Anda di halaman 1dari 11

PEMERINTAH KABUPATEN GOWA

DINAS KESEHATAN
UPT. PUSKESMAS BONTONOMPO II
Jln. Bontocaradde, KeL. TamaLLayang ,Kec. Bontonompo, Kab. Gowa, Prop. SuLSeL, KodePos 92153
E-mail : pkmbontonompo2@gmail.com - WA : 081-340-180-008 – Kode Registrasi : 1070457
FB : https://www.facebook.com/PKMBontonompo2 - IG : @pkmbontonompo2
GMaps : https://goo.gl/maps/7WjjL8NXYaH2

KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS


BONTONOMPO II
NOMOR : 800.1.10.3/059.III/PKM Bontonompo II

TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN
KEFARMASIAN
Menimbang: a. bahwa pelayanan kefarmasian harus tersedia di
Puskesmas, oleh karena itu jenis dan jumlah obat, serta
bahan medis habis pakai harus tersedia sesuai dengan
kebutuhan pelayanan.
bahwa berdasarkan pertimbangan yang dimaksud
b. pada huruf a dan b , maka perlu di tetapkan dengan
keputusan Kepala UPT Puskesmas Bontonompo II
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian obat
UPT Puskesmas Bontonompo II

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, Pekerjaan
Kefarmasian;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban
menggunakan obat generik di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah;
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/Menkes/523/2015 tentang Formularium
Nasional;
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/Menkes/524/2015 tentang Pedoman
Penyusunan dan penerapan Formularium Nasional;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
Peratutan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 26 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014. Nomor 4262)
9. Kefarmasian di Puskesmas. Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2022 Tentang Akreditasi
Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium
Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktek
Mandiri Dokter dan Tempat Praktek Mandiri Dokter Gigi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor
1207)
c. Peratur
an
Menteri
Kesehat
an
Republi
k
Indones
ia
Nomor
43
Tahun
2016

10. Tentan
g
Standar
Pelayan
an
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KESAT : Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian UPT


Puskesmas Bontonompo II harus dijadikan
acuan dalam menyelanggarakan pelayanan
U kefarmasian.
: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkannya dan apabila terdapat
KEDUA kekeliruan di dalam penetapannya, maka
akan diadakan perubahan sebagaimanan
mestinya.

Ditetapkan di Bontonompo
Tanggal : 02 Januari 2023

KEPALA UPT PUSKESMAS BONTONOMPO II,

IRWANTO IL

INIP. 197710212011011001

Tembusan :
1. Kepala Dinas Kesehatan Kab.Gowa
2. Arsip
LAMPIRAN : KEPUTUSAN
KEPALA UPT PUSKESMAS
BONTONOMPO II
NOMOR : 800.1.10.3/059.III/PKM Bontonompo II
TANGGAL : 02 JANUARI 2023
TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN KEFARMASIAN

A. Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas, oleh karena itu


jenis dan jumlah obat, serta bahan medis habis pakai harus tersedia
sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
B. Pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
terdiri dari:
1. Perencanaan kebutuhan obat dan BMHP
2. Permintaan obat dan BMHP
3. Penerimaan obat dan BMHP
4. Penyimpanan obat dan BMHP
5. Pendistribusian obat dan BMHP
6. Pengendalian obat dan BMHP
7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsiapan obat dan BMHP
8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan BMHP
C. Pelayanan farmasi klinik di Puskesmas
terdiri dari:
1. Pengkajian resep dan penyerahan
obat
2. Pemberian informasi obat (PIO)
3. Konseling
4. Visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
5. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)
6. Pemantauan terapi obat (PTO)
7. Evaluasi penggunaan obat
D. Obat kadaluarsa/rusak/out of date /substitusi, ditarik dari
peredaran dikelola sesuai kebijakan dan prosedur
E. Formularium obat yang merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan harus tersedia di Puskesmas perlu disusun sebagai
acuan dalam pemberian pelayanan pada pengguna layanan,
mengacu pada formularium nasional dan pemilihan jenis obat
melalui proses kolaboratif antar pemberi asuhan, dengan
mempertimbangkan kebutuhan pengguna layanan, keamanan, dan
efisiensi.
F. Dalam hal Puskesmas belum dapat melakukan pelayanan farmasi
untuk Program Rujuk Balik (PRB), maka obat dapat dilakukan
kerjasama dengan apotek yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan
G. Jika terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman,
kurangnya stok nasional atau sebab lain yang tidak dapat
diantisipasi dalam pengendalian inventaris yang normal, perlu
diatur suatu proses untuk mengingatkan para dokter/dokter gigi
tentang kekurangan obat tersebut dan saran untuk penggantinya.
H. Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan keamanan,
oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan rantai pengadaan obat.
Pengelolaan rantai pengadaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan
yang meliputi proses perencanaan dan pemilihan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan obat.
I. Kebijakan, pedoman dan prosedur pelayanan farmasi harus disusun
sebagai acuan dalam pelayanan, meliputi:
1. perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
2. pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai
3. proses peresepan, pemesanan, dan pengelolaan obat
4. penggunaan obat-obatan pengguna layanan rawat inap, yang
dibawa sendiri oleh pengguna layanan/ keluarga pengguna
layanan
5. menjaga tidak terjadinya pemberian obat yang kedaluwarsa
kepada pengguna layanan
6. jika terjadi kekosongan obat
7. pengendalian pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat
8. pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat
9. ketersediaan formularium obat
J. Pemberian obat untuk mengobati seorang pengguna layanan
membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang spesifik.
Puskesmas bertanggung jawab untuk mengidentifikasi petugas
dengan pengetahuan dan pengalaman sesuai persyaratan dan yang
juga diizinkan berdasarkan lisensi, sertifikasi, Undang-Undang atau
peraturan untuk pemberian obat. Dalam situasi emergensi, perlu
diidentifikasi petugas tambahan yang diizinkan untuk memberikan
obat. Untuk menjamin agar obat tersedia dengan cukup dan dalam
kondisi baik, tidak rusak, dan tidak kadaluwarsa, maka perlu
ditetapkan dan diterapkan kebijakan pengelolaan obat mulai dari
proses analisis kebutuhan, pemesanan, pengadaan, pendistribusian,
pelayanan peresepan, pencatatan dan pelaporan.
K. Peresepan dilakukan oleh tenaga medis. Dalam pelayanan resep
petugas farmasi wajib melakukan pengkajian/telaah resep yang
meliputi pemenuhan persyaratan administratif, persyaratan
farmasetik, dan persyaratan klinis sesuai peraturan perundang-
undangan, antara lain:
1. Ketepatan identitas pengguna layanan, obat, dosis, frekuensi,
aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian;
2. Duplikasi pengobatan;
3. Potensi alergi atau sensitivitas;
4. Interaksi antara obat dan obat lain atau dengan makanan;
5. Variasi kriteria penggunaan;
6. B e r a t badan pengguna layanan dan atau informasi fisiologik
lainnya;
7. Kontra indikasi.
L. Dalam pemberian obat harus juga dilakukan kajian benar, meliputi:
ketepatan identitas pengguna layanan, ketepatan obat, ketepatan
dosis, keterpatan rute pemberian, dan ketepatan waktu pemberian.
M. Apabila persyaratan petugas yang diberi wewenang dalam
penyediaan obat tidak dapat dipenuhi, petugas tersebut mendapat
pelatihan khusus tentang penyediaan obat.
N. Untuk Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh pengguna
layanan/pengobatan sendiri, baik yang dibawa ke Puskesmas atau
yang diresepkan atau dipesan di Puskesmas, diketahui dan dicatat
dalam rekam medis. Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan
obat, terutama obat-obat psikotropika sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
O. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko
yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat
menimbulkan kerugian besar pada pengguna layanan.
P. Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas :
1. obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error)
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin,
heparin, atau kemoterapeutik;
2. obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik
tampak/kelihatan sama
(look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan
Zantac atau
hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa
ucapan mirip (NORUM);
Q. Agar obat layak dikonsumsi oleh pengguna layanan, maka
kebersihan dan keamanan terhadap obat yang tersedia harus
dilakukan mulai dari proses pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, dan penyampaian obat kepada pengguna layanan
serta penatalaksanaan obat kedaluwarsa dan/atau rusak/out of
date/substitusi.
R. Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur dalam
penyampaian obat kepada pengguna layanan agar pengguna
layanan memahami indikasi, dosis, cara penggunaan obat, dan efek
samping yang mungkin terjadi.
S. Pengguna layanan, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang
lain bekerja bersama untuk memantau pengguna layanan yang
mendapat obat. Tujuan pemantauan adalah untuk mengevaluasi
efek pengobatan terhadap gejala pengguna layanan atau
penyakitnya dan untuk mengevaluasi pengguna layanan terhadap
kejadian efek samping obat.
T. Berdasarkan pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat
disesuaikan dengn memperhatikan pemberian obat secara rasional.
Sudah seharusnya dilakukan pemantauan secara ketat respons
pengguna layanan terhadap dosis pertama obat yang baru
diberikan kepada pengguna layanan. Pemantauan dimaksudkan
untuk mengidentifikasi respons terapetik yang diantisipasi maupun
reaksi alergik, interaksi obat yang tidak diantisipasi, untuk
mencegah risiko bagi pengguna layanan. Memantau efek obat
termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap kejadian
salah obat (medication error).
U. Perlu disusun kebijakan tentang identifikasi, pencatatan dan
pelaporan semua kejadian salah obat (medication error) yang terkait
dengan penggunaan obat, misalnya: salah peresepan obat, salah
penyerahan obat, salah pelabelan obat, salah dosis, salah rute
pemberian, salah frekuensi pemberian, memberikan obat salah
orang.
V. Bila terjadi kegawatdaruratan pengguna layanan, akses cepat
terhadap obat emergensi yang tepat adalah sangat penting. Perlu
ditetapkan lokasi penyimpanan obat emergensi di tempat pelayanan
dan obat-obat emergensi yang harus disuplai ke lokasi tersebut.
W. Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication
error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi
pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit
lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari
Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
X. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
1. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang
digunakan pasien.
2. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terdokumentasinya instruksi dokter.
3. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya
instruksi dokter.
Y. Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
1. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi Obat yang
sedang dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat,
dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti,
dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek
samping Obat yang pernah terjadi.
Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat, dicatat
tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi
alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat
keparahan. Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari
pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada
pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat
yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan
sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik
Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan
proses rekonsiliasi.
3. Komparasi, Petugas kesehatan membandingkan data Obat
yang pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau
ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/perbedaan di antara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang,
berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang
didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan
ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat
penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) di
mana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat
menuliskan Resep.
4. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan
ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidak sesuaian ,
maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain
yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
a. menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja
atau tidak disengaja.
b. mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti.
c. memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu
dilakukannya rekonsilliasi Obat.
5. Komunikasi, melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau
keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang
terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi Obat
yang diberikan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit.
Z. Untuk memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan,
perlu tersedia prosedur untuk mencegah penyalahgunaan,
pencurian atau kehilangan terhadap obat dimaksud. Prosedur ini
memastikan bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak atau
kadaluarsa. Keseimbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan
dari tempat penyimpanan obat emergensi perlu dipenuhi.

Ditetapkan di Bontonompo
Pada Tanggal : 02 Januari 2023

KEPALA UPT PUSKESMAS BONTONOMPO II ,

IRWANTO IL

Anda mungkin juga menyukai