Anda di halaman 1dari 63

PEDOMAN PELAYANAN

INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA

RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA


JL. RAYA SAWANGAN No. 2A DEPOK 16436
TILP. 021.7520082 FAX. 021.7520510
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA
NOMOR: Skep- /RSBY/VII/2020
Tentang

PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI FARMASI


RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA,

Menimbang : 1. Bahwa dalam rangka menjamin keberhasilan peningkatan mutu


dan jangkauan pelayanan RSU. Bhakti Yudha Depok sesuai dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat.
2. Bahwa untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di
Instalasi Farmasi RSU. Bhakti Yudha yang merupakan unit
penunjang pelayanan harus mempunyai Pedoman Pelayanan
Instalasi Farmasi.
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam 1
dan 2, perlu disusun Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi yang
ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur RSU. Bhakti Yudha.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 36 Tahun 2009,


Tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 44 Tahun 2009,
Tentang Rumah Sakit.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 29 Tahun 2009,
Tentang Praktik Kedokteran.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 58,
Tahun 2014 tetang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 11,
Tahun 2017, Tentang Keselamatan Pasien.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 34,
Tahun 2017, Tentang Akreditasi Rumah Sakit.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/
Menkes/SK/II/2008, Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY i


8. Surat Keputusan Direktur Utama PT. Arthamas Investama Guna
Nomor : Skep-016/PT.AIG/V/2020, Tentang Pengangkatan drg.
Sjahrul Amri, MHA sebagai Direktur RSU. Bhakti Yudha.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI


YUDHA TENTANG PEMBERLAKUAN PEDOMAN
PELAYANAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM
BHAKTI YUDHA.
Kedua : Memberlakukan Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi RSU. Bhakti
Yudha sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pelayanan Instalasi
Farmasi RSU. Bhakti Yudha dilaksanakan oleh Direktur RSU. Bhakti
Yudha.
Keempat : Mencabut Surat Keputusan Direktur Nomor : 277/00-1/RSBY/XII/2016
Tentang Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi RSU. Bhakti Yudha,
tertanggal 06 Desember 2016.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan didalam Surat Keputusan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : D E P O K
Pada tanggal : 16 Juli 2020
RSU. BHAKTI YUDHA
Direktur,

drg. Sjahrul Amri, MHA

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY ii


DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................ ii

Kata Pengantar .......................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN ....................................................... 1


A. Latar Belakang ………………………………….. 1
B. Tujuan Pedoman ……………………………….. 3
C. Ruang Lingkup Pelayanan ……………………… 3
D. Batasan Operasional ……………………………. 4
E. Landasan Hukum ………………………………. 5

BAB II : STANDAR KETENAGAAN......................................... 6


A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia ……………... 6
B. Distribusi Ketenagaan …………………………… 9
C. Pengaturan Jaga ………………………………… 11

BAB III : STANDAR FASILITAS ………………………............ 12


A. Denah Ruang ……………………………………. 12
B. Standar Fasilitas …………………………………. 13

BAB IV : TATALAKSANA PELAYANAN................................. 19

BAB V : LOGISTIK ………………………………………. ....... 27

BAB VI : KESELAMATAN PASIEN ......................................... 37

BAB VII : KESELAMATAN KERJA ..………………............... 49

BAB VIII : PENGENDALIAN MUTU ………………………….. 51

BAB IX : PENUTUP …………............................................ 55

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY iii


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah


memberikan limpahan rahmat dan kemuliaan serta kemudahan yang
diberikan kepada kita semua, sehingga dengan ijin Nya Pedoman Pelayanan
Instalasi Farmasi RSU. Bhakti Yudha dapat terselesaikan.

Perlu disadari bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan,


khususnya dalam penunjang medis, Rumah Sakit telah dilengkapi dengan
fasilitas dan peralatan sesuai yang dibutuhkan, namun  perlu  disertai
dengan  peningkatan pengetahuan dan ketrampilan secara terus menerus 
dari tenaga kesehatan yang ada di Instalasi Farmasi, sehingga dapat
memberikan pelayanan kesehatan dengan baik

Semoga Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi RSU. Bhakti Yudha


ini dapat bermanfaat sebaik-baiknya oleh seluruh unit pelayanan terkait di
RSU. Bhakti Yudha, serta mampu meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dan keselamatan pasien di RSU. Bhakti Yudha.

Depok, 16 Juli 2020


INSTALASI FARMASI
RSU. BHAKTI YUDHA

Tim Penyusun

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY iv


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun


2009 tentang kesehatan, definisi kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Jadi kesehatan merupakan investasi
keberhasilan dari pembangunan bangsa. Oleh karena itu, diselenggarakan
pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan
tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.

Kesehatan merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari


kesejahteraan manusia, serta merupakan kondisi normal yang menjadi hak
yang wajar dari setiap orang yang hidup dalam upaya penyesuaiannya
dengan lingkungan.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan


meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman
dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah
sakit. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan,
merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan
pemulihan bagi pasien.

Pelayanan farmasi rumah sakit dijelaskan dalam Keputusan


Menteri Kesehatan Nomor:1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 1


Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi
rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Sedangkan Pelayanan
Kefarmasian yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah
suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di


bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan
Kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang
komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai
pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup
pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang
benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan
akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication
error)

Instalasi farmasi di rumah sakit adalah unit atau institusi yang


mempunyai tugas pokok dan fungsi serta kewenangan menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Pelaksanaan pelayanan farmasi oleh instalasi
farmasi dalam suatu rumah sakit mempunyai arti penting dalam
keberhasilan dan pencapaian mutu pelayanan kesehatan paripurna dan
prima. Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (drug
oriented) ke paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi
Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian).

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 2


B. TUJUAN PEDOMAN

Maksud Pedoman Pelayanan Instlasi Farmasi ini dibuat dengan


maksud sebagai pedoman memberikan pelayanan farmasi dalam pengobatan
simptomatik, preventif, kuratif dan paliatif, terhadap penyakit dan berbagai
kondisi.

1. Tujuan Umum

a. Menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat sediaan farmasi


dan alat kesehatan.

b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian.

c. Melindungi pasien, masyarakat dan staff dari penggunaan obat


yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (pasien
safety)

d. Menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat


yang lebih aman (medication safety)

e. Menurunkan angka kesalahan penggunaan obat.

2. Tujuan Khusus

a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.

b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan.

c. Meningkatkan kompetensi / kemampuan tenaga farmasi.

d. Mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat


guna .

e. Melaksanakan pengendalian mutu manajemen

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 3


Instalasi Farmasi Rumah Sakit, adalah suatu unit / bagian dari
rumah sakit, sebagai salah satu dari Pelayanan Penunjang Medik /
Kesehatan, yang mempunyai fungsi dan tanggung jawab terhadap seluruh
perbekalan farmasi, mulai dari pemilihan, perencanaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusiannya, baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan, melaksanakan pelayanan farmasi klinik serta menyajikan
informasi tentang obat, yang dibutuhkan seluruh staf medis maupun pasien
dalam rumah sakit.

D. BATASAN OPERASIONAL

1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

a. Memilih perbekalan famasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah


sakit.

b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal

c. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan


pelayananan kesehatan di rumah sakit

d. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan


ketentuan yang berlaku

e. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan


persyaratan kefarmasian

f. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di


rumah sakit

2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat


Kesehatan

a. Mengkaji instruksi pengobatan / resep pasien

b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat


dan alat kesehatan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 4


c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan

d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat


kesehatan

e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien dan


keluarga pasien

f. Memberikan konseling kepada pasien dan keluarga

g. Melakukan pencampuran obat suntik

h. Melakukan pencatatan setiap kegiatan

i. Melaporkan setiap kegiatan

E. LANDASAN HUKUM :

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan.

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang


Rumah Sakit.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan


Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009


tentang Pekerjaan Kefarmasian.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun


2014 Tentang Klasifikas dan Perizinan Rumah Sakit.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun


2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban menggunakan Obat
Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 5


8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 189/Menkes/SK/III/2006


tentang Kebijakan Obat Nasional

BAB II

STANDAR KETENAGAAN

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian


dan Asisten Tenaga Teknis Kefarmaian yang sesuai dengan beban kerja dan
petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah
Sakit. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian dan
Asisten Tenaga Teknis Kefarmaian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan
ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI Nomor : 56 Tahun 2014).

Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada
dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun
sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

1. Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi


Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Apoteker

b. Tenaga Teknis Kefarmasian

c. Asisten Tenaga Teknis Kefarmasian.

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam
penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 6


yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan
tanggung jawabnya.

2. Persyaratan SDM

Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker, Tenaga Teknis


Kefarmasian dan Asisten Tenaga Teknis Kefarmaian. Tenaga Teknis
Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah
supervisi Apoteker. Asisten Tenaga Teknis Kefarmaian melakukan
Pelayanan Kefarmasian harus di bawah Supervisi Tenaga Teknis
Kefarmasian dan Apoteker.

Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan


administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

3. Beban kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang


berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

1) Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);

2) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen,


klinik dan produksi);

3) Jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (floor stock) per hari;
dan

4) Volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai

4. Pendidikan

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik, dalam penentuan


kebutuhan tenaga telah dipertimbangkan :

1) Kualifikasi pendidikan disesuaikan dengan jenis pelayanan/tugas


dan fungsi

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 7


2) Penambahan pengetahuan baik internal maupun eksternal
disesuaikan dengan tanggung jawab

3) Peningkatan keterampilan baik secara internal maupun eksternal


disesuaikan dengan tugas

5. Waktu Pelayanan

Pelayanan Instalasi Farmasi dilakukan selama 24 jam .

6. Jenis Pelayanan

1) Pelayanan rawat jalan

2) Pelayanan rawat inap

3) Penyimpanan dan pendistribusian

4) Pelayanan farmasi bangsal (ward pharmacy)

5) Pelayanan konseling dan informasi obat

KUALIFIKASI PERSONIL

Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit telah memenuhi persyaratan


dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit berupa :

 Terdaftar di Departeman Kesehatan

 Terdaftar di Asosiasi Profesi

 Mempunyai izin kerja.

 Mempunyai SK penempatan

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi


profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi
persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun
kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 8


mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas telah
disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta
perkembangan dan visi rumah sakit.

a. Kompetensi Apoteker :

1) Sebagai Pimpinan

a) Mempunyai kemampuan untuk memimpin

b) Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola dan


mengembangkan pelayanan farmasi

c) Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri

d) Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain

e) Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah, menganalisa


dan memecahkan masalah

2) Sebagai Tenaga Fungsional

a) Mampu memberikan pelayanan kefarmasian

b) Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian

c) Mampu mengelola manajemen praktis farmasi

d) Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian

e) Mampu melaksanakan pendidikan, penelitian dan


pengembangan

f) Dapat mengoperasionalkan komputer

g) Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang


farmasi klinik.

Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi telah dijabarkan secara
jelas fungsi ruang lingkup, wewenang, tanggung jawab, hubungan
koordinasi, fungsional, dan uraian tugas serta persyaratan/kualifikasi sumber
daya manusia untuk dapat menduduki posisi.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 9


B. DISTRIBUSI KETENAGAAN

Distribusi ketenagaan diperhitungkan berdasarkan beban kerja. Dalam


perhitungan beban kerja tenaga teknis kefarmasian dihitung berdasarkan
faktor-faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

a. Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR)

b. Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan Jumlah Resep atau
formulir permintaan Obat (floor stock) per hari; dan

c. Volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai.

Untuk perhitungan beban kerja :

Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan


Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan
pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran
riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pemantauan terapi obat,
pemberian informasi obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya
dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan
Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan
pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan
Obat, Pencatatan Penggunaan Obat dan konseling, idealnya dibutuhkan
tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien.

Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap dan


rawat jalan, maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk
pelayanan farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit
produksi steril/aseptic dispensing,

Semestinya, selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian di


rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 (satu) orang
Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 10


a) Kamar Operasi

b) Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit


(ICCU)/Neonatal.

c) Pelayanan Informasi Obat, saat ini ;

Jabatan Gudang Farmas Jumlah


Instalasi Logistik i
Rawat Jalan Klinis
Apoteker Utama 1 0 0 1
Apoteker 4 1 0 5
Tenaga Teknis Kefarmasian 8 0 0 9
Asisten Tenaga Teknis
Kefarmasian 8 1  0  9

C. PENGATURAN JAGA

Unit Pelayanan Jumlah


Shift / Non Shift
Apoteker (Pimpinan) 1 (NS)
Apoteker Pelayanan Instalasi Farmasi 4 (S)
Tenaga Teknis Kefarmasian 20 (S)
Asisten Tenaga Teknis Kefarmasian 20 (S)
Gudang Farmasi 2 (NS)
Pengadaan 2 (NS)

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 11


BAB III

STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN

Gambar 1
Denah Layout Rumah Sakit Bhakti Yudha

Gambar 2

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 12


Denah Rawat Jalan, Penunjang
Rumah Sakit Bhakti Yudha

B. STANDAR FASILITAS

Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi


ketentuan dan perundangan-undangan kefarmasian yang berlaku:

a. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.

b. Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan


kefarmasian di rumah sakit.

c. Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen,


pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan
limbah.

d. Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan


keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas
peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk
perlengkapan dispensing seperti sediaan non steril padat maupun cair
untuk obat luar atau dalam.

e. B8Pembagian Ruangan :

1) Ruang Penerimaan Resep

2) Ruang Pengambilan dan peracikan Obat

3) Ruang pencampuran obat steril

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 13


4) Ruang Gudang Pusat Farmasi

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi, temperatur


sinar/cahaya, kelembaban, fentilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas yang terdiri dari :

a) Kondisi Umum untuk Gudang Pusat Farmasi

 Gudang perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi

 Gudang obat dan bekal kesehatan di Apotek pelayanan obat

b) Kondisi Khusus untuk Gudang :

 Obat termolabil

 Alat kesehatan dengan suhu rendah

 Obat mudah terbakar

 Obat/bahan obat berbahaya

1) Ruang Distribusi / Pelayanan (Apotik)

Ruang distribusi yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi rumah


sakit :

a) Ruang Apotik Rawat Jalan dan Gudang Obat Rawat Inap

b) Ruang Gudang Pusat Farmasi untuk melayani kebutuhan ruangan,


Dilengkapi kereta dorong trolley

2) Ruang Konsultasi ( konseling )

a) Ada ruang khusus untuk apoteker memberikan konsultasi pada


pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan
pasien.

b) Ruang konsultasi untuk apotik rawat jalan untuk pasien dan


keluarga

3) Ruang Arsip Dokumen

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 14


Terdapat ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara
dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar penyimpanan
sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan tehnik manajemen yang baik

4) Ruang Pencampuran Steril


Terdapat ruang pencampuran obat steril yang dilengkapi dengan alat
Laminar Air Flow. Dimana ruangan ini harus dalam keadaan bersih dan
hanya bisa diakses oleh staff khusus dan bekerja dengan SPO
Pencampuran Obat Sterl dengan memakai Alat Pelindung Diri ( APD )
yang sesuai dengan panduan pencampuran obat steril.
5) Ruang Floor Stock
 Unit IGD.
 Unit ICU, OK, HD
 Di ruangan rawat inap untuk persediaan emergensi (Emergency kit)

Peralatan

Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk


perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair
untuk obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada
pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk
peralatan tertentu setiap tahun.

Peralatan minimal yang harus tersedia :

a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat

b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip

c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi


obat

d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika

e. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil

f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang


baik

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 15


Macam-macam Peralatan :

a. Peralatan Kantor

1) Furniture ( meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet dan lain-lain

2) Komputer

3) Alat tulis kantor

4) Telpon dan Faksímile

b. Peralatan Produksi

Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan obat.


Peralatan harus dapat menunjang persyaratan keamanan cara
pembuatan obat yang baik;

Peralatan Produksi di Instalasi Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha


meliputi:

 Anak timbangan miligram

 Blender Obat

 Erlenmeyer 250 ml

 Etalase bahan baku obat

 Gelas ukur 100 ml

 Gelas ukur 1000 ml

 Gelas ukur 200 ml

 Gelas ukur 50 ml

 Lemari bahan baku

 Mortir D 12 cm

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 16


 Mortir D 15 cm

 Mortir D 20 cm

 Mortir D 30 cm

 Stamper P 12 cm

 Stamper P 25 cm

 Timbangan miligram.

c. Peralatan Penyimpanan

1) Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum

 Lemari / rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban


dan cahaya yang berlebihan

 Lantai dilengkapi dengan palet

Peralatan Penyimpanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum


Bhakti Yudha yaitu :

a) Timbangan miligram

b) Lemari obat besar, besi

c) Lemari obat kecil, besi

d) Lemari obat, kayu, kaca

e) Lemari pendingin obat 1 pintu

f) Lemari pendingin obat 2 pintu

g) Rak bahan baku obat

2) Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus :

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 17


 Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil Fasilitas
peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi secara berkala

 Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat


psikotropika.

d. Peralatan Pendistribusian / Pelayanan

1) Pelayanan Instalasi Farmasi Rawat Jalan

 Etalase obat kayu, aluminium, kaca

 Blender Obat

 Lemari pendingin obat

 Mortir

 Stamper

 Timbangan miligram dan anak timbangan

2) Pelayanan Instalasi Farmasi Rawat Inap

 Etalase obat kayu, aluminium, kaca

 Lemari pendingin obat 2 pintu

 Meja peracikan

 Troly obat 4 roda.

e. Peralatan Konsultasi

1) Buku kepustakaan, leaflet, brosur dan lain-lain

2) Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari, Telpon

3) Lemari arsip

4) Kartu arsip

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 18


f. Peralatan Ruang Pelayanan Informasi Obat

1) Kepustakaan yang up to date

2) Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak

3) Komputer

4) Telpon

5) Internet

6) Lemari arsip

7) Kartu arsip

g. Peralatan Ruang Arsip

1) Kartu Arsip

2) Lemari Arsip

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 19


BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan
tanggal dikeluarkannya peraturan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada harus
mencerminkan standar pelayanan farmasi mutakhir yang sesuai dengan peraturan
dan tujuan dari pada pelayanan farmasi itu sendiri.

a. Kriteria kebijakan dan prosedur dibuat oleh kepala instalasi, sub komite
farmasi dan terapi serta para apoteker.

b. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan
apoteker menganalisa secara kefarmasian. Obat adalah bahan berkhasiat
dengan nama generik.

c. Harus ada sistem yang mendokumentasikan penggunaan obat yang salah


dan atau mengatasi masalah obat.

d. Kebijakan dan prosedur harus konsisten terhadap sistem pelayanan rumah


sakit lainnya.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 20


e. Kebijakan dan prosedur yang tertulis harus mencantumkan beberapa hal
berikut :

KEBIJAKAN UMUM

1. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian, meliputi: seleksi, pengadaan,


pemesanan, penyimpanan, pencatatan (transcribe), pendistribusian,
persiapan (preparing), penyaluran (dispensing), pemberian,
pendokumentasian dan pemantauan (monitoring).
2. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap semua sediaan
farmasi/perbekalan farmasi yang beredar di rumah sakit.
3. Pelayanan kefarmasian di RS Bhakti Yudha adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan
pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
4. Pelayanan kefarmasian di RSU. Bhakti Yudha dipimpin oleh apoteker,
berijazah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker, yang telah memilliki Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Izin Kerja (SIK), dan tenaga teknis
kefarmasian yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian (STRTTK) bagi Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
Asisten Tenaga Teknis Kefarmasian.
5. Kepala Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan
peraturan-peraturan farmasi baik terhadap administrasi sediaan farmasi dan
pengawasan distribusi.
6. Sediaan farmasi / perbekalan farmasi terdiri dari obat, bahan obat, alat
kesehatan, reagensia, radiofarmasi, dan gas medis (terperinci dalam
lampiran)
7. Mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi Kepala Instalasi Farmasi sebagai penanggung
jawab dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan / atau tenaga tehnis
kefarmasian.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 21


8. Obat hanya dapat diberikan berdasarkan resep, atau pesanan dari dokter, dan
apoteker menganalisa secara kefarmasian.
9. Lembaran resep dilayani apabila sudah memenuhi persyaratan administrasi,
meliputi:

a. Nama, umur atau tanggal lahir (Berat Badan bila anak-anak)


b. Nama, dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Riwayat Alergi.

10. Obat pasien rawat inap dikembalikan jika alergi, atau pasien meninggal
dunia, atau hal lain dengan persetujuan dokter.
11. Besarnya persediaan obat/alkes di logistik farmasi ditentukan maksimum
untuk pemakaian satu bulan, kecuali untuk obat-obat yang dikategorikan
“fast moving” persediaan dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum
untuk tiga bulan.
12. Formulir pemakaian obat pengganti resep harus ditandatangani oleh Kepala
Farmasi.
13. Penerimaan obat/alkes dari logistik farmasi dengan kadaluarsa paling
lambat satu tahun hanya untuk obat-obat yang digolongkan “ cito “ dan
segera pakai.
14. Permintaan narkotika di tulis dokter atau dokter yang berwenang dengan
mencantumkan nomor Surat Izin Praktek (SIP) dan alamat lengkap.
15. Pelayanan kefarmasian di RS Bhakti Yudha harus mencerminkan kualitas
pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi, efisien, profesional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi.
16. Pelayanan kefarmasian di RS Bhakti Yudha meliputi :
a. Pengelolaan perbekalan farmasi.
b. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan.
17. Pengelolaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi
dengan sistem satu pintu.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 22


18. Penulisan resep dan pemberian obat kepada pasien harus berpedoman
kepada Formularium RS Bhakti Yudha. Pemberian obat diluar formularium
harus dimonitoring dan dibuat laporan sebagai bahan evaluasi.
19. Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian dalam melaksanakan
tugasnya harus :
a. Senantiasa meningkatkan kompetensi dan mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi khususnya bidang
pelayanan farmasi.

b. Sesuai standar profesi, pedoman pelayanan kefarmasian, standar


prosedur operasional, etika profesi dan senantiasa mengutamakan
kepentingan pasien.

c. Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan petugas medis,


paramedis, non medis dan petugas kesehatan lainnya.

d. Mengetahui dan memahami setiap standar pelayanan kesehatan yang


ada di RSU. Bhakti Yudha.

e. Berorientasi pada universal precaution dan mengutamakan keselamatan


diri sendiri dan keselamatan pasien.

f. Bertanggungjawab terhadap setiap pelayanan kefarmasian yang


dilakukannya.

KEBIJAKAN KHUSUS

A. Pengelolaan perbekalan farmasi.

a. Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan
obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi (tidak dilakukan), gas
medik, radiologi, nutrisi (tidak dilakukan), dan bahan kimia.

b. Pengelolaan perbekalan farmasi meliputi pemilihan, perencanaan,


pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
penghapusan, administrasi dan pelaporan perbekalan farmasi.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 23


c. Proses seleksi, perencanaan dan pengadaan mengacu dengan kriteria
yang telah diputuskan oleh Komite Farmasi dan Terapi yaitu :

1) Obat yang sudah terbukti Evidence Based Medicine (EBM)


2) Obat yang didistribusikan oleh Pedagang Besar Farmasi yang telah
terbukti baik kredibilitasnya
3) Obat yang tercantum adalah obat generik dan minimal 3 (tiga)
macam obat branded (slow moving) dan 5 (lima) macam bila fast
moving
d. Pemilihan dan perencanaan perbekalan farmasi harus berpedoman
kepada formularium rumah sakit, data catatan medik, anggaran yang
tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan dan data
pemakaian periode sebelumnya.
e. Kriteria obat yang bisa dimasukkan dalam formularium menurut WHO
adalah Obat yang dipilih memiliki data memadai tentang kemanjuran
dan keamanan berdasarkan studi klinis serta bukti kinerja penggunaan
umum dalam berbagai pengaturan medis, tersedia data yang memadai
mengenai kualitas, termasuk bioavailabilitas dan stabilitasnya, terbukti
efikasi, keamanan, kualitas, harga dan ketersediaan di pasaran, efisiensi
biaya dan lain-lain
f. Pengadaan perbekalan farmasi melalui pembelian langsung, produksi
(steril dan non steril), Droping, dan sumbangan / hibah.
g. Seluruh obat-obatan yang akan dipergunakan oleh pasien rawat jalan /
pasien rawat inap harus dipersiapkan oleh instalasi farmasi dalam
keadaan siap pakai.
h. Untuk sediaan obat steril yang akan dipergunakan oleh pasien rawat
inap harus disiapkan oleh staf farmasi didalam ruangan khusus dan
Teknik aseptic sesuai dengan aturan yang berlaku.
i. Penyimpanan perbekalan farmasi di gudang Instalasi Farmasi harus
berdasarkan: bentuk sediaan, jenis sediaan, suhu penyimpanan,
kestabilan sediaan, mudah tidaknya terbakar atau meledak, dan tahan
atau tidak tahan terhadap cahaya.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 24


B. Penggunaan Obat , Obat Emergesi dan Obat khusus lainnya.

a. Penggunaan Obat.

1) Apotek dan atau Depo Farmasi RSU. Bhakti Yudha hanya


melayani resep yang ditulis oleh dokter yang memiliki Surat Izin
Praktek di RSU. Bhakti Yudha.

2) Penulisan resep merujuk pada ketentuan penulisan resep yang


terdapat dalam SPO ketentuan penulisan resep.

3) Penulisan resep obat khusus yang memerlukan pencampuran


khusus harus ditulis dengan baik dan benar dalam resep yang
mudah terbaca oleh staff farmasi agar tidak terjadi kesalahan
mencapuran obat.

4) Setiap penyediaan obat untuk pasien harus diawali dengan


pengkajian resep oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian yang
berkompeten dan dicatat dalam form pengkajian.

5) Setiap penyerahan obat kepada pasien harus dicatat dalam form


penyerahan obat dan dilengkapi bukti terima dari pasien.

6) Apabila pasien membawa obat sendiri dari rumah/tempat lain


dalam bentuk apapun harus disampaikan kepada dokter, ditulis di
catatan pengobatan pasien dan selanjutnya jika obat tersebut masih
dipergunakan segera lapor ke farmasi dilakukan analisa oleh
apoteker (penjelasan terperinci pada lampiran).

7) Penggunaan obat oleh pasien diluar pemberian oleh dokter RS


harus di monitoring dan dilaporkan.

8) Setiap pemakaian implant harus terdokumentasi secara jelas nama


pasien, alamat tempat tinggal pasien serta nomor telepon yang
dapat dihubungi. Hal ini bertujuan untuk antisipasi jika sewaktu-
waktu produk implant tersebut ada pemberitahuan untuk diretur.

9) Obat-obatan yang telah melampaui masa kadaluarsa, rusak


kemasan dan atau isinya rusak serta ijin edarnya dicabut oleh

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 25


Badan POM harus dilaporkan ke Pedagang Besar Farmasi untuk
dilakukan penarikan (recall).

10) Obat kadaluarsa dimusnahkan berdasarkan peraturan perundang-


undangan yang berlaku.

11) Instalasi Farmasi tidak menerima obat sampel dari Pedagang Besar
Farmasi dalam bentuk apapun.

12) Penyerahan obat kepada pasien hanya dapat dilakukan oleh


Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian dan atau perawat yang
memiliki kompetensi untuk menyerahkan obat dan harus disertai
dengan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang obat
yang diserahkan.

13) Setiap bentuk pelayanan kefarmasian kepada pasien harus dicatat


kedalam lembar pelayanan kefarmasian dan rekam medik pasien.

14) Apoteker harus mampu mengidentifikasi penggunaan obat, dimana


jika penggunakan obat melebihi batas pemakaian yang ditetapkan
oleh rumah sakit, maka apoteker dapat melakukan automatic stop
order yang tercatat dalam rekam medis dan menyampaikan
langsung kepada dokter penanggungjawab atas penggunaan obat
pasien tersebut.

15) apoteker harus mampu mengidentifikasi efek samping obat dan


memberikan rekomendasi ketika efek samping terjadi kemudian
dicatat dalam lembar catatan pengobatan pasien yang ada dalam
status pasien.

16) Tenaga farmasi ( Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian ) harus


mampu menyiapkan obat yang diminta oleh Dokter dalam bentuk
sediaan yang siap pakai.

b. Obat Emergesi dan Obat khusus lainnya.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 26


1). Obat emergensi diruang rawat inap dan IGD harus disimpan di
lemari atau tempat khusus yang terkunci atau disegel, disusun
secara seragam, mudah dijangkau dan aman dari pihak yang tidak
berhak. Penyimpanan dan penggunaan obat emergensi sepenuhnya
tanggung jawab Kepala Ruangan.

2). Obat Narkotika dan psikotropika disimpan didalam lemari khusus


yang dikunci dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penuh
apoteker.

3). Obat kategori high alert disimpan didalam lemari khusus yang
dipisahkan dari obat lainnya dan diberi tanda khusus baik di
instalasi farmasi dan gudang farmasi.

4). Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus melakukan


koordinasi, komunikasi, monitoring dan evaluasi penggunaan obat
High Alert dengan dokter dan perawat secara berkala.

5). Obat, reagen dan larutan nutrisi yang mempunyai sifat termolabil
disimpan di lemari pendingin.

6). Penggunaan obat-obatan diruangan harus diawasi dan dievaluasi


secara rutin sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) bulan
oleh apoteker supervisi

c Lain-lain.

1). Resep yang ditulis oleh dokter harus jelas dan mudah dibaca.
Apabila resep tidak dapat dibaca atau kurang jelas maka apoteker
atau tenaga teknis kefarmasian harus menghubungi dokter penulis
resep.

2). Resep harus ditulis oleh dokter yang telah memiliki Surat Izin
Praktek (SIP) di RSU. Bhakti Yudha. Dalam keadaan emergensi
atau diluar jam kerja, maka dokter dapat mendelegasikan penulisan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 27


resep kepada dokter jaga menulis obat yang diberikan didalam
berkas rekam medik pasien.

3). Pelayanan One Dose Dispensing (ODD) dilakukan oleh tenaga


teknis kefarmasian.

4). Seluruh kegiatan penyiapan ( dispensing ) obat dilakukan oleh staf


farmasi ( Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian ) yang terlatih dan
tersertifikasi.

5). Penanganan sediaan farmasi dan limbah medis yang berbahaya,


korosif dan radiatif harus dilakukan oleh apoteker dan atau tenaga
teknis kefarmasian yang terlatih.

6). Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus mampu mencegah


dan menangani kejadian yang tidak diharapkan baik berupa KTD,
KNC, KTC, maupun KPC. Apabila terjadi insiden Apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian harus mampu mengidentifikasi dan
grading resiko selanjutnya melaporkan ke Koordinator KPRS /
Komite PMKP untuk dilakukan analisis dan rekomendasi.

BAB V

LOGISTIK

Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:

a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi

b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah ditetapkan

c. pola penyakit

d. efektifitas dan keamanan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 28


e. pengobatan berbasis bukti

f. mutu

g. harga

h. ketersediaan di pasaran

Tahapan proses penyusunan Formularium RS di RSU. Bhakti Yudha :

a. Rapat Komite Medis membentuk Tim Pembuatan Formularium, pada Tim


termasuk apoteker, manajemen, anggota SMF.

b. Panitia diwakili oleh Apoteker membuat rekapitulasi usulan Obat dari


masing-masing Kelompok Staf Medik (KSM) berdasarkan standar terapi
atau standar pelayanan medik.

c. Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi dan perusahaan


farmasi yang bekerja sama dengan RSU. Bhakti Yudha.

d. KSM diperbolehkan menambah usulan obat kepada Tim Farmasi dan Terapi
(TFT) dengan mengisi form daftar obat yang telah disebarkan.

e. KSM mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi


(TFT).

f. Hasil semua usulan dirangkum Tim Farmasi dan Terapi dikembalikan ke


masing-masing KSM untuk mendapatkan umpan balik saat rapat komite
medis.

g. Formularium disahkan oleh direktur RSU. Bhakti Yudha.

h. Formularium ditersedia di semua penulis resep, pemeberi obat, dan


penyedia obat.

i. Melakukan eduakasi mengenai formularium RS kepada staf.

j. Monitoring dilakukan oleh menejemen melalui unit farmasi.

Kriteria Pemilihan Obat untuk masuk formularium RSU. Bhakti Yudha :

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 29


a. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita;

b. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;

c. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;

d. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan;

e. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;

f. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan


biaya langsung dan tidak lansung;

g. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.

h. Obat-obatan untuk pasien JKN, disesuaikan Formularium Nasional, obat-


obat yang ada di FORNAS ini tercakup pada formularium RSU. Bhakti
Yudha.

Berdasarkan hal ini juga dilakukan pemilihan Pedagang Besar Farmasi (PBF)
yang bekerjasama dengan pihak RSU. Bhakti Yudha. PBF yang bekerja sama
dengan RSU. Bhakti Yudha memberikan konfirmasi distributor resmi yang
digunakan untuk pemesanan obat.

RSU. Bhakti Yudha mempunyai kebijakan untuk memperbolehkan untuk


melakukan penambahan dan pengurangan obat dalam formularium RS dengan
mempertimbangkan indikasi penggunaan, efektifitas, resiko, dan biaya (sesuai
Permenkes RI Nomor : 58, Tahun 2014).

Perencanaan Kebutuhan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah


dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 30


Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya
kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan.
f. rencana pengembangan.

Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan


perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan
dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.

Proses pengadaan di RSU. Bhakti Yudha dilakukan oleh pihak


perusahaan yang harus melibatkan tenaga kefarmasian dan dilakukan verifikasi
kebutuhan pemesanan oleh supervisor farmasi, yang sekaligus apoteker.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:

a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa;

b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);

c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar

d. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan
lain-lain).

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 31


Pengadaan obat yang ada di RSU. Bhakti Yudha dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, reagen dan Bahan Medis
Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat;
2) Persyaratan pemasok; pembelian dilkakukan pada distributor resmi
yang telah dikonfirmasi oleh Perusahaan Farmasi.
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, reagen dan Bahan Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

b. Sumbangan/Dropping/Donasi.

Instalasi Farmasi RSU. Bhakti Yudha harus melakukan pencatatan dan


pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, Reagen dan Bahan Medis Habis Pakai sumbangan/dropping/
donasi.

Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/donasi harus disertai
dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu
pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah
Sakit.

Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah


Sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/donasi Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.

c. Alat-alat Kesehatan berupa instrument apparatus, implant yang tidak


mengandung obat yang dibawa oleh dokter untuk melakukan tindakan.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 32


Setiap alkes atau obat yang disediakan oleh dokter harus dikonfirmasi ke
farmasi untuk dipertimbangkan indikasi penggunaan, efektifitas, resiko dan
biaya.

Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,


spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

Penyimpanan

Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan


penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat
menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan
kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, Reagen dan Bahan Medis Habis Pakai.

Komponen yang harus diperhatikan antara lain:

a. Obat dan bahan kimia diberi kartu stok yang secara jelas terbaca memuat
nama, tanggal pertama kemasan dibuka.

b. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dilemari khusus yang sesuai


peruindang-undangan dan senantiasa terkunci rapat.

b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk


kebutuhan klinis yang penting (OK, ICU, HD, VK kebidanan)

c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien


dilengkapi dengan pengaman, diberi label tulisan ‘high alert’ dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan
yang kurang hati-hati.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 33


d. Sediaan farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.

Di RSU. Bhakti Yudha penyimpanan dan pengelolaan obat-obat high alert (obat
yang memerlukan kewapadaan tinggi) terdapat pada panduan obat high alert
secara terpisah dari panduan ini. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:

a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya

b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan
tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya.
Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
keselamatan.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan,


dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan
disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.

Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike)
tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus label “high
Alert” untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.

Penyediaan obat-obat emergency di RSU. Bhakti Yudha tersedia di IGD, Rawat


Inap, Kamar Operasi dan ICU. Ketersediaan obat-obat emergency yang ada diluar
dikontrol dan tercatat setiap kali ada pemakaian, kepala tim yang bertugas di unit-
unit tersebut harus memastikan semua obat-obat emergency tersedia setiap kali
dibutuhkan. Penyimpanan obat-obat emergency ada di tempat trolly obat khusus
obat emergency.

Pendistribusian

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 34


Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.

Pendistribusian obat-obatan yang akan dipakai baik pada pasien rawat


jalan atau rawat inap harus dalam keadaan siap dipakai. Untuk obat-obat pada
pasien rawat inap ( khususnya obat-obatan sediaan steril ) harus disiapkan terlebih
dahulu ( dilakukan proses rekonstruksi / pengenceran ) di instalasi farmasi sesuai
dengan instruksi dokter.

Sistem distribusi di RSU. Bhakti Yudha menggunakan metode


sentralisasi, semua obat didistribusikan melalui instalasi farmasi, kecuali ada
beberapa kebutuhan alat kesehatan yang diperlukan oleh rawat inap disediakan
oleh farmasi di rawat inap (dengan gudang lebih kecil) yang disiapkan oleh
petugas farmasi khusus di ruangan rawat inap.

Sistem distribusi di unit pelayanan RSU. Bhakti Yudha dapat dilakukan dengan
cara:

a. Sistem Resep Individual

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai berdasarkan Resep individual / pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui Instalasi Farmasi.

b. Sistem One Day Dosis

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam dosis harian,
untuk penggunaan satu hari pemakaian pasien. Sistem one day dose ini
digunakan untuk pasien rawat inap.

Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 35


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai, implan yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai, implan bila:

a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;

b. Telah kadaluwarsa dan tidak bisa diganti oleh perusahaan obat farmasi.

c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan


atau kepentingan ilmu pengetahuan.

d. Dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari:

a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan;

b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;

c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak


terkait yang bekerja sama dengan pihak RS.

d. Menyiapkan pengiriman ke tempat tempat pemusnahan.

e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta


peraturan yang berlaku.

Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan


penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Reagen dan Bahan
Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 36


Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Reagen dan
Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:

a. Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;

b. Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;

c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai.

Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Reagen


dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:

a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);

b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga


bulan berturut-turut (death stock);

c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan bekala, dilakukan setiap
bulannya.

Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk


memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.

Kegiatan administrasi terdiri dari:

a) Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi,


Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara
periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi bulanan.

Pencatatan dilakukan untuk:

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 37


1) Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;

2) Dasar akreditasi Rumah Sakit;

3) Dasar audit Rumah Sakit; dan

4) Dokumentasi farmasi.

Pelaporan dilakukan sebagai:

1) Komunikasi antara level manajemen;

2) Laporan tahunan.

b) Administrasi Keuangan

Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan


analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan,
penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan
Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,
semesteran atau tahunan.

c) Administrasi Penghapusan

Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan
cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
berlaku.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 38


BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian

Keselamatan pasien (Patient safety) secara sederhana didefinisikan


sebagai suatu upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien.

Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :

a. Menggunakan obat dan peralatan yang aman

b. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang aman

c. Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian infeksi

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 39


d. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang
berorientasi kepada pasien.

e. Meningkatkan keselamatan pasien dengan :

 mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)

 membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event

 mengurangi efek akibat adverse event

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Sebagai acuan bagi apoteker yang melakukan pelayanan kefarmasian di


rumah sakit dan komunitas dalam melaksanakan program keselamatan
pasien

2. Tujuan khusus

a. Terlaksananya program keselamatan pasien bagi apoteker di rumah


sakit secara sistematis dan terarah.

b. Terlaksananya pencatatan kejadian yang tidak diinginkan akibat


penggunaaan obat (adverse drug event) di rumah.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien

1. Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan (Medication Safety


Pharmacist) meliputi :

a. Mengelola laporan medication error

1) Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk


2) Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi

b. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk


menjamin medication safety

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 40


1) Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan
medication error
2) Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
3) Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan
insiden yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis

c. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan


praktek pengobatan yang aman dengan mengembangkan program
pendidikan untuk meningkatkan medication safety dan kepatuhan
terhadap aturan/SOP yang ada

d. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan


medication safety melalui Komite Keselamatan Pasien RS Dan
komite terkait lainnya.

e. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan


penggunaan obat

f. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan


Pasien yang ada.

2. Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi


dua aspek yaitu:

a. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi,


pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur
pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT).

b. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas),


penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian
informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan
farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang
menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker
dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat
keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki
konstribusi besar dalam menurunkan insiden/kesalahan.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 41


3. Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :
a. Pemilihan

Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat


diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan
obatobat sesuai formularium.

b. Pengadaan

Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif


dan sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari
distributor resmi.

c. Penyimpanan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk


menurunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:

1) Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-


alike, sound-alike medication names) secara terpisah.
2) Obat Narkotika dan psikotropika disimpan didalam lemari
khusus dan selalu terkunci. Jika ada pemakaian dan pemasukan
barang harus tertulis dikartu stok.
3) Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang
dapat menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan,
simpan di tempat khusus. Misalnya : menyimpan cairan
elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin, insulin,
kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents,
thrombolitik, dan agonis adrenergik, kelompok obat antidiabet
jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara alfabetis,
tetapi tempatkan secara terpisah.
4) Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.

4. Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya


medication error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 42


1) Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama
dan nomor rekam medik / nomor resep.
2) Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan
interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan
atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
3) Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting
dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
a. Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data
klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya,
Apoteker perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang
menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk
keperluan perhitungan dosis.
b. Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium,
tanda-tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker
harus mengetahui data laboratorium yang penting, terutama
untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis
(seperti pada penurunan fungsi ginjal).
4) Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
5) Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan
dengan penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem
komputerisasi (e-prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien
seperti sudah disebutkan diatas.
6) Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk
memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat
serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus
diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut.
Petugas yang menerima permintaan harus menulis dengan jelas
instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.
7) Pemantauan patient safety dilakukan saat pelayanan kefarmasian
meliputi:
a. Dispensing

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 43


b. Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SPO
c. Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga
kali : pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat
mengambil obat dari wadah, pada saat mengembalikan obat ke
rak.
d. Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
e. Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan
etiket, aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap
obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.
f. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Edukasi dan konseling kepada pasien diberikan mengenai hal-hal yang


penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus
diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
 Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan
bagaimana menggunakan obat dengan benar, harapan setelah
menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali ke
dokter
 Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat
dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
 Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR)
yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi
mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR
tersebut
 Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali
obat yang sudah rusak atau kadaluarsa.

Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai


kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin
terlewatkan pada proses sebelumnya.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 44


5. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien
rawat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya,
bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu
diperhatikan adalah :
a. Benar dan jelas penulisan resep
b. Benar obat
c. Benar dosis
d. Benar waktu dan frekuensi pemakaian
e. Benar rute
f. Benar pasien
g. Tidak ada duplikasi obat
h. Tidak ada interaksi obat

6. Monitoring dan Evaluasi


Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui
efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan
pasien. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan
ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah
pengulangan kesalahan.
Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus
terlibat didalam program keselamatan pasien khususnya medication
safety dan harus secara terus menerus mengidentifikasi masalah dan
mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien.

7. Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error


antara lain:
a. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi )
Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber utama
terjadinya kesalahan. Institusi pelayanan kesehatan harus
menghilangkan hambatan komunikasi antar petugas kesehatan dan
membuat SPO bagaimana resep/permintaan obat dan informasi

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 45


obat lainnya dikomunikasikan. Komunikasi baik antar apoteker
maupun dengan petugas kesehatan lainnya perlu dilakukan dengan
jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidak lengkapan
informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat daftar
singkatan dan penulisan dosis yang berisiko menimbulkan
kesalahan untuk diwaspadai.
b. Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi
lingkungan, area dispensing dengan tepat dan sesuai dengan alur
kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang
cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu area kerja harus
bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat
untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah.
c. Gangguan/interupsi pada saat bekerja.
Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan
mengurangi interupsi baik langsung maupun melalui telepon.

d. Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk
mengurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat
menurunkan kesalahan.

8. Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat


dalam menurunkan insiden / kesalahan, tetapi mereka dapat
memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam sistem
menurunkan insiden / kesalahan.

9. Apoteker di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya


dapat menerapkan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Pada Pelayanan Kefarmasian yang mengacu pada buku Panduan

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 46


Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety)
(diterbitkan oleh Depkes tahun 2006):
a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil
1) Adanya kebijakan Instalasi Farmasi RS / Sarana Pelayanan
Kesehatan lainnya tentang Keselamatan Pasien yang meliputi
kejadian yang tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera
(KNC), Kejadian Sentinel, dan langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh apoteker dan tenaga farmasi, pasien dan
keluarga jika terjadi insiden.
2) Buat, sosialisasikan dan penerapan SPO sebagai tindak lanjut
setiap kebijakan
3) Buat buku catatan tentang KTD, KNC dan Kejadian Sentinel
kemudian laporkan ke atasan langsung.
b. Pimpin dan Dukung Staf Anda
Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang
keselamatan pasien di tempat pelayanan (instalasi farmasi/apotek)
1) Adanya suatu tim di Instalasi Farmasi/Apotek yang
bertanggung jawab terhadap keselamatan pasien (sesuai
dengan kondisi)
2) Tunjuk staf Instalasi Farmasi/Apotek yang bisa menjadi
penggerak dan mampu mensosialisasikan program (leader)
3) Adakan pelatihan untuk staf dan pastikan pelatihan ini diikuti
oleh seluruh staf dan tempatkan staf sesuai kompetensi
4) Staf farmasi harus mendapat edukasi tentang kebijakan dan
SPO yang berkaitan dengan proses dispensing yang akurat,
mengenai nama dan bentuk obat-obat yang membingungkan,
obat-obat formularium/non formularium, obat-obat yang
ditanggung asuransi/non-asuransi, obat-obat baru dan obat-
obat yang memerlukan perhatian khusus. Disamping itu
petugas farmasi harus mewaspadai dan mencegah medication
error yang dapat terjadi.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 47


5) Tumbuhkan budaya tidak menyalahkan (no blaming culture)
agar staf berani melaporkan setiap insiden yang terjadi.
c. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko
1) Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko serta
lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial
bermasalah
2) Buat kajian setiap adanya laporan KTD, KNC dan Kejadian
Sentinel
3) Buat solusi dari insiden tersebut supaya tidak berulang dengan
mengevaluasi SPO yang sudah ada atau mengembangkan SPO
bila diperlukan.
d. Kembangkan Sistem Pelaporan
1) Pastikan semua staf Instalasi Farmasi/Apotek dengan mudah
dapat melaporkan insiden kepada atasan langsung tanpa rasa
takut
2) Beri penghargaan pada staf yang melaporkan.
e. Libatkan dan Komunikasi Dengan Pasien
1) Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan
pasien
2) Pastikan setiap penyerahan obat diikuti dengan pemberian
Informasi yang jelas dan tepat
3) Dorong pasien untuk berani bertanya dan mendiskusikan
dengan apoteker tentang obat yang diterima
4) Lakukan komunikasi kepada pasien dan keluarga bila ada
insiden serta berikan solusi tentang insiden yang dilaporkan.
f. Belajar dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien
1) Dorong staf untuk melakukan analisis penyebab masalah
2) Lakukan kajian insiden dan sampaikan kepada staf lainnya
untuk menghindari berulangnya insiden.
g. Cegah KTD, KNC dan Kejadian Sentinel dengan cara :

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 48


1) Gunakan informasi dengan benar dan jelas yang diperoleh dari
sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden dan audit serta
analisis untuk menentukan solusi
2) Buat solusi yang mencakup penjabaran ulang sistem (re-
design system), penyesuaian SOP yang menjamin keselamatan
pasien
3) Sosialisasikan solusi kepada seluruh staf Instalasi
Farmasi/Apotek

D. PENCATATAN DAN PELAPORAN

Tujuan dilakukan pelaporan Insiden Keselamatan Pasien adalah


untuk menurunkan Insiden Keselamatan Pasien yang terkait dengan KTD,
KNC dan Kejadian Sentinel serta meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien.
Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya
pencegahan terjadinya kesalahan sehingga diharapkan dapat mendorong
dilakukannya investigasi lebih lanjut.
Pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah
kejadian yang sama terulang kembali.
1. Prosedur Pelaporan Insiden
a. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi,
potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
b. Laporan insiden dapat dibuat oleh siapa saja atau staf farmasi yang
pertama kali menemukan kejadian atau terlibat dalam kejadian.
c. Pelaporan dilakukan dengan mengisi “Formulir Laporan Insiden”
yang bersifat rahasia
2. Alur Pelaporan Insiden Ke Tim Keselamatan Pasien (KP) Di
Rumah Sakit (Internal)
a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/Kejadian Sentinel) terkait
dengan pelayanan kefarmasian, wajib segera ditindaklanjuti

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 49


(dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/ akibat yang tidak
diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan
mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift
kepada Apoteker penanggung jawab dan jangan menunda laporan
(paling lambat 2 x 24 jam).
c. Laporan segera diserahkan kepada Apoteker penanggung jawab
d. Apoteker penanggung jawab memeriksa laporan dan melakukan
grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan.
e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis
yang akan dilakukan :
1) Grade biru : Investigasi sederhana oleh Apoteker penanggung
jawab, waktu maksimal 1 minggu
2) Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Apoteker
penanggung jawab, waktu maksimal 2 minggu
3) Grade kuning : Investigasi komprehensif/Root Cause
Analysis (RCA) oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
4) Grade merah : Investigasi komprehensif/Root Cause Analysis
(RCA) oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS.
g. Tim KP di RS akan menganalis kembali hasil investigasi dan
Laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan
investigasi lanjutan Root Cause Analysis (RCA) dengan melakukan
Regrading
h. Untuk Grade kuning/merah, Tim KP di RS akan melakukan Root
Cause Analysis (RCA)
i. Setelah melakukan Root Cause Analysis (RCA), Tim KP di RS
akan membuat laporan dan Rekomendasi untuk perbaikan serta
“pembelajaran” berupa : Petunjuk / Safety alert untuk mencegah
kejadian yang samaterulang kembali

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 50


j. Hasil Root Cause Analysis (RCA), rekomendasi dan rencana kerja
dilaporkan kepada Direksi
k. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan
umpan balik kepada instalasi farmasi.
l. Apoteker penanggung jawab akan membuat analisis dan tren
kejadian di satuan kerjanya
m. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Tujuan
1. Tujuan umum
Terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit agar tercapainya pelayanan kefarmasian dan produktivitas
kerja yang optimal

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 51


2. Tujuan khusus
a. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi, pasien dan
pengunjung
b. Mencegah kecelakaan kerja, paparan / pajanan bahan berbahaya,
kebakaran dan pencemaran lingkungan
c. Mengamankan peralatan kerja, bahan baku, dan hasil produksi
d. Menciptakan cara bekerja yang baik dan benar

B. Pelaksanaan keselamatan kerja.


1. Upaya yang dilakukan sehubungan dengan kapasitas dan beban
kerja
a. Pengaturan kerja bergilir (shift)
b. Penempatan petugas sesuai dengan jabatannya (fit to the job)
2. Pelaksanaan upaya penganggulangan bahaya potensial
Upaya penggunaan bahaya potensial yang sudah dilakukan di IFRS
RSUD Cengkareng antara lain penggunaan masker pada saat peracikan
obat

C. Prosedur
Dalam pelayanan kesehatan kerja dikenal tahapan pencegahan PAK dan
kecelakan akibat kerja (KAK) yakni:
1. Pencegahan primer, meliputi pengenalan hazard (potensi bahaya).
Faktor kimia (bahan kimia dan obat-obatan antibiotika, cytostatika,
narkotika dan lain-lain, pemaparan dengan dosis kecil namun terus
menerus seperti anstiseptik pada kulit, gas anestesi pada hati.
Formaldehyde untuk mensterilkan sarung tangan karet medis atau
paramedis dikenal sebagai zat yag bersifat karsinogenik), faktor
ergonomi (cara duduk, mengangkat pasien yang salah), faktor fisik
yaitu pajanan dengan dosis kecil, pengendalian pajanan yag terdiri dari
monitoring lingkungan kerja, monitoring biologi, identifikasi pekerja
yang rentan, pengendalian teknik, administrasi, pengunaan APD.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 52


2. Pencegahan sekunder meliputi screening penyakit, pemeriksaan
kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan bagi pekerja yang berpotensi
terpajan hazard tertentu, berdasarkan peraturan perundangan (statutory
medical examination).
3. Pencegahan tersier meliputi upaya disability limitation dan rehabilitasi.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan


penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis,
sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan
mekanisme tindakan yang diambil. Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat
terbentuk proses peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian yang
berkesinambungan.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 53


Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang
dapat dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah
berlalu. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan
kegiatan ini untuk menjamin Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian harus terintegrasi dengan program
pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
a. Perencanaan, yaitu
menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk
peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
b. Pelaksanaan, yaitu:
1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja);
2. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
1. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan;
2. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.

Tahapan program pengendalian mutu:


a. Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang diinginkan dalam
bentuk kriteria;
b. Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan;
c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila diperlukan;
d. Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian;
e. Up date kriteria.

Langkah–langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu, meliputi:

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 54


a. memilih subyek dari program;
b. menentukan jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dipilih berdasarkan
prioritas;
c. mendefinisikan kriteria suatu Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan kualitas
pelayanan yang diinginkan;
d. mensosialisasikan kriteria Pelayanan Kefarmasian yang dikehendaki;
e. melakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada semua
personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk
mencapainya;
f. melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan
menggunakan kriteria;
g. apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan
tersebut;
h. merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan;
i. mengimplementasikan formula yang telah direncanakan;
j. reevaluasi dari mutu pelayanan.

Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan indikator,


suatu alat / tolok ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap
standar yang telah ditetapkan. Indikator dibedakan menjadi:
 Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk
mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan.
 Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk
mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang
diselenggarakan.

Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut:


a. sesuai dengan tujuan;
b. informasinya mudah didapat;
c. singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi;

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 55


d. rasional.

Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian dilakukan melalui


kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dapat dilaksanakan oleh Instalasi
Farmasi sendiri atau dilakukan oleh tim audit internal.

Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian secara


terencana, sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik perbaikan sistem dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan. Monitoring dan evaluasi harus
dilaksanakan terhadap seluruh proses tata kelola Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis program


evaluasi, yaitu:
a. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan,
contoh: standar prosedur operasional, dan pedoman.
b. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan, contoh: memantau kegiatan konseling Apoteker, peracikan
Resep oleh Asisten Apoteker.
c. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan, contoh: survei konsumen, laporan mutasi barang,
audit internal.

Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas semua


kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas
pelayanan meliputi: teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara / standar
prosedur operasional, waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan.

Metoda evaluasi yang digunakan, terdiri dari:


a. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar.

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 56


b. Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya,
penulisan Resep.
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau
wawancara langsung.
d. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan penyerahan
Obat.

BAB IX
PENUTUP

Dengan ditetapkannya Pedoman Pelayanan Farmasi RSU. Bhakti Yudha,


tidaklah berarti semua permasalahan tentang pelayanan kefarmasian di rumah
sakit menjadi mudah dan selesai. Dalam pelaksanaannya di lapangan, sudah
barang tentu akan menghadapi bebagai kendala, antara lain sumber daya manusia/
tenaga farmasi, kebijakan manajeman rumah sakit serta pihak-pihak terkait yang

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 57


umumnya masih dengan paradigma lama yang “melihat” pelayanan farmasi di
rumah sakit “hanya” mengurusi masalah pengadaan dan distribusi obat saja.

Untuk keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan Farmasi RSU.


Bhakti Yudha, perlu komitmen dan kerjasama yang lebih baik antara Instalasi /
Unit lain di RSU. Bhakti Yudha, sehingga pelayanan rumah sakit pada umumnya
akan semakin optimal, dan khususnya pelayanan farmasi di rumah sakit akan
dirasakan oleh pasien di Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha.

Disahkan : Di Depok
Pada Tanggal : 16 Juli 2020
RSU. BHAKTI YUDHA
Direktur,

drg. Sjahrul Amri, MHA

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi - RSUBY 58

Anda mungkin juga menyukai