Anda di halaman 1dari 12

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS PAKIS
Jl. Raya Pakiskembar Nomor 70Telp. 0341-791549
e-mail: uptpuskesmaspakis@gmail.com
PAKIS-65154

KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS PAKIS


NOMOR : 440/92/KEP/35.07.103.134/2023

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN UPT PUSKESMAS PAKIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA UPT PUSKESMAS PAKIS,

Menimbang : a. bahwa untuk menunjang pelayanan klinis di UPT


Puskesmas Pakis diperlukan adanya pelayanan
kefarmasian yang baik;
b. bahwa pelayanan kefarmasian di Puskesmas
dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pasien;
c. bahwa pelayanan kefarmasian di Puskesmas perlu
memperhatikan mutu dan keselamatan pasien;
d. bahwa untuk menjamin pelayanan kefarmasian yang
dilaksanakan sesuai kebutuhan pasien, dan
memperhatikan keselamatan pasien, maka perlu
disusun kebijakan pelayanan kefarmasian di UPT
Puskesmas Pakis.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun


1997 tentang Psikotropika;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan;
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK. 02.02./Menkes/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemerintah;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 03 Tahun 2015 tentang Penggolongan
Narkotika;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2015 tentang Standar Kompetensi
Manajerial Jabatan Fungsional Apoteker;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 03 Tahun 2017 tentang Perubahan
Penggolongan Psikotropika;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK 02.02/Menkes/427/2015 tentang Gema
Cermat;
16. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK 01.07/Menkes/6485/2021 tentang
Formularium Nasional.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS PAKIS TENTANG


KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN UPT PUSKESMAS
PAKIS.

KESATU : Pelayanan kefarmasian di UPT Puskesmas Pakis secara


terurai tercantum sebagaimana dalam lampiran dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
keputusan ini.
KEDUA : Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP), pelayanan
farmasi klinis dan pelayanan kefarmasian kepada
masyarakat melalui gema cermat serta segala yang
mendukung pelayanan termasuk standar ketenagaan,
fasilitas, keselamatan pasien, keselamatan kerja dan mutu.
KETIGA : Pada saat surat keputusan ini mulai berlaku, Surat
Keputusan Kepala UPT Puskesmas Pakis Nomor
440/55/KEP/35.07.103.134/2022 tentang Kebijakan
pelayanan kefarmasian UPT Puskesmas Pakis, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
KEEMPAT : Keputusan Kepala UPT Puskesmas Pakis ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Pakis
Pada tanggal : 2 Januari 2023

KEPALA UPT PUSKESMAS PAKIS,

WIWIT WIJAYATI
LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS
PAKIS
NOMOR : 440/92/35.07.103.134/2023
TANGGAL : 2 JANUARI 2023
TENTANG : KEBIJAKAN PELAYANAN
KEFARMASIAN UPT PUSKESMAS
PAKIS

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN

A. KEBIJAKAN TENTANG STANDAR KETENAGAAN


1. Tenaga kefarmasian meliputi :
• Apoteker sebagai koordinator pelayanan kefarmasian, yaitu Ega
Kurniasari, S. Farm, Apt.
• Tenaga teknis kefarmasian (TTK), yaitu Yulias Sudarsih, A.Md.Farm.
dan Diah Susilaningtyas, A.Md.Farm.
2. Tenaga kefarmasian memiliki surat tanda registrasi, surat ijin praktek,
standar kompetensi profesi dan SK penempatan yang ditetapkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas.
3. Apoteker koordinator pelayanan kefarmasian memiliki uraian tugas
sebagai berikut :
• Membuat kerangka acuan dalam rangka Penyiapan Rencana
Kegiatan Kefarmasian (KAK)
• Menelaah atau mengkaji data-data dalam rangka Penyiapan Rencana
Kegiatan Kefarmasian
• Membuat rencana kegiatan dalam rangka Penyiapan Rencana
Kegiatan Kefarmasian (RUK)
• Mengklarifikasi perbekalan farmasi dalam rangka Pemilihan
Perbekalan Farmasi
• Mengolah data dalam rangka Perencanaan Perbekalan Farmasi
• Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka Penerimaan Perbekalan
Farmasi
• Menyusun perbekalan farmasi dalam rangka Penyimpanan
Perbekalan Farmasi
• Merekapitulasi daftar usulan perbekalan farmasi dalam rangka
Penghapusan Perbekalan Farmasi
• Mengkaji permintaan perbekalan farmasi dalam rangka
Pendistribusian Perbekalan Farmasi
• Mengkaji resep dalam rangka Dispensing
• Meracik obat resep individual dalam rangka Dispensing
• Visite ke ruang rawat inap
• Pelayanan Informasi Obat (PIO)
• Konseling Obat
• Konsultasi dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya
• Mendokumentasikan dalam rangka Pemantauan Penggunaan Obat
• Penyusunan laporan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi
• Mengumpulkan dan menganalisa data dalam rangka Evaluasi
Penggunaan Obat
• Mendokumentasikan hasil evaluasi dalam rangka rangka Evaluasi
Penggunaan Obat
• Mengklarifikasi laporan efek samping obat dalam rangka Monitoring
Efek Samping Obat (MESO)
• Melakukan kegiatan farmasi klinik
4. Tenaga Teknis Kefarmasian memiliki uraian tugas sebagai berikut:
• Memilah-milah, mengelompokkan dan mengompilasi data-data
dalam rangka Penyiapan Rencana Kegiatan Kefarmasian
• Merekapitulasi data-data dalam rangka Pemilihan Perbekalan
Farmasi
• Merekapitulasi data-data dalam rangka Perencanaan Perbekalan
Farmasi
• Menyiapkan daftar usulan perbekalan farmasi yang merupakan
program pemerintah dalam rangka Pengadaan Perbekalan Farmasi
Melalui Jalur Non Pembelian
• Menyiapkan obat dan membuat etiket dalam rangka Dispensing
Resep Individual
• Mengumpulkan bahan atau data dari berbagai sumber acuan dalam
rangka penyiapan rencana kegiatan kefarmasian
• Mengumpulkan data-data dalam rangka Perencanaan Perbekalan
Farmasi
• Menerima dan menyeleksi persyaratan administrasi resep
• Menerima dan memeriksa perbekalan farmasi
• Menyimpan perbekalan farmasi
• Mendistribusikan perbekalan farmasi
• Mengumpulkan data dan membuat daftar usulan penghapusan
5. Setiap tenaga kefarmasian berhak mendapatkan untuk melakukan
Continuing Profesional Development (CPD) berupa pelatihan, seminar dan
workshop sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian
6. Tenaga kefarmasian wajib hadir dan melakukan pelayanan kefarmasian
di Ruang Farmasi pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Sabtu mulai
jam 07.45 hingga jam 13.00, hari Jum’at mulai jam 07.45 hingga jam
12.00.

B. KEBIJAKAN TENTANG STANDAR FASILITAS


1. Sarana dan Prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
kefarmasian di Puskesmas meliputi :
• Ruang Penerimaan Resep
• Ruang pelayanan resep dan peracikan
• Ruang penyerahan obat
• Ruang penyimpanan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban,
ventilasi, pemisahan sediaan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas.
• Ruang Konseling Obat yang dapat menjamin privasi pasien
• Ruang arsip
2. Ruang dalam hal ini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’
secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila
memungkinkan, setiap fungsi tersebut disediakan ruangan secara
tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi,
namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.

C. KEBIJAKAN TENTANG STANDAR PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN


BAHAN MEDIS HABIS PAKAI (BMHP)
1. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai meliputi
perencanaan; permintaan, penerimaan; penyimpanan; pendistribusian;
pengendalian; pencatatan, pelaporan dan pengarsipan; serta
pemantauan dan evaluasi.
2. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai diatur dalam
pedoman pelayanan, panduan, prosedur yang berlaku agar dapat
menjamin mutu, keaslian, keamanan dan khasiat obat yang disediakan.
3. Perencanaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dilakukan
sekali dalam setahun menggunakan form Rencana Kebutuhan Obat
(RKO) sesuai dengan data penggunaan obat pada LPLPO (Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) Puskesmas.
4. Perencanaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai mengacu
pada Daftar Obat Esential Nasional (DOEN), Formularium Nasional,
Formularium Kabupaten dan Formularium Puskesmas.
5. Permintaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai diajukan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah
setempat.
6. Pengadaan mandiri dilakukan bila sediaan famasi dan bahan medis
habis pakai belum dapat dipenuhi permintaan Dinas Kesehatan.
7. Prosedur pengadaan mandiri mengacu pada Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2021, tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dan peraturan LKPP (Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah) yang berlaku.
8. Penerimaan dilakukan sesuai dengan panduan dan prosedur yang
berlaku.
9. Penyimpanan dilakukan sesuai dengan panduan dan prosedur yang
berlaku dengan memperhatikan prosedur keselamatan pasien
10. Penyimpanan sediaan farmasi atau obat dengan perhatian khusus, yaitu
golongan obat waspada tinggi (High Alert) dan golongan LASA/NORUM
(Look Alike Sound Alike/Nama Obat Rupa Mirip) diberikan penanda
khusus untuk membedakan dengan obat-obat lain serta disimpan di
lokasi yang terpisah (terlokalisir) dari obat golongan lain.
11. Setiap kemasan obat waspada tinggi ditempel stiker penanda “High Alert”
yang berwarna merah. Obat LASA tidak diletakkan berdekatan,
pemberian label nama obat LASA harus mengikuti kaidah tallman letters
dan kemasan obat LASA ditempel stiker penanda “LASA” yang berwarna
hijau. Penempelan stiker penanda “High Alert” atau “LASA” dilakukan
wadah penyimpanannya dan/atau kemasan primer sediaan farmasi.
12. Puskesmas menetapkan jenis obat “High Alert” dan “LASA” yang terdapat
di lingkup pelayanan puskesmas dan mensosialisasikan daftar obat
tersebut ke unit pelayanan dan jaringan puskesmas agar dapat menjadi
perhatian bagi semua petugas.
13. Penataan sediaan farmasi dengan sistem FEFO dan FIFO. FEFO atau
First Expired First Out merupakan sistem penataan dengan metode
mengatur barang yang tanggal kedaluwarsanya lebih cepat diletakkan di
depan supaya digunakan terlebih dahulu, sedangkan FIFO atau First In
First Out adalah mengeluarkan barang yang lebih dahulu datangnya dari
Gudang Obat.
14. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika diletakkan pada lemari
khusus dengan 2 pintu yang terkunci dan pemegang kunci lemari tempat
penyimpanan obat narkotika dan psikotropika adalah 2 orang yang
berbeda yaitu Apoteker dan TTK.
15. Proses pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
diatur sesuai dengan pedoman pelayanan dan prosedur yang berlaku.
16. Proses pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
dilakukan secara individual prescribing, floorstock (persediaan di unit)
dan kombinasi individual prescribing-Unit Dose Dispensing (UDD atau
Dosis Sekali Minum).
17. Distribusi secara individual prescribing dilakukan pada pasien rawat
jalan, dimana pelayanan obat dilakukan sesuai resep yang masuk ke
ruang farmasi. Distribusi floorstock dilakukan di puskemas pembantu
(pustu), polindes, ponkesdes, dan unit pelayanan lain yang ada di
puskesmas induk (seperti UGD, rawat inap dan kamar bersalin). Sistem
distribusi kombinasi individual prescribing-UDD dilakukan untuk pasien
rawat inap, dimana obat pasien akan disiapkan dan didistribusikan
untuk kebutuhan satu (1) kali minum dalam satu hari berdasarkan
resep yang masuk ke ruang farmasi, kemudian disiapkan obat untuk
diminum selama di rumah selama minimal 3 hari.
18. Yang berhak menulis resep adalah dokter umum dan dokter gigi. Apabila
dokter umum/dokter gigi tidak dapat menjalankan tugasnya di bidang
pengobatan karena sesuatu hal (misal: menghadiri rapat), maka tugas
pengobatan dan pemberian resep didelegasikan kepada petugas
pelayanan kesehatan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
tentang farmasi, yaitu perawat/perawat gigi/bidan yang bertugas pada
hari itu dilengkapi dengan surat pendelegasian tugas. Pelaksanaan
pendelegasian tugas ini dilakukan sesuai batas kewenangan (UU RI No.
38 Tahun 2014 pasal 30 poin j obat bebas dan bebas terbatas).
19. Permintaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai oleh tenaga
kesehatan lain (bukan dokter/dokter gigi) dilakukan menggunakan form
khusus.
20. Distribusi obat khusus meliputi distribusi obat golongan narkotika
psikotropika dan penyediaan kit emergensi.
21. Peresepan obat narkotika dan psikotropika hanya boleh dilakukan oleh
dokter umum dan dokter gigi.
22. Obat-obat emergensi bertujuan untuk mengatasi jika terjadi
kedaruratan dalam pelayanan kesehatan.
23. Obat emergensi didistribusikan secara floor stock, disimpan dalam
bentuk kotak emergensi dan disediakan di ruang gawat darurat, ruang
bersalin, poli gigi, ruang imunisasi, ruang KB, rawat inap, puskesmas
pembantu (Pustu) dan ambulan.
24. Obat-obat emergensi ditempatkan di tempat yang mudah dijangkau,
diinventarisir setiap hari, dipantau penggunaannya, segera diganti jika
digunakan dan disegel untuk menjaga keamanannya. Penggantian juga
dilakukan saat obat dan alat kesehatan rusak dan kedaluwarsa.
25. Pengendalian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai terdiri dari:
• Pengendalian persediaan;
• Pengendalian penggunaan; dan
• Penanganan Obat hilang, rusak dan kadaluwarsa.
26. Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan
dalam rangka penatalaksanaan dokumentasi pelayanan sediaan farmasi
dan bahan medis habis pakai secara tertib pada saat penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian dan penggunaannya di unit pelayanan
Puskesmas dan jaringannya.
27. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai dilakukan secara periodik sesuai prosedur

D. KEBIJAKAN TENTANG STANDAR PELAYANAN FARMASI KLINIK


1. Pelayanan farmasi klinis merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
2. Pelayanan farmasi klinis dilakukan oleh Apoteker dan penyiapan teknis
kegiatan dibantu oleh TTK dan atau tenaga teknis yang lain.
3. Pelayanan farmasi klinis meliputi :
• Pengkajian Resep, Penyerahan Obat dan Pemberian Informasi Obat
• Pelayanan Informasi Obat (PIO)
• Konseling
• Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
• Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
• Pemantauan Terapi Obat (PTO)
• Evaluasi Penggunaan Obat
• Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat dan Rekonsiliasi
• Pharmacy Home Care
4. Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan.
5. Kegiatan Penyerahan (dispensing) dan Pemberian Informasi Obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
menyiapkan/meracik obat sesuai resep, memberikan label/etiket,
menyerahkan sediaan farmasi dengan memberikan informasi yang
memadai disertai pendokumentasian.
6. Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat,
jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien.
7. Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien dan keluarganya, yang berkaitan dengan
penggunaan obat pada kondisi rawat inap maupun rawat jalan dengan
kriteria pasien:
• Pasien rujukan dokter
• Pasien dengan penyakit kronis
• Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli
farmasi
• Pasien geriatrik
• Pasien pediatrik
• Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas
8. Visite Pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya
terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
9. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO) merupakan
kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis. Pelaporan efek samping obat dapat
dilakukan secara on-line melalui e-MESO BPOM.
10. Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses yang memastikan
bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
11. Evaluasi Penggunaan Obat merupakan kegiatan untuk mengevaluasi
penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk
menjamin obat digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau
(rasional).
12. Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau sediaan farmasi
lain yang pernah dan sedang digunakan. Riwayat pengobatan dapat
diperoleh dari wawancara atau data rekam medik atau pencatatan
penggunaan obat pasien.
13. Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error)
seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
obat.
14. Pelayanan kefarmasian di rumah (Home Care) dilakukan terutama untuk
pasien yang tidak atau belum dapat menggunakan obat dan atau alat
kesehatan secara mandiri.
15. Evaluasi kesesuaian peresepan dan ketersediaan obat dengan
Formularium adalah serangkaian proses untuk menghitung prosentase
kesesuaian resep dengan formularium dan ketersediaan obat dengan
formularium sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk
mengetahui kesesuai peresepan obat yang ada di instalasi farmasi dan
untuk mengetahui ketersediaan obat dengan kebutuhan obat.
E. KEBIJAKAN TENTANG STANDAR KESELAMATAN PASIEN PADA
PELAYANAN KEFARMASIAN
1. Koordinator pelayanan farmasi menjamin sediaan farmasi yang tersedia
dan digunakan di puskesmas dan jaringannya digunakan adalah
sediaan yang dipilih berdasarkan formularium puskesmas dan telah
mendapatkan ijin edar resmi dari BPOM.
2. Koordinator pelayanan farmasi menjamin bahwa alat kesehatan dan
BMHP yang tersedia dan digunakan di puskesmas dan jaringannya
berasal dari sumber yang resmi (GFK atau penyedia lain) yang telah
memiliki ijin edar dari Kementerian kesehatan.
3. Pimpinan atau managemen puskesmas mendukung penyediaan gudang
atau ruang penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP sesuai standar
guna menjamin kualitas produk.
4. Pada saat penerimaan sediaan farmasi dan BMHP, petugas farmasi
harus memperhatikan stabilitas kondisi penyimpanan produk, waktu
kedaluarsa dan melengkapi penyimpanan produk B3 dengan MSDS
(Material Safaty Data Sheet).
5. Petugas farmasi menyimpan sediaan farmasi dan BMHP sesuai prosedur
yang berlaku.
6. Koordinator pelayanan farmasi membuat daftar obat High Alert dan LASA
yang terdapat di lingkup UPT Puskesmas Pakis dan jaringannya. Daftar
obat tersebut ditetapkan oleh pimpinan UPT Puskesmas Pakis dan
disosialisasikan agar menjadi kewaspadaan bersama.
7. Koordinator pelayanan farmasi membuat SOP pengelolaan obat khusus,
yaitu kelompok obat High Alert, LASA, dan narkotika-psikotropika.
8. Untuk meminimalkan kesalahan pengambilan obat, obat LASA disimpan
tidak berdekatan, diberi label LASA, dan dilakukan double check saat
penyiapan.
9. Obat Waspada Tinggi (OWATI) atau High Alert, disimpan terlokalisasi
dan diberi label High Alert.
10. Elektrolit konsentrat tidak disimpan di ruang perawatan kecuali di
kamar bersalin dan UGD.
11. Resep yang masuk ke ruang farmasi dilakukan telaah resep dan telaah
obat sesuai SOP pelayanan resep yang berlaku.
12. Rekonsiliasi obat dilakukan sebagai bagian dari kajian awal kefarmasian
guna mencegah terjadinya masalah terkait obat.
13. Pastikan akurasi pemberian obat (Identifikasi pasien) dengan melakukan
double check meliputi :
• Benar pasien
• Benar obat
• Benar dosis
• Benar waktu
• Benar cara pemberian.
14. Penyerahan obat wajib dilakukan sesuai SOP yang berlaku oleh petugas
yang berwenang.
15. Memberikan informasi saat penyerahan obat pada pasien, meliputi nama
obat, indikasi, cara pemakaian, efek samping serta apa yang harus
dilakukan apabila terlupa minum obat, dan cara menyimpan obat di
rumah.
16. Obat dan alat kesehatan yang rusak, kedaluarsa (expired), substandar,
atau ditarik ijin edarnya di lokalisir, diinventaris, dilaporkan dan
dikembalikan ke Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK).
17. Petugas farmasi wajib patuh pada SOP dalam melakukan setiap kegiatan
pelayanan farmasi, termasuk penggunaan APD dan hand higiene atau
cuci tangan.
18. Budaya patuh mencuci tangan sesuai prosedur sebelum melakukan
tindakan aseptik, seperti meracik obat.
19. Menggunakan alat pelindung diri (APD) saat melakukan pelayanan.
20. Menyediakan Kit Emergency di unit pelayanan yang melakukan tindakan
untuk mengantisipasi KTD syok anafilatik.
21. Menyediakan lampu emergensi di ruang pelayanan bila terjadi
pemadaman listrik dan tidak tersedia sumber listrik alternatif (getset).

F. KEBIJAKAN TENTANG STANDAR KESELAMATAN KERJA PADA


PELAYANAN KEFARMASIAN
1. Petugas yang melakukan pelayanan harus menggunakan APD (masker).
2. Dilakukan skrining kesehatan minimal satu tahun sekali pada petugas.
3. Bahan kimia yang mudah terbakar dan meledak disimpan terpisah dan
diberi tanda khusus serta disertai dengan MSDS produk.
4. Melakukan penataan atau penyusunan produk sediaan farmasi dan
BMHP di ruang penyimpanan atau gudang secara efektif-efisien guna
meminimalkan cidera, produk besar dan berat diletakkan di bagian
bawah serta memperhatikan tumpukan maksimal dari setiap produk
dan kekuatan lemari atau rak penyimpanan.
5. Menghindari tumpukan kardus dalam ruang penyimpanan sediaan
farmasi dan BMHP.
6. Menyediakan tangga untuk menjangkau tempat penyimpanan yang
tinggi dan berisiko menyebabkan jatuh.
7. Menyediakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di dekat ruang farmasi
dan gudang.
8. Melakukan hand hygiene setelah melakukan tindakan aseptic.
9. Membersihkan ruang kerja setiap hari.
10. Menyediakan spilkit tumpahan di ruang penyimpanan/ gudang dan
ruang pelayanan.
11. Menyediakan lampu emergensi di ruang pelayanan bila terjadi
pemadaman listrik dan tidak tersedia sumber listrik alternatif (getset).

G. KEBIJAKAN TENTANG STANDAR PENGENDALIAN MUTU PADA


PELAYANAN KEFARMASIAN
1. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian dipantau oleh Tim Mutu UPT
Puskesmas Pakis, melalui monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
secara berkala.
H. KEBIJAKAN TENTANG STANDAR PELAYANAN FARMASI MASYARAKAT
(GEMA CERMAT)
1. Pelayanan informasi obat (PIO) juga dilakukan kepada masyarakat
umum dan kader kesehatan melalui penyuluhan dalam program GEMA
CERMAT (gerakan masyarakat cerdas menggunakan obat).
2. Indikator pencapaian GEMA CERMAT meliputi jumlah desa,
masyarakat, dan kader aktif yang sudah tersosialisasi GEMA CERMAT.

KEPALA UPT PUSKESMAS PAKIS,

WIWIT WIJAYATI

Anda mungkin juga menyukai