Tentang
KEBIJAKAN
PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
Ditetapkan di : Depok
Pada Tanggal : 06 Juli 2022
Lampiran
Peraturan Diektur RSU Bhakti Yudha
Nomor : PER–362/RSBY/VII/2022
Tanggal : 06 Juli 2022
KEBIJAKAN
PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA
Pasal 1
Pengorganisasian
Pasal 2
Penetapan dan Penerapan Formularium Rumah Sakit
1. Rumah sakit memiliki proses seleksi obat / alkes / Bahan Medis Habis Pakai /
Reagen / Implan dengan benar yang menghasilkan formularium dan digunakan
untuk permintaan obat / alkes / Bahan Medis Habis Pakai / Reagen / Implan
serta instruksi pengobatan.
2. Rumah sakit menetapkan formularium obat yang disusun secara kolaboratif
mempertimbangkan kebutuhan, keselamatan pasien dan aspek biaya.
3. Komite Farmasi Dan Terapi Komite / Tim Farmasi dan Terapi melakukan
evaluasi terhadap formularium rumah sakit sekurang-kurangnya setahun sekali
dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan biaya, yang didasarkan
atas misi rumah sakit, kebutuhan pasien dan jenis pelayanan pasien serta
mengacu pada peraturan perundang-undangan.
4. Rumah sakit merencanakan kebutuhan obat, obat / alkes / Bahan Medis Habis
Pakai / Reagen / Implan dengan baik agar tidak terjadi kekosongan yang dapat
menghambat pelayanan.
5. Rumah sakit melakukan pelaksanaan dan evaluasi terhadap perencanaan dan
pengadaan sediaan obat, obat / alkes / Bahan Medis Habis Pakai / Reagen /
Implan.
6. Rumah sakit melakukan pengadaan sediaan farmasi, dan BMHP melibatkan
apoteker untuk memastikan proses berjalan sesuai peraturan perundang-
undangan.
7. Proses seleksi dan pengadaan obat oleh Komite Farmasi dan Terapi meliputi
kegiatan ;
a. Rumah Sakit menunjuk Tim Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) untuk
membuat daftar obat / alkes / Bahan Medis Habis Pakai / Reagen / Implan
yang beredar di Rumah Sakit, menjaga dan memonitor penggunaan obat
dalam daftar tersebut.
b. Tim Panitia Farmasi dan Terapi terdiri dari dokter, apoteker, supervisor
unit yang berhubungan mekanisme kerja Tim PFT.
c. Direktur RS menetapkan kriteria penambahan dan mengurangi obat dalam
formularium. Proses seleksi, perencanaan dan pengadaan mengacu dengan
kriteria yang telah diputuskan oleh Komite Farmasi dan Terapi yaitu :
Obat yang sudah terbukti Evidence Based Medicine (EBM)
Obat yang didistribusikan oleh Pedagang Besar Farmasi yang telah
terbukti baik kredibilitasnya
Obat yang tercantum adalah obat generik dan minimal 3` (tiga)
macam obat branded (slow moving) dan 5 (lima) macam bila fast
moving
8. Komite Farmasi dan Terapi melaksanakan evaluasi terhadap formularium
sekurang-kurangnya setahun sekali berdasarkan informasi tentang keamanan
dan efektivitas.
9. Rumah sakit didalam pengelolaan pengadaan sediaan farmasi memiliki rantai
distribusi (supply chain management) dan berdasar atas kontrak.
10. Rumah sakit menetapkan regulasi terutama untuk mendapatkan obat bila
sewaktu-waktu obat tidak tersedia, serta regulasi penanganannya di dalam
rumah sakit.
Pasal 3
1. Sediaan farmasi dan BMHP disimpan dengan benar dan aman dalam kondisi
yang sesuai untuk stabilitas produk di Instalasi Farmasi, termasuk yang
disimpan di luar Instalasi Farmasi seperti di Unit Rawat Inap Catleya, Aster,
OK, ICU, Hemodialisa (HD), dan IGD.
2. Narkotika dan psikotropika disimpan dan dilaporkan penggunaannya sesuai
peraturan perundang undangan yang berlaku.
3. Rumah sakit melaksanakan supervisi secara rutin oleh apoteker untuk
memastikan penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP dilakukan dengan benar
dan aman.
4. Obat dan zat kimia yang digunakan untuk peracikan obat diberi label secara
akurat yang terdiri atas nama zat dan kadarnya, tanggal kedaluwarsa, dan
peringatan khusus.
5. Rumah sakit menetapkan tata laksana pengaturan penyimpanan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, serta
aman di
6. Tata laksana pengaturan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai dengan ketentuan berikut :
a. Obat disimpan dalam kondisi sesuai produk.
b. Bahan yang terkontrol pemakaiannya dilaporkan secara akurat sesuai
ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Obat-obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat
diberi label secara akurat dengan menyebutkan isi, tanggal kadaluarsa dan
peringatan.
d. RS melakukan identifikasi dan penyimpanan obat yang dibawa oleh
pasien dari luar RS dengan cara rekonsiliasi obat dan menyimpan obat di
tempat yang aman dari pencurian
7. Petugas farmasi melakukan pengumpulan data-data pemakaian obat terkontrol
dan membuat laporan secara berkala dan tepat waktu kepada Pimpinan dan
Dinas Kesehatan.
8. Beberapa sediaan farmasi harus disimpan dengan cara khusus, yaitu:
a) Bahan berbahaya dan beracun (B3) disimpan sesuai sifat dan risiko bahan
agar dapat mencegah staf dan lingkungan dari risiko terpapar bahan
berbahaya dan beracun, atau mencegah terjadinya bahaya seperti
kebakaran.
b) Narkotika dan psikotropika harus disimpan dengan cara yang dapat
mencegah risiko kehilangan obat yang berpotensi disalahgunakan (drug
abuse), penyimpanan dan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
9. Rumah sakit Bhakti Yudha tidak melakukan penyediaan dan penyimpanan
sediaan produk nutrisi.
10. Rumah sakit Bhakti Yudha tidak melakukan penyediaan dan penyimpanan
sediaan obat dan bahan radioaktif serta produk nutrisi.
11. Rumah sakit menetapkan pengaturan penyimpanan dan pengawasan
penggunaan obat tertentu, obat –obat tertentu yang dimaksud meliputi ;
a. Obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap.
b. Obat program bantuan pemerintah / donasi pihak lain.
12. Bila ada obat-obat tertentu dimaksud, rumah sakit menetapkan prosedur yang
mengatur penerimaan, identifikasi, tempat penyimpanan dan distribusinya.
13. Rumah sakit menetapkan pengaturan cara penyimpanan Obat dan BMHP
untuk kondisi emergensi yang tersimpan di luar Instalasi Farmasi termasuk di
ambulans dikelola secara seragam dalam hal penyimpanan, pemantauan,
penggantian karena digunakan, rusak atau kedaluwarsa, dan dilindungi dari
kehilangan dan pencurian.
14. Rumah sakit menerapkan tata laksana obat emergensi untuk meningkatkan
ketepatan dan kecepatan
pemberian obat.
a. Obat emergensi diruang rawat inap, IGD, VK, OK, ICU, HD harus
disimpan di lemari atau tempat khusus yang terkunci atau disegel,
mudah dijangkau dan aman dari pihak yang tidak berhak.
b. Penyimpanan dan penggunaan obat emergensi sepenuhnya tanggung
jawab Kepala Ruangan.
c. Apoteker melakukan supervisi/monitoring penyimpanan dan
penggantian obat emergensi yang telah dipakai / hilang / kadaluarsa
secara tepat waktu.
15. Rumah sakit mengatur tata kelola penyimpanan elektolit konsentrat dan
elektrolit dengan konsentrasi tertentu yang baik, benar, dan aman sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, antara lain meliputi ;
a. Obat yang high alert yang disimpan diruangan harus dipisahkan dari obat
lainnya dan diberi tanda khusus di gudang farmasi.
b. Obat-obat disimpan di unit dalam lemari yang bisa dikunci dan dicatat
pengurangan obat di kartu stok dan sistem komputer RS.
c. Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di dalam ruang rawat inap
kecuali merupakan kebutuhan klinis penting.
d. Ruang yang diizinkan menyimpan Elektrolit Pekat antara lain IGD, OK,
ICU dan HD. Dimana penyimpanan elektrolit konsentrat terpisah dari obat
lainnya, terkunci dan diawasi secara periodik oleh Apoteker.
e. Seluruh tempat penyimpanan obat di supervisi secara periodik oleh
apoteker.
16. Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan sediaan
farmasi, alat kesehatan, implan dan bahan medis habis pakai tidak layak
digunakan karena rusak, mutu sub standar, atau kaduluarsa, meliputi ;
a. Batas waktu obat dapat digunakan (beyond use date) tercantum pada
label obat.
b. Obat-obatan yang telah melampaui masa kadaluarsa, rusak kemasan
dan atau isinya rusak serta ijin edarnya dicabut oleh Badan POM harus
dilaporkan ke Pedagang Besar Farmasi untuk dilakukan penarikan
(recall).
c. Obat-obat yang kadaluarsa yang beredar di unit-unit rumah sakit
dilakukan penarikan (recall), dibuat berita acara dan diminta kepada
PBF untuk melakukan penarikan obat.
d. Jika obat kadaluarsa tidak bisa dikembalikan ke PBF maka dilakukan
proses pemusnahan obat, dengan membuat berita acara.
e. Petugas farmasi atau perawat meminta alamat tempat tinggal terakhir
atau meminta nomor telepon yang dapat dihubungi untuk pasien yang
akan memasang produk implan. Hal ini bertujuan jika sewaktu-waktu
ada konfirmasi dari produsen implan terkait penarikan produk implan
tersebut.
17. Rumah sakit memiliki pelaporan sediaan farmasi dan BMHP substandard
(rusak) dilaporkan setiap bulannya oleh supervisor dan dilanjutkan ke
pelaporan bulanan ke Manajer Penunjang Medis.
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
1. Rumah sakit menetapkan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat di RSU Bhakti Yudha.
2. Petugas farmasi yang berwenang untuk menyerahkan obat adalah apoteker
yang mempunyai SIPA dan STR.
3. Dalam keadaan kebutuhan mendesak karena kekurangan tenaga, apoteker
mendelegasikan wewenang pemberian obat kepada asisten apoteker.
4. Proses pemberian obat yang aman dilakukan verifikasi apakah obat yang akan
diberikan telah sesuai resep / permintaan obat dengan instruksi pengobatan
yang meliputi :
a. Benar pasien yang tepat.
b. Benar nama obat.
c. Benar dosis.
d. Benar rute pemberian.
e. Benar waktu pemberian.
f. Benar dokumentasi di rekam medis.
g. Benar masa berlaku.
5. Terhadap obat yang harus diwaspadai (high alert) harus dilakukan double
check oleh minimal 2 orang.
6. Pasien diberikan informasi tentang obat yang diberikan dan didokumentasikan.
7. Obat yang dibawa oleh pasien pada saat masuk ke rumah sakit, harus diketahui
oleh dokter yang merawat dan dicatat di rekam medik pasien.
8. Obat yang dibawa oleh pasien pada saat masuk ke RS dicatat oleh Apoteker di
form rekonsiliasi dan dibandingkan dengan resep pertama pasien, jika
dibutuhkan maka obat tersebut dicatat di rekam medis dan disimpan sebagai
obat yang terpakai oleh pasien selama rawat inap.
9. Selain mencatat obat yang dibawa dari rumah saat masuk ke rumah sakit,
apoteker juga harus menuliskan obat-obatan pasien yang digunakan pada saat
pindah ruangan dan pada saat pulang dalam form rekonsiliasi serta
ditandatangani oleh pasien atau keluarga pasien.
10. Apoteker menyerahkan materi tertulis edukasi kepada pasien/keluarga jika
obat akan digunakan secara mandiri di rumah.
11. RSU Bhakti Yudha tidak menerima resep, penyimpanan dan pemberian obat
sampel/obat penelitian
Pasal 7
1. Rumah sakit menetapkan pemantauan / monitoring efek obat dan efek samping
obat terhadap pasien.
2. Monitoring obat dilakukan sejak obat baru diberikan pertama kali, baik reaksi
alergi, reaksi obat yang tidak diinginkan, perubahan keadaan pasien sehingga
pasien jadi potensial risiko jatuh.
3. Dalam melaksanakan monitoring apabila timbul efek samping obat Profesional
Pemberi Asuhan (PPA) dapat melaporkan kepada Komite Farmasi dan Terapi
yang selanjutnya dilaporkan kepada Pusat MESO Nasional / Farmakovigilans
di BPOM.
4. Dalam melaksanakan evaluasi efek obat dan memantaunya secara ketat
terhadap pasien yang diberi obat, Apoteker melaksanakan Pemantauan Terapi
Obat (PTO) bekerjasama dengan pasien, dokter, perawat dan tenaga kesehatan
lainnya.
5. Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses pelaporan serta tindakan
terhadap kesalahan penggunaan obat (medication error) serta menurunkan
angkanya.
6. Rumah sakit melaksanakan pengumpulan dan memonitor seluruh angka
kesalahan penggunaan obat termasuk kejadian tidak diharapkan, kejadian
sentinel, kejadian nyaris cidera, dan kejadian tidak cidera.
7. Semua hasil monitoring dicatat di rekam medis, form MESO dan laporan
insiden keselamatan pasien jika ada kejadian Cidera Tidak Diharapkan (KTD)
8. Efek samping pemberian obat yang menimbulkan insiden Kejadian Yang
Tidak Diharapkan (KTD) pada pasien dilaporkan oleh petugas pelaksanan
kepada atasannya supervisor dalam waktu paling lambat 2 X 24 jam.
9. Supervisor melakukan grading risiko dan melaporkan ke Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien rumah sakit.
10. Sub Komite Keselamatan Pasien melakukan analis manajemen risiko pada
insiden Kejadian Nyaris Cidera (KNC) dan melaporkan kepada Ketua PMKP
dan melaporkan kepada Pimpinan RSU Bhakti Yudha, untuk ditindak lanjuti
dengan melakukan upaya mencegah dan menurunkan kesalahan penggunaan
obat (medication error).
Pasal 7
Ditetapkan di : Depok
Pada tanggal : 06 Juli 2022
RSU BHAKTI YUDHA
Direktur,