendala, antara lain
sumber daya manusia / tenaga farmasi, kebijakan manajemen serta pihak – pihak
terkait yang umumnya masih dengan paradigma lama yang melihat pelayanan
farmasi di rumah sakit hanya mengurusi masalah pengadaan dan distribusi obat
saja. Untuk itu perlu komitmen dan kerjasama yang lebih baik antara manajemen
sebagai pembuat kebijakan, medis, dan paramedis yang menangani penderita serta
farmasi yang telah melaksanakan paradigma baru yaitu asuhan kefarmasian,
sehingga pelayanan rumah sakit kepada pengguna jasa akan semakin optimal.

Anda mungkin juga menyukai