Anda di halaman 1dari 6

PEMERINTAH KABUPATEN TOLITOLI

DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS BASIDONDO
Jalan Trans Sulawesi Desa Labonu Kec. Basidondo
Kode Pos : 94552 Email: uptpuskesmasbasidondo@gmail.com

KEPUTUSAN KEPALA UPT PUKESMAS BASIDONDO


NOMOR : 47 / SK / I / 2023

TENTANG
PELAYANAN KEFARMASIAN UPT PUSKESMAS BASIDONDO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA UPT PUSKESMAS BASIDONDO,

Menimbang : 1. Bahwa penyediaan obat merupakan langkah awal pengelolaan


di Puskesmas untuk melayani keperluan klaen / pasien dalam
penanganan Kesehatan sehingga perlu diberikan kewenangan
kepada petugas yang berhak unluk menyediakan obat dengan
mengetahui persyaratan penyimpanan obat sehingga tidak
terjadi pemberian obat kadaluarsa;
2. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian yang berorientasi kepada pasien maka
pelayanan selama hari kerja harus di atur tentang peresepan,
pemesanan dan pengelolaan obat yang meliputi
persyaratan petugas yang berhak memberikan resep
dan meresepkan obat Narkotika dan Psikotropika ,
penyediaan obat emergensi di unit kerja pencatatan dan
pelaporan ESO dan KTP, penanganan dan pelaporan obat
kadaluarsa serta ketentuan tentang penggunaan obat yang
dibawa sendiri oleh pasien
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b
menetapkan Keputusan Kepala Puskesmas tentang
Penyediaan Obat yang Menjamin ketersediaan Obat di UPT
Puskesmas Basidondo.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga
Kesehatan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem
Informasi Kesehatan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang kewajiban menggunakan
obat generic di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Ijin Praktek dan Ijin
Kerja Tenaga Kefarmasian;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2017 tentang Perubahan Penggolongan Obat Psikotropika;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNNomor
HK.01.07/Menkes/107/2017 tentang Komite Nasional Penyusunan
Formularium Nasional;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/395/2017 tentang Daftar Obat Keadaan Darurat
Medis;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07Menkes/4799/2021 tentang Daftar Obat Keadaan
Darurat Medis;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/6485/2021 tentang Formularium Nasional.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS BASIDONDO


TENTANG PELAYANAN KEFARMASIAN DI UPT PUSKESMAS
BASIDONDO.
Kesatu : Kebijakan pelayanan kefarmasian di Puskesmas adapun kebijakan
dari pelayanan farmasi sebagaimana terlampir dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini;
Kedua : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapannya, maka
akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Labonu,
Pada tanggal : 19 Januari 2023
KEPALA UPT PUSKESMAS BASIDONDO,

I MADE MERTA, A.Md.Kep


LAMPIRAN 1 : KEPALA UPT PUSKESMAS BASIDONDO
NOMOR : 47 / SK / I / 2023
TENTANG : PELAYANAN KEFARMASIAN

PELAYANAN KEFARMASIAN
1. Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas. Oleh karena itu, jenis dan jumlah obat
serta bahan medis habis pakai (BMHP) harus tersedia sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
2. Pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP terdiri atas :
a. Perencanaan kebutuhan;
b. Permintaan;
c. Penerimaan;
d. Penyimpanan;
e. Pendistribusian;
f. Pengendalian;
g. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan; dan
h. Pemantau dan evaluasi pengelolaan.
3. Pelayanan farmasi di Puskesmas terdiri atas :
a. Pengkajian resep dan penyerahan obat;
b. Pemberian informasi obat (PIO);
c. Konseling;
d. Visite pasien;
e. Rekonsiliasi obat;
f. Pemantauan terapi obat (PTO);
g. Evaluasi penggunaan obat.
4. Penarikan obat kadaluarsa (out of date), rusak, atau obat substitusi dari peredaran dikelola
sesuai dengan kebijakan dan prosedur
5. Formularium obat yang merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di
Puskesmas perlulu disusun sebagai acuan dalam pemberian pelayanan kepada pasien
dengan mengacu pada formularium nasional; pemilihan jenis obat dilakukan melalui proses
kolaboratif antar pemberi asuhan dengan mempertimbangkan kebutuhan pasien, keamanan
dan efisiensi.
6. Jika terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman, kurangnya stok nasional atau
sebab lain yang tidak dapat diantisipasi dalam pengendalian inventaris yang nnormal, perlu di
atur suatu proses untuk mengingatkan para dokter / dokter gigi tentang kekurangan obat
tersebut dan saran untuk penggantinya.
7. Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan keamananya. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengelolaan rantai pengadaan obat. Pengelolaan rantai pengadaan obat adalah
suatu rangkaian kegiatan yang meliputi proses perencanaan dan pemilihan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan obat.
8. Peresepan dilakukan oleh tenaga media. Dalam pelayanan resep, petugas farmasi wajib
melakukan pengkajian resep yang meliputi pemenuhhin persyaratan administrative,
persyaratan farmasieutik dan persyaratan klinis sesuai dengan peraturan perundang-
undangan antara lain, (a) ketepatan identitas, pasien, obat dosis, frekuensi, aturan minum /
makan dan waktu pemberian; (b) duplikasi pengobatan; (c) potensi dengan atau sensitivitas;
(d) interaksi antara obat dengan obat atau dengan makanan; (e) variasi kriteria penggunaan;
(f) berat badan pasien dan/ atau informasi fisiologik lainnya; dan (g) kontraindikasi.
9. Dalam pemberian obat, harus juga dilakukan kajian benar yang meliputi ketepatan identitas
pasien, ketepatan obat, ketepatan dosis, ketepatan rute pemberian, dan ketepatan waktu
pemberian.
10. Untuk puskesmas rawat inap, penggunaan onbat oleh pasien / pengobatan sendiri, baik yang
dibawa ke Puskesmas, yang diresepkan, maupun yang dipesan di Puskesmas, diketahui dan
dicatat dalam rekam medis. Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan obat, terutama obat
psikotropika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
11. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila ada
salah satu penggunaan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien.
12. Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas :
a. Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan
kematian, seperti insulin, heparin atau kemotereutik;
b. Obat yang nama, kemasan label, penggunaan klinik tanpa kelihatan sama (look alike), dan
bunyi ucapan sama (soung alike), seperti Xanax dan zantac atau hydralazine atau disebut
juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM).
13. Agar obat layak dikonsumsi oleh pasien, kebersihan dan keamanan terhadap obat yang
tersedia harus dilakukan mulai dari pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan
penyampaian obat kepada pasien serta penatalaksanaan obat kadaluarsa, rusak atau obat
substitusi.
14. Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur dalam penyampaian obat kepada pasien
agar pasien memahami indikasi, dosis, cara penggunaan obat dan efek samping yang
mungkin terjadi.
15. Pasien, dokter, perawat dan petugas kesehatan lainnya yang bekerja sama untuk memantau
pasien yang mendapat obat. Tujuan pemantauan adalah untuk mengevaluasi efek
pengonbatan terhadap gejala pasien atau penyakitnya dan untuk mengevaluasi pasien
terhadap kejadian efek samping obat.
16. Berdasarkan pemantauan, obat, atau jenis obat, bila perlu, dapat disesuaikan dengan
memperhatikan pemberian obat secara rasional. Pemantauan dimaksudkan untuk
mengidentifikasi respon terapieutik yang diantisipasi ataupun reaksi alergi dan interaksi obat
yang tidak diantisipasi serta untuk mencegah risiko bagi pasien. Memantau efek samping obat
dalam hal ini termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap kejadia salah obat
(medication error).
17. Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat terhadap obat gawat darurat (emergensi)
yang tepat adalah sangat penting. Perlu ditetapkan lokasi penyimpanan obat gawat darurat di
tempat pelayanan dan obat gawat darurat yang harus disuplai ke lokasi tersebut.
18. Untuk memastikan akses ke obat gawat darurat bilamana diperlukan, disediakan prosedur
untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian, atau kehilangan terhadap obat yang dimaksud.
Prosedur inimemastikan bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak atau kadaluarsa.
Keseimbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat penyimpanan obat gawat
darurat perlu dipenuhi.

Ditetapkan di : Labonu,
Pada tanggal : 19 Januari 2023
KEPALA UPT PUSKESMAS BASIDONDO,

I MADE MERTA, A.Md.Kep

Anda mungkin juga menyukai