Anda di halaman 1dari 12

INSTALASI FARMASI

1
PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN
RSUD WARU
Jalan Raya Waru Pasean Pamekasan 69353
Tellepon : (0324) 510501, IGD : (0324) 510567
E-mail : rsudwaru.pamekasan@gmail.comE-mail :
rsudwaru.pamekasan@gmail.com

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WARU


NOMOR : 065/1455/432.604/2022

TENTANG

KEBIJAKAN INSTALASI FARMASI

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WARU ,

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu Instalasi


Farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah Waru , perlu
disusun Kebijakan Instalasi Farmasi;
b. bahwa Kebijakan Instalasi Farmasi perlu ditetapkan
dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Waru ;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 05 Tahun


1997 tentang Psikotropika;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika;
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32
tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;
8. Peraturan pemerintahan Republik Indonesia Nomor 72
tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
alat kesehatan;
9. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1045/MENKES/Per/XI/2006 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen
Kesehatan;
2
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam
Medis;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 971/MENKES/PER/XI/2009 tentang Standar
Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11/MENKES/PER/II/2017 tentang
Keselamatan Pasien;
17. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
18. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
KESATU : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
WARU TENTANG KEBIJAKAN INSTALASI FARMASI.

KEDUA : Memberlakukan Kebijakan Instalasi Farmasi sesuai


Lampiran Peraturan ini.

KETIGA : Peraturan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkan


dengan ketentuan bahwa segala sesuatunya akan
disesuaikan sebagaimana mestinya, bila kemudian hari
ternyata terdapat kesalahan dalam peraturan ini.
Ditetapkan di Pamekasan
Pada tanggal 01 Desamber 2022

3
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WARU
NOMOR : 065/1455/432.604/2022
TENTANG :
KEBIJAKAN INSTALASI FARMASI

KEBIJAKAN INSTALASI FARMASI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WARU

A. Pengaturan Dan Manajemen


1. Pengelolaan sediaan farmasi meliputi pemilihan, penerimaan,
penyimpanan, pendisitribusian, pemusnahan-penarikan, dan
pengendalian/pengawasan. Sistem administrasi dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pengadaan sediaan farmasi dilakukan oleh Apoteker bagian pembelian.
3. Apoteker bagian pembelian berkoordinasi dengan Unit Keuangan.
4. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap semua sediaan
farmasi/perbekalan farmasi yang beredar di Rumah Sakit.
5. Sediaan farmasi/perbekalan farmasi terdiri dari obat, bahan obat, alat
kesehatan, medium, reagensia, dan gas medis.
6. Pelayanan farmasi dilaksanakan dengan sistem satu pintu.
7. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker, berijazah sarjana farmasi
yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker, telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker
(STRA) dan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA).
8. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek
hukum dan peraturan farmasi, termasuk administrasi sediaan farmasi
dan pengawasan distribusi.
9. Kepala Instalasi sebagai penanggung jawab dibantu oleh apoteker
pendamping dan tenaga teknis kefarmasian dalam pelaksanaan
pekerjaan kefarmasian.
10. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan
apoteker menganalisa secara kefarmasian.
11. Obat pasien rawat inap dapat dikembalikan jika :
a. Alergi
b. Pasien pulang
12. Pasien meninggal dunia atau hal lain dengan persetujuan dokter.
13. Rumah Sakit Umum Daerah Waru tidak menerima obat untuk uji coba
maupun obat sampel.
14. Rumah Sakit Umum Daerah Waru tidak menerima sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sumbangan/dropping/hibah.
15. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Waru tidak
menyediakan sediaan radioaktif.
16. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Waru tidak membuat
produk repacking dan tidak menyimpan produk sisa pengenceran.
17. Pelayanan klinis kefarmasian di Unit Rawat Inap dilakukan oleh
Apoteker Rawat Inap.

4
18. Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian berwenang mengidentifikasi
dan menelaah obat yang dibawa pasien waktu MRS (Masuk Rumah
Sakit) dan akan KRS (Keluar Rumah Sakit).

B. Pemilihan
1. Pemilihan obat masuk formularium dan penghapusan obat dari
formularium sesuai prosedur yang ditetapkan.
2. Kriteria dan prosedur untuk penambahan atau pengurangan obat dari
formularium ditetapkan oleh Rumah Sakit.
3. Persediaan obat/alat kesehatan di logistik Farmasi ditentukan
maksimum untuk pemakaian satu bulan.
4. Bila obat dalam resep tidak tersedia di Instalasi Farmasi :
a. Petugas farmasi harus menginformasikan kepada dokter penulis
resep
b. Petugas farmasi meminta saran substitusi obat tersebut
c. Petugas farmasi menghubungi distributor obat/alat kesehatan atau
melakukan pembelian di luar Rumah Sakit
5. Pengawasan penggunaan obat di Rumah Sakit dilaksanakan oleh
Komite Farmasi dan Terapi.
6. KFT melakukan monitoring penggunaan obat baru termasuk Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) akibat obat baru yang ditambahkan dalam
formularium.
7. Formularium ditelaah minimal satu kali dalam satu tahun berdasarkan
informasi tentang keamanan dan efektifitasnya. Proses telaah
formularium dilakukan oleh KFT.
8. Prosedur persetujuan dan pengadaan obat yang diperlukan dalam
pelayanan tetapi tidak tersedia ditetapkan oleh Rumah Sakit
9. Rumah Sakit Umum Daerah Waru mendapatkan semua obat atau alat
kesehatan dari pedagang besar farmasi (PBF) yang resmi.

C. Peresepan
1. Resep adalah permintaan obat secara tertulis dari dokter umum atau
dokter spesialis yang wajib ditelaah ketepatannya oleh apoteker.
2. Semua dokter berhak menulis resep sesuai dengan rincian kewenangan
klinis masing-masing dan formularium Rumah Sakit.
3. Permintaan obat dapat dilayani jika ditulis pada lembar resep resmi
Rumah Sakit Umum Daerah Waru .
4. Resep dilayani bila sudah memenuhi persyaratan administrasi, meliputi
:
a. Nomor rekam medik, nama, tanggal lahir, dan berat badan untuk
pasien anak;
b. Nama dan paraf/tanda tangan dokter;
c. Tanggal penulisan resep;
d. Tanda R pada bagian kiri setiap penulisan item resep atau item obat;
e. Nama obat (generik atau paten bila diperlukan), satuan
dosis/kekuatan, rute atau bentuk sediaan, jumlah obat dan signa
obat dituliskan dengan jelas;
f. Penulisan k/p atau prn harus disertai dengan indikasi
penggunaan atau kapan diperlukan, misalnya: prn sakit kepala
atau prn mual;

5
g. Bila ada permintaan obat yang tulisannya mirip dengan obat
lain (lihat daftar obat LASA) beri tanda garis bawah atau huruf
kapital;
h. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep di bagian akhir penulisan
resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
i. Tanda seru atau paraf dokter untuk resep obat yang
mengandung obat dengan jumlah dosis yang melebihi dosis
maksimum;
j. Obat emergensi diberi tanda CITO pada bagian atas resep dan
diparaf. Penggantian obat emergensi diberi keterangan “EMG”.
5. Penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus h a rus dibubuhi
tanda tangan dokter (bukan paraf).
6. Tanda tangan dan paraf dokter dalam penulisan resep sesuai dengan
spesimen tanda tangan dan paraf.
7. Saat dokter spesialis tidak ada, dokter umum boleh menuliskan resep
terapi obat lanjutan bagi pasien dengan jumlah obat tidak lebih dari
terapi satu minggu atau sampai dengan jadwal praktek dokter spesialis
berikutnya.
8. Dokter melakukan prosedur rekonsiliasi obat saat pasien masuk rawat
inap.
9. Tulisan dalam resep harus jelas, legible, dan lengkap. Hindari nama
atau singkatan yang tidak resmi. Resep yang tertulis tidak lengkap dan
tidak sah akan dikembalikan untuk diperbaiki dan tidak akan dilayani
sampai ditulis kembali atau setelah diklarifikasi.
10. Jika dokter menulis obat di luar formularium maka petugas farmasi
akan menghubungi dokter dan menginformasikan bahwa obat tersebut
di luar formularium dan tidak tersedia di Instalasi Farmasi. Petugas
Farmasi akan menginformasikan alternative penggantinya. Jika obat
tidak ada alternatifnya dalam formularium, maka pengadaan obat
tersebut mengikuti prosedur Rumah Sakit.
11. Permintaan obat/instruksi pemberian obat secara lisan dilakukan bila
pasien dalam keadaan membahayakan, sehingga dibutuhkan obat
dalam waktu cepat. Petugas yang menerima instruksi harus mencatat
instruksi obat tersebut dalam rekam medis, meliputi nama dokter yang
memberi instruksi, jam saat instruksi disampaikan, isi instruksi,
menandatangani dan menulis nama penerima pesan. Instruksi lisan
tersebut harus ditandatangani oleh dokter pemberi pesan secepatnya
atau dalam waktu 24 jam berikutnya setelah pesan diterima.
12. Pada situasi tertentu yang tidak memungkinkan untuk menulis resep,
dokter dapat memberikan instruksi melalui telepon dengan mekanisme
sebagai berikut :
a. Instruksi melalui telepon dilakukan oleh dokter yang merawat
pasien.
b. Instruksi melalui telepon diterima oleh petugas yang berwenang
(perawat, farmasis).
c. Petugas penerima instruksi lewat telepon menulis instruksi secara
lengkap dalam rekam medis.
d. Untuk memastikan bahwa tidak terjadi kesalahan komunikasi :
1) Instruksi harus diulang untuk meyakinkan bahwa penerima
instruksi telah mendengar dan mengerti komunikasi. Ucapkan
sejelas mungkin.
2) Ejalah nama obat jika dibutuhkan klarifikasi.

6
3) Jika dibutuhkan resep, maka resep ditulis oleh dokter jaga
dengan mengikuti pentunjuk penulisan resep secara umum.
4) Untuk angka di atas 10 ucapkanlah seperti contoh demikian
“satu-empat unit untuk menyebutkan angka 14 daripada
mengucapkan empat belas unit”.
13. Instruksi lewat telepon harus ditandatangani dalam 24 jam, dan hanya
dilakukan untuk kasus gawat saja.
14. Semua resep harus ditandatangani oleh dokter sebelum dilayani,
kecuali dalam situasi darurat.
15. Jika ditemui hal-hal yang harus ditanyakan berkaitan dengan resep,
maka Apoteker/TTK bertanggung jawab untuk :
a. Memberitahu dokter
b. Memproses resep sesuai dengan hasil klarifikasi
16. Apoteker bertanggung jawab untuk mereview resep sebelum resep
tersebut disiapkan dan diberikan kepada pasien. Penyiapan obat dalam
dosis per unit. Jika ada obat yang diambil dari emergensi stok, maka
petugas farmasi akan melakukan review dalam waktu 2 jam setelah
obat diberikan.
17. Obat untuk keperluan prn diambil dari persediaan obat. Pemberian
obat prn harus didokumentasikan dalam lembar pengobatan. Intruksi
pemberian obat prn harus menjelaskan indikasi kapan obat tersebut
diberikan.
18. Instruksi pemberian obat dengan dosis yang bervariasi berdasarkan
respon pasien harus ditulis secara spesifik parameter pemberian
obatnya.
19. Permintaan obat dengan aturan pakai tappering harus ditulis dosis
dan interval pemberiannya.
20. Permintaan order cairan intravena harus tertulis secara spesifik : nama
larutan, volume, obat tambahan dan jumlahnya.
21. Hanya dokter yang berwenang saja yang dapat meresepkan obat
narkotika dan psikotropika untuk pasien rawat jalan. Semua peresepan
narkotika dan psikotropika harus ditulis dengan tinta. Dokter tidak
diperbolehkan meresepkan narkotika atau psikotropika untuk diri
sendiri atau keluarga mereka sendiri atau selain pasien Rumah Sakit.

D. Pembatasan Penulisan Resep


1. Batasan obat tertentu di formularium diberlakukan pada obat dengan
kriteria :
a. Penggunaan obat terbatas sehingga membutuhkan tenaga ahli
untuk menggunakan obat tersebut;
b. Penggunaan obat yang tidak sesuai akan menyebabkan
pengeluaran yang berlebihan dan tidak perlu;
c. Obat memiliki potensi efek samping dan keracunan;
d. Alasan lain sesuai pertimbangan Komite Farmasi dan Terapi.
2. Obat tertentu dibatasi penggunaannya, misal obat hanya dipakai di
ruang perawatan tertentu atau atas indikasi tertentu.
3. Kriteria pembatasan obat diinformasikan ke semua petugas yang
terkait dengan pelayanan.
4. Bila Instalasi Farmasi menerima resep obat yang termasuk dalam
pembatasan, petugas farmasi akan mengevaluasi pesanan tersebut
memenuhi kriteria pembatasan atau tidak.

7
5. Bila ada dokter yang memesan obat yang masuk kriteria pembatasan
dan tidak memenuhi syarat, maka petugas farmasi akan menghubungi
dokter penulis resep dan KFT untuk mendapatkan kewenangan khusus
dan/atau pasien dipindah pada tempat perawatan yang memenuhi
syarat.
6. KFT melakukan evaluasi daftar obat yang dibatasi secara berkala.

E. Penyimpanan
1. Penyimpanan obat injeksi dan alat kesehatan dilakukan dengan sistem
sentralisasi dengan sistem resep individual.
2. Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi khusus (obat yang dibawa
oleh pasien, obat emergensi, obat program kesehatan) dilaksanakan
berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan Rumah Sakit.
3. Rumah Sakit Umum Daerah Waru tidak melakukan penyimpanan dan
pengelolaan obat sitostatika dan produk steril karena belum ada
fasilitas BSC (Biological Safety Cabinet). Untuk Total Parenteral Nutrition
(TPN) hanya dilakukan penyimpanan. Penyimpanan Total Parenteral
Nutrition (TPN) seperti karbohidrat, protein, lemak, air, elektrolit,
vitamin dan trace element sesuai dengan sifat produk nutrisinya.
4. Rumah Sakit Umum Daerah Waru menetapkan pengamanan obat dan
perbekalan farmasi lain dengan pemasangan CCTV di Instalasi
Farmasi.
5. Perbekalan farmasi khusus meliputi obat narkotika dan psikotropik,
obat high alert, elektrolit pekat, bahan berbahaya dan beracun diberi
pelabelan pada setiap kemasan barang dan pada rak penyimpanan.
a. Perbekalan farmasi yang tergolong sebagai elektrolit pekat dilarang
disimpan di unit perawatan, kecuali di unit berikut : Kamar Bedah,
Kamar Bersalin & Perinatologi, dan NICU.
b. High alert medications termasuk elektrolit pekat disimpan di
Emergency Kit di Nurse Station, diberi label yang jelas, dipisahkan
dari obat lainnya, dan dikunci oleh perawat penanggung jawab
shift.
c. Di Instalasi Farmasi, high alert medications dipisahkan dari obat
lainnya dan disimpan pada lemari/rak yang diberi label warna
merah dengan tulisan high alert.
d. High alert medications dan obat yang rupa dan ucapan mirip (looks
alike, sound alike) disimpan terpisah dari obat lainnya dan diberi
label yang jelas hingga kemasan terkecil.
e. Obat narkotika psikotropika harus disimpan pada lemari double
door, dengan kunci ganda dan kunci disimpan oleh petugas farmasi
yang bertanggungjawab. Lemari penyimpanan terbuat dari kayu
atau bahan lain yang tidak bisa dipindahkan dan tidak terlihat dari
luar.
f. Perbekalan farmasi yang tergolong bahan berbahaya dan beracun
disimpan pada lemari terpisah dari sediaan farmasi lainnya dan
diberi label sesuai sifatnya.
6. Obat yang dibawa pasien dari luar, dilakukan proses rekonsiliasi obat
oleh Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Rawat Jalan dengan
menggunakan Form Rekonsiliasi Obat.
7. Obat yang dibawa pasien dari luar disimpan di box pasien di Nurse
Station rawat inap.

8
8. Petugas farmasi yang ditunjuk harus melakukan monitoring dan
evaluasi kondisi penyimpanan obat dan alat kesehatan di unit
pelayanan dengan cara melakukan inspeksi secara berkala setiap satu
bulan sekali dengan menggunakan Form Inspeksi Penyimpanan Obat
dan Alat kesehatan.
9. Pengelolaan obat emergensi di unit pelayanan pasien sebagai berikut :
a. Obat emergensi di unit pelayanan disimpan dalam trolley emergency
dengan kunci plastik beregister dan pengelolaannya dimonitor
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan Rumah Sakit.
b. Penggunaan obat emergensi dilakukan oleh perawat yang ditunjuk
pada saat kondisi emergensi saja, sedangkan penggantian obat,
penguncian trolley emergency, serta pemberian stiker registrasi
dilakukan oleh petugas farmasi.
10. Penarikan obat (Recall) menggunakan berita acara serah terima barang
yang menyatakan adanya kegiatan penarikan obat oleh pihak supplier.
11. Obat kadaluarsa dan kondisi fisik rusak dipisahkan, disimpan dan
dimusnahkan dengan menggunakan berita acara sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan oleh Rumah Sakit.

F. Penyiapan Dan Pengeluaran


1. Rumah Sakit menyediakan fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan
kefarmasian yang memenuhi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Pelayanan obat dilaksanakan dalam area yang bersih dan aman.
3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Waru memberikan
pelayanan 24 jam.
4. Petugas farmasi yang kompeten melaksanakan proses skrining resep
sebelum melayani resep dengan menggunakan stempel Telaah Resep
pada masing-masing resep.
5. Petugas farmasi melayani obat berdasarkan resep yang ditulis oleh
Dokter yang menyertakan tanda tangan atau paraf Dokter penulis
resep.
6. Pemberian label untuk obat yang dikeluarkan dari wadah aslinya
berupa etiket.
a. Etiket obat rawat jalan memuat informasi : identitas pasien,
nama/guna obat, dosis, cara pemberian dan tanggal penyiapan
b. Etiket obat rawat inap memuat informasi : identitas pasien,
nama/guna obat, dosis, cara pemberian, dan waktu pemberian.
7. Bila tulisan Dokter dalam resep tidak terbaca :
a. Petugas farmasi harus mengkonfirmasi Dokter penulis resep.
b. Dokter menuliskan kembali dengan tulisan yang jelas serta
memberi tanda tangan/paraf.
8. Pelayanan resep di Unit Rawat Jalan dilaksanakan dengan sistem
pelayanan resep individual.
9. Distribusi obat oral rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Waru
menggunakan sistem dosis satu hari (One Daily Dose/ODD), yakni
permintaan obat pada instruksi pengobatan tidak diserahkan
seluruhnya tetapi disiapkan hanya untuk kebutuhan 24 jam. Obat
dikemas dalam bentuk satuan dosis unit/wadah plastik kecil untuk
satu waktu pemberian (satu kemasan untuk satu waktu pemberian
sesuai aturan pakai).

9
10. Rumah Sakit menyediakan sistem informasi untuk pengelolaan mutasi
stok dan pencatatan pelayanan obat yang terintegrasi.

G. Pemberian
1. Petugas farmasi yang berwenang memberikan obat adalah Apoteker
yang telah memiliki SIPA atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah
memiliki SIKTTK.
2. Wewenang pemberian obat pada pasien rawat inap didelegasikan
kepada perawat. Perawat yang berwenang memberikan obat minimal
adalah perawat PK 1.
3. Dokter yang berwenang menulis resep di Rumah Sakit Umum Daerah
Waru adalah semua dokter yang telah mendapatkan surat penugasan
(Clinical Appoinment) dari Direktur yang memuat kewenangan klinis
(Clinical Privillages) yang boleh dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Waru .
4. Petugas farmasi melakukan proses telaah obat sebelum memberikan
obat dengan menggunakan stempel yang terdapat pada resep.
5. Petugas farmasi melakukan proses telaah obat dan serah terima obat
dengan menggunakan check list 7 benar.
6. Rumah Sakit Umum Daerah Waru menyediakan sarana edukasi dan
konseling bagi pasien yang menggunakan obat sendiri.
7. Pengecekan ganda terhadap high alert medications :
a. Pemeriksaan ganda dilakukan :
1) sebelum memberikan high alert medications
2) pada saat pelaporan pergantian jaga
3) pada saat melakukan transfer pasien
b. Pengecekan ganda didokumentasikan dalam rekam medis pasien
atau pada catatan pemberian medikasi pasien.
c. Pengecekan pertama dilakukan oleh petugas yang berwenang untuk
memberi instruksi, meresepkan, atau memberikan obat, antara lain
perawat, petugas farmasi, dan dokter.
d. Pengecekan kedua dilakukan oleh petugas yang berwenang, antara
lain petugas farmasi atau perawat lainnya (petugas tidak boleh
sama dengan pengecek pertama).
8. Dokumentasi dan pengelolaan obat yang dibawa pasien saat masuk ke
rumah sakit, dilakukan dalam proses Rekonsiliasi Obat oleh dokter dan
pengelolaan obat berikutnya dilakukan oleh Instalasi Farmasi.
9. Rumah Sakit Umum Daerah Waru tidak melakukan penerimaan,
penyimpanan, dan pendistribusian obat sampel yang ditujukan untuk
uji klinis kepada pasien.
10. Waktu tunggu pelayanan resep rawat jalan adalah waktu yang dihitung
mulai dari pasien menyerahkan resep sampai pasien mendapatkan
obat. Waktu tunggu pelayanan resep rawat jalan sebagai berikut :
a. Resep racikan 60 menit
b. Resep obat jadi 30 menit
11. Waktu tunggu pelayanan resep rawat inap adalah waktu yang dihitung
mulai dari perawat menyerahkan resep sampai perawat mendapatkan
obat. Waktu tunggu pelayanan resep rawat inap adalah 2 jam.
12. Evaluasi waktu tunggu pelayanan resep dilakukan untuk mengetahui
kualitas pelayanan resep.

10
H. Pemantauan
1. Kesalahan obat (medication errors) dilaporkan melalui proses dan waktu
sesuai ketentuan Rumah Sakit Umum Daerah Waru .
2. Obat dalam kemasan tablet/kapsul/kaplet/Dry Syrup/puyer (per oral)
yang sudah dikirim ke ruang perawatan tidak boleh diretur ke Instalasi
Farmasi.
3. Visite Apoteker merupakan kunjungan Apoteker ke pasien rawat inap
yang dilakukan secara mandiri atau bersama tenaga kesehatan lain
untuk mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan
Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD), meningkatkan terapi obat
yang rasional dan mengkaji informasi obat kepada Dokter, pasien serta
profesional pemberi asuhan lain.
4. Pemantauan terapi obat dilakukan untuk memastikan terapi obat yang
aman, efektif, dan rasional.
5. Metode komunikasi dengan Dokter Spesialis terkait terapi ditulis pada
form CPPT.
6. Visite Apoteker dilakukan dalam waktu 24 jam setelah pasien MRS dan
pada akhir perawatan.
7. Kegiatan rekonsiliasi obat masuk dalam tahap visite Apoteker.
8. Kegiatan rekonsiliasi obat didelegasikan kepada Dokter IGD saat pasien
baru masuk ruang rawat inap.
9. Instalasi Farmasi melakukan proses Pemantauan Terapi Obat (PTO),
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan pemantauan Reaksi Obat
Tidak Dikehendaki (ROTD) yang dilaksanakan secara kolaboratif
dengan prosedur yang ditetapkan rumah sakit.
10. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan pemantauan Reaksi Obat
Tidak Dikehendaki (ROTD) didokumentasikan dalam rekam medis
pasien dan dilaporkan ke KFT selambat–lambatnya 2x24 jam dalam
bentuk laporan MESO.
11. Efek obat yang tidak diharapkan dan Efek Samping Obat dilaporkan
jika :
a. Terjadi pada pasien rumah sakit
b. Efek obat yang tidak diharapkan terjadi karena penyesuaian dan
penghentian terapi
c. Membutuhkan penanganan yang sistemik
d. Membuat perawatan menjadi lebih lama
e. Disebabkan karena komplikasi penyakit
f. Menyebabkan pasien meninggal dunia
12. Instalasi Farmasi ikut serta dalam proses peningkatan mutu dan
keselamatan pasien bersama Sub Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit dengan memberikan suatu rekomendasi program perbaikan
dalam mencegah atau menyelesaikan terjadinya efek obat yang tidak
diharapkan, kemudian melaporkan rekomendasi tersebut kepada KFT
untuk disetujui;
13. Obat emergensi
a. Daftar obat emergensi ditempel di bagian luar Trolley Emergency,
termasuk tanggal kadaluwarsanya.
b. Perawat PJ Shift memeriksa keutuhan segel trolley emergency.
c. Ketersediaan obat emergensi menjadi prioritas utama bagi Instalasi
Farmasi dalam melakukan restocking dan penyegelan kembali.

11
d. Bila dijumpai segel trolley emergency rusak, perawat segera
memeriksa kelengkapan isi trolley emergency dan melapor kepada
petugas farmasi agar dilakukan penggantian kembali.
e. Petugas yang menggunakan obat dalam trolley emergency
bertanggung jawab dalam proses penggantian obat yang telah
terpakai melalui penulisan resep oleh dokter.
f. Instalasi Farmasi memeriksa kondisi penyimpanan obat emergensi
minimal tiap satu bulan sekali.
g. Instalasi Farmasi wajib mengganti obat emergensi yang
kadaluwarsa atau rusak.

I. Pemusnahan
1. Pemusnahan perbekalan farmasi adalah suatu cara untuk
menghancurkan perbekalan farmasi yang sudah tidak dapat digunakan
lagi karena kadaluwarsa atau rusak.
2. Pemusnahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan
mempertimbangan keselamatan pasien dan petugas.
3. Hasil sisa pemusnahan harus ditangani dengan benar sehingga tidak
membahayakan pihak lain.
4. Pemusnahan bertujuan agar sediaan farmasi yang sudah kadaluwarsa
atau rusak tidak digunakan lagi.
5. Pemusnahan sediaan farmasi dilakukan sekali setiap akhir tahun
setelah stock opname.
6. Pemusnahan sediaan farmasi dilakukan oleh pihak ketiga yang
bekerjasama dengan Rumah Sakit Umum Daerah Waru .
7. Petugas farmasi menyerahkan sediaan farmasi dan daftar sediaan
farmasi yang akan dimusnahkan ke petugas kesehatan lingkungan.
8. Pemusnahan sediaan farmasi menggunakan Berita Acara Sediaan
Farmasi Kadaluarsa dan Berita Acara Pemusnahan Sediaan Farmasi.
9. Pemusnahan sediaan farmasi yang tidak mengandung narkotika,
psikotropika, atau prekursor disaksikan oleh Satuan Pengawas Internal
Rumah Sakit Umum Daerah Waru .
10. Pemusnahan sediaan farmasi yang mengandung narkotika,
psikotropika, atau prekursor disaksikan oleh petugas Balai POM dan
Dinas Kesehatan Banten.
11. Petugas farmasi wajib menginformasikan pemusnahan sediaan farmasi
kepada Unit Keuangan.

Ditetapkan di Pamekasan
Pada tanggal 01 Desamber 2022

12

Anda mungkin juga menyukai