Anda di halaman 1dari 44

PEMERINTAH PROVINSI BENGKULU

BADAN LAYANAN UMUM DAERAH


RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA SOEPRAPTO PROVINSI BENGKULU
Jl. Bhakti Husada Lingkar Barat Bengkulu 38225 Telp. (0736) 343339 Fax. (0736) 22988
Website : http//www.rsjkobengkulu.net; e-mail : info@rsjkobengkulu.net

PERATURAN DIREKTUR RSKJ SOEPRAPTO PROVINSI BENGKULU


NOMOR : 445 / 2323 / 1.1

TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI FARMASI


RSKJ SOEPRAPTO PROVINSI BENGKULU

DIREKTUR RSKJ SOEPRAPTO PROVINSI BENGKULU

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pelayanan Instalasi Farmasi


di Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi
Bengkulu didukung dengan kebijakan Playanan Instalasi
Farmasi;
b. bahwa untuk menerapkan kebijakan Pelayanan Farmasi
Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu
dipandang perlu untuk menetapkan Pedoman Pelayanan
Instalasi Farmasi;
c. bahwa untuk melaksanakan maksud huruf a dan b perlu
ditetapkan dengan Peraturan Direktur RSKJ Soeprapto
Provinsi Bengkulu.

Mengingat : 1. Undang–Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5063);
2. Undang–Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5072);
3. Undang–Undang Nomor 18 tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5571);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara

1
Republik Indonesia Nomor 5607);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5044);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropik,
dan Prekusor Farmasi;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1333/Menkes/SK/Per/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
12. Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 10 tahun
2013 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah
Provinsi Bengkulu Nomor 8 tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga
Teknis Daerah;
13. Peraturan Gubernur Bengkulu Nomor 03 tahun 2014
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Gubernur
Bengkulu Nomor 10 tahun 2010 tentang Rincian Tugas,
Fungsi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah;
14. Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor T.11 XXXIX

2
Tahun 2014 tentang Penetapan Penerapan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
(PPK-BLUD) Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto
Provinsi Bengkulu;
15. Keputusan Gubernur Provinsi Bengkulu Nomor
SK.821.3.W.167 tanggal 26 Februari 2015 tentang
Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Struktural
Eselon III di Lingkungan Pemerintahan Provinsi
Bengkulu.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA


SOEPRAPTO PROVINSI BENGKULU TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI FARMASI

Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Soeprapto Bengkulu
ini yang dimaksud dengan :
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
2. Standar PelayananKefarmasian adalah tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian
dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
4. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi
kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
peraturan berlaku.
5. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional
dan kosmetika.

3
6. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi manusia.
7. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan /atau
implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk
mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan / atau membentuk struktur dan memperbaiki
fungsi tubuh.
8. Bahan medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang
ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang
daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
9. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian
di Rumah Sakit.
10. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
11. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri
atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analisis
Farmasi.

Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
bertujuan untuk :
a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety).

Pasal 3
1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi
standar:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai; dan

4
b. Pelayanan Farmasi Klinis
2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a meliputi :
a. Pemilihan;
b. Perencanaan kebutuhan;
c. Pengadaan;
d. Penerimaan;
e. Penyimpanan;
f. Pendistribusian;
g. Pemusnahan dan penarikan;
h. Pengendalian; dan
i. Administrasi
3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi :
a. Pengkajian dan pelayana resep;
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat;
c. Rekonsiliasi obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. Konseling;
f. Visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. Dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
4) Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan steril
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf j hanya dapat
dilakukan oleh Rumah Sakit yang mempunyai sarana untuk
melakukan produksi sediaan steri.

Pasal 4
1) Penyelanggaraan Standar Pelayanan Kefarmasiaan di Rumah
Sakit harus didukung oleh ketersediaan sumber daya
kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien dan standar prosedur operasional.
2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi :
a. Sumber daya manusia; dan

5
b. Sarana dan peralatan
3) Pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab
serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar Pelayanan
Kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
4) Standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5
1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
harus dilakukan Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian
yang meliputi:
a. Monitoring; dan
b. Evaluasi
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengendalian Mutu Pelayanan
Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur ini.

Pasal 6
1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat dan terjangkau.
2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit melalui sistem satu pintu.
3) Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggungjawab.
4) Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit dapat dibentuk Depo Farmasi sesuai dengan kebutuhan
yang merupakan bagian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

Pasal 7
1) Setiap Tenaga Kefarmasiaan yang menyelenggarakan
Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit wajib mengikuti

6
Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana diatur dalam
Peraturan Direktur ini.
2) Direktur/pimpinan Rumah Sakit dan pemangku kepentingan
terkait di bidang Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
mendukung penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit .

Pasal 8
Rumah Sakit wajib mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian
secara berjenjang kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementarian Kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan
Direktur ini dilakukan oleh Direktur, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.
2) Pelaksaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi profesi.

Pasal 10
1) Pengawasan selain dilaksanakan oleh Direktur, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat
(1), khusus terkait dengan pengawasan sediaan farmasi dalam
pengelolaan sediaan farmasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf a dilakukan juga oleh Kepala BPOM
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
2) Selain pengawasan sebagaiman dimaksud pada ayat (1),
Kepala BPOM dapat melakukan pemantauan, pemberian
bimbingan, dan pembinaan terhadap pengelolaan sediaan
farmasi di instansi pemerintah dan masyarakat dibidang
pengawasan sediaan farmasi.

Pasal 11
Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dan Pengawasan yang dilakukan oleh Kepala BPOM

7
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaporkan
secara berkala kepada Direktur.

Pasal 12
Pelanggaran terhadap Ketentuan dalam Peraturan Direktur ini
dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 13
Pada saat Peraturan Direktur ini mulai berlaku, Peraturan Direktur
Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu Nomor
445/2323/1.1 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14
Peraturan Direktur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar
setiap orang mengetahuinya maka akan dilaksanakan Sosialisasi
Peraturan Direktur ini.

Ditetapkan di Bengkulu
Pada tanggal
Direktur RSKJ Soeprapto Bengkulu

dr. Herry Permana


Nip. 19740124 200803 1 001

8
PEDOMAN PELAYANAN FARMASI
INSTALASI FARMASI RSKJ SOEPRAPTO BENGKULU

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di
rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Yang
berpedoman Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat.
Farmasi klinik adalah pelayanan farmasi yang tenaga kefarmasian
berinteraksi langsung dengan pasien yang menggunakan obat untuk
tercapainya tujuan terapi dan terjaminnya keamanan penggunaan obat
berdasarkan penerapan ilmu, teknologi dan fungsi dalam perawatan
penderita dengan memperhatikan preferensi pasien.
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome
terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat, untuk
tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien
(quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik dapat meliputi pelayanan resep
(dispensing), pelayanan informasi obat, konsultasi informasi dan edukasi,
pencatatan penggunaan obat, identifikasi, pemantauan dan pelaporan reaksi
obat yang tidak dikehendaki (ROTD) dan efek samping obat, pemantauan
terapi obat, rondel visite, evaluasi penggunaan obat, pelayanan farmasi di
rumah dan pemantauan kadar obat dalam darah.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama drug
oriented ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi pharmaceutical
care (pelayanan kefarmasian). Praktik pelayanan kefarmasian merupakan
kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan. Mengingat Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit bersifat

9
umum, maka untuk membantu pihak Rumah Sakit dalam
mengimplementasikan dalam Standar Pelayanan Rumah Sakit tersebut perlu
dibuat Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit.
Pelayanan farmasi klinik dilaksanakan untuk mencapai penggunaan
obat yang rasional, pasien menerima obat yang tepat: indikasi, kondisi
pasien, bentuk sediaan, jumlah, dosis, frekuensi, lama dan cara
penggunaan, terhindar dari interaksi obat, efek samping dan reaksi obat
yang tidak diharapkan, harga terjangkau serta mendapat informasi yang
tepat) serta menghargaan atas pilihan pasien dengan tujuan akhir
meningkatkan kualitas hidup pasien.

B. Tujuan Pedoman
1. Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit
2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit dan
menerapkan konsep pelayanan kefarmasian
3. Untuk melindungi pasien dan masyarakat dari pelayanan obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Khusus Jiwa
Soeprapto Provinsi Bengkulu meliputi:
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan farmasi
b. Merencanakan kebutuhan farmasi secara optimal
c. Menerima perbekalan farmasi
d. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
e. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan rumah
sakit
f. Melaksanakan pengendalian, penghapusan, administrasi serta
pelaporan dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan
farmasi.
2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
a. Mengkaji intruksi pengobatan/resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan

10
d. Memantau efektifitas dan keamanan pengguanaan obat dan alat
kesehatan
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
h. Melaporkan setiap kegiatan.

D. Batasan Operasional
Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan
dilaksanakan dengan sistem:
1. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia
Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektivitas, serta
jaminan keamanan perbekalan farmasi.
2. Perencanaan merupakan kegiatan yang dilakukan Instalasi Farmasi
dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai
dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode kombinasi konsumsi dan epidemiologi
yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia
3. Pengadaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan
Rumah Sakit untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan
dan disetujui Instalasi Farmasi
4. Penerimaan perbekalan farmasi yang telah diadakan dilakukan oleh
Bagian Gudang/Pengelolaan Perbekalan Farmasi
5. Penyimpanan Perbekalan Farmasi untuk seluruh rumah sakit dilakukan
berdasarkan bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya,
mudah tidaknya meledak/terbakar, tahan/tidaknya terhadap cahaya,
serta sistem FEFO dan FIFO.
6. Distribusi Perbekalan farmasi mencakup distribusi ke unit-unit pelayanan
farmasi di rumah sakit
7. Pemusnahan perbekalan farmasi kadaluarsa atau rusak yang tidak dapat
digunakan lagi untuk pelayanan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku
a. Rawat jalan dengan sistem resep individu
b. Rawat inap dengan sistem kombinasi resep individu dan ODD
c. IGD dengan sistem resep individu.

E. Landasan Hukum
1. Undang–Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5063);

11
2. Undang–Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5072);
3. Undang–Undang Nomor 18 tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 185,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5571);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5044);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropik, dan Prekusor Farmasi;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/Per/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit;
12. Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 10 tahun 2013 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 8
tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah;
13. Peraturan Gubernur Bengkulu Nomor 03 tahun 2014 tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Gubernur Bengkulu Nomor 10 tahun 2010 tentang
Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah;
14. Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor T.11 XXXIX Tahun 2014 tentang
Penetapan Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

12
Umum Daerah (PPK-BLUD) Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto
Provinsi Bengkulu;
15. Keputusan Gubernur Provinsi Bengkulu Nomor SK.821.3.W.167 tanggal
26 Februari 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat
Struktural Eselon III di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Bengkulu.

13
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia
yang melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit termasuk dalam bagan
organisasi rumah sakit dengan persyaratan:
1. Terdaftar di Departemen Kesehatan
2. Mempunyai izin kerja
3. Mempunyai SK penempatan
4. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi
profesional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi
persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun
kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu
profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus
disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta
perkembangan rumah sakit.
Kompetensi Apoteker
1. Sebagai Pimpinan
a. Mempunyai kemampuan untuk memimpin
b. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan
mengembangkan pelayanan farmasi
c. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri
d. Mempunyai kemampuan untuk bekerjasama dengan pihak lain
e. Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah, menganalisa dan
memecahkan masalah
2. Sebagai Tenaga Fungsional
a. Mampu memberikan asuhan kefarmasian
b. Mampu mengelola manajemen praktis farmasi
c. Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian
d. Mampu melaksanakan pendidikan,penelitian dan pengembangan bidang
farmasi
e. Mampu mengoperasikan komputer
f. Mampu melaksanakan pelayanan farmasi klinik

B. Distribusi Ketenagaan
1. Kepala Instalasi Farmasi
a. Ikhtisar jabatan/pekerjaan:

14
Merencanakan, memonitor, mengevaluasi dan meningkatkan seluruh
kegiatan Instalasi Farmasi serta melakukan upaya peningkatan mutu
pelayanan, baik dari segi sistem, teknologi maupun SDM
b. Spesifikasi jabatan:
1) Pendidikan formal:
Program Profesi Apoteker, berpengalaman minimal 3 (tiga) tahun di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2) Pengalaman kerja:
Manajemen Rumah Sakit bidang operasional minimal 2 tahun di bagian
farmasi rumah sakit
c. Cakupan tanggung jawab:
1) Terlaksananya pelayanan farmasi dasar (manajerial) maupun farmasi
klinik
2) Terlaksananya pelaksanaan manajemen instalasi farmasi
3) Terlaksananya evaluasi dan laporan instalasi farmasi
4) Terlaksananya tugas-tugas lain yang diberikan Direktur
2. Apoteker
a. Ikhtisar jabatan/pekerjaan:
Melaksanakan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etika profesi, melaksanakan konseling serta komunikasi,
informasi, dan edukasi, pelayanan informasi obat, melakukan analisa dan
evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi, melakukan
pengawasan berdasarkan peraturan yang berlaku, menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan di bidang farmasi,
memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit, terlibat dalam proses pengelolaan perbekalan
farmasi
b. Spesifikasi jabatan:
1) Pendidikan formal: program profesi Apoteker
2) Pengalaman kerja: 3 tahun di Instalasi Farmasi
c. Cakupan Tanggung Jawab:
1) Terlaksananya pelayanan farmasi dasar maupun farmasi klinik
2) Terlaksananya pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang
farmasi
3) Terlaksananya evaluasi dan laporan instalasi faramasi
4) Terlaksananya tugas-tugas lain yang diberikan Kepala Instalasi
3. Koordinator Pelayanan Farmasi
a. Ikhtisar jabatan/pekerjaan:

15
Mengelola, mengontrol, mengawasi kegiatan dan pelayanan farmasi untuk
mencapai pelayanan yang akurat, tepat dan cepat sesuai dengan sasaran
kerja dan standar prosedur yang ditetapkan, sehingga membantu pasien
dalam pengobatan dan petugas kesehatan dalam penggunaan sediaan
farmasi.
b. Spesifikasi jabatan:
1) Pendidikan formal: Apoteker
2) Pengalaman kerja : Pengalaman kerja minimal 1 tahun di Instalasi
Farmasi
4. Koordinator Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Ikhtisar jabatan/pekerjaan:
Mengelola, mengontrol, mengawasi pengelola perbekalan farmasi di
ruang penyimpanan farmasi untuk menjaga ketersediaan perbekalan
farmasi sehingga dapat terlaksana pelayanan farmasi yang optimal sesuai
dengan sasaran kerja dan standar prosedur yang ditetapkan dan
membantu pasien dalam pengobatan dan petugas kesehatan dalam
penggunaan sediaan farmasi
b. Spesifikasi Jabatan:
1) Pendidikan formal: Apoteker
2) Pengalaman kerja: Pengalaman kerja minimal 1 tahun di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit
5. Tenaga Teknis Kefarmasian
a. Ikhtisar Jabatan/Pekerjaan:
Melakukan pelayanan resep di farmasi rawat jalan, farmasi rawat inap dan
IGD, depo farmasi, melakukan pengelolaan perbekalan farmasi di
gudang/ruang penyimpanan perbekalan farmasi, menyajikan data
perbekalan farmasi untuk kepentingan perencanaan, melaksanakan stok
opname serta administrasi sesuai dengan standar yang ditetapkan agar
memberikan pelayanan resep yang akurat, tepat, cepat dan mencapai
sasaran kerja yang ditetapkan.
b. Spesifikasi Jabatan:
1) Pendidikan formal: - D3 Farmasi
2) Pengalaman kerja:-

16
C. Pengaturan Jaga
PENGATURAN JAGA
JABATAN
HARI WAKTU
Kepala Instalasi Farmasi Senin – Kamis 07.30 – 14.00
Jumat 07.30 – 11.30
Sabtu 07.30 – 14.00
a. Apoteker/Koordinator Senin – Kamis 07.30 – 14.00
b. Tenaga Teknis Kefarmasian Jumat 07.30 – 11.30
(TTK) R. Jalan, R.Inap dan Sabtu 07.30 – 14.00
Gudang
c. Petugas/Piket Pelayanan IGD Senin – Minggu Pagi : 07.30 – 14.00
Siang : 13.30 – 20.00
Malam: 20.00 – 08.00

17
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG
1. Ruang Apotek Rawat Inap dan Gudang Farmasi

PSIKOTROPIKA
RUANG OBAT
GUDANG FARMASI

KAMAR MANDI

Meja Administrasi

Meja
Racik
Loket
DEPO RAWAT INAP

2. Ruang Ka.Instalasi Farmasi dan Administrasi

Meja
Administrasi

Meja Ka.
Inst Farmasi
Kamar
Mandi
18
3. Ruang Apotek UGD

TEMPAT TIDUR

ETALASE

Loket

4. Ruang Depo Rawat Jalan BPJS, Umum dan PIO

RUANG PIO

LOKET
PENERIM
AAN
DEPO UMUM RESEP
DAN
PENYERA
HAN
OBAT

DEPO BPJS

19
B. STANDAR FASILITAS
1. Ruang kantor/administrasi
a) Ruang Pimpinan Kepala Instalasi Farmasi
b) Ruang administrasi pengarsipan
c) Ruang pimpinan/administrasi/pelayanan rawat jalan umum
d) Ruang pimpinan/administrasi/pelayanan rawat jalan BPJS
e) Ruang pimpinan/administrasi/pelayanan Inap
f) Ruang pimpinan/administrasi/ pelayanan IGD
2. Ruang penyimpanan
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi, temperatur
sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk
dan keamanan petugas, yang terdiri atas:
a) Kondisi umum:
1) Ruangan dengan suhu ruang 15 C-30 C
2) Kelembaban ruangan 45%-75%
3) Untuk menyimpan obat jadi dan alat kesehatan
b) Kondisi khusus:
1) Lemari pendingin dengan suhu 2 C – 8 C dengan perbekalan farmasi
yang harus disimpan dingin
2) Lemari khusus untuk menyimpan obat narkotik dan obat keras tertentu
yang terkunci
3) Ruangan untuk menyimpan barang karantina
4) Ruangan untuk menyimpan bahan mudah terbakar dan bahan
berbahaya
3. Ruang distribusi /pelayanan
Pelayanan ruang distribusi yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi rumah
sakit:
a) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan pasien umum
b) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan pasien rawat jalan BPJS
c) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan pasien rawat inap
d) Ruangan distribusi untuk pasien IGD
e) Ruangan distribusi untuk pelayanan ke depo-depo
4. Ruang konsultasi
Konsultasi dilayani di counter penyerahan obat
5. Ruang informasi obat
Ruang informasi obat berada di sebelah Depo rawat jalan.
6. Ruang arsip dokumen
Arsip dokumen disimpan di gudang penyimpanan arsip.

20
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI


1. SELEKSI (PEMILIHAN)
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan
yang terjadi dirumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk, dan dosis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritakan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat.
Penentuan seleksi obat dilakukan melalui peran aktif apoteker alam
Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas an efektivitas, serta
jaminan purna transaki pembelian.
Kegiatan yang dilakukan dalam proses seleksi:
a. Kepala Instalasi Farmasi mengumpulkan permohonan masuknya obat baru
dari Komite Medik / staf medik setiap periode tahunan untuk dibawa ke
forum Panitia Farmasi dan Terapi.
b. Pertemuan Panitia Farmasi an Terapi untuk membahas pembaharuan
formularium rumah sakit.
c. Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi
setahun sekali dalam review Formularium Rumah Sakit.
d. Permohonan dari komite medik / staf medik untuk periode 1 tahun
dikumpulkan untuk dievaluasi dalam review formularium.
e. Evaluasi stok jenis obat yang telah dimiliki rumah sakit, beserta data
pelayanannya selama 6 bulan terakhir.
f. Mengedarkan form Usulan Obat Baru untuk formularium ke masing-masing
SMF.
g. Menyusun draft Formularium berdasar formularium sebelumnya, data jenis
obat yang dimiliki Rumah Sakit beserta data pelayanan, dan usulan dokter.
h. Review draft formularium dalam forum Panitia Farmasi an Terapi, untuk
menetapkan obat-obat mana yang akandimasukkan Formularium Rumah
Sakit berdasarkan:
1) Setiap jenis zat aktif hanya boleh ada 3 item alam formularium, yaitu 1
(satu) generik, dan 2 paten.
2) Data pelayanan obat 6 bulan terakhir dan tok obat, yang jumlah
pelayanannya sedikit dan stok nya macet tidak dimasukkan lagi dalam
formularium baru, dan tidak diadakan lagi. Hanya akan dihabiskan
stoknya.
3) Usulan yang berupa obat paten baru, dipertimbangkan masuk dalam
formularium jika:

21
a) Jumlah obat paten yang sudah ada kurang dari 2 item
b) Cost-effectivitas lebih baik dari item yang sudah ada
i. Hasil review formularium, obat yang masuk, obat yang keluar, dikuatkan
dalam kebijakan atau SK, dan disosialisasikan.
j. Formularium baru yang telah disetujui dan dicetak, diedarkan dan
disosialisasikan kepada seluruh apoteker, dokter, kepala bagian
keperawatan, unit pelayanan farmasi, dan ruang perawatan.
k. Obat yang diadakan, dapat diresepkan dokter dan beredar dirumah sakit
hanya obat yang terdapat dalam Formularium Rumah Sakit.
2. PERENCANAAN
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan
harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan,
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Perencanaan pembelian obat/Perbekalan Farmasi yang dilakukan di
RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu adalah pembelian rutin dan non rutin
(obat-obat cito, dan yang tidak masuk dalam formularium RSKJ Soeprapto
Provinsi Bengkulu).
Perencanaan obat dilakukan dengan cara metode konsumsi selama
periode 1 tahun sebelumnya sehingga dapat diketahui jumlah rata-rata
kebutuhan obat selama 1 tahun, melalui data pelayanan. Selanjutnya, dilihat
stok yang ada. Stok minimal yang harus dipenuhi adalah untuk kebutuhan 3
bulan pemakaian, dan untuk obat fast moving untuk kebutuhan 6 bulan.
3. PENGADAAN
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan perbekalan
farmasi yang telah direncanakan. Pengadaan dilakukan oleh bagian
pengadaan (Panitia Pengadaan) yang ditunjuk oleh direktur.
4. PENGEMASAN KEMBALI
Instalasi Farmasi RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu tidak melakukan
pembuatan atau produksi, dan hanya melakukan pengemasan kembali sesuai
resep/permintaan dokter.
5. PENERIMAAN
Penerimaan obat merupakan kegiatan menerima obat dari distributor
sesuai pesanan/SPK/Kontrak. Penerimaan obat dilakukan bersama dengan
Panitia Pemeriksa/Penerima barang Rumah Sakit dengan cara:
a. Penerimaan obat dilakukan oleh bagian gudang Instalasi Farmasi
b. Petugas menerima kopi SPK/Kontrak/Surat Pesanan dari bagian
pengadaan obat

22
c. Obat yang diterima, dicek kecocokan antara barang, faktur, dan surat
pesanan/SPK/Kontrak dalam hal:
1) Nama, kekuatan, bentuk sediaan, jumlah
2) Nomor batch
3) Keutuhan bentuk kemasan, kualitas barang
4) Tanggal kadaluarsa (hanya menerima obat dan bahan dengan ED:
minimal 2 tahun)
5) Kondisi dan kualitas barang
6) Kesesuaian dengan standar penyimpanan obat tersebut, misalnya
pengiriman obat dengan standar suhu 2-8 ⁰C harus menggunakan ice
box.
d. Setelah proses pengecekan, faktur ditandatangani oleh petugas
pamaeriksa/penerima obat, nama terang, nomor SIK dan cap Rumah
Sakit.
6. PENYIMPANAN
Penyimpanan perbekalan farmasi adalah kegiatan mengatur dan
menempatkan perbekalan farmasi ke tempat yang telah disediakan agar
terjamin mutunya dengan dengan sitem FEFO dan FIFO agar perbekalan
farmasi sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, meliputi: lokasi,
temperatur, kelembapan dan lain-lain sehingga selama penyimpanan dalam
kurun waktu tertentu tidak terjadi perubahan fisik dan kimia serta masih dapat
dipakai dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Jenis perbekalan farmasi yang disimpan di RSKJ Soeprapto Provinsi
Bengkulu, meliputi:
a. Alat Kesehatan habis pakai
Penyimpanan dilakukan oleh gudang alat kesehatan habis pakai Instalasi
Farmasi.
b. Obat dan bahan baku
Penyimpanan dilakukan oleh udang Instalasi Farmasi
c. Radiofarmasi
Bahan radiofarmasi disimpan oleh bagian radiologi
d. Reagen
Penyimpanan reagensia dilakukan oleh bagian laboratorium
e. Gas medis
Penyimpanan gas medis dilakukan oleh IPSRS RSKJ Soeprapto Provinsi
Bengkulu
f. Badan dan obat gigi
g. Obat sampel

23
RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu, khususnya Instalasi Farmasi tidak
menerima obat sampel.
Perbekalan farmasi di RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu, disimpan
secara:
a. Berdasarkan bentuk sediaan
b. Alfabetis
c. Penyimpanan obat sesuai ketentuan yang tertera pada kemasan obat
dengan memperhatikan suhu:
1) Suhu ruang adalah suhu pada ruang kerja, suhu ruang terkendali
adalah yang suhu yang diatur antara 15⁰C-30⁰C
2) Suhu dingin adalah antara 2-8⁰C. Lemari pendingin dapat diatur suhu
2-8⁰C.
d. Kelembaban ruangan antara 45-75%. Kelembaban dan suhu ruang
dipantau dengan Thermohygrometer. Data suhu dan kelembaban ruangan
dicatat dalam Form Pemantauan Suhu dan Kelembaban Ruangan.
e. Penyimpanan narkotika
Penyimpanan narkotika harus memiliki tempat khusus dan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yan kuat.
2) Harus mempunyai kunci yang kuat.
3) Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan: bagian yang
pertama dipergunakan untuk menyimpan narkotika, petidina, dan
garam-garamnya , serta persediaan narkotik, bagian kedua
dipergunakan untuk menyimpan narkotik lainnya yang dipakai sehari-
hari.
4) Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari
40x80x100cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau
lantai.
f. Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam troli emergensi/emergensi
kit terkunci yang terdapat disetiap ruang keperawatan. Troli
emergensi/emergensi kid menjadi tanggung jawabkepala ruangan
keperawatan dimana instalasi farmasi mensupervisi keluar masuknya stok
perbekalan farmasi emergensi. Order perbekalan emergensi untuk
menggantikan stok yang telah digunakan dilakukan melalui intalai farmasi
melalui resep. Stok opname dilakukan setiap bulan oleh keperawatan,
disupervisi oleh apoteker.
Pengeluaran obat dan alat kesehatan diruang farmasi menggunakan
kombinasi sitem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out).

24
Untuk barang yang ED-nya lebih pendek dibandingkan dengan barang yang
datang lebih dahulu mengunakan FEFO.
Sedangkan penataan obat diunit pelayanan farmasi sebagai berikut:
a. Berdasarkan bentuk sediaan
b. Alfabetis
c. Farmakologi
d. Alat Kesehatan
e. Penanaan paa rak penyimpanan
1) Label warna:
a) Merah : untuk obat dosis paling tinggi
b) Hijau : untuk obat dosis paling rendah
c) Orange : untuk obat tengah tinggi
d) Kuning : untuk obat tengah rendah
2) Stiker High Alert: untuk obat-obat yang termasuk dalam daftar High
Alert.
3) Stiker Look Alike Sound Alike: untuk obat-obat yang termasuk dalam
daftar LookAlike Sound Alike.
7. PENDISTRIBUSIAN
Sistem distribusi perbekalan farmasi yang dilakukan di RSKJ Soeprapto
Provinsi Bengkulu dengan sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi,
yaitu pelayanan kebutuhan perbekalan farmasi dilakukan di unit sentral
Instalasi Farmasi dan depo farmasi untuk lebih mendekatkan pelayanan
kepada pasien. Depo farmasi yang ada di RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu
adalah Depo Farmasi Rawat Jalan di Poli Jiwa.
Metode distribusi eksternal yang digunakan antara lain:
a. Resep individu
b. Metode distribusi Resep individu dilakukan untuk pelayanan farmasi rawat
jalan, Rawat Inap dan IGD dimana obat diberikan kepada pasien sesuai
dengan resep dokter.
c. ODDD (One Day Doses Dispensing)
Metode distribusi One Day Doses Dispensing dilakukan untuk pelayanan
farmasi rawat inap dimana obat diberikan kepada pasien sesuai dengen
resep, namun hanya untuk penggunaan selama satu hari.
d. Floor Stock
Metode distribusi floor stock yang dimaksud adalah penyediaan
emergency kit (dalam troli emergensi) di setiap ruang perawatan dan alat
kesehatan habis pakai untuk sediaan terbatas ruang perawatan.

25
8. PENGAWASAN
Pengawasan penggunaan obat dilakukan dengan stok opname
perbekalan farmasi. Stock opname perbekalan farmasi Instalasi Farmasi
dilakukan minimal setiap tribulan. Petugas farmasi mencocokkan stock
perbekalan farmasi yang ada secara fisik dengan stock perbekalan farmasi
secara sistem, sesuai bagian stock masing-masing. Selisih stock positif
maupun negatif dilaporkan Kepala Instalasi Farmasi.
Stock opname perbekalan farmasi di ruang perawatan, dan troli
emergensi menjadi tanggung jawab keperawatan, dan pelaksanaannya
disupervisi oleh Apoteker.
9. PEMUSNAHAN
Pemusnahan obat dan alat kesehatan habis pakai yang kadaluarsa
atau rusak, dilakukan dengan cara:
a. Penarikan obat yang minimal 3 bulan mendekati tanggal kadaluarsa, telah
kadaluarsa, rusak, atau ditarik dari peredaran dari unit-unit pelayanan
kebagian gudang farmasi.
b. Obat yang tidak dapat diretur ke distributor, dikarantina di bagian gudang
farmasi untuk dimusnahkan.
c. Dilakukan pendapatan atas obat yang akan dimusnahkan.
d. Daftar obat yang akan dimusnahkan dilaporkan kepada Direktur untuk
dimintakan persetujuan Gubernur.
e. Setelah mendapat peretujuan Gubernur dilakukan pemusnahan sesuai
ketentuan yang berlaku.
f. Setelah dilakukan pemusnahan kemudian dibuatkan Berita Acara
pemusnahan.
g. Pemusnahan Narkotika dan Psikotropika dilakukan dengan cara yang
sama.

B. PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM PENGGUNAAN OBAT DAN ALAT


KESEHATAN
Merupakan pendekatan professional yang bertanggung jawab dalam
menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman
dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian,
keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerjasama dengan pasien dan
profesi kesehatan lainnya.
Tujuan:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah
sakit.

26
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan
dan efisiensi penggunaan obat.
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang
terkait dalam pelayanan farmasi.
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional.
1. PENGKAJIAN RESEP
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari pengkajian
persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik
untuk pasien. Pengkajian resep dilakukan dan disupervisi oleh apoteker
dimana dalam pelaksanaan hariannya dilakukan oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK). Jika TTK menemui kesulitan atau masalah dalam
pengkajian resep, maka apoteker harus menggambil alih dan menyelesaikan
masalah.
Pengkajian resep yang dilakukan meliputi pengkajian terhadap:
a) Persyaratan administrasi meliputi:
1) Nama, tanggal lahir/umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
2) Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
3) Tanggal resep
4) Ruangan/unit asal resep, dalam hal ini, resep dari RSKJ Soeprapto
Provinsi Bengkulu yang dapat dilayani hanya resep dari semua dokter
maupun dokter gigi RSKJ Soeprapto Proevinsi Bengkulu yang
memiliki SIP di RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu.
b) Persyaratan farmasi meliput:
1) Bentuk dan kekuatan sediaan
2) Dosis dan jumlah obat
3) Stabilitas dan ketersediaan
4) Aturan,cara dan teknik penggunaan
c) Persyaratan klinis meliputi:
1) Ketetapan indikasi,dosis dan waktu penggunaan obat
2) Duplikasi pengobatan
3) Alergi, interaksi dan efek samping obat
4) Kontra indikasi
5) Efek aditif
2. DISPENSING
Dispensing adalah kegiatan pelayanan yang di mulai dari tahap
validasi, intierpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket,
penyerahan obat dengan pemberian informasi yang memadai di sertai sistem

27
dokomentasi.Dispenising merupakan proses penyiapan obat mulai dari
penerimaan resep hinga penyerahan obat ke pasien di sertai informasi obat.
Proses dispensing yang di lakukan adalah:
a. Rawat jalan
1) Petugas farmasi menerima resep kemudian di pelajari/ di baca.
2) Teliti dengan seksama resep yg di terima , pastikan resep yang di
terima legal dan memenuhi persyaratan meliputi:
a) Nama, tanggal lahir / umur , jenis kelamin dan berat badan pasien
b) Nama, nomor ijin, alamat dan farap dokter.
c) Tanggal resep.
d) Bentuk dan kekuatan sediaan.
e) Dosis dan jumlah obat.
f) Stabilitas dan ketersediaan
g) Aturan, cara dan teknik penenggunaan .
h) Ketetapan indikasi , dosis dan waktu penggunaan .
i) Duplikasi pengobatan .
j) Alergi, interaksi dan efek samping obat.
k) Kontraindikasi
l) Efek adiktif.
3) Berikan prioritas penyerahan obat kepada pasien yang membutuhkan obat
secepat mungkin (CITO/ URGENT)
4) Petugas farmasi mengentri resep .
5) Setelah di beri harga ,petugas farmasi menginformasikan kepada pasien total
harga obat.
a) Jika pasien setuju , pasien di persilahkan kekasir untuk melakukan
pembayaran
b) Jika pasien tidak setuju resep di kembalikan ke pasien .
c) Jika pasien mau menebus setengah resep, maka petugas farmasi
mengentri ulang dan melakukan seperti tahap a)
6) Petugas farmasi memberikan nomor antrian ke pasien .
7) Petugas farmasi memberi cap (Seleksi/ harga / entry, peracikan,
Verifikasi/Penyerahan) pada lembar belakang resep dan memberi paraf pada
kolom sleksi / harga.
8) Pengambilan perbekalan farmasi dan pengisian kartu stok.
Petugas farmasi mempersiapkan peracikan obat dengan mengambil
perbekalan farmasi sesuai dengan nomor antrian dari rak seiaan sesuai
dengan jumlah yang di tulis di resep. Kartu stok ( dilakukana setelah selesai
pelayanan) dengan menulis tanggal ,jumlah pengeluaran, sisa obat dan paraf
pada kartu stok. Petugas farmasi memberikan paraf pada peracikan .

28
9) Pemberian etiket
Pada etiket tercantum:
a) Tanggal resep
b) Nomor resep
c) Nama pasien
d) Nomor RM
e) Nama obat, Kekuatan , bentuk sediaan
f) Jumlah obat
g) Aturan pakai
h) Tanggal kadaluarsa
i) Pilihan sebelum/ waktu/ sesudah makan
10) Pengemasan
Untuk mengemas atau membungkus sesuai perbekalan farmasi sehingga
akan menjaga stabilitas perbekalan farmasi. Kemasan yang di gunakan harus
memenuhi persyaratansebagai tempat penyimpanan perbekalan farmasi.
11) Penyimpanan obat Racikan
Petugas farmasi mengecek perhitungan obat yang di butuhkan , kemudian
meletak kan obat yang akan di racik pada meja racik. Petugas racik
menyiapkan jumlah obat yang di racik sesuai hasil perhitungan , meracik
obat, serta mengemas obat racikan.
Sebelum melakukan peracikan, petugas racik mencuci tangan dengan alkohol
cuci tangan ,membersihkan meja racikan dengan alkohol, mengunakan
masker dan membersihkan alat dengan alkohol, kemudian mencuci tangan
dengan alkohol cuci tangan.
Dalam setiap etiket, wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa obat.
12) Pengecekan
Petugas farmasi melakukan pemeriksaan terakhir terhadap sediaan yang di
racik untuk meyakinkan bahwa semua tahap pekerjaan sudah di lakukan
secara tepat.
13) Penyerahan obat
a) Sebelum obat di serahkan , petugas farmasi mengecek :
 Kelengkapan etiket .
 Jumlah dan takaran obat.
 Ketetapan perbekalan farmasi dan resep.
b) Petugas parmasi memanggil nama pasien sesuai dengan nomor antrian
dan poliklinik.

29
c) Petugas farmasi konfirmasi nama pasien, tanggal lahir, alamat dan nomor
teiepon.
d) Petugas farmasi meminta kuitansi pembayaran dari pasien dan mengecek
kuitansi pembayaran .
e) Petugas farmasi menyerahkan perbekalan farmasi kepada pasiendengan
memberikan penjelasan secara umum . meliputi:
 Nama dan kekuatan obat
 Indikasi obat
 Aturan pengunaan ( frekuensi , durasi, waktu penggunaan)
 Diminum sebelum, atau sesudah makan
 Informai lain yang di anggap penting. Misal perubahan warna air
kencing, pengunaan obat harus sampai habis atau tidak , cara
penyimpanan , dll.
 Petugas farmasi paraf pada kolom verifikasi / penyerahan.
b. Rawat inap
Dilakukan berdasarkan sistem distribusi kombinasi resep indifidu
dan ODDD.
1) Resep dari bangsal / ruang perawatan diserahkan oleh petuas ruang
perawatan kepada petugas farmasi .
2) Teliti dengan seksama resep yg di terima , pastikan resep yang di
terima legal dan memenuhi persyaratan meliputi:
a) Nama, tanggal lahir / umur , jenis kelamin dan berat badan pasien
b) Nama, nomor ijin, alamat dan farap dokter.
c) Tanggal resep.
d) Bentuk dan kekuatan sediaan.
e) Dosis dan jumlah obat.
f) Stabilitas dan ketersediaan
g) Aturan, cara dan teknik penenggunaan .
h) Ketetapan indikasi , dosis dan waktu penggunaan .
i) Duplikasi pengobatan .
j) Alergi, interaksi dan efek samping obat.
k) Kontraindikasi
l) Efek adiktif
3) Petugas farmasi melayani resep dokter sesuai permintaan dan
dimasukkan dan disimpan kedalam loker obat untuk masing-masing
pasien.
4) Petugas farmasi setiap hari menyiapkan obat untuk masing-masing pasien
dan dikemas dalam dosis tunggal untuk pemakaian sehari.

30
5) Pemberian etiket
Pada etiket tercantum:
a) Tanggal resep
b) Nomor resep
c) Nama pasien
d) Nomor RM
e) Nama obat, Kekuatan , bentuk sediaan
f) Jumlah obat
g) Aturan pakai
h) Tanggal kadaluarsa
i) Pilihan sebelum/ waktu/ sesudah makan
6) Untuk obat racikan, petugas farmasi mengambil obat sesuai dengan resep
penyiapan obat racikan.
Petugas farmasi mengecek perhitungan obat yang dibutuhkan,
menyiapkan etiket dan memberi paraf pada kolom siap, kemudian
meletakkan obat yang akan diracik pada meja racik. Petugas racik
menyiapkan jumlah obat yang diracik sesuai hasil perhitungan, meracik
obat, serta mengemas obat racikan.
Sebelum melakukan peracikan, petugas racik mencuci tangan dengan
alkohol cuci tangan, membersihkan meja racikan dengan alkohol,
menggunakan masker dan membersihkan alat dengan alkohol, kemudian
mencuci tangan dengan alkohol cuci tangan.
7) Petugas farmasi mengecek obat yang sudah disiapkan (jumlah, nama,
aturan pakai)
8) Petugas ODDD akan membawa obat yang telah disiapkan ke ruang
perawatan. Dan menyerahkan obat kepada petugas ruang perawatan
dengan memberikan penjelasan dan informasi secukupnya.
9) Untuk obat pulang, petugas ODDD memberikan edukasi
Petugas farmasi menyerahkan perbekalan farmasi kepada
pasien/keluarga pasien dengan memberikan penjelasan secara umum,
meliputi:
 Nama dan kekuatan obat
 Indikasi obat
 Aturan pengunaan ( frekuensi , durasi, waktu penggunaan)
 Diminum sebelum, atau sesudah makan
 Informai lain yang di anggap penting. Misal perubahan warna air
kencing, pengunaan obat harus sampai habis atau tidak , cara
penyimpanan , dll.
 Petugas farmasi paraf pada kolom verifikasi / penyerahan.

31
3. PENELUSURAN RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT DAN PREFERENSI
PASIEN
Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk
mendapatkan informasi yang spesifik pasien, informasi mengenai seluruh obat
sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan. Riwayat
pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik
pencatatan pencatatan penggunaan obat pasien.
Tujuan:
a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui kemungkinan
perbedaan informasi penggunaan obat.
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan.
c. Mendokumentasikan adanya alergi, efek samping obat dan reaksi obat
yang tidak dikehendaki (ROTD)
d. Mengidentifikasi kesesuaian indikasi obat, bentuk sediaan, dosis, dan
frekuensi penggunaan
e. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat
f. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan
obat
g. Melakukan penilaian obat rasionalitas obat yang diresepkan
h. Menanyakan harapan dan tanggapan pasien tentang pengobatan dan
penyakit atau gangguan yang dialami
i. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan
j. Melakukan penilaian adanya kemungkinan penyalahgunaan obat
k. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
l. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu
kepatuhan minum obat (concordance aids)
m. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter
n. Mengidentifikasikan terapi lain, missalnya suplemen, dan pengobatan
alternative yang mungkin digunakan oleh pasien.
Kegiatan:
a. Pencatatan informasi spesifik pasien

32
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien atau keluarga,
daftar penggunaan obat dan rekam medik, data pemeriksaan laboratorium
serta informasi hasil pemeriksaan fisik
c. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien
Informasi yang harus didapatkan:
a. Nama pasien, alamat, usia, jenis kelamin, pekerjaan, berat badan, tinggi
badan keyakinan, tanggapan, harapan dan keluhan
b. Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat, data hasil pemeriksaan
laboratorium, dan data hasil pemeriksaan fisik pasien.
c. Informasi reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi
d. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa)
4. REKONSILIASI OBAT
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (mediction error) seperti obat tidak
diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan Obat
(medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah
Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang
keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien.
b. Mengidentifikasikan ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
intruksi dokter.
c. Mengidentifikasikan ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.
5. PEMANTAUAN DAN PELAPORAN EFEK SAMPING OBAT
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang merugikan dan tidak diharapkan yang
terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
diagnosis dan terapi.
Prosedur:
a. Yang dapat melaporkan/melaksanakan MESO adalah:
1) Dokter/dokter gigi
2) Apoteker
3) Tenaga Teknis Kefarmasian
4) Perawat
5) Tenaga kesehatan lain
b. Hal yang dilaporkan dalam MESO adalah:

33
1) Setiap kejadian yang dicurigai sebagai ESO.
2) Reaksi yang tidak diinginkan yang terjadi secara bermakna, sehingga
mempengaruhi manajemen penatalaksanaan pasien, yaitu:
 Kematian
 Membahayakan kehidupan
 Cacat lahir
 Memerlukan perawatan dirumah sakit
 Kehilangan produktivitas kerja
c. Mengisi formulir: Pelaporan Efek Samping Obat, ditutup dengan tanda
tangan. Nama pelapor tidak harus dicantumkan.
d. Setiap pengembalian obat ke instalasi farmasi dengan alasan ESO dari
ruangan perawatan harus disertai pengisian formulir pelaporan ESO.
e. Farmasis pada saat melaksanakan konseling kepada pasien rawat inap
juga harus melaksanakan MESO dan mengisi formulir palaporan ESO.
f. Pada akhir bulan farmasis akan mengirim formulir pelaporan ESO kepada:
Pusat MESPT Nasional Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
Badan POM-RIJl. Percetakan Negara 23 Kotak Pos No.143, Jakarta
10560.
g. Jawaban sebagai respon dari Pusat MESO Nasional, disampaikan ke
pelapor, dan diarsipkan oleh Farmasis di Instalasi Farmasi.
h. Farmasis membuat evaluasi akhir tahun pelayanan MESO sebagai
laporan.
6. PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)
Merupakan kegatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat profesi kesehatan lain dan pasien.
a. Tujuan :
1) Menunjang pengelolaan dan terapi obat yang rasional dan
berorientasi kepada penderita
2) Menyediakan informasi membuat kebijakan mengenai obat kepada
pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit.
3) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat
4) Menjadi konsultan obat baik kepada pasien maupun bagi tenaga
kesehatan
5) Meningkatkan profesionalisme apoteker.
6) Menunjang terapi obat yang rasional.

34
b. Sumber informasi obat:
Hasil penelitian berupa jurnal, jurnal dalam bulletin, buku pegangan
(Hanbook, text book), buku pedoman, internet
c. Jenis PIO :
1) Leaflet/ brosur
a) Dibuat oleh Apoteker
b) Topiknya diambil berdasarkan popularitasnya
c) Konsep jadi diserahkan kepada kepala Intalasi farmasi untuk
dikoreksi dan disetujui
d) Konsep dikirimkan ke Promkes rumah sakit untuk dicetak dan
diperbanyak.
e) Petugas Promkes menyerahkan kepada koordinator Instalasi Farmasi.
f) Koordinator Instalasi Farmasi menempatkan leafet/brosur-brosur di
tempat yang mudah dijangkau.
2) PIO untuk pasien
Dilakukan ketika pasien bertanya mengenai obat dan pengobatan
a. Pasien bertanya mengenai obat dan pengobatan dicounter pelayanan
obat (diluar saat menyerahkan obat) atau melalui telepon.
b. Apoteker memberikan jawaban atas pertanyaan pasien dengan jelas,
dan mudah dimengerti.
c. Apoteker mencatat pada lembar PIO :
 Identitas penanya, alamat, nomor telepon
 Pertanyaan
 Tanggal pertanyaan
 Jawaban beserta sumber yang dijadikan acuan
3) PIO untuk tenaga kesehatan lain
a. Apoteker menerima pertanyaan mengenai obat an pengobatan dari
tenaga kesehatan lain melalui telepon,lisan, maupun email
b. Apoteker mencatat pada lembar PIO :
 Tanggal pertanyaan
 Identitas penanya, nomor telepon
 Pertanyaan
c. Apoteker meminta waktu untuk mencari jawaban (tentukan durasi,misal
10 menit,30 menit)
d. Apoteker mencari jawaban berdasar sumber yang dapat dipercaya
e. Apoteker menghubungi penanya dan memberikan jawaban, tepat
waktu
f. Apoteker mendokumentasikan penanya dan memberikan jawaban,
tepat waktu
35
g. Apoteker mendokumentasikan jawaban beserta sumbernya dilembar
PIO
7. KONSELING
Konseling apoteker merupakan suatu proses sistematik untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan
penggunaan obat. Konseling bertujuan memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama
obat,tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara penggunaan obat, lama
penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisita,cara
penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.
Tahap-tahap konseling yang dilakukan :
1) Apoteker memperkenalkan diri kepada pasien
2) Menghilangkan penghalang yang ada dalam komunikasi antara apoteker
dengan penderita (misalnya memberikan konseling di ruang tertutup,
menjelaskan dengan suara yang jelas).
3) Mengajukan pertanyaan apakah dokter sudah menjelaskan:
a) Indikasi pemberian obat
b) Aturan pakai obat tertentu
c) Efek dari penggunaan obat
4) Melakukan identifikasi informasi yang dibutuhkan pasien
5) Memberikan informasi kepada pasien / edukasi
6) Meminta umpan balik dari pasien untuk mengecek pemahaman pasien
dengan meminta paien untuk mengulang informasi yang sudah diberikan,
mengidentifikasi dan menyelesaikan m
7) asalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat, untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
8) Apoteker mengisi lembar konseling untuk mendokumentasikan konseling
yang telah dilakukan.
Kriteria pemilihan pasien untuk diberikan konseling obat, yaitu:
1) Pasien yang pertama kali mendapatkan obat dengan alat khusus
2) Pasien yang baru masuk rawat inap
3) Pasien pulang.

36
BAB V
LOGISTIK
A. Pengertian
1. Logistik farmasi meliputi sediaan farmasi /perbekalan farmasi yang terdiri atas
obat (bahan obat), alat kesehatan habis pakai, regensia, bahan kimia dan gas
medis.
2. Logistik umum meliputi lembar resep dan alat tulis kantor

B. Tujuan
Tujuan Logistik yaitu:
Agar kebutuhan obat, bahan-bahan habis pakai/reagen yang dibutuhkan
untuk pelayanan kefarmasian, laboratorium, dan radiologi dapat tersedia dengan
cepat, efektif, efisien an profesional sehingga meningkatkan mutu pelayanan.

C. Macam / Jenis
1. Obat ( Bahan Obat)
Obat adalah bahan atau panduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia.
Adapun obat-obat yang tersedia di Instalasi Farmasi RSKJ Soeprapto
Provinsi Bengkulu antara lain yaitu:
a. Anti psikotik
b. Anti depresan
c. Anti anxietas
d. Anti Parkinson
e. Anti epilepsy
f. Antibiotik
g. Analgetik antiinflamasi
h. Antijamur
i. Obat topical
j. Cairan parenteral
k. Vitamin
l. Dll.
2. Bahan medis habis pakai
Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

37
3. Regensia
Regensia adalahlarutan zat dalam komposisi dan konsentrasi tertentu
yang digunakan untuk mengenali zat lain yang belum diketahui sehingga
diketahui isi zat lain tersebut.
4. Gas Medis
Gas medis yang digunakan di rumah sakit adalah elemen pendukung
kehidupan yang berpengaruh langsung dalam mempertahankan hidup pasien.
Oleh karena itu, pada bagian dimana gas medis digunakan, gas tersebut
harus bersih, memiliki kemurnian tinggi dan tersedia dengan tekanan yang
stabil.
5. Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

38
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien (Patient Safety) secara sederhana didefinisikan
sebagai suatu upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien.
Walaupun mempunyai definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya untuk
menjamin keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan
banyak hambatan.
B. Tujuan
1. Menjamin keselamatan pasien terhadap obat yang diterima
2. Meningkatkan manfaat terapi dari obat yang diperoleh pasien
C. Tatalaksana keselamatan pasien
1. Penyimpanan obat
a. Untuk obat-obat yang termasuk dalam LASA, pada rak obat diberi
stiker Look Alike Sound Alike
b. Untuk obat-obat yang memiliki beberapa kekuatan dosis atau
tambahan pada komposisinya ma pada rak diberi stiker warna dengan
ketentuan:
1) Merah : Obat dosis paling tinggi
2) Hijau : Obat dosis paling rendah
3) Oranye : Dosis tengah tinggi
4) Kuning : Dosis tengah rendah
c. Untuk Obat-obat High Alert, disimpan pada almari khusus kunci
2. Penyimpanan obat golongan psikotropika yang sering disalahgunakan:
Obat-obat golongan psikotropika yang sering disalahgunakan peroral
digolongkan dalam 1 kelompok untuk menghindari terjadinya kesalahan
3. Penyimpanan dan Pemenuhan Permintaan Narkotika (diatur dalam
Prosedur Tetap Penyimpanan dan Pemenuhan Permintaan Narkotika)
a. Penanggungjawab narkotika adalah Kepala Instalasi Farmasi yang
dalam pelaksanaan sehari-hari dikuasakan kepada koordinator unit
pengelolaan dan pelayanan farmasi (rawat inap dan rawat jalan) dan
Kepala Instalasi Gawat Darurat (untuk IGD)
b. Obat golongan narkotika hanya boleh disimpan di Instalasi Farmasi
Rawat Jalan, Instalasi Farmasi rawat Inap, IGD. Syarat tempat
penyimpanan narkotika di Instalasi Farmasi sesuai peraturan
perundang-undangan RI (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
28/MENKES/Per/I/1978 tentang penyimpanan Narkotika):
1) Instalasi Farmasi harus mempunyai tempat khusus untuk
menyimpan narkotika

39
2) Tempat khusus (a) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lainnya yang kuat
b) Harus mempunyai kunci yang kuat
c) Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan: bagian
pertama dipergunakan untuk menyimpan narkotika, petidina,
garam-garamnya serta persediaan narkotika, bagian kedua
dipergunakan untuk menyimpan narkotik lainnya yang dipakai
sehari-hari
d) Apabila tempat khusus tersebut beerukuran kurang dari 40 x 80
x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau
lantai
4. Double checkdilakukan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan. Setelah obat
disiapkan oleh petugas peracikan selanjutnya dicek oleh petugas
verifikasi/penyerahan.

40
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja di Instalasi Farmasi RSKJ Soeprapto diatur dengan


Prosedur Tetap Penanganan Kontaminasi bahan obat berbahaya dan mudah
terbakar. Bahan obat berbahaya (untuk pemakaian luar) yang tersedia di
Instalasi Farmasi, yaitu Hydrogen Peroxidum (H2O2), Kalium Permanganas dan
Formalin. Bahan Obat mudah terbakar yang tersedia di Istalasi Farmasi, yaitu
alkohol. Penanganan kontaminasi bahan obat berbahaya dan mudah terbakar
adalah tata cara mengatasi apabila karyawan/benda di instalasi Farmasi terkena
bahan obat seperti dimaksud diatas.
Tahap-tahap yang dilakukan untuk penanganan kontaminasi bahan obat
berbahaya dan muah terbakar:
1. Jika bahan obat diatas tumpah ke lantai
a. Petugas kebersihan mengambil alat pel, dan basahi alat pel tersebut
dengan air.
b. Setelah itu pakai handschoen dan bersihkan tempat tumpahan itu dengan
alat tersebut.
2. Jika bahan obat dimaksud terkena karyawan
a. Segera bersihkan atau guyur ditempat yang terkena kontaminasi
b. Siram dengan air yang mengalir bagian yang terkena kontaminasi tersebut
hingga benar-benar hilang dan bersih
c. Apabila tidak teratasi, karyawan yang terkena kontaminasi bahan obat
berbahaya dan mudah terbakar dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD)
untuk ditangani lebih lanjut
3. Jika terjadi kebakaran
a. Petugas secepatnya mengambil tabung pemadam
b. Gunakan tabung pemadam terdekat untuk memadamkan bahan yang
terbakar
c. Bahan-bahan yang ada disekitar lokasi kebakaran segera diamankan dan
dijauhkan dari api, terutama bahan yang mudah terbakar
d. Laporkan pada petugas keamanan Rumah Sakit

41
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pelayanan Farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian


yang bermutu, melalui cara pelayanan farmasi rumah sakit yang baik
1. Pelayanan farmasi dilibatkan dalam program pengendalian mutu pelayanan
rumah sakit
2. Mutu pelayanan farmasi harus dievaluasi secara periodik terhadap konsep,
kebutuhan, proses, dan hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan
mutu pelayanan
3. Apoteker dilibatkan dalam merencanakan program pengendalian mutu
Kegiatan pengendalian mutu mencakup hal-hal berikut:
a. Penetapan sasaran mutu berupa:
1) Kejadian keterlambatan pelaporan psikotropik
Target : 0 kejadian tahun
2) Kejadian kekosongan obat emergency
Target : 0 kejadian tiap bulan
3) Angka peresepan obat psikotik lebih dari dua
Target : 10% tiap bulan
4) Kejadian madication error dirawat inap
Target : 0 kejadian tiap bulan
5) Kejadian kesalahan membaca resep
Merupakan rasio jumlah resep yang dilayani dikurangi jumlah kejadian
kesalahan membaca resep dibandingkan dengan jumlah resep yang
dilayani.
Target : 0 kejadian setiap bulan
6) Angka keterlambatan ressep non racikan rawat jalan < 30 menit
Merupakan rasio jumlah R/ obat non racikan rawat jalan yang dilayani <
30 menit dengan jumlah seluruh R/ obat non racikan rawat jalan yang
dilayani.
Target : 20% setiap bulan
7) Angka keterlambatan resep racikan rawat jalan < 60 menit
Merupakan rasio jumlah R/ obat racikan rawat jalan yang dilayani < 60
menit dengan jumlah seluruh R/ obat racikan rawat jalan yang dilayani.
Target : 20% setiap bulan
8) Angka keterlambatan pelayanan obat cito/yang ditunggu perawat di
rawat inap < 30 menit

42
Merupakan rasio jumlah lembar resep obat cito/ yang ditunggu perawat
yang dilayani dengan jumlah seluruh lembar resep rawat inap yang
dilayani.
Target : 20% setiap bulan
9) Angka Penulisan resep obat yang tidak sesuai Formularium Rumah
Sakit oleh dokter. Merupakan ketaatan dokter dalam menulis resep
sesai FormulariumRumah Sakit untuk menjamin ketersediaan obat
untuk pelayanan pasien.
Target : 80% setiap bulan
10) Angka Penulisan Resep obat maksimal 7 macam obat
Merupakan ketaatan dokteruntuk mencegah terjadinya poli farmasi
Target : 80% setiap bulan
b. Pengumpulan semua informasi yang penting yang berhubungan dengan
pelayanan farmasi
c. Penilaian secara berkala untuk menentukan masalah-masalah pelayanan
dan berupaya untuk memperbaiki. Penilaian pencapaian sasaran mutu
setiap bulan. Bila sasaran mutu tidak tercapai, dicari titik masalahnya.
d. Bila titik masalah pencapaian sasaran mutu telah ditentukan, dilakukan
tindakan untuk memperbaiki sehingga sasaran mutu berikutnya dapat
tercapai.
e. Evaluasi yang dilakukan:
a. Evaluasi tindakan perbaikan untuk mencapai sasaran mutu, apakah
dapat diterapkan dalam program jangka panjang atau tidak
b. Evaluasi pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan penggunaan
obat dan alat kesehatan yang telah dilakukan, setahun sekali
f. Hasil tindakan perbaikan serta evaluasi yang telah dilakukan
disosialisasikan kepada seluruh staf secara teratur

43
BAB IX
PENUTUP

Demikian pedoman pelaksanaan pelayanan farmasiklinik yang dapat


dipergunakan sebagai acuan bagi setiap staf Instalasi Farmasi dalam melaksanakan
tugasnya. Dalam pelaksanaanya banyak kendala yang dihadapi antara lain
kemampuan tenaga farmasi dirumah sakit, SDM farmasi rumah sakit, kebijakan
manajemen rumah sakit dan terbatasnya lintas sektor terkait tentang pelayanan
farmasi rumah sakit.
Untuk keberhasilan pelaksanaan pedoman pelayanan farmasi klinik di rumah
sakit perlu kerjasama yang baik dengan pihak-pihak terkait.

Ditetapkan di Bengkulu
Pada tanggal Januari 2022
Direktur RSKJ Soeprapto Bengkulu

dr. Herry Permana


Nip. 19740124 200803 1 001

44

Anda mungkin juga menyukai