Anda di halaman 1dari 78

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
petunjukNya, kita dapat menyelesaikan penyusunan buku Pedoman Pelayanan
Kefarmasian RSUD Kardinah Kota Tegal.
Buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian RSUD Kardinah Kota Tegal
adalah kumpulan ketentuan dasar dalam mengaplikasikan keputusan menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 perihal Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit selaras dengan persyaratan rumah sakit
terakreditasi pola baru tahun 2012.
Diharapkan Buku Pedoman Pelayanan Farmasi RSUD Kardinah Kota
Tegal ini dapat mewadahi kebutuhan profesional dalam menjalankan tugas dan
fungsinya di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah sebagai rumah sakit
terakreditasi.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan bekerjasama dalam penyusunan Buku Pedoman Instalasi Farmasi
RSUD Kardinah Tegal, saran dan koreksi demi perbaiakan buku pedoman ini
sangat kami harapkan.

Penyusun,

Ka. Instalasi Farmasi


RSU Kardinah Tegal

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4


A. Latar Belakang …………………………………………………. 4
B. Tujuan ........................................................................................... 4
C. Ruang Lingkup………………………………………………….. 6
D. Batasan Operasional …………………………………………… 7
E. Landasan Hukum ……………………………………………… 8

BAB II STANDAR KETENAGAAN ………………………………. 10


A. Kualifikasi sumber daya manusia……………………………… 10
B. Distribusi ketenagaan …………………………………………. 11
C. Pengaturan Jaga ………........…………………………………. 12

BAB III STANDAR FASILITAS …………………………………… 13


A. Denah ruang ………………………………………………….. 13
B. Standar fasilitas ………………………………………………. 19
a. Ruang kantor/administrasi ………………………………… 20
b. Ruang produksi ……………………………………………. 20
c. Ruang Penyimpanan ………………………………………. 20
d. Ruang distribusi/pelayanan ……………………………….. 20
e. Ruang konsultasi …………………………………………. 21
f. Ruang Informasi Obat …………………………………….. 21
g. Ruang arsip dokumen ……………………………………… 21
C. Peralatan ……………………………………………………… 22

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ........................................ 25


A. Pengelolaan Perbekalan Farmasi ………………………………. 25
B. Pelayanan Kefarmasian ………………………………………… 32

BAB V KESELAMATAN PASIEN ………………………………… 39


A. Pengertian ……………………………………………………... 39

2
B. Tujuan …………………………………………………………. 40
C. Tata laksana keselamatan pasien ……………………………… 41

BAB VI KESELAMATAN KERJA ………………………………… 52


BAB VII PENGENDALIAN MUTU ………………………………… 72
BAB IX PENUTUP ……………………………………………........... 76
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 77

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di

rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu, hal tersebut

diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:

1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang standar pelayanan rumah sakit yang

menyebutkan bahwa pelayanan farmasi adalah bagian yang tidak terpisahkan

dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada

pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi

klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Anonim,2004).

Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,

mengharuskan adanya perubahan paradigma baru yaitu patient oriented

dengan filosofi Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian). Praktek

pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu

B. Tujuan
1. Adapun tujuan pelayanan farmasi
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai
obat
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku

4
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan
g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda

2. Fungsi pelayanan farmasi


1) Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit

2) Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan


a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga

5
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g. Melakukan pencampuran obat suntik
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i. Melakukan penanganan obat kanker
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l. Melaporkan setiap kegiatan

3) Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit


4) Untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit
5) Untuk menerapkan konsep pelayanan kefarmasian
6) Untuk memperluas fungsi dan peran apoteker farmasi rumah sakit
7) Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional

C. Ruang Lingkup
a. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, serta
pemulihan kesehatan, pada manusia dan atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.

b. Evaluasi adalah proses penilaian kinerja pelayanan farmasi di rumah sakit


yang
meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM), pengelolaan
perbekalan
farmasi, pelayanan kefarmasian kepada pasien/pelayanan farmasi klinik.
c. Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan
kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat,
serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi yang
ditetapkan serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi.

6
d. Obat yang menurut undang-undang yang berlaku, dikelompokkan ke
dalam obat keras, obat keras tertentu dan obat narkotika harus diserahkan
kepada pasien oleh Apoteker.

D. Batasan Operasional
a. Pengelolaan perbekalan farmasi adalah suatu proses yang merupakan
siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan.

b Pengendalian mutu adalah suatu mekanisme kegiatan pemantauan dan


penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan
sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu
serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil sehingga terbentuk
proses peningkatan mutu pelayanan farmasi yang berkesinambungan.

c. Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan
obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis.

d. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan


untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, yang terdiri dari sediaan
farmasi, alat kesehatan, gas medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan
nutrisi.
e. Perlengkapan farmasi rumah sakit adalah semua peralatan yang
digunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di farmasi
rumah sakit.
f. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada Apoteker, untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku.
g. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

7
E. Landasan Hukum

Landasan hukum buku pedoman Instalasi Farmasi adalah :


a. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ( Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5072 )
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan ( Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5063)
c. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 143 , Tambahan Lembaran Negara Nomor )
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
e. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 / Menkes / SK / II / 2008
tentang berlakunya Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
f. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 / MENKES / SK / X / 2004
Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.
g. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.351 / Menkes / SK / III / 2003
tentang Komite K3 Sektor Kesehatan.
h. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3952 )
i. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1747 / Menkes / SK / XII / 2000
tentang Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal dalam Bidang
Kesehatan di Kabupaten / Kota.
j. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
k. Permenkes No.6 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
l. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1009 / Menkes / SK / X / 1995
tentang Pembentukan Komiter Nasional Farmasi dan Terapi

8
m. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983 / Menkes / SK / XI / 1992
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum
n. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b / Menkes / PER/II/1988 tentang
rumah sakit
o. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 085 / Menkes / Menkes / PER / I /
1989 tentang Kewajiban Menulis resep dan atau menggunakan Obat
Generik di Rumah Sakit Pemerintah.
p. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920 / Menkes / Per / XII / 1986
tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik

9
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia yang
melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam bagan
organisasi rumah sakit dengan persyaratan :
■ Terdaftar di Departeman Kesehatan
■ Terdaftar di Asosiasi Profesi
■ Mempunyai izin kerja.
■ Mempunyai SK penempatan
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi
profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi
persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun
kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu
profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus
disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta
perkembangan dan visi rumah sakit.

1 Kompetensi Apoteker:
1.1 Sebagai Pimpinan :
■ Mempunyai kemampuan untuk memimpin
■ Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola dan
mengembangkan pelayanan farmasi
■ Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri
■ Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak
lain
■ Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah, menganalisa
dan memecahkan masalah

1.2 Sebagai Tenaga Fungsional

10
■ Mampu memberikan pelayanan kefarmasian
■ Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian
■ Mampu mengelola manajemen praktis farmasi
■ Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian
■ Mampu melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan
■ Dapat mengoperasionalkan komputer
■ Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang
farmasi klinik.

Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi harus dijabarkan


secara jelas fungsi ruang lingkup, wewenang, tanggung jawab, hubungan
koordinasi, fungsional, dan uraian tugas serta persyaratan/kualifikasi
sumber daya manusia untuk dapat menduduki posisi.

B. Distribusi Ketenagaan

1 Jenis Ketenagaan
a. Untuk pekerjaan kefarmasian di RSUD Kardinah Tegal dibutuhkan
tenaga :
■ Apoteker
■ Sarjana Farmasi
■ Asisten Apoteker (AMF, SMF)
b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga :

■ Operator Komputer /Teknisi yang memahami kefarmasian


■ Tenaga Administrasi
c. Pembantu Pelaksana
■ Resepteer

2 Beban Kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang


berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu :

11
■ Kapasitas tempat tidur dan BOR
■ Jumlah resep atau formulir per hari
■ Volume perbekalan farmasi
■ Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan
kefarmasian)

3 Pendidikan
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik, dalam penentuan
kebutuhan tenaga harus dipertimbangkan :

■ Kualifikasi pendidikan disesuaikan dengan jenis pelayanan/tugas


fungsi
■ Penambahan pengetahuan disesuaikan dengan tanggung jawab
■ Peningkatan keterampilan disesuaikan dengan tugas

C. Pengaturan Jaga
■ Pelayanan 3 shift (24 jam)

Dilaksanakan di Unit Pelayanan Farmasi IGD RSUD Kardinah Tegal


■ Pelayanan 2 shift
Dilaksanakan di Unit Pelayanan Farmasi Dewadaru dan Rawat Inap RSUD
Kardinah Tegal
■ Pelayanan 1 shift
Dilaksanakan di Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan
Disesuaikan dengan sistem pendistribusian perbekalan farmasi di rumah
sakit.

Jenis Pelayanan
■ Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
■ Pelayanan Rawat inap
■ Pelayanan Rawat jalan
■ Pelayanan Dewadaru

12
■ Pelayanan IBS dan Haemodialisa

BAB III

STÁNDAR FASILITAS

B. Denah Ruangan
1. Denah Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan

H A B C
I

D D D
G
E

F E

Keterangan :

A: Tempat Entri, Penyerahan obat, Penerimaan resep Jamkesmas

B: Tempat Entri, Penyerahan obat, Penerimaan resep ASKES

C: Tempat Entri, Penyerahan obat, Penerimaan resep Umum

D: Meja Etiket dan Peracikan Obat

E : Rak persediaan farmasi umum / reguler

F : Rak persediaan farmasi Askes

G: Rak persediaan sirup, injeksi, alkes Askes dan Reguler

H: Lemari es persediaan obat

13
I : Ruang peracikan obat salep,puyer,kapsul

2. Denah Unit Pelayanan Farmasi Rawat Inap

B C
A
D
E
I J

F G L

M
Keterangan :

A: Tempat Entri, Penyerahan obat, Penerimaan resep

B: Lemari es perbekalan farmasi

C: Meja penulisan etiket

D: Meja UDD peracikan puyer, salep, dan kapsul

E : Rak perbekalan farmasi tablet generik dan alkes

F : Lemari es sediaan hight alert

G: Depo sediaan tablet dan injeksi rawat inap

H: Lemari narkotik, psikotropika dan obat kemoterapi

14
I : Rak sediaan injeksi, umum, dan askes

J : Rak perbekalan farmasi tablet umum

K: Rak perbekalan farmasi sirup

L : Rak perbekalan farmasi tablet antibiotika

M: Rak infus farmasi rawat inap

3. Denah Unit Pelayanan Farmasi IGD

C
B
A
E
F

Keterangan :

A: Tempat Entri, Penyerahan obat, Penerimaan resep

B: Rak perbekalan farmasi tablet dan sirup

C: Rak Perbekalan farmasi Injeksi dan Alkes

D: Rak perbekalan farmasi Infus

E : Rak perbekalan farmasi injeksi dan alkes

F : Lemari es perbekalan farmasi

15
4. Denah Unit Pelayanan Farmasi Dewadaru

L A

K
B

M
J

I N C

G F E D

Keterangan :

A: Tempat Entri, Penyerahan obat, Penerimaan resep

B: Meja Etiket

C: Depo dan rak persediaan farmasi Umum dan Askes

D: Rak sepatu

E : Lemari tas dan rak file

F : Lemari es perbekalan farmasi

G: Wastafel

H: Tempat galon

16
I : Meja racik

J : Depo dan rak perbekalan farmasi, rak infus, rak alkes

K: Rak infus, lemari hight alert

L : depo infus

M : Meja penyiapan perbekalan farmasi, dan depo alkes

N : Meja UDD, lemari narkotika, laci obat kemoterapi

5. Denah Unit Pelayanan Farmasi IBS dan Haemodialisa

B A

C H

D E F

Keterangan :

A: Meja kerja petugas Yanfar HD

B: Meja kerja petugas Yanfar IBS

C: Lemari Obat ,lensamata, dan injeksi

17
D: Lemari benang

E : Lemari alkes IBS

F : Lemari alkes HD

G: Lemari narkotika

H: Lemari es yanfar IBS

I : Dispenser yanfar IBS

J : Kamar mandi yanfar IBS

6. Denah Gudang Farmasi

A1 B C D1`

A2

F
A3 E

A4 G1 G2 G3 G1 H

K
I D2

A5

J1 J2 J3 J4 J5

18
Keterangan :

A: Alat kesehatan

B: Sediaan tetes mata

C: Sediaan Salep

D: Sediaan Hight alert

E : Sediaan Benang

F : Sediaan narkotika dan psikotropika

G: Obat suhu dingin / lemari es

H : Sediaan sirup

I : Sediaan infus

J : Sediaan Tablet dan injeksi

K : Meja kerja dan komputer pwtugas gudang

B. Standar Fasilitas
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan
dan perundangan-undangan kefarmasian yang berlaku:
a. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
b. Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian
di rumah sakit.
c. Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan
langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan limbah.
d. Dipisahkan juga antara jalur steril, bersih dan daerah abu-abu, bebas
kontaminasi.
e. Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan
keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas peralatan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan

19
dispensing
baik untuk sediaan steril, non steril maupun cair untuk obat luar atau
dalam.

1 Pembagian Ruangan
1.1 Ruang Kantor
■ Ruang pimpinan
■ Ruang staf
■ Ruang kerja/administrasi
■ Ruang pertemuan

1.2. Ruang Penyimpanan


Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi
temperatur sinar/cahaya, kelembaban, fentilasi, pemisahan untuk
menjamin mutu produk dan keamanan petugas yang terdiri dari:

1.2.1 Kondisi Umum untuk Ruang Penyimpanan

■ Obat jadi
■ Bahan baku obat
■ Alat kesehatan dan Iain-lain.

1.2.2. Kondisi Khusus untuk Ruang Penyimpanan :


■ Obat termolabil
■ Alat kesehatan dengan suhu rendah
■ Obat mudah terbakar
■ Obat/bahan obat berbahaya
■ Barang karantina

1.3. Ruang Distribusi/Pelayanan


Ruang distribusi yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi rumah
sakit:

20
■ Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan (Apotik)
■ Ada ruang khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan
persiapan obat
■ Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap (satelit farmasi)
■ Ruang distribusi untuk melayani kebutuhan ruangan
- Ada ruang khusus/terpisah dari ruang penerimaan barang dan
penyimpanan barang
- Dilengkapi kereta dorong trolley

1.4. Ruang Konsultasi


Sebaiknya ada ruang khusus untuk apoteker memberikan
konsultasi pada pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan
dan kepatuhan pasien
■ Ruang konsultasi untuk pelayanan rawat jalan (Apotik)
■ Ruang konsultasi untuk pelayanan rawat inap

1.5 Ruang Informasi Obat


Sebaiknya tersedia ruangan sumber informasi dan teknologi
komunikasi dan penanganan informasi yang memadai untuk
mempermudah pelayanan informasi obat. Luas ruangan yang
dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat :
■ 200 tempat tidur : 20 meter2
■ 400-600 tempat tidur : 40 meter2
■ 1300 tempat tidur : 70 meter2

1.6. Ruang Arsip Dokumen


Harus ada ruangan khusus yang memadai dan aman untuk
memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin
agar penyimpanan sesuai hukum., aturan, persyaratan, dan tehnik
manajemen yang baik

21
C. Peralatan

Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan


terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non
steril, maupun cair untuk obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus
dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan
kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun.

Peralatan minimal yang harus tersedia :


a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik
nonsteril maupun aseptik
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
c. Kepustakaan memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika
e. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang
baik
g. Alarm

Macam-macam Peralatan
1. Peralatan Kantor
■ Furniture (meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet dan Iain-
lain)
■ Komputer/mesin tik
■ Alat tulis kantor
■ Telpon dan Faximile
* Disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit

2 Peralatan Penyimpanan
2.1 Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum

■ lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban


dan cahaya yang berlebihan
■ Lantai dilengkapi dengan palet

22
2.2. Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus :
■ Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi
secara berkala
■ Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat
psikotropika
■ Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan
pembuangan limbah sitotoksik dan obat berbahaya harus
dibuat secara khusus untuk menjamin keamanan petugas,
pasien dan pengunjung

3 Peralatan Pendistribusian/Pelayanan

■ Pelayanan rawat jalan (Apotik)


■ Pelayanan rawat inap (satelit farmasi)
■ Kebutuhan ruang perawatan/unit lain

4 Peralatan Konsultasi

■ Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet, dan brosur dan lain-lain


■ Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari untuk
menyimpan medical record
■ Komputer
■ Telpon
■ Lemari arsip
■ Kartu arsip

5 Peralatan Ruang Informasi Obat


■ Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan
informasi obat
■ Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak
■ Komputer
■ Telpon - Faxcimile

23
■ Lemari arsip
■ Kartu arsip
■ TV dan VCD ( disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit )

6. Peralatan Ruang Arsip


■ Kartu Arsip
■ Lemari Arsip

24
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Pengelolaan Perbekalan Farmasi di RSUD Kardinah Tegal merupakan suatu
siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.yang dapat
dilihat dari bahan alur berikut ini :

1. Seleksi
10. Pemantauan ( Selection )
( Monitoring )

2. Pengadaan
( Procurement )

9. Pemberian
( Administration )
3. Penyimpanan
( Storage )

8. Penyaluran
( Dispensing )

4. Peresepan
( Prescribe )

7. Persiapan
( Preparing )

6. Pendistribusian
( Storage )
5. Pencatatan
( Transcribe )

25
Tujuan
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien
b. Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan
c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
d. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan

1. Pemilihan ( Selection )

Pemilihan obat secara rasional di RSUD Kardinah Tegal dengan tujuan


untuk menghasilkan penyediaan atau pengadaan obat yang lebih baik,
penggunaan obat yang lebih rasional dan harga obat yang lebih murah.
Pemilihan pengadaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Komite Farmasi
dan Terapi ( KFT ) yaitu suatu tim yang anggotanya terdiri dari dokter,
dokter spesialis, dan sekertaris adalh seorang Apoteker dan tenaga lain di
rumah sakit yaitu ahli gizi/perawat. Langkah-langkah dalam pemilihan
pengadaan perbekalan farmasi dasarnya terdapat pada Kepmenkes 1197 /
SK / Menkes / X / 2004 menyampaikan bahwa farmasi adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah sakit yang
berorientasi kepada pasien, penyediaan obat bermutu termasuk pelayanan
farmasi klinik yang terjangkau dari semua lapisan masyarakat.

Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia


Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta
jaminan purna transaksi pembelian.

2. Perencanaan

Perencanaan perbekalan farmasi adalah suatu kegiatan perencanaan


pembelian perbekalan farmasi dan alkes yang dibutuhkan oleh Instalasi
Farmasi RSUD Kardinah Tegal, digunakan dalam melayani kebutuhan
perbekalan farmasi, pada tiap-tiap unit pelayanan farmasi. Tujuan

26
perencanaan perbekalan farmasi adalah agar dapat melakukan pembelian
perbekalan farmasi yang optimal dan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu
dapat meminimalisasi perbekalan farmasi yang kadaluarsa.

Perencanaan perbekalan farmasi mengacu pada pengadaan 2 tahun


sebelumnya dan dilaporkan ke bagian keuangan untuk diajukan sebagai
Rencana Anggaran Belanja ( RAB ) RSUD Kardinah Tegal. Pemilihan
perbekalan farmasi telah ditentukan sesuai buku pedoman yang ada di
RSUD Kardinah Tegal yang meliputi Formularium Rumah Sakit RSUD
Kardinah Tegal, Daftar Obat Rumah Sakit ( DORS ), Daftar Plafon Harga
Obat ( DPHO ) ASKES, Daftar Obat Inhelath ( DOI ), dan Daftar Obat
Jamsostek. Prosentase jenis sediaan obatnya yaitu : tablet 30%, Infus 9%,
injeksi 30%, alkes 16%, obat luar 3%, sirup 3%, dan gas medik 3%.

Pola pemilihan perbekalan farmasi menganul pola konsumsi, pola


konsumsi yang dianut adalah jumlah pemakaian perbekalan farmasi
pemakaian perbekalan farmasi selama kurun waktu 3 bulankemudian
dicari rata-ratanya setiap bulan

Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia


Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta
jaminan purna transaksi pembelian.

3 Pengadaan
Pengadaan adalah suatu kegiatan pemesanan obat-obatan dan alkes yang

dibutuhkan Instalasi Farmasi RSUD Kardinah Tegal kepada Pedagang Besar

Farmasi ( PBF ). Sistem pengadaan perbekalan farmasi dengan jumlah

cukup sesuai kebutuhan dengan mutu terjamin dan ada saat diperlukan.

Sistem pengadaan di RSUD Kardinah Tegal menganut pola konsumsi

perbekalan farmasi 3 bulan dan menganut berdasarkan diagnosa rekam

medik tahun sebelumnya dengan jumlah penyakit yang terbanyak anak-anak

27
maupun orang dewasa dan menghitung jumlah obat yang dibutuhkan

berdasarkan pola konsumsi, perlu diperhatikan hal-hal seperti pengumpulan

dan pengolahan data, analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan,

perkiraan, kebutuhan obat dengan alokasi dana. Pelaksananya yaitu kepala

logistik mengumpulkan kartu stok perbekalan farmasi yang habis dan

mengecek stok perbekalan farmasi minimal melalui SIM. Pelaksana

pengadaan mengentri Surat Pesanan ( SP ) kepada PBF dengan SIM RSt dan

diberi nomor serta kode SP. Untuk surat pesanan ASKES kodenya ASK, dan

untuk pesanan reguler kodenya FD ( Farmasi Dinas ).Adapun dalam

penyerahan SP tidak semuanya diberikan langsung kepada salesnya ada juga

yang dikirim menggunakan faximile. Bagian pengadaan melakukan order /

pengadaan 1 minggu 2 kali, yaitu pada hari selasa dan kamis. PBF yang

ditunjuk dalam pengadaan ini adalah distributor resmi dari pabrik

produsennya.

4 Penerimaan
Penerimaan perbekalan farmasi adalah kegiatan untuk menerima perbekalan
farmasi yang telah dipesan sesuai dengan surat pesanan. Penerimaan
perbekalan farmasi di RSUD Kardinah Tegal terdapat dua cara: barang
dikirim melalui distributor dan paket.

Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi:

■ Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa


■ Barang harus bersumber dari distributor utama
■ Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)
■ Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of
origin

28
■ Expire date minimal 2 tahun

5 Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang
ditetapkan:

■ Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya

Penyimpanan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi di RSUD

Kardinah Tegal dibagi menjadi 2 jenis yaitu perbekalan farmasi ASKES

dan Reguler. Untuk perbekalan farmasi ASKES menggunakan kartu stok

berwarna merah dan untuk perbekalan farmasi reguler menggunakan

kartu stok berwarna biru. Masing-masing jenis dibagi lagi menjadi

beberapa klasifikasi yaitu : Tablet, Infus, Injeksi, Alkes dan Obat Luar.

■ Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya

Penyimpanan obat harus diperhatikan suhu ruangan :

a. Penyimpanan perbekalan farmasi dalam kulkas 2 - 8º C

b. Penyimpanan perbekalan farmasi dalam fritzer -2º C

c. Penyimpanan perbekalan farmasi dalam suhu ruangan 25 – 30 º C

■ Mudah tidaknya meledak/terbakar

■ Tahan/tidaknya terhadap cahaya

disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan


perbekalan farmasi sesuai kebutuhan

6 Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Instalasi Farmasi RSUD

29
Kardinah Tegal dalam melakukan distribusi menggunakan metode FEFO
( First Expired First Out ) dimana perbekalan farmasi yang keluar dari gudang
ke unit pelayanan farmasi berdasarkan obat yang kadaluarsanya paling dekat
yang keluar pertama kali.

Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien
dengan mempertimbangkan :

■ Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada

■ Metode sentralisasi atau desentralisasi

■ Sistem resep individu dan dispensing dosis unit.

6.1 Pendistnbusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap


Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di
ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi
oleh Satelit Farmasi.

6.2 Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan


Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh
Apotik Rumah Sakit.

6.3 Pendistribusian Perbekalan Farmasi di luar Jam Kerja


Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh:
a. Apotik rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam
b. Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi

30
Sistem pelayanan distribusi:
a. Sistem persediaan di ruangan
■ Persediaan yang ada diruangan hanya ada pada perbekalan farmasi
tertentu ( contoh : medisef, aqucheck )
■ Pemakaian sediaan farmasi tersebut kemudian diresepkan untuk
dilakukan penggantian oleh instalasi farmasi

b. Sistem resep perorangan


Pendistribusian perbekalan farmasi resep perorangan / pasien rawat
jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi RSUD Kardinah Tegal.
c. Sistem unit dosis
Pendistribusian obat-obatan melalui resep perorangan yang disiapkan,
diberikan/digunakan dan dibayar dalam unit dosis tunggal atau ganda,
yang berisi obat dalam jumlah yang telah ditetapkan atau jumlah yang
cukup untuk penggunaan satu kali dosis biasa.

Kegiatan pelayanan distribusi diselenggarakan pada:


a. Apotik rumah sakit dengan sistem resep perorangan
b. Satelit farmasi dengan sistem dosis unit
c. Ruang perawat dengan sistem persediaan di ruangan

7. Administrasi Faktur
Merupakan ketentuan administrasi yang ditetapkan RSUD Kardinah Tegal dan
Pemerintah Kota Tegal dalam pembayaran faktur pembelian perbekalan
farmasi yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSUD Kardinah Tegal.
Pertanggungjawaban keuangan meliputi administrasi pembayaran faktur yaitu
pembayaran faktur pembelian perbekalan farmasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Pembayaran faktur yang berlaku di RSUD Kardinah Tegal
terdiri dari dua periode yaitu minggu pertama dan minggu kedua dari bulan

31
berjalan. Syarat – syarat pembayaran meliputi kwitansi bermaterai asli + dua
copy, Faktur asli + dua copy, faktur asli pajak + dua copy, surat setoran pajak
terdiri dari PPN dan PPH yang telah dirangkap lima, membuat berita acara
meliputi surat pesanan atau surat perintah kerja, surat pesanan diperuntukan
pembelian yang kurang dari lima juta, kemudian berita acara penerimaan
barang dan berita acara pemeriksaaan barang. Surat pesanan dan surat perintah
kerja dibuat oleh kepala logistik SP dan SPK ini dibuat sesuai faktur satu surat
pesanan dan bisa digunakan dua faktur. Apabila ada tiga faktur dari PBF yang
sama datang pada tanggal yang sama maka semua digabung dengan faktur
yang berbeda, surat pesanan dari ketiganya harus digabung menjadi satu.

B. Pelayanan Kefarmasian
Adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin
penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan
dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan
lainnya.

Tujuan :
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah
sakit
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang
terkait dalam pelayanan farmasi
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional

32
Kegiatan :
1 Pengkajian Resep

Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi


persyaratan administarasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi :

■Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien

■Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter

■Tanggal resep

■Ruangan/unit asal resep Persyaratan farmasi meliputi

■Bentuk dan kekuatan sediaan

■Dosis dan Jumlah obat

■Stabilitas dan ketersediaan

■Aturan, cara dan tehnik penggunaan Persyaratan klinis meliputi :

■Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat

■Duplikasi pengobatan

■Alergi, interaksi dan efek samping obat

■Kontra indikasi

■Efek aditif

2 Dispensing

Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,


interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan
obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi.

33
3 Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan


atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan :
■ Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.

■ Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah


dikenal sekali, yang baru saja ditemukan.

■ Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan /


mempengaruhi timbulnya Efek Samping Obat atau mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat.

Kegiatan :
■ Menganalisa laporan Efek Samping Obat

■ Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko


tinggi mengalami Efek Samping Obat

■ Mengisi formulir Efek Samping Obat

■ Melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional

Faktor yang perlu diperhatikan :


■ Kerjasama dengan Panitia Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
■ Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat

4 Pelayanan Informasi Obat

Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker


untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

34
Tujuannya :

 Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga


kesehatan dilingkungan rumah sakit.

 Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang


berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan
Terapi.
 Meningkatkan profesionalisme apoteker.
 Menunjang terapi obat yang rasional.Kegiatan :
 Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
aktif dan pasif
 Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
 Membuat buletin, leaflet, label obat.
 Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
 Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap.
 Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
 Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :


■ Sumber informasi obat
■ Tempat
■ Tenaga
■ Perlengkapan

35
5 Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.

Tujuan :
 Memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien
dan tenaga
 kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara
 menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat,
tanda-tanda
 toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.
Kegiatan :
■ Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
■ Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question
■ Apa yang dikatakan dokter mengenai obat
■ Bagaimana cara pemakaian
■ Efek yang diharapkan dari obat tersebut.
■ Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
■ Verifikasi akhir : mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan
obat, untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

Faktor yang perlu diperhatikan :


■ Kriteria pasien :
- Pasien rujukan dokter

36
- Pasien dengan penyakit kronis
- Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan
polifarmasi

- Pasien geriatrik.
- Pasien pediatrik.
- Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas
■ Sarana dan Prasarana :
- Ruangan khusus
- Kartu pasien/catatan konseling

6 Ronde/Visite Pasien

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter


dan tenaga kesehatan lainnya Tujuan :
■ Pemilihan obat
■ Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik
■ Menilai kemajuan pasien.
■ Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.

Kegiatan :
■ Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan
tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien.
■ Untuk pasien baru dirawat Apoteker harus menanyakan terapi
obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi.
■ Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk
menjamin penggunaan obat yang benar.
■ Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna
untuk pemberian obat.
■ Setelah kunjungan membuat catatan mengenai permasalahan
dan penyelesaian masalah dalam satu buku dan buku ini digunakan
oleh setiap

37
Apoteker yang berkunjung ke ruang pasien untuk menghindari
pengulangan kunjungan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
■ Pengetahuan cara berkomunikasi
■ Memahami teknik edukasi
■ Mencatat perkembangan pasien

38
BAB V
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian

Manajemen risiko adalah suatu metode yang sistematis untuk


mengidentifikasi, menganalisis, mengendalikan, memantau, mengevaluasi dan
mengkomunikasikan risiko yang ada pada suatu kegiatan.
Untuk mengetahui gambaran kegiatan pada suatu unit kerja (misalnya
pada pelayanan kefarmasian), terlebih dahulu dilakukan inventarisasi kegiatan
di unit kerja tersebut.
Inventarisasi dapat dilakukan dengan cara :
- mempelajari diagram kegiatan yang ada
- melakukan inspeksi dengan menggunakan daftar tilik (checklist)
- melakukan konsultasi dengan petugas Inventarisasi kegiatan
diarahkan kepada perolehan informasi untuk menentukan
potensi bahaya (hazard) yang ada. Bahaya (hazard) adalah sesuatu
atau kondisi pada suatu tempat kerja yang dapat berpotensi
menyebabkan kematian, cedera atau kerugian lain.
Pengendalian risiko melalui sistem manajemen dapat dilakukan oleh
pihak manajemen pembuat komitmen dan kebijakan, organisasi, program
pengendalian, prosedur pengendalian, tanggung jawab, pelaksanaan dan
evaluasi. Kegiatan-kegiatan tersebut secara terpadu dapat mendukung
terlaksananya pengendalian secara teknis.

Keselamatan pasien (Patient safety) secara sederhana di definisikan


sebagai suatu upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien.
Walaupun mempunyai definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya untuk
menjamin keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan
banyak hambatan. Konsep keselamatan pasien harus dijalankan secara
menyeluruh dan terpadu.

39
Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :
a. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
b. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang
aman
c. Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian infeksi
d. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko
yang berorientasi kepada pasien.

B. Tujuan

1. Manajemen risiko dalam pelayanan kefarmasian terutama medication error


meliputi kegiatan :
- koreksi bila ada kesalahan sesegera mungkin
- pelaporan medication error
- dokumentasi medication error
- pelaporan medication error yang berdampak cedera
- supervisi setelah terjadinya laporan medication error
- sistem pencegahan
- pemantauan kesalahan secara periodik
- tindakan preventif
- pelaporan ke tim keselamatan pasien tingkat nasional
e. Meningkatkan keselamatan pasien dengan :
- mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)
- membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event
- mengurangi efek akibat adverse event Pada tanggal 18 Januari
2002, WHO telah mengeluarkan suatu resolusi
2. Untuk membentuk program manajemen risiko untuk keselamatan pasien
yang terdiri dari 4 aspek utama:
a. Penentuan tentang norma-norma global, standar dan pedoman untuk
definisi, pengukuran dan pelaporan dalam mengambil tindakan
pencegahan, dan menerapkan ukuran untuk mengurangi resiko

40
b. Penyusunan kebijakan berdasarkan bukti (evidence-based) dalam
standar global yang akan meningkatkan pelayanan kepada pasien
dengan penekanan tertentu pada beberapa aspek seperti keamanan
produk, praktek klinik yang aman sesuai dengan pedoman,
penggunaan produk obat dan alat kesehatan yang aman dan
menciptakan suatu budaya keselamatan pada petugas kesehatan dan
institusi pendidikan.
c. Pengembangan mekanisme melalui akreditasi dan instrumen lain,
untuk mengenali karakteristik penyedia pelayanan kesehatan yang
unggul
dalam keselamatan pasien secara internasional
d. Mendorong penelitian tentang keselamatan pasien

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien

Dalam penerapannya, keselamatan pasien harus dikelola dengan


pendekatan sistemik. Sistem ini dapat dilihat sebagai suatu sistem terbuka,
dimana sistem terkecil akan dipengaruhi, bahkan tergantung pada sistem yang
lebih besar. Sistem terkecil disebut Mikrosistem, terdiri dari petugas kesehatan
dan pasien itu sendiri, serta proses-proses pemberian pelayanan di ujung tombak,
termasuk elemen-elemen pelayanan di dalamnya. Mikrosistem dipengaruhi oleh
Makrosistem, yang merupakan unit yang lebih besar, misalnya rumah sakit dan
apotek. Mikrosistem dan Makrosistem dipengaruhi oleh sistem yang lebih besar
lagi yang disebut Megasistem.
Seorang Apoteker yang berperan di dalam mikrosistem (apotek, puskesmas,
instalasi farmasi rumah sakit, dan sarana pelayanan farmasi lain) dalam
membangun keselamatan pasien harus mampu mengelola dengan baik elemen-
elemen dalam mikrosistem tersebut, yaitu sistem pelayanan, sumber daya, sistem
inventori, keuangan dan teknologi informasi.
Teori kesalahan manusia dapat dilihat dalam diagram di bawah ini.
Kegagalan tersembunyi (Latent failures) :

41
- Penyebabnya jauh dari insiden
- Merupakan refleksi dari kegagalan manajemen
- Terjadi bila dikombinasikan dengan faktor lain
- Kegagalan tersembunyi dapat dikelola dengan memperbaiki proses
pelayanan (redesign). Contoh: peninjauan kembali beban kerja,
jumlah SDM, dan lain-lain.

Kegagalan aktif (Active failures) :


- Terjadi oleh pelaku yang berhubungan langsung dengan pasien
- Beberapa bentuk active failures adalah: kurang perhatian (slips),
kegagalan memori, lupa (lapses), serta pelanggaran prosedur (mistake
and violation ).
- Kegagalan aktif dapat dikelola dengan memperbaiki alur kerja, SOP,
deskripsi kerja yang jelas, training, pengawasan terhadap pelanggaran
SOP, mengurangi interupsi dan stress, dan membina komunikasi yang
lebih baik antar staf dan dengan pasien.

Makrosistem merupakan sistem di atas Mikrosistem yang menyediakan


sumber daya, proses pendukung, struktur dan kebijakan-kebijakan yang berlaku di
rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang secara tidak langsung akan
mempengaruhi pelaksanaan program-program yang menyangkut keselamatan
pasien. Kebijakan-kebijakan itu antara lain sistem penulisan resep, standarisasi
bahan medis habis pakai (BMHP), rekam medis dan lain sebagainya. Selain itu,
kultur atau budaya yang dibangun dan diterapkan di lingkungan rumah sakit juga
akan sangat mempengaruhi kinerja unit-unit yang bertanggung jawab terhadap
keselamatan pasien. Budaya tidak saling menyalahkan (no blame culture), sistem
informasi manajemen/information technology (SIM/IT) rumah sakit, kerjasama
tim, kepemimpinan, alur koordinasi, Komite/Panitia Farmasi dan Terapi
(KFT/PFT) RS, Formularium RS, dan Komite-komite serta Program Rumah Sakit
lainnya, merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan keselamatan
pasien yang berasal dari makrosistem.

42
Di atas mikrosistem dan makrosistem, ada satu sistem yang akan
mempengaruhi keselamatan pasien, yaitu megasistem. Yang dimaksud
Megasistem adalah kebijakan kesehatan nasional yang berlaku, misalnya
kebijakan-kebijakan menyangkut obat dan kesehatan yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan (Kebijakan tentang akreditasi, Obat Rasional,
Infeksi Nosokomial, dan lain sebagainya), termasuk juga sistem pendidikan
dan pendidikan berkelanjutan yang berlaku. Hal lain yang juga mempengaruhi
keselamatan pasien yang memerlukan intervensi dari megasistem adalah
pembenahan fenomena kemiripan Look a like (obat-obat dengan rupa atau
kemasan mirip) atau Look a like Sound a like - LASA (obat-obat dengan rupa dan
nama mirip), misalnya :
- Mefinter (asam mefenamat) dengan Metifer (mecobalamin),
- Leschol (fluvastatin) dengan Lesichol (lesitin, vitamin),
- Proza (ekstrak echinacea, vit C, Zn) dengan Prozac (fluoxetine).
Dalam mengelola keselamatan pasien di level Mikrosistem, seorang Apoteker
harus melakukannya dengan pendekatan sistemik. Masalah Keselamatan pasien
merupakan kesalahan manusia (human error) yang terutama terjadi karena
kesalahan pada level manajemen atau organisasi yang lebih tinggi.

Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Kefarmasian

Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu


difahami dan disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah:
- Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
- Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
- Kejadan Sentinel
- Adverse Drug Event
- Adverse Drug Reaction
- Medication Error

43
TABEL 1 RINGKASAN DEFINISI YANG BERHUBUNGAN DENGAN
CEDERA AKIBAT OBAT
Istilah Definisi Contoh
Terjadi cedera
• Kejadian yang Kejadian cedera pada pasien selama Iritasi pada kulit karena
tidak diharapkan proses penggunaan perban. Jatuh
(Adverse Event) terapi/penatalaksanaan medis. dari tempat tidur.
Penatalaksanaan medis mencakup
seluruh aspek pelayanan, termasuk
diagnosa, terapi, kegagalan
diagnosa/terapi, sistem, peralatan
untuk pelayanan. Adverse event
dapat dicegah atau tidak dapat
dicegah.

• Reaksi obat yang Kejadian cedera pada pasien Steven-Johnson Syndrom :


tidak diharapkan selama proses terapi akibat Sulfa, Obat epilepsi dll
(Adverse Drug penggunaan obat.
Reaction)
• Kejadian tentang Respons yang tidak diharapkan • Shok anafilaksis
obat yang tidak terhadap terapi obat dan pada penggunaan
diharapkan (Adverse mengganggu atau menimbulkan antbiotik golongan
Drug Event) cedera pada penggunaan obat dosis penisilin
normal. Reaksi Obat Yang Tidak • Mengantuk pada
Diharapkan (ROTD) ada yang penggunaan CTM
berkaitan dengan efek
farmakologi/mekanisme kerja (efek
samping) ada yang tidak berkaitan
dengan efek farmakologi (reaksi
hipersensitivitas).

44
• Efek obat yang tidak Respons yang tidak diharapkan Shok anafilaksis pada
terhadap terapi obat dan
diharapkan penggunaan antbiotik
mengganggu atau menimbulkan
(Adverse drug effect) cedera pada penggunaan obat dosis golongan penisilin.
lazim Sama dengan ROTD
Mengantuk pada
tapi dilihat dari sudut pandang obat
ROTD dilihat dari sudut pandang penggunaan CTM
pasien.

• Medication Error Kejadian yang dapat dicegah Peresepan obat yang


akibat penggunaan obat, yang tidak rasional. Kesalahan
menyebabkan cedera.
perhitungan dosis pada
peracikan.
Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebih.

• Efek Samping Efek yang dapat diprediksi, (sebaiknya istilah ini


tergantung pada dosis, yang dihindarkan)
bukan efek tujuan obat. Efek
samping dapat dikehendaki,
tidak dikehendaki, atau tidak
ada kaitannya.

Apoteker harus mampu mengenali istilah-istilah di atas beserta


contohnya sehingga dapat membedakan dan mengidentifikasi kejadian-
kejadian yang berkaitan dengan cedera akibat penggunaan obat dalam
melaksanakan program Keselamatan pasien.
Berdasarkan laporan IOM (Institute of Medicine) tentang adverse event
yang dialami pasien, disebutkan bahwa insiden berhubungan dengan
pengobatan menempati urutan utama. Disimak dari aspek biaya, kejadian
459 adverse drug event dari 14732 bernilai sebesar $348 juta, senilai $159
juta yang dapat dicegah (265 dari 459 kejadian). Sebagian besar tidak

45
menimbulkan cedera namun tetap menimbulkan konsekuensi biaya. Atas
kejadian tersebut, IOM merekomendasikan untuk :
1. Menetapkan suatu fokus nasional terhadap isu tersebut
2. Mengembangkan suatu sistem pelaporan kesalahan secara nasional
3. Meningkatkan standar organisasi
4. Menciptakan sistem keselamatan dalam organisasi kesehatan.
Penelitian terbaru (Allin Hospital) menunjukkan 2% dari pasien masuk
rumah sakit mengalami adverse drug event yang berdampak meningkatnya
Length Of Stay (LOS) 4.6 hari dan meningkatkan biaya kesehatan $ 4.7000
dari setiap pasien yang masuk rumah sakit. Temuan ini merubah tujuan
pelayanan farmasi rumah sakit tersebut : a fail-safe system that is free of
errors.
Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi Universitas Gajah Mada
(UGM) antara 2001-2003 menunjukkan bahwa medication error terjadi
pada 97% pasien Intensive Care Unit (ICU) antara lain dalam bentuk dosis
berlebihan atau kurang, frekuensi pemberian keliru dan cara pemberian yang
tidak tepat.
Lingkup perpindahan/perjalanan obat (meliputi obat, alat kesehatan,
obat untuk diagnostik, gas medis, anastesi) : obat dibawa pasien di
komunitas, di rumah sakit, pindah antar ruang, antar rumah sakit, rujukan,
pulang, apotek, praktek dokter.
Multidisiplin problem : dipetakan dalam proses penggunaan obat :
pasien/care giver, dokter, apoteker, perawat, tenaga asisten apoteker,
mahasiswa, teknik, administrasi, pabrik obat. Kejadian medication error
dimungkinkan tidak mudah untuk dikenali, diperlukan kompetensi dan
pengalaman, kerjasama-tahap proses.
Tujuan utama farmakoterapi adalah mencapai kepastian keluaran klinik
sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan risiko baik
yang tampak maupun yang potensial meliputi obat (bebas maupun dengan
resep), alat kesehatan pendukung proses pengobatan (drug administration
devices). Timbulnya kejadian yang tidak sesuai dengan tujuan

46
(incidence/hazard) dikatakan sebagai drug misadventuring, terdiri dari
medication errors dan adverse drug reaction.
Ada beberapa pengelompokan medication error sesuai dengan dampak
dan proses (tabel 2 dan 3). Konsistensi pengelompokan ini penting sebagai
dasar analisa dan intervensi yang tepat.

Tabel 2 . Indeks medication errors untuk kategorisasi errors (berdasarkan


dampak)
Errors Katego Hasil
No error A ri Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan
Error, no B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
Harm C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan
pasien tetapi tidak membahayakan pasien

D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus


dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien

Error, E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut


harm diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang buruk
yang sifatnya sementara

F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus


dirawat lebih lama di rumah sakit serta memberikan efek
buruk yang sifatnya sementara

G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang


bersifat permanen

H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien


contoh syok anafilaktik
Error, I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
death

47
Tipe Medication Errors Keterangan
Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal
diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai
dengan yang dimaskud dalam resep
Wrong dose preparation Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang
method tidak sesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara pemberian
yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam
resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang keliru
yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik
yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang
bersangkutan
Etra Dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda

Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan


secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak
berkompeten
Wrong Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk
administration misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang tidak
technique dibenarkan (misalkan obat im diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian
atau diluar jadwal yang ditetapkan

Tabel 3 . Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan)

JCAHO (2007) menetapkan tentang keamanan terhadap titik kritis


dalam proses manajemen obat : sistem seleksi (selection), sistem
penyimpanan sampai distribusi (storage, distribution), sistem permintaan
obat, interpretasi dan verifikasi (ordering and transcribing), sistem

48
penyiapan, labelisasi/etiket, peracikan, dokumentasi, penyerahan ke pasien
disertai kecukupan informasi (preparing dan dispensing), teknik penggunaan
obat pasien (administration), pemantauan efektifitas penggunaan
(monitoring). Didalamnya termasuk sistem kerjasama dengan tenaga
kesehatan terkait baik kompetensi maupun kewenangannya, sistem pelaporan
masalah obat dengan upaya perbaikan, informasi obat yang selalu tersedia,
keberadaan apoteker dalam pelayanan, adanya prosedur khusus obat dan alat
yang memerlukan perhatian khusus karena dampak yang membahayakan.
WHO dalam developing pharmacy practice-a focus on patient care
membedakan tentang praktek farmasi (berhubungan dengan pasien langsung)
dan pelayanan farmasi (berhubungan dengan kualitas obat dan sistem proses
pelayanan farmasi)
- Praktek pekerjaan kefarmasian meliputi obat-obatan, pengadaan produk
farmasi dan pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apoteker dalam
sistem pelayanan kesehatan.
- Pelayanan kefarmasian meliputi semua pelayanan yang diberikan oleh
tenaga farmasi dalam mendukung pelayanan kefarmasian. Di luar suplai
obat-obatan, jasa kefarmasian meliputi informasi, pendidikan dan
komunikasi untuk mempromosikan kesehatan masyarakat, pemberian
informasi obat dan konseling, pendidikan dan pelatihan staf.
- Pekerjaan kefarmasian meliputi penyediaan obat dan pelayanan lain
untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan manfaat yang terbaik.
Klasifikasi aktivitas apoteker (American Pharmacists Association/APha)
A. Memastikan terapi dan hasil yang sesuai
a. Memastikan farmakoterapi yang sesuai
b. Memastikan kepahaman/kepatuhan pasien terhadap rencana
pengobatannya
c. Monitoring dan pelaporan hasil
B. Dispensing obat dan alat kesehatan
a. Memproses resep atau pesanan obat
b. Menyiapkan produk farmasi

49
c. Mengantarkan obat atau alat kesehatan
C. Promosi kesehatan dan penanggulangan penyakit
a. Pengantaran jasa penanggulangan klinis
b. Pengawasan dan pelaporan issue kesehatan masyarakat
c. Promosi penggunaan obat yang aman dalam masyarakat
D. Manajemen sistem kesehatan
a. Pengelolaan praktek
b. Pengelolaan pengobatan dalam sistem kesehatan
c. Pengelolaan penggunaan obat dalam sistem kesehatan
d. Partisipasi dalam aktivitas penelitian
e. Kerjasama antardisiplin
Pada tahun 1998, FIP menerbitkan suatu statemen tentang Standard
profesional mengenai kesalahan pengobatan yang berhubungan dengan peresepan
obat dengan tujuan mendefinisikan istilah "kesalahan pengobatan" dan untuk
menyarankan suatu tatanama standard untuk mengkategorikan hal-hal seperti
kesalahan dan disain sistemnya untuk meningkatkan keselamatan dalam pabrikasi,
pemesanan, pelabelan, penyiapan, administrasi dan penggunaan obat.
Dalam, relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagi
penyedia obat (pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil
dari farmakoterapi. Dengan berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan,
praktek asuhan kefarmasian diasumsikan apoteker bertanggung jawab terhadap
pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi tersebut. Dengan demikian
apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien tentang biaya, kualitas, hasil
pelayanan kefarmasian.
Dalam aplikasi praktek pelayanan kefarmasian untuk keselamatan pasien
terutama medication error adalah : menurunkan risiko dan promosi penggunaan
obat yang aman.
Berbagai metode pendekatan organisasi sebagai upaya menurunkan
medication error yang jika dipaparkan menurut urutan dampak efektifitas terbesar
adalah :
1. Mendorong fungsi dan pembatasan (forcing function& constraints) :

50
suatu upaya mendesain sistem yang mendorong seseorang melakukan hal
yang baik, contoh : sediaan potasium klorida siap pakai dalam
konsentrasi 10% Nacl 0.9%, karena sediaan di pasar dalam konsentrasi
20% (>10%) yang mengakibatkan fatal (henti jantung dan nekrosis pada
tempat injeksi)
2. Otomasi dan komputer (Computerized Prescribing Order Entry) :
membuat statis /robotisasi pekerjaan berulang yang sudah pasti dengan
dukungan teknologi, contoh : komputerisasi proses penulisan resep oleh
dokter diikuti dengan ”/tanda peringatan” jika di luar standar (ada
penanda otomatis ketika digoxin ditulis 0.5g)
3. Standard dan protokol, standarisasi prosedur : menetapkan standar
berdasarkan bukti ilmiah dan standarisasi prosedur (menetapkan standar
pelaporan insiden dengan prosedur baku). Kontribusi apoteker dalam
Panitia Farmasi dan Terapi serta pemenuhan sertifikasi/akreditasi
pelayanan memegang peranan penting.
4. Sistem daftar tilik dan cek ulang : alat kontrol berupa daftar tilik dan
penetapan cek ulang setiap langkah kritis dalam pelayanan. Untuk
mendukung efektifitas sistem ini diperlukan pemetaan analisis titik kritis
dalam sistem.
5. Peraturan dan Kebijakan : untuk mendukung keamanan proses
manajemen obat pasien. contoh : semua resep rawat inap harus melalui
supervisi apoteker
6. Pendidikan dan Informasi : penyediaan informasi setiap saat tentang
obat, pengobatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang prosedur
untuk meningkatkan kompetensi dan mendukung kesulitan pengambilan
keputusan saat memerlukan informasi
7. Lebih hati-hati dan waspada : membangun lingkungan kondusif untuk
mencegah kesalahan, contoh : baca sekali lagi nama pasien sebelum
menyerahkan.

BAB VI

51
KESELAMATAN KERJA

Farmasi rumah sakit merupakan unit pelaksana fungsional yang bertanggung


jawab dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian secara menyeluruh di
rumah sakit dengan ruang lingkup pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
kefarmasian klinik dan produksi perbekalan farmasi.

A. Tujuan
2. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi,pasien, dan pengunjung
3. Mencegah kecelakaan kerja, paparan/pajanan bahan berbahaya, kebakaran dan
pencemaran lingkungan.
4. Mengamankan peralatan kerja, bahan baku, dan hasil produksi
5. Menciptakan cara kerja yang baik dan benar.

B. Fungsi
1. Kebakaran
A. Upaya pencegahan kebakaran
2. Dilarang merokok dan membuang puntung rokok berapi
3. Dilarang membiarkan orang lain main api
4. Dilarang menyalakan lampu pelita maupun lilin
5. Dilarang memasak baik dengan coockplat listrik maupun kompor
gas
6. Dilarang lengah menyimpan bahan mudah terbakar :
elpiji,bensin,aceton dll
7. Dilarang membakar sampah atau sisa-sisa bahan pengemas
lainnya.
8. Dilarang membiarkan orang y6ang tidak berkepentingan berada
di tempat peka terhadap bahaya kebakaran.
B. Penanggulangan bila terjadi kebakaran
1. Jangan panik
2. Jangan berteriak ”kebakaran”
3. Matika listrik, amankan semua gas
4. Selamatkan dahulu jiwa manusia
5. Dapatkan APAR ( Alat Pemadam Api Ringan ), buka segel dan
padamkan api.
6. Jauhkan barang-barang mudah terbakar dari api

52
7. Tutup pintu gudang tahan api
8. Kosongkan koridor dan jalan penghubung dan atur agar jalan –
jalan menuju pintu bebas hambatan.
9. Bukalah pintu darurat
10. Bila mungkin selamatkan dokumen penting
11. Siapkan evakuasi obat bius,injeksi,obat-obat resusitasi dan cairan
intravena
12. Catat nama staf yang bertugas
13. Hubungi posko
14. Siapkan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk kebutuhan
darurat.
C. Mencegah meluasnya kebakaran
1. Semua pekerja menyiapkan alat pemadam kebakaran dan
peralatan lainnya sesuai kebutuhan
2. Lakukan tindakan dengan menggunakan alat pemadam
kebakaran bila dianggap api merembet bangunan di unit
kerjanya.
3. Sekali lagi cek kesiapan alat pemadam kebakaran.
2. Bahan – bahan berbahaya
A. Upaya pencegahan kecelakaan oleh bahan berbahaya adalah
dengan cara
a. Memasang LABEL
b. Memasang TANDA BAHAYA dengan menggunakan
LAMBANG/Peringatan.
c. Melaksanakan KEBERSIHAN
d. Melaksanakan PROSEDUR TETAP
e. Ventilasi umum dan setempat harus baik
f. Kontak dengan bahan korosif harus
ditiadakan/dicegah/ditekan sekecil mungkin
g. Menggunakan alat proteksi diri lab, jas, pakaian kerja,
pelindung kaki, tangan dan lengan serta masker
h. Seluruh tenaga kerja harus memperoleh penjelasan yang
cukup.
i. Untuk pertolongan pertama, air untuk mandi, cuci dan air
untuk membersihkan mata perlu disediakan.
j. Penggunaan larutan penetral sebaiknya tidak dilakukan

B. Penanggulangan kecelakaan oleh bahan berbahaya.

53
a. Melaksanakan upaya preventif yaitu mengurangi volume atau
bahan berbahaya yang dikeluarkan ke lingkungan atau ”
minimasi bahan berbahaya”
b. Mengurangi volume, konsentrasi toksisitas dan tingkat
bahaya dari bahan berbahaya melalui proses kimia, fisika
atau hayati dengan cara menetralkan dengan bahan penetral.
Mengencerkan volume dengan air atau udara atau zat netral
lain, membiarkan bahan berbahaya dalam tempat tertentu
agar tereduksi secara alami oleh sinar matahari maupun zat
organik yang ada
c. Melaksanakan pembersihan bahan berbahaya yang
menyebabkan kontaminasi ruangan dengan mengamankan
petugas kebersihan terlebih dahulu.
d. Melaporkan terjadinya kontaminasi kepada Kepala Instalasi
Farmasi.
C. Pertolongan pertama pada kecelakaan
a. Singkirkan racun dan sentuhan dengan korban
b. Jika korban pingsan atau hampir pingsan, baringkan korban
dengan posisi telungkup, kepala dimiringkan, dan mulut
ditarik ke depan.
c. Jika korban menunjukan tanda-tanda kesukaran nafas,
lakukan pertolongan pertama dengan nafas buatan.
d. Jangan diberi alkohol, kecuali atas saran dokter, alkohol
dapat meningkatkan penyerapan beberapa racun.
3. Pengelolaan perbekalan farmasi dan bahan –bahan berbahaya
a. Prosedur perencanaan
Sesuai Standard Operating Prosedure ( SOP ) Perencanaan
di Instalasi Farmasi
b. Prosedur pengadaan bahan berbahaya
1. Barang harus bersumber dari distributor utama / resmi
2. Mempunyai sertifikat analisa dari pabrik
3. Melampirkan MSDS ( Material Safety Data Sheet )
c. Prosedur penerimaan bahan berbahaya.
1. Memeriksa wadah dan pengemas
2. Memperhatikan label berupa simbol, gambar, dan atau
tulisan berupa kalimat peringatan berbahaya
d. Prosedur penyimpanan bahan berbahaya
Menyimpan bahan berbahaya sesuai dengan keterangan dan
pengemas.

54
- Harus terpisah dari bahan makanan, bahan pakaian, dan
bahan lainnya.
- Tidak menimbulkan interaksi antar bahan berbahaya
satu dengan yang lain.
- Bahan yang mudah menguap harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat.
- Bahan yang mudah menyerap uap air harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat yang berisi zat penyerap
lembab.
- Bahan yang mudah menyerap CO2 harus disimpan
dalam pertolongan kapur tohor.
- Bahan yang harus terlindung dari cahaya harus
tersimpan dalam wadah yang buram atau kaca.
- Bahan yang mudah mengoksidasi harus disimpan
ditempat sejuk dan mendapat pertukaran udara yang
baik.
- Bahan yang mudah terbakar harus disimpan tempat
terpisah dari tempat penyimpanan perbekalan farmasi
lain, mudah dilokalisir bila terjadi kebakaran, tahan
gempa dan dilengkapi dengan pemadam api.
- Bahan beracun harus disimpan tempat yang sejuk,
mendapat pertukaran udara yang baik, tidak kena sinar
matahari secara langsung dan jauh dari sumber panas.
- Bahan korosif harus tersimpan ditempat yang
dilengkapi dengan sumber air untuk mandi dan mencuci
- Bahan yang mudah meledak dijauhkan dari bangunan
yang menyimpan oli, gemuk, api yang menyala.

C. Pengendalian K3 IFRS
Penyakit akibat kerja dirumah sakit umumnya berkaitan dengan faktor biologi
( kuman patogen yang umumnya berasal dari pasien ), faktor kimia
( antiseptik pada kulit, gas anestesi), faktor ergonomik ( cara duduk yang
salah, cara mengangkat pasien yang salah ) faktor fisik dalam dosis kecil dan
terus menerus ( panas pada kulit, radiasi pada sistem reproduksi / pemproduksi
darah ), faktor psikososial ( ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien
gawat darurat, bangsal penyakit jiwa )

55
A. Bahaya Biologi
Kewaspadaan khusus terdiri dari tiga jenis kewaspadaan yaitu :
1. Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara
Yaitu digunakan untuk menurunkan penularan penyakit melalui
udara baik yang berupa bintik percikan diudara atau partikel kecil
yang berisi agen infeksi pada pasien yang diketahui atau diduga
menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan halus
diudara. Penyakit yang dapat ditularkan melalui udara antara lain :
- Campak
- Varisella
- Tuberkulosis
2. Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan
Kewaspadaan ini ditujukan untuk mencegah terjadi penularan
penyakit dari pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit
serius dengan penularan percikan partikel besar dari orang yang
terinfeksi mengenai lapisan mukosa hidung,mulut dan konjungtiva
mata orang yang rentan. Percikan dapat terjadi pada waktu orang
berbicara,batuk,bersin ataupun pada waktu pemeriksaan jalan nafas
seperti intubasi atau bronkhoskopi. Beberapa penyakit yang
ditularkan melalui droplet diantaranya :
a. Haemophyllus Influensa invasive type B, termasuk meningitis,
pneumonia dan sepsis
- Diptheria ( faringeal )
- Mycoplasma pneumonia
- Pertusis
- Pneumonia plague
- Streptococcal pharingitis, fever pada bayi dan anak,
pneumonia, atau scarlet
b. Staphylococcus Pneumonia invasive multidrug resisten,
termasuk meningitis pneumonia, sinusitis, dan otitis media

56
c. Bakteri infeksi saluran nafas lain dengan tranmisi droplet:
 Diptheria ( faringeal )
 Mycoplasma pneumonia
 Pertusis, Pneumonia plague
 Streptococcal pharingitis, fever pada bayi dan anak,
pneumonia, atau scarlet
d. Infeksi virus serius dengan tranmisi percikan, termasuk
 Adenovirus
 Influenza
 Mumps
 Parvovirus B 19 , Rubella
3. Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak
Digunakan untuk mencegah penularan penyakit dari pasien yang
diketahui atau diduga menderita penyakit yang ditularkan melalui
kontak langsung yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak tak
langsung dengan benda di lingkungan pasien.
B. Bahaya Fisika
Faktor fisika merupakan salah satu beban tambahan bagi pekerja di rumah
sakit yang apabila tidak dilakukan upaya – upaya penanggulangan dan
menyebabkan penyakit akibat kerja. Faktor fisika terdiri dari :
1. Bising
Nilai ambang batas intensitas bising adalah 85 dB, Mengatur Jam kerja

Intensitas dB Waktu kerja max / hari ( jam )

85 8
90 4
95 2
100 1
105 1/2
110 1/4

57
Pengendalian dengan mengurangi dosis pemajanan:
- Sumber ( desain akustik, Menmggunakan alat yang kurang bising,
merubah metode proses )
- Media : Menjauhkan sumber dari pekerja, mengabsorpsi dan
mengurangi pantulan bising secara akustik pada dinding, ,menutup
sumber bising dengan barier.
- Pekerja : Alat pelindung diri, ruang isolasi untuk istirahat, rotasi
pekerja, pengendalian jadwal kerja
2. Listrik
Di Instaloasi Farmasi Rumah Sakit pemanfaatan aliran listrik
digunakan untuk penerangan dan penggerak peralatan. Namun jika
penggunaannya tanpa didukung pengetahuan listrik yang memadai
dapat menimbulkan kecelakaan terhadap listrik. Ada dua tingkatan
listrik yang berbahaya yaitu makroshok dan mikroshok
Pengendalian :
- Enginering : Pemasangan ground, pengukuran jaringan listrik,
pemasangan pengaman, pemasangan tanda-tanda bahaya.
- Pemasangan tanda-tanda bahaya dan indikator
- Administrasi : penempatan petugas sesuai ketrampilan, waktu kerja
digilir
- Intervensi medan elektromagnetik terhadap alat-alat elektronik
- Memakai sepatu isolasi.
3. Panas
Secara umum panas dirasakan bila suhu udara diatas sushu nyaman,
suhu nyaman di indonesia antara 26ºC - 28ºC dengan relatif humidity
antara 60-70%.
Pengendalian
Terhadap lingkungan
- Isolasi dari peralatan yang menimbulkan panas
- Menyempurnakan sistem ventilasi

58
- Terhadap kelembapan dengan menutup kebocoran uap
air,menyempurnakan ventilasi,mengurangi kelembaban dengan alat
dehumidifier, pakaian dengan sisterm ventilasi.
- Pemasangan AC
- Menyediakan tempat istirahat yang memenuhi syarat.
Terhadap pekerja
- Menyediakan air minum dekat tempat kerja yang cukup
- Kondisi dimana lingkungan kerja mempunyai tingkat radiasi
rendah, disarankan menutup seluruh permukaan kulit dan berwarna
putih.
- Pengaturan waktu kerja dan istirahat dengan suhu ruangan
4. Getaran
Getaran adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh subyek dengan
gerakan osilasi.
Pengendalian
- Terhadap sumber diusahakan menurunkan getaran dengan bantalan
anti vibrasi dan pemeliharaan mesin yang baik
- Kepada pekerja dianjurkan menggunakan sarung tangan untuk
menghangatkan tangan terutama dalam suhu tinggi untuk
perlindungan terhadap gangguan vaskuler.
5. Radiasi
Sebagaimana diketahui bahwa radiasi disamping bermanfaat juga
dapat menimbulkan bahaya bagi umat manusia.
Radiasi dibagi menjadi :
a. Radiasi pengion
Radiasi yang mempunyai kemampuan untuk melepas elektron dari
orbitnya pada suatu atom membentuk suatu ion, termasuk :
- Sinar X
- Sinar Gamma
- Sinar Kosmis

59
Efek radiasi terhadap kesehatan adalah sindrom sistem syaraf
pusat, gangguan gastroinstestinasl, gangguan sistem hemopeoetik,
leukomogenesis, karsiogenesis, kerusakan genetik.Efek kesehatan
ini tergantung dosis dan waktu pemajanan mulai dari gejala akut
ringan sampai kematian.
Pengendalian
- Enginering : Peralatan ditaruh di tempat isolasi, Operator harus
dilindungi dari paparan.
- Administrasi: penggantian operator X-Ray bila film badge
telah mencapai NAB
- Alat pelindung diri: Apron
b. Radiasi non pengion
Radiasi yang tanpa ada pelepasan elektron elektron tergantung
panjang gelombang.
Pengendalian
Menggunakan alat pelindung mata: sungglass, filter untuk
mikroskop elektron, dan pelindung mata untuk sinar laser.
6. Cahaya
C. Bahaya Kimia
Adanya zat-zat kimia di rumah sakit dapat menimbulkan bahaya bagi para
penderita maupun para pekerjanya
1. Gas Nitrogen Oksida
- Bahaya Kebakaran
Pencegahan jauhkan dari minyak,oli,gemuk,api dan zat-zat lain
yang mudah terbakar.
Tindakan : jika terjadi kebakaran gunakan pemadam api,
semprotkan air pada silinder N@O yanga ada disekitarnya supaya
dingin.
- Bahaya ledakan
Pencegahan : jauhkan sumber api, pasang safety,jangan didekatkan
panas yang tinggi.

60
- Pemaparan Inhalasi
Pencegahan : hindari hirup N2O dalam jumlah besar, pindahkan
jika ada tabung yang bocor.
Tindakan: pindahkan penderita di tempat yang segar dan
istirahatkan
- Pemaparan kulit
Pertolongan pertama siram dengan air hangat ( 30 – 40 derajat C )
pada bagian kulit yang terbakar.
- Pemaparan mata
Pencegahan : pakai perlindungan mata saat menangani N2O,
pertolongan pertama bilas mata dengan air bersih selama 15 menit.
2. Gas O2
- Bahaya kebakaran
Pencegahan jauhkan dari minyak,oli,gemuk,api dan zat-zat lain
yang mudah terbakar.
Tindakan : jika terjadi kebakaran gunakan pemadam api,
semprotkan air pada silinder O2 yanga ada disekitarnya supaya
dingin.
- Bahaya ledakan
Pencegahan : jauhkan sumber api, pasang safety,jangan didekatkan
panas yang tinggi.
- Pemaparan Inhalasi
Pencegahan : hindari hirup N2O dalam jumlah besar, pindahkan
jika ada tabung yang bocor.
Tindakan: pindahkan penderita di tempat yang segar dan
istirahatkan
- Pemaparan kulit
Pertolongan pertama siram dengan air hangat ( 30 – 40 derajat C )
pada bagian kulit yang terbakar.
- Pemaparan mata

61
Pencegahan : pakai perlindungan mata saat menangani O2,
pertolongan pertama bilas mata dengan air bersih selama 15 menit.
D. Bahaya Ergonomi
Instalasi farmasi rumah sakit merupakan salah satu instalasi yang berada di
rumah sakit. Seperti halnya instalasi-instalasi yang lainnya di rumah sakit,
tentu saja ada resiko dari pajanan bahaya di lingkungan di tempat kerja
dimana seharusnya ada kewaspadaan dari masing-masing pihak yang
terlibat di instalasi tersebut. Kewaspadaan ini bisa berupa pengaturan atau
lingkungan tempat kerja di Instalsi Farmasi di rumah sakit.
Permasalahan ergonomik
1. Rutinitas dari pekerjaan, misal : pekerjaan penyimpanan masalah
ergonomik biasanya postur yang kaku, berarti menekuk menekuk atau
memutar bagian tubuh, beban statis berarti bertahan lama pada satu
postur sehingga menyebabkan kontraksi otot.Resiko ergonomik
lainnya antara lain tekanan, artinya tubuh tertekan pada suatu
permukaan atau tepian saat bekerja.
2. Permasalahan ergonomik yang umum terjadi di rumah sakit, seperti
dalam hal mengangkut beban atau peralatan kefarmasian yang tidak
ergonomik. Bahaya potensial ergonomik yang timbul adalah cidera
punggung dan leher, gangguan otot rangka seperti pengapuran dan
peradangan.
3. Permasalah ergonomik lainnya adalah yang berhubungan dengan
lingkungan kerja yaitu penataan ruangan dan pencahayaan dan warna.
4. Permasalahan yang tidak kalah pentingnya adalah masalah manajemen
waktu dan hubungan antar manusia di lingkungan pekerjaannya.
E. Bahaya Psikososial / Stres
Pekerja yang di rumah sakit seperti pekerja di tempat yang lain,
dipengaruhi oleh faktor-faktor psikososial yang dapat mempengaruhi
kesehatan, baik pengaruh positif maupun negatif.
Penyebab stre di tempat kerja.
1. bentuk tugas

62
2. Beban dan kecepatan kerja
3. Jam kerja
4. Kontrol dan partisipasi
5. Pengembangan karir,status dan pembayaran
6. Peran di organisasi
7. Hubungan antar individu
8. Kultur organisasi
9. lingkungan kerja dll
Akibat dari stres
1. masalah psikologis
a. Lebih mudah tersinggung atau sedih
b. Makan berlebihan
c. Tidak dapat konsentrasi atau santai
d. Sulit berfikir logis dan sulit mengambil keputusan
e. Sulit menikmati pekerjaan dan tidak patuh
f. Merasa lelah, tertekan dan terganggu
g. Sulit/gangguan tidur
h. Histeri dan gangguan psikiatri
i. Bunuh diri
2. masalah fisik
a. Gangguan saluran cerna
b. Gangguan neuro – musculoskeletal seperti sakit punggung /
pinggang, sakit kepala
c. Kanker
3. Pengaruh stres pada organisasi rumah sakit
a. Sering tidak masuk
b. Komitmen bekerja menurun
c. Produktifitas menurun
d. Peningkatan terjadinya kecelakaan kerja
e. Peningkatan ketidakpuasan pelanggan
f. Merusak citra

63
F. Prosedur Pemeriksaan Tenaga Kerja dan Kesehatan Kerja
Prosedur pemeriksaan tenaga kerja
1. Semua preusan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No.1
tahun 1970 harus melakukan pemeriksaan bagi tenaga verja dan wajib
membuat perencanaan untuk pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja,
berkala dan khusus.
2. Pengurus/pengusaha dan dokter wajib menyusun pedoman
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan pedoman tersebut harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari direktorat/pejabat
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
3. Pedoman pemeriksaan kesehatan tenaga kerja tersebut dikembangkan
sesuai dengan kemampuan perusahaan dan kemajuan ilmu kedokteran
dalam bidang keselamat5an kerja.
G. Kewaspadaan Universal
Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal pelayanan kesehatan
hádala menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan
sterilisasi peralatan, dijabarkan kedalam 5 ( lima ) kegiatan pokok :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
Prosedur cuci tangan
- basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air
mengalir
- Taruh sabun dibagian telapak tangan yang telah basah.
- Gerakan cuci tangan terdiri dari gosokan kedua telapak tangan,
gosokan tangan kanan diatas punggung tangan kiri dan
sebaliknya, gosok kedua tangan dengan jari saling mengait,gosok
ibu jari tangan dengan menggegam dan memutar, gosok
pergelangan tangan
- Proses berlangsung selama 10-15 detik
- Bilas kembali dengan air sampai bersih.
- Keringkan tangan dengan handuk atau yertas yang bersih atau
tisu atau handuk katun sekali pakai.

64
- Matizan kran dengan yertas atau tisu.
- Pada cuci tangan asaeptik/bedah diikuti larangan menyentuh
permukaan yang tidak steril.
2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan
guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi lain.
Digunakan untuk melindungi kulita dan selaput lendir petugas dari
resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh,sekret,eksreta,kulit
yang tidak utuh dan selaput lendir pasien.
Macam-macam alat pelindung :
1. Sarung tangan
Prosedur pemakaian sarung tangan
a. cuci tangan
b. Siapkan area yang cukup luas,bersih dan kering untuk
membuka paket sarung tangan.
c. Buka pembungkus sarung tangan, letakan sarung tangan
dengan bagian telapak tangan menghadap atas.
d. Ambil salah satu sarung tangan dengan memegang pada
sisi sebelah dalam lipatannya.
e. Posisikan sarung tangan setinggi pinggang dan
menggantung ke lantai, masukan sarung tangan supaya
tetap tidak menyentuh permukaan.
f. Ambil sarung tangan kedua dengan cara menyelipkan
jari-jari tangan yang sudah memakai sarung tangan ke
bagian lipatan.
g. Pasang sarung tangan yang kedua dengan cara
memasukkan jari-jari tangan yang Belem memakai
sarung tangan kemudian luruskan lipatan, dan atur posisi
sarung tangan.
Pelepasan sarung tangan

65
a. Masukkan sarung tangan yang maíz dipakai ke dalam
larutan klorin, gosokkan untuk mengangkat bercak darah
atau cairan tubuh lanilla.
b. Pegang salah satu sarung tangan pada lipatan lalu tarik
kearah ujung jari-jari tangan sehingga bagian dalam
sarung tangan pertama menjadi sisi luar.
c. Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan
sebagaian maíz berada di tangan sebelum melenas sarung
tangan yang kedua.
d. Biarkan sarung tangan yang pertama sampai sekitar jari-
jari, lalu pegang sarung tangan yang kedua pada
lipatannya lalu tarik kearah ujung jari ingá bagian dalam
sarung tangan menjadi sisi luar.
e. Cuci tangan estela sarung tangan dilepas
2. Pelindung wajah/master/kaca mata
Pelindung wajah untuk :
a. Melindungi selaput lendir hidung,mulut dan mata selama
melakukan tindakan atau perwatan pasien.
b. Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu
c. Masker digunakan bila berada dalam jarak 1 meter dari pasien
3. Penutup kepala
Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan
kulit petugas terhadap alat-alat/daerah steril dan juga sebaliknya.
4. Gaun pelindung
Untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau
percikan darah atau ciran tubuh lain yang dapat mencemari baju
atau seragam.
5. Sepatu pelindung
Melindungi kaki petugas kaki petugas dari tumpahan / percikan
darah atau cairan tubuh lainnya dan bahan berbahaya lainnya dan

66
mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan
alat kesehatan.
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
Tujuannya untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat
kesehatan, atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril
dan siap pakai.
Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4 ( empat ) tahap
kegiatan:
a. Dekontaminasi
Menghilangkan organisme pathogen dan kotoran dari suatu
benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan
dilakukan sebagai langkah pertama bagi pengelolaan alat
kesehatan bekas pakai.
- Kenakan sarung tangan rumah tangga, celemek kedap air atau
pelindung wajah kalau perlu.
- Rendam alat kesehatan segera setelah dipakai dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
- Segera bilas dengan air hingga bersih dan lanjutkan dengan
pembersihan.
- Apabila alat kesehatan tidak langsung dicuci, rendam dalam
ember atau wadah plastik berisi air bersih setelah
dikontaminasi.
- Buka sarung tangan, masukan dalam wadah sementara
menunggu dekontaminasi dan proses selanjutnya.
- Cuci tangan
Prosedur dekontaminasi tumpahan darah / cairan tubuh:
- Pakai sarung tangan rumah tangga.
- Serap darah/cairan tubuh sebanyak-banyaknya dengan
kertas/koran bekas/tisu.
- Buang kertas penyerap bersama sampah medis dalam
kantong yang kedap cairan.

67
- Tuangi atau semprot area bekas tumpahan darah dengan
natrium hipoklorit 0,5% biarkan selama 10 menit kemudian
bersihkan.
- Bilas dengan lap basah yang bersih hingga klorin terangkat.
- Buka sarung tangan, masukkan dalam wadah sementara
menunggu dekontaminasi sarung tangan dan proses
selanjutnya.
- Cuci tangan.
Prosedur dekontaminasi meja kerja
Prosedur sama dengan dekontaminasi tumpahan darah.
b. Pencucian
Tujuan
- Menghilangkan segala kotoran yang kasat mata dari benda
dan permukaan benda dengan sabun atau detergen, air, dan
sikat.
- Menurunkan jumlah mikroorganisme yang potensial menjadi
penyebab infeksi melalui alat kesehatan atau suatu
permukaan benda.
c. Sterilisasi atau DTT
Desinfeksi dan sterilisasi
Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagaian
atau semua mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali
endospora bakteri
Macam dan cara desinfeksi :
a. Desinfektan kimiawi : alkohol, klorin dan ikatan
klorin,formaldehid,glutardehid,hydrogen
peroksida,yodifora, asam parasetat,fenol,ikatan
ammonium kuartener.
b. Cara desinfeksi lainnya: radiasi sinar ultraviolet,
pasteurisasi,mesin pencuci.

68
c. Desinfeksi Tingkat Tinggi ( DTT ) yaitu dilakukan
apabila sterilisator tidak tersedia atau tidak mungkin
dilaksanakan.
Prosedur DTT dengan merebus
a. Isi panci dan alat pemanas dengan air
b. Buka penutup Alat keshatan dan lepaskan komponenya
c. Masukkan alat dan peralatan alinnya hingga terendam
seluruhnya
d. Tutup panci, panaskan perlahan-lahan sampai mendidih
e. Ketika air mulai mendidih, mulai catat waktu, tunggu
selama 20 menit
f. Kecilkan api dan pertahankan air mendidih secara halus
selama 20 menit, kemudian keluarkan alat kesehatan
dengan penjepit yang kering dan sudah di DTT.
g. Taruh peralatan di nampan atau wadah yang sudah di
DTT
h. Gunakan peralatan dengan segera atau disimpan dalam
wadah yang telah di DTT dalam keadaan kering dan
tertutup apling lama 1 minggu.
Prosedur DTT dengan bahan kimia
a. Jika menggunakan glutara dehyde
Siapkan glutaraldehid sesuai dengan intruksi dari pabrik,
atau gunakan larutan yang sudah disiapkan sebelumnya
sepanjang masih tampak jernih dan belum melewati masa
kadaluarsa.
b. Jika menggunakan larutan klorin
c. Pisahkan peralatan yang terdiri dari beberapa bagian,
buka tutup, rendam alat kesehatan sedemikian rupa,
sehingga seluruhnya berada dibawah permukaan larutan.
d. Tutup wadah dan biarkan alat kesehatan terendam selama
20 menit

69
e. Keluarkan alat kesehatan dengan penjepit yang telah di
DTT dan kering.
f. Bilas dengan air yang telah didihkan, untuk
menghilangkan sisa-sisa larutan kimia pada peralatan,
bahan residu ini bersifat toksik terhadap kulita dan
jaringan.
g. Gunakan peralatan segera atau disimpan dalam wadah
yang telah di DTT dalam keadaan kering dan tertutup
paling lama 1 minggu.
DTT sarung tangan dengan uap
a. Isi dandang paling bawah dengan air, tempatkan
angsang / kukusan diatasnya.
b. Lipat sarung tangan berpasangan, bagian pangkal di balik
untuk menyatukan. Isi 5-15 pasang sarung tangan pada
satu nampan, jika diatur dalam dalam dua lapisan atau
lebih, tumpuk secara silang untuk memungkinkan aliran
uap mengenahi semua permukaan.
c. Letakan nampan berisi sarung tangan diatas angsang.
d. Tutup dandang dan panaskan sampai mendidih ditandai
dengan keluarnya uap dari tutup, kecilkan api, jaga agar
uap masih tetap keluar.
e. Pertahankan sampai 20 menit, gunakan timer untuk
mencatat.
f. Lepaskan nampan yang berisi sarung tangan, goyangkan
untuk membuang kelebihan air.
g. Gunakan segera atau biarkan kering di udara selama 4-6
jam.
Sterilisasi
Adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh
mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospora
bakteri

70
Macam-macam sterilisasi
- fisik, seperti pemanasan atau radiasi,filtrasi
- Kimiawi, menggunakan bahan kimia dengan cara
merendam dan menguapi dengan gas kimia.
d. Penyimpanan
4. Pengelolaan jarum suntik dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan

71
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

A. Tujuan

1 Tujuan Umum
Agar setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang
ditetapkan dan dapat memuaskan pelanggan.

2 Tujuan Khusus
■ Menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar
■ Terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas
obat dan keamanan pasien
■ Meningkatkan efesiensi pelayanan
■ Meningkatkan mutu obat yang diproduksi di rumah sakit sesuai
CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
■ Meningkatkan kepuasan pelanggan
■ Menurunkan keluhan pelanggan atau unit kerja terkait

B Evaluasi
1 Jenis Evaluasi
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi tiga jenis program
evaluasi:
a. Prospektif : program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan
Contoh : pembuatan standar, perijinan.
b. Konkuren : program dijalankan bersamaan dengan
pelayanan dilaksanakan
Contoh : memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep
oleh Asisten Apoteker
c. Retrospektif: program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan
Contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang.

72
2 Metoda Evaluasi
2.1 Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai
standar
2.2 Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber
daya, penulisan resep

2.3 Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket
atau wawancara langsung.

2.4 Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan obat.

C Pengendalian Mutu
Merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit terhadap perbekalan
farmasi untuk menjamin mutu, mencegah kehilangan, kadaluarsa, rusak dan
mencegah ditarik dari peredaran serta keamanannya sesuai dengan Kesehatan,
Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3 RS).yang meliputi :
a. Melaksanakan prosedur yang menjamin keselamatan kerja dan lingkungan.
b. Melaksanakan prosedur yang mendukung kerja tim Pengendalian Infeksi
Rumah
Sakit.

1 Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan


■ Unsur masukan {input) : tenaga/sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, ketersediaan dana
■ Unsur proses : tindakan yang dilakukan oleh seluruh staf farmasi
■ Unsur lingkungan : Kebijakan-kebijakan, organisasi, manajemen
■ Standar - standar yang digunakan
■ Standar yang digunakan adalah standar pelayanan farmasi minimal
yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dan standar lain yang

73
relevan dan dikeluarkan oleh lembaga yang dapat
dipertanggungjawabkan .

2 Tahapan Program Pengendalian Mutu


a. Mendefinisikan kualitas pelayanan farmasi yang diinginkan dalam
bentuk kriteria.

b. Penilaian kulitas pelayanan farmasi yang sedang berjalan


berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan.
c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila
diperlukan.
d. Penilaian ulang kualitas pelayanan farmasi.
e. Up date kriteria.

3 Aplikasi Program Pengendalian Mutu


Langkah - langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu :
a. Memilih subyek dari program
b. Karena banyaknya fungsi pelayanan yang dilakukan secara
simultan , maka tentukan jenis pelayanan farmasi yang akan dipilih
berdasarkan prioritas
c. Mendefinisikan kriteria suatu pelayanan farmasi sesuai dengan
kualitas
pelayanan yang diiginkan
d. Mensosialisasikan Kriteria Pelayanan farmasi yang dikehendaki
e. Dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada
semua
personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk
mencapainya
f Melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang
berjalan menggunakan kriteria

74
g. Bila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan
tersebut
h. Merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan
i. Mengimplementasikan formula yang telah direncanakan
j. Reevaluasi dari mutu pelayanan Pelayanan

4 Indikator dan Kriteria


Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan
indikator, suatu alat/tolok ukur yang hasil menunjuk pada ukuran
kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
Makin sesuai yang diukur dengan indikatornya, makin sesuai pula hasil
suatu pekerjaan dengan standarnya. Indikator dibedakan menjadi : •
Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan
untuk mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan
lingkungan.

• Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk


mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang
diselenggarakan.

Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut:


■ Sesuai dengan tujuan
■ Informasinya mudah didapat
■ Singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi
■ Rasional

75
BAB IX
PENUTUP

Dengan ditetapkanya buku pedoman Pelayanan Farmasi Rumah Sakit


Umum Daerah Kardinah Tegal , tidaklah berarti semua permasalahan tentang
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah menjadi mudah
dan selesai. Dalam pelaksanaannya dilapanagan akan menghadapi berbagai
kendala, antara lain sumber daya manusia / tenaga farmasi, kebijakan manajemen
serta pihak – pihak terkait yang umumnya masih dengan paradigma lama yang
melihat pelayanan farmasi di rumah sakit hanya mengurusi masalah pengadaan
dan distribusi obat saja. Untuk itu perlu komitmen dan kerjasama yang lebih baik
antara manajemen sebagai pembuat kebijakan, medis, dan paramedis yang
menangani penderita serta farmasi yang telah melaksanakan paradigma baru yaitu
asuhan kefarmasian, sehingga pelayanan rumah sakit kepada pengguna jasa akan
semakin optimal.

76
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009a, Rumah Sakit, Undang-undang Nomor 44 ( Lembaran Negara


Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Negara Nomor 5072 )
Anonim, 2009b, Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 ( Lembaran Negara
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Negara Nomor 5063 )
Anonim, 2009c, Narkotika, Undang-Undang Nomor 35 ( Lembaran Negara
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Negara Nomor 5062 )
Anonim, 2009d, Pekerjaan Kefarmasian, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51
Anonim, 2008, Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 129 / Menkes / SK / II / 2008
Anonim, 2004, Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit, Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1197 / MENKES / SK / X / 2004
Anonim, 2003, Komite K3 Sektor Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.351 / Menkes / SK / III / 2003
Anonim, 2000a, kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonom, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3952 )
Anonim, 2000b, Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal dalam Bidang
Kesehatan di Kabupaten / Kota, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1747 / Menkes / SK / XII / 2000
Anonim, 1997, Psikotropika, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997
Anonim, 1996, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Permenkes
No.6 Tahun 1996
Anonim, 1995, Pembentukan Komiter Nasional Farmasi dan Terapi, Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1009 / Menkes / SK / X / 1995
Anonim, 1992, Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 983 / Menkes / SK / XI / 1992

77
Anonim, 1989, Kewajiban Menulis resep dan atau menggunakan Obat Generik di
Rumah Sakit Pemerintah, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 085 /
Menkes / Menkes / PER / I / 1989.
Anonim, 1988, rumah sakit, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b / Menkes /
PER/II/1988.

Anonim, 1986, Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik, Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 920 / Menkes / Per / XII / 1986

78

Anda mungkin juga menyukai