Anda di halaman 1dari 19

PERATURAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA


Nomor : PER - 362/RSBY/VII/2022

Tentang

KEBIJAKAN
PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA,

MENIMBANG : 1. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Umum Bhakti


Yudha adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dan
alat kesehatan dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai harus dilaksanakan secara multi disiplin,
terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk
menjamin kendali mutu dan kendali biaya serta keselamatan
pasien.
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
point 1 dan 2, maka perlu menerbitkan Surat Keputusan
tentang kebijakan Pelayanan Kefarmasian Dan Penggunaan
Obat di RSU Bhakti Yudha.

MENGINGAT : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004


tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017
tentang Perubahan Penggolongan Narkotika;
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan
dan Pelaporan Narkotika;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit;
12. Surat Keputusan Direktur Utama PT. AIG Nomor: Skep-
015/PT.AIG/VII/2017 tentang pengangkatan drg. Sjahrul
Amri, MHA sebagai Direktur RSU Bhakti Yudha.

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN

Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


BHAKTI YUDHA TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN
KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT RUMAH
SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA.

Kedua : RSU Bhakti Yudha menerapkan proses pengelolaan obat yang


lengkap melakukan pelayanan di Instalasi Farmasi RSU Bhakti
Yudha. Kebijakan Pelayanan Kefarmasian Dan Penggunaan
Obati Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak dapat
terpisahkan dari Keputusan Direktur ini.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelengaraan pelayanan Farmasi


Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha dilaksanakan oleh Komite
Farmasi Dan Terapi, serta Manajer Penunjang Medis

Keempat : Surat Keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkan,


dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
keputusan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Depok
Pada Tanggal : 06 Juli 2022

RSU BHAKTI YUDHA


Direktur,

drg. SJAHRUL AMRI, MHA

Lampiran
Peraturan Diektur RSU Bhakti Yudha
Nomor : PER–362/RSBY/VII/2022
Tanggal : 06 Juli 2022

KEBIJAKAN
PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA
Pasal 1

Pengorganisasian

1. Pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di rumah sakit


harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan
diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien.
2. Pelayanan kefarmasian di RSU Bhakti Yudha dilakukan dan dipimpin oleh
apoteker, yang melakukan pengawasan dan supervisi semua aktivitas
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat.
3. Apoteker RSU Bhakti Yudha berijazah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, yang telah
memilliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Izin Praktek
Apoteker (SIPA), sedang tenaga teknis kefarmasian telah memiliki Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) bagi Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan memiliki Surat Izin Praktek
Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK).
4. Supervisor Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan
peraturan-peraturan farmasi baik terhadap administrasi sediaan farmasi dan
pengawasan distribusi.
5. Rumah sakit menetapkan dan menerapkan sistem pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat yang meliputi ;
a) Perencanaan sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat.
b) Pemilihan obat, bahan obat, alat Kesehatan, reagensia, gas medis, radiologi,
bahan medis habis pakai.
c) Perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi, alat Kesehatan, bahan medis
habis pakai, reagensia, impalan.
d) Penyimpanan.
e) Pendistribusian.
f) Peresepan/permintaan obat/instruksi pengobatan.
g) Penyiapan (dispensing).
h) Pemberian.
i) Pemantauan terapi obat.
6. Untuk memastikan bahwa efektivitas sistem pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat, maka rumah sakit melakukan kajian minimal sekali setahun.
7. Kajian yang dilakukan di rumah sakit dengan mengumpulkan data, informasi,
dan pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat, meliputi antara lain ;
a. Seberapa baik sistem telah bekerja terkait dengan ; seleksi dan pengadaan
obat, penyimpanan, peresepan / permintaan obat dan instruksi pengobatan,
penyiapan dan penyerahan obat, serta pemberian obat.
b. Pendokumentasian dan pemantauan stok obat.
c. Seluruh angka kesalahan penggunaan obat (medication error) meliputi
kejadian tidak diharapkan, nyaris cidera, kejadian tidak cidera, serta upaya
mencegah dan menurunkannya.
d. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan
e. Pertimbangan melakukan kegiatan baru berbasis bukti (evidence based)
8. Rumah sakit menyediakan informasi yang dibutuhkan staf yang terlibat dalam
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, misal tentang dosis, interaksi
obat, efek samping obat, stabilitas dan kompatibilitas dalam bentuk cetak dan
atau elektronik.

Pasal 2
Penetapan dan Penerapan Formularium Rumah Sakit

1. Rumah sakit memiliki proses seleksi obat / alkes / Bahan Medis Habis Pakai /
Reagen / Implan dengan benar yang menghasilkan formularium dan digunakan
untuk permintaan obat / alkes / Bahan Medis Habis Pakai / Reagen / Implan
serta instruksi pengobatan.
2. Rumah sakit menetapkan formularium obat yang disusun secara kolaboratif
mempertimbangkan kebutuhan, keselamatan pasien dan aspek biaya.
3. Komite Farmasi Dan Terapi Komite / Tim Farmasi dan Terapi melakukan
evaluasi terhadap formularium rumah sakit sekurang-kurangnya setahun sekali
dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan biaya, yang didasarkan
atas misi rumah sakit, kebutuhan pasien dan jenis pelayanan pasien serta
mengacu pada peraturan perundang-undangan.
4. Rumah sakit merencanakan kebutuhan obat, obat / alkes / Bahan Medis Habis
Pakai / Reagen / Implan dengan baik agar tidak terjadi kekosongan yang dapat
menghambat pelayanan.
5. Rumah sakit melakukan pelaksanaan dan evaluasi terhadap perencanaan dan
pengadaan sediaan obat, obat / alkes / Bahan Medis Habis Pakai / Reagen /
Implan.
6. Rumah sakit melakukan pengadaan sediaan farmasi, dan BMHP melibatkan
apoteker untuk memastikan proses berjalan sesuai peraturan perundang-
undangan.
7. Proses seleksi dan pengadaan obat oleh Komite Farmasi dan Terapi meliputi
kegiatan ;
a. Rumah Sakit menunjuk Tim Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) untuk
membuat daftar obat / alkes / Bahan Medis Habis Pakai / Reagen / Implan
yang beredar di Rumah Sakit, menjaga dan memonitor penggunaan obat
dalam daftar tersebut.
b. Tim Panitia Farmasi dan Terapi terdiri dari dokter, apoteker, supervisor
unit yang berhubungan mekanisme kerja Tim PFT.
c. Direktur RS menetapkan kriteria penambahan dan mengurangi obat dalam
formularium. Proses seleksi, perencanaan dan pengadaan mengacu dengan
kriteria yang telah diputuskan oleh Komite Farmasi dan Terapi yaitu :
 Obat yang sudah terbukti Evidence Based Medicine (EBM)
 Obat yang didistribusikan oleh Pedagang Besar Farmasi yang telah
terbukti baik kredibilitasnya
 Obat yang tercantum adalah obat generik dan minimal 3` (tiga)
macam obat branded (slow moving) dan 5 (lima) macam bila fast
moving
8. Komite Farmasi dan Terapi melaksanakan evaluasi terhadap formularium
sekurang-kurangnya setahun sekali berdasarkan informasi tentang keamanan
dan efektivitas.
9. Rumah sakit didalam pengelolaan pengadaan sediaan farmasi memiliki rantai
distribusi (supply chain management) dan berdasar atas kontrak.
10. Rumah sakit menetapkan regulasi terutama untuk mendapatkan obat bila
sewaktu-waktu obat tidak tersedia, serta regulasi penanganannya di dalam
rumah sakit.

Pasal 3

Penyimpanan Sediaan Farmasi dan BMHP

1. Sediaan farmasi dan BMHP disimpan dengan benar dan aman dalam kondisi
yang sesuai untuk stabilitas produk di Instalasi Farmasi, termasuk yang
disimpan di luar Instalasi Farmasi seperti di Unit Rawat Inap Catleya, Aster,
OK, ICU, Hemodialisa (HD), dan IGD.
2. Narkotika dan psikotropika disimpan dan dilaporkan penggunaannya sesuai
peraturan perundang undangan yang berlaku.
3. Rumah sakit melaksanakan supervisi secara rutin oleh apoteker untuk
memastikan penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP dilakukan dengan benar
dan aman.
4. Obat dan zat kimia yang digunakan untuk peracikan obat diberi label secara
akurat yang terdiri atas nama zat dan kadarnya, tanggal kedaluwarsa, dan
peringatan khusus.
5. Rumah sakit menetapkan tata laksana pengaturan penyimpanan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, serta
aman di
6. Tata laksana pengaturan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai dengan ketentuan berikut :
a. Obat disimpan dalam kondisi sesuai produk.
b. Bahan yang terkontrol pemakaiannya dilaporkan secara akurat sesuai
ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Obat-obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat
diberi label secara akurat dengan menyebutkan isi, tanggal kadaluarsa dan
peringatan.
d. RS melakukan identifikasi dan penyimpanan obat yang dibawa oleh
pasien dari luar RS dengan cara rekonsiliasi obat dan menyimpan obat di
tempat yang aman dari pencurian
7. Petugas farmasi melakukan pengumpulan data-data pemakaian obat terkontrol
dan membuat laporan secara berkala dan tepat waktu kepada Pimpinan dan
Dinas Kesehatan.
8. Beberapa sediaan farmasi harus disimpan dengan cara khusus, yaitu:
a) Bahan berbahaya dan beracun (B3) disimpan sesuai sifat dan risiko bahan
agar dapat mencegah staf dan lingkungan dari risiko terpapar bahan
berbahaya dan beracun, atau mencegah terjadinya bahaya seperti
kebakaran.
b) Narkotika dan psikotropika harus disimpan dengan cara yang dapat
mencegah risiko kehilangan obat yang berpotensi disalahgunakan (drug
abuse), penyimpanan dan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
9. Rumah sakit Bhakti Yudha tidak melakukan penyediaan dan penyimpanan
sediaan produk nutrisi.
10. Rumah sakit Bhakti Yudha tidak melakukan penyediaan dan penyimpanan
sediaan obat dan bahan radioaktif serta produk nutrisi.
11. Rumah sakit menetapkan pengaturan penyimpanan dan pengawasan
penggunaan obat tertentu, obat –obat tertentu yang dimaksud meliputi ;
a. Obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap.
b. Obat program bantuan pemerintah / donasi pihak lain.
12. Bila ada obat-obat tertentu dimaksud, rumah sakit menetapkan prosedur yang
mengatur penerimaan, identifikasi, tempat penyimpanan dan distribusinya.
13. Rumah sakit menetapkan pengaturan cara penyimpanan Obat dan BMHP
untuk kondisi emergensi yang tersimpan di luar Instalasi Farmasi termasuk di
ambulans dikelola secara seragam dalam hal penyimpanan, pemantauan,
penggantian karena digunakan, rusak atau kedaluwarsa, dan dilindungi dari
kehilangan dan pencurian.
14. Rumah sakit menerapkan tata laksana obat emergensi untuk meningkatkan
ketepatan dan kecepatan
pemberian obat.
a. Obat emergensi diruang rawat inap, IGD, VK, OK, ICU, HD harus
disimpan di lemari atau tempat khusus yang terkunci atau disegel,
mudah dijangkau dan aman dari pihak yang tidak berhak.
b. Penyimpanan dan penggunaan obat emergensi sepenuhnya tanggung
jawab Kepala Ruangan.
c. Apoteker melakukan supervisi/monitoring penyimpanan dan
penggantian obat emergensi yang telah dipakai / hilang / kadaluarsa
secara tepat waktu.
15. Rumah sakit mengatur tata kelola penyimpanan elektolit konsentrat dan
elektrolit dengan konsentrasi tertentu yang baik, benar, dan aman sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, antara lain meliputi ;
a. Obat yang high alert yang disimpan diruangan harus dipisahkan dari obat
lainnya dan diberi tanda khusus di gudang farmasi.
b. Obat-obat disimpan di unit dalam lemari yang bisa dikunci dan dicatat
pengurangan obat di kartu stok dan sistem komputer RS.
c. Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di dalam ruang rawat inap
kecuali merupakan kebutuhan klinis penting.
d. Ruang yang diizinkan menyimpan Elektrolit Pekat antara lain IGD, OK,
ICU dan HD. Dimana penyimpanan elektrolit konsentrat terpisah dari obat
lainnya, terkunci dan diawasi secara periodik oleh Apoteker.
e. Seluruh tempat penyimpanan obat di supervisi secara periodik oleh
apoteker.
16. Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan sediaan
farmasi, alat kesehatan, implan dan bahan medis habis pakai tidak layak
digunakan karena rusak, mutu sub standar, atau kaduluarsa, meliputi ;
a. Batas waktu obat dapat digunakan (beyond use date) tercantum pada
label obat.
b. Obat-obatan yang telah melampaui masa kadaluarsa, rusak kemasan
dan atau isinya rusak serta ijin edarnya dicabut oleh Badan POM harus
dilaporkan ke Pedagang Besar Farmasi untuk dilakukan penarikan
(recall).
c. Obat-obat yang kadaluarsa yang beredar di unit-unit rumah sakit
dilakukan penarikan (recall), dibuat berita acara dan diminta kepada
PBF untuk melakukan penarikan obat.
d. Jika obat kadaluarsa tidak bisa dikembalikan ke PBF maka dilakukan
proses pemusnahan obat, dengan membuat berita acara.
e. Petugas farmasi atau perawat meminta alamat tempat tinggal terakhir
atau meminta nomor telepon yang dapat dihubungi untuk pasien yang
akan memasang produk implan. Hal ini bertujuan jika sewaktu-waktu
ada konfirmasi dari produsen implan terkait penarikan produk implan
tersebut.
17. Rumah sakit memiliki pelaporan sediaan farmasi dan BMHP substandard
(rusak) dilaporkan setiap bulannya oleh supervisor dan dilanjutkan ke
pelaporan bulanan ke Manajer Penunjang Medis.
Pasal 4

Penetapan dan Penerapan Rekonsiliasi, Peresepan Sediaan Farmasi

1. Rumah sakit menetapkan proses rekonsiliasi obat yaitu proses


membandingkan daftar obat yang dipergunakan oleh pasien sebelum dirawat
inap dengan peresepan, permintaan obat dan instruksi pengobatan yang dibuat
pertama kali sejak pasien masuk, saat pemindahan pasien antar unit pelayanan
(transfer), dan sebelum pasien pulang.
2. Hasil rekonsiliasi obat didokumentasikan di dalam rekam medis oleh apoteker.
3. Rumah sakit menetapkan pengaturan peresepan, permintaan obat dan instruksi
pengobatan secara benar, lengkap dan terbaca.
4. Rumah sakit menetapkan individu / staf medis yang kompeten dan berwenang
(daftar dokter) untuk melakukan peresepan, permintaan obat serta instruksi
pengobatan.
5. Staf medis rumah sakit dilatih untuk peresepan, permintaan obat dan instruksi
pengobatan dengan benar.
6. Rumah sakit Bhakti Yudha melaksanakan proses untuk mengelola resep
khusus seperti emergensi, automatic stop order, tapering.
7. Farmasi dan atau Depo Farmasi RSU Bhakti Yudha hanya melayani resep
yang ditulis oleh dokter yang memiliki Surat Izin Praktek di RSU Bhakti
Yudha.
8. Rumah sakit menetapkan persyaratan atau elemen penting kelengkapan resep
atau pemesanan resep ;

Penulisan resep yang lengkap;


a. Identifikasi pasien yang akurat :
 Nama pasien.
 Umur pasien.
 Tanggal lahir.
 Berat badan pasien (bila pasien anak-anak)
b. Elemen dari pemesanan resep atau penulis resep :
 Nama dokter.
 SIP Dokter yang meresep.
 Tanggal resep.
 Riwayat resep.
 Riwayat alergi.
c. Nama dagang paten dituliskan sesuai daftar obat (formularium yang ada di
RS).
d. Nama generik dituliskan jika pasien meminta atau peresepan pada pasien
JKN.
e. Penulisan nama obat dituliskan beserta jumlah frekuensi minum obat
(berapa kali dalam sehari).
f. Tidak boleh penulisan pro re nata dalam resep (tuliskan dengan jelas cara
minum obat pasien).
g. Bila nama obat mirip dan obat tidak jelas terbaca maka petugas farmasi
melakukan konfirmasi ulang kepada penulis resep obat yang dimaksud.
h. Bila obat dibutuhkan cepat dan dalam kondisi emergensi (gawat darurat)
maka dituliskan di resep kata “cito”, petugas farmasi melayani kebutuhan
obat jenis ini dengan cepat atau didahulukan.
i. Pesanan obat yang diterima melalui lisan / verbal dari dokter dilakukan
dengan cara komunikasi efektif dengan cara Tulbakon (Tulis di CPPT,
Bacakan Ulang untuk memastikan, Konfirmasi dari PPA bahwa telah
benar pengulangan).
j. Penulisan resep pada anak dituliskan dengan pertimbangan berat badan
anak untuk ketepatan dosis.
9. Dokter menuliskan / mencatat di rekam medis obat-obat yang diberikan
kepada pasien.
10. Dokter harus menuliskan secara lengkap obat-obatan yang akan dilakukan
proses pencampuran di dalam lembar resep khusus ( obat-obat high alert )
yang dilakukan pencampuran di instalasi farmasi.
11. Permintaan narkotika di tulis dokter atau dokter yang berwenang dengan
mencantumkan nomor Surat Izin Praktek (SIP) dan alamat lengkap.
12. Dokter dapat menuliskan resep obat narkotika / psikotropika maksimal 1 hari
kebutuhan pada pasien rawat inap,
13. Penulisan resep narkotika / psikotropika maksimal selama 3 hari kecuali,
Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (Psikiater).
14. Khusus untuk obat-obat anestesi, harus diresepkan oleh Dokter Spesialis
Anestesi yang memiliki SIP di RSU Bhakti Yudha.
15. Formulir pemakaian obat pengganti resep harus ditandatangani oleh Apoteker
dibawah tanggung jawab Supervisi Farmasi.
16. Daftar obat yang diresepkan tercatat dalam rekam medis pasien dan menyertai
pasien ketika dipindahkan/ transfer dan daftar obat pulang diserahkan pada
pasien disertai edukasi penggunaannya.
17. Petugas farmasi melakukan pembandingan resep pertama pasien dengan obat
yang dibawa oleh pasien dari luar RS, jika obat diperlukan maka obat pasien
bisa dipakai dan dimasukkan ke box obat. Obat yang dbawa dari luar RS tapi
tidak diperlukan maka obat-obatnya di kumpulkan di tandai dan disimpan di
dalam box obat pasien dan diberikan jika pasien pulang.

Pasal 5

Persiapan dan Penyerahan Obat

1. Pelaksanaan sistem distribusi dan dispensing sama/seragam di seluruh rumah


sakit.
2. Staf farmasi yang melakukan penyiapan obat non steril adalah Apoteker,
Tenaga Teknis Kefarmasian yang terlatih dan kompeten.
3. Kebijakan pencampuran obat aseptic dispensing Di RSU Bhakti Yudha, antara
lain :
a. Jenis obat yang dilakukan proses pencampuran obat oleh Instalasi Farmasi
RSU Bhakti Yudha, adalah :
 Obat High Alert dengan Konsentrasi Pekat, yaitu : MgSO4 40 %,
KCl 3%, NaCl 3%.
 Antibiotik dalam sediaan kering pada pasien anak diruang
perawatan anak.
b. Elektrolit Pekat Dextrose 40 % yang diperlukan untuk pemakaian cepat
(CITO) dan bersifat Live Saving dapat disiapkan langsung di unit Rawat
Inap yang membutuhkan dan dilakukan pencampuran oleh perawat unit
rawat inap tersebut.
c. Pencampuran obat Aseptik Dispensing dilakukan di dalam Laminar Air
Flow / Biologi Safety Cabinet (BSC) Tipe 2.
d. Pencampuran obat Aseptik Dispensing hanya dilakukan pada hari Senin-
Jumat ( Jam 08.00 – 14.00 ), Hari Sabtu ( 08.00 – 12.00 ).
e. Diluar jam dinas Ruang Aseptik Dispensing, pengerjaan pencampuran obat
aseptic dispensing yang telah ditetapkan pada poin sebelumnya dilakukan
oleh perawat yang berkompeten.
f. Batas penerimaan resep yang termasuk kegiatan proses aseptic dispensing
yang telah ditetapkan pada poin sebelumnya untuk hari Senin-Jumat
maksimal penerimaan resep jam 13.00 dan hari Sabtu maksimal
penerimaan resep jam 11.00.
g. Obat yang telah dilakukan proses Pencampuran Obat Aseptic Dispensing
diberi Label /Stiker etiket obat.
h. Obat-obat yang diberi label Obat HIGH ALERT, pada proses
pencampuran obat dan sebelum pemberian obat kepada pasien WAJIB
dilakukan proses DOUBLE CHECK.
i. Tidak diperkenankan melepaskan Label HIGH ALERT yang telah
tertempel pada obat.
4. Staf farmasi yang melakukan proses penyiapam]n obat aseptic dispensing
yang telah ditetapkan pada poin sebelumnya adalah Apoteker, Tenaga teknis
Kefarmasian yang terlatih dan kompten.
5. Farmasi rumah sakit Bhakti Yudha tidak melakukan penyiapan obat steril
sitostatika.
6. Penyerahan obat kepada pasien dilakukan melalui persiapan dan penyerahan
didalam lingkungan yang aman dan bersih serta sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan praktik profesi, seperti ;
a. Pencampuran obat intravena, dan epidural, serta pengemasan kembali obat
suntik harus dilakukan dalam ruang yang bersih (clean room).
b. Staf farmasi yang menyiapkan produk steril harus terlatih dan tersertifikat
prinsip penyiapan obat dengan teknik aseptik serta menggunakan APD
yang sesuai.
7. Penyerahan obat kepada pasien hanya dapat dilakukan oleh Apoteker, Tenaga
Teknis Kefarmasian dan atau perawat yang memiliki kompetensi untuk
menyerahkan obat dan harus disertai dengan KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi) tentang obat yang diserahkan.
8. Rumah sakit menetapkan pengaturan bahwa semua resep / permintaan obat /
instruksi pengobatan obat harus dilakukan tiga pengkajian / telaah resep
ketepatannya, yakni ;
a. Pengkajian / telaah resep secara administratif meliputi kesesuaian identitas
pasien.
b. Pengkajian/ telaah resep aspek farmasetik; nama obat, bentuk, kekuatan
sediaan, jumalh obat, instruksi pembuatan (racikan), stabilitas dan
inkompatibilitas sediaan.
c. Petugas farmasi ( Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian ) yang
melakukan telaah atau pengkajian resep aspek klinis meliputi hal-hal
berikut :
- Ketepatan identitas pasien, obat, dosis, frekuensi, aturan minum / makan
obat, dan waktu pemberian.
- Duplikasi pengobatan.
- Potensi alergi atau hiper sensitivitas.
- Interaksi obat dengan obat-obat lain dengan makanan.
- Variasi kriteria penggunaan dari rumah sakit.
Berat badan dan atau informasi fisiologis lainnya dari pasien.
- Kontra indikasi.
9. Telaah interaksi obat dan alergi dilakukan dengan pemakaian aplikasi interaksi
obat dan atau MIMS yang tersedia di instalasi farmasi.
10. Jika software interaksi obat dan alergi dalam keadaan rusak maka telaah
interaksi obat dalam resep dilakukan dengan cara melihat buku MIMS terbaru.
11. Setiap pemberian obat pada pasien ranap yang dilakukan oleh apoteker dicatat
dalam rekam medis pasien serta dilakukan proses edukasi cara penggunaan
obat yang baik dan benar.
12. Untuk obat-obatan yang akan dilakukan pemakaian sendiri oleh pasien pada
saat dirumah, apoteker harus mampu menjelaskan secara baik dan benar jika
diperlukan dapat dipergakan secara simulasi dan disertai dengan leflet atau
brosur tentang cara pemakaian obat tersebut.
13. Obat yang perlu pemindahan wadah atau diganti dengan wadah baru maka
diberi label nama obat, dosis / konsentrasi obat, tanggal, penyiapan, tanggal
kadaluarsa dan nama pasien.
14. Waktu tunggu pelayanan obat sediaan jadi, lebih kurang 30 menit, sedang
sediaan obat racik 45 menit per resep.
15. Waktu tunggu pelayanan obat disesuaikan dengan banyak atau rendahnya
pelayanan resep di instalasi farmasi. Jika pelayanan sedang mengalami
kenaikan jumlah resep, maka petugas farmasi harus mempu memberikan
informasi kepada pasien atau keluarga pasien jika waktu tunggu dapat
mengalami perpanjangan waktu dan memberikan informasi estimasi waktu
selesai obat kepada pasien atau keluarga pasien.

Pasal 6

Pemberian (administration) Obat

1. Rumah sakit menetapkan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat di RSU Bhakti Yudha.
2. Petugas farmasi yang berwenang untuk menyerahkan obat adalah apoteker
yang mempunyai SIPA dan STR.
3. Dalam keadaan kebutuhan mendesak karena kekurangan tenaga, apoteker
mendelegasikan wewenang pemberian obat kepada asisten apoteker.
4. Proses pemberian obat yang aman dilakukan verifikasi apakah obat yang akan
diberikan telah sesuai resep / permintaan obat dengan instruksi pengobatan
yang meliputi :
a. Benar pasien yang tepat.
b. Benar nama obat.
c. Benar dosis.
d. Benar rute pemberian.
e. Benar waktu pemberian.
f. Benar dokumentasi di rekam medis.
g. Benar masa berlaku.
5. Terhadap obat yang harus diwaspadai (high alert) harus dilakukan double
check oleh minimal 2 orang.
6. Pasien diberikan informasi tentang obat yang diberikan dan didokumentasikan.
7. Obat yang dibawa oleh pasien pada saat masuk ke rumah sakit, harus diketahui
oleh dokter yang merawat dan dicatat di rekam medik pasien.
8. Obat yang dibawa oleh pasien pada saat masuk ke RS dicatat oleh Apoteker di
form rekonsiliasi dan dibandingkan dengan resep pertama pasien, jika
dibutuhkan maka obat tersebut dicatat di rekam medis dan disimpan sebagai
obat yang terpakai oleh pasien selama rawat inap.
9. Selain mencatat obat yang dibawa dari rumah saat masuk ke rumah sakit,
apoteker juga harus menuliskan obat-obatan pasien yang digunakan pada saat
pindah ruangan dan pada saat pulang dalam form rekonsiliasi serta
ditandatangani oleh pasien atau keluarga pasien.
10. Apoteker menyerahkan materi tertulis edukasi kepada pasien/keluarga jika
obat akan digunakan secara mandiri di rumah.
11. RSU Bhakti Yudha tidak menerima resep, penyimpanan dan pemberian obat
sampel/obat penelitian
Pasal 7

Pemantauan (monitoring obat) Terapi Obat Kolaboratif

1. Rumah sakit menetapkan pemantauan / monitoring efek obat dan efek samping
obat terhadap pasien.
2. Monitoring obat dilakukan sejak obat baru diberikan pertama kali, baik reaksi
alergi, reaksi obat yang tidak diinginkan, perubahan keadaan pasien sehingga
pasien jadi potensial risiko jatuh.
3. Dalam melaksanakan monitoring apabila timbul efek samping obat Profesional
Pemberi Asuhan (PPA) dapat melaporkan kepada Komite Farmasi dan Terapi
yang selanjutnya dilaporkan kepada Pusat MESO Nasional / Farmakovigilans
di BPOM.
4. Dalam melaksanakan evaluasi efek obat dan memantaunya secara ketat
terhadap pasien yang diberi obat, Apoteker melaksanakan Pemantauan Terapi
Obat (PTO) bekerjasama dengan pasien, dokter, perawat dan tenaga kesehatan
lainnya.
5. Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses pelaporan serta tindakan
terhadap kesalahan penggunaan obat (medication error) serta menurunkan
angkanya.
6. Rumah sakit melaksanakan pengumpulan dan memonitor seluruh angka
kesalahan penggunaan obat termasuk kejadian tidak diharapkan, kejadian
sentinel, kejadian nyaris cidera, dan kejadian tidak cidera.
7. Semua hasil monitoring dicatat di rekam medis, form MESO dan laporan
insiden keselamatan pasien jika ada kejadian Cidera Tidak Diharapkan (KTD)
8. Efek samping pemberian obat yang menimbulkan insiden Kejadian Yang
Tidak Diharapkan (KTD) pada pasien dilaporkan oleh petugas pelaksanan
kepada atasannya supervisor dalam waktu paling lambat 2 X 24 jam.
9. Supervisor melakukan grading risiko dan melaporkan ke Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien rumah sakit.
10. Sub Komite Keselamatan Pasien melakukan analis manajemen risiko pada
insiden Kejadian Nyaris Cidera (KNC) dan melaporkan kepada Ketua PMKP
dan melaporkan kepada Pimpinan RSU Bhakti Yudha, untuk ditindak lanjuti
dengan melakukan upaya mencegah dan menurunkan kesalahan penggunaan
obat (medication error).

Pasal 7

Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)

1. Rumah sakit menjalankan program pengendalian resistensi antimikroba.


2. Rumah sakit umum Bhakti yudha menetapkan tim PPRS untuk mengelola
dan menyususn program kerja PPRA dan bertanggung jawab kepada
Direktur rumah sakit.
3. Tim PPRA melaksanakan pemantauan dan evaluasi kegiatan PPRA secara
berkala
4. Tim PPRA membuat laporan kegitan PPRA kepada Direktur rumah sakit
dan kepada Kementrian Kesehatan sesuai perundang-undangan.
5. Rumah sakit melaksanakan dan mengembangkan penatagunaan antimiroba
di unit pelayanan yang melibatkan dokter, apoteker, perawat dan peserta
didik.
6. Rumah sakit menyusun dan mengembangkan panduan penggunaan
antimikroba untuk pengobatan infeksi (terapi) dan pencegahan infeksi pada
tindakan pembedahan (profilaksis), serta panduan praktek klins penyakit
yang berbasis bukti ilmiah dan peraturan perundangan.
7. Rumah sakit mempunyai indicator mutu PPRA sebagai indicator
keberhasilan program dilaporkan ke komite mutu.

Ditetapkan di : Depok
Pada tanggal : 06 Juli 2022
RSU BHAKTI YUDHA
Direktur,

drg. SJAHRUL AMRI, MHA

Anda mungkin juga menyukai