Anda di halaman 1dari 15

PEDOMAN

KOMITE FARMASI DAN TERAPI


INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUNG KARNO


KOTA SURAKARTA
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
DINAS KESEHATAN
UPT RSUD “BUNG KARNO“
Jln. Sungai Serang I RT. 03 RW. III Kelurahan Mojo Kecamatan Pasarkliwon
E-mail : rsudbungkarno@surakarta.go.id
SURAKARTA 57117

KEPUTUSAN DIREKTUR UPT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


“BUNG KARNO” KOTA SURAKARTA
NOMOR :

TENTANG
PEDOMAN KOMITE FARMASI DAN TERAPI

DIREKTUR UPT RSUD “BUNG KARNO” KOTA SURAKARTA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengarahkan kegiatan


pelayanan medik di rumah sakit perlu dibentuk
Komite Farmasi dan Terapi;
b. bahwa agar melaksanakan tugas dan tanggung jawab
dalam penentuan kebijaksanaan penggunaan obat dan
pengobatan maka perlu disusun pedoman dalam
penyusunan Formularium Rumah Sakit;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam a. dan b, perlu ditetapkan dengan
peraturan direktur rumah sakit umum daerah bung
karno kota surakarta.

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia No 36 Tahun


2009 tentang kesehatan (lembaran Negara RI tahun
2009 Nomor 144);
2. Undang-undang Republik Indonesia No 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran (lembar Negara RI
Tahun 2004 Nomor 116, tambahan Lembar Negara RI
Nomor 4431);
3. Undang-undang Republik Indonesia No 44 tantang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
5. Undang-undang Republik Indonesia No 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan (lembaran Negara RI
tahun 2014 Nomor 5607);
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman
Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 631/Menkes/SK/VI/2005 tentang Pedoman
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws);

8. Keputusan Meteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 434/Menkes/SK/X/1983 tentang Kode etik
Kedokteran Indonesia;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.07.06/III/430/09 tentang Ijin
Penyelenggaraan Rumah Sakit Umum Daerah Bung
Karno Kota Surakarta;
10 Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Bung
. Karno Kota Surakarta Nomor 800/3198.6/RSUD Bung
Karno/X/2019 tentang kebijakan Pelayanan Rumah
Sakit Umum Daerah Bung Karno Kota Surakarta;

11 Surat Keputusan Direktur UPT Rumah Sakit Umum


. Daerah Bung Karno nomor 445.21/943b/XII/2019
tentang Kebijakan Pelayanan Farmasi;

12 Surat Keputusan Direktur UPT Rumah Sakit Umum


. Daerah Bung Karno nomor 445.2/974f/XII/2019
tentang Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
PERTAMA : Keputusan direktur rumah sakit umum daerah bung
karno kota surakarta tentang Pedoman Komite Farmasi
dan Terapi Instalasi Farmasi Rumah Sakit di Rumah
Sakit Umum Daerah Bung Karno Kota Surakarta.
KEDUA : Kebijakan Pedoman Komite Farmasi dan Terapi Instalasi
Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah
Bung Karno Kota Surakarta sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Surat keputusan ini;
KETIGA : Kebijakan Pedoman Komite Farmasi dan Terapi Instalasi
Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah
Bung Karno Kota Surakarta sebagaimana dimaksud dalam
lampiran Surat keputusan ini harus digunakan sebagai
landasan yang seragam dalam menetukan diagnose
penyakit dan terapi penanganannya;
KEEMPAT : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan program
kerja Komite Farmasi dan Terapi di Rumah Umum Daerah
Bung Karno Kota Surakarta dilaksanakan oleh semua staf
Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karno Kota Surakarta;

KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan danakan


diperbaiki sebagaimana mestinya apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Surakarta
Tanggal :

DIREKTUR

UPT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


“BUNG KARNO” KOTA SURAKARTA

WAHYU INDIANTO
LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR UPT RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH “BUNG KARNO” KOTA
SURAKARTA

PEDOMAN
KOMITE FARMASI DAN TERAPI (KFT)

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan obat di rumah sakit merupakan suatu proses yang memerlukan
penanganan yang perlu diatur dan dikendalikan dalam mencapai penggunaan
obat yang rasional. Pengobatan rasional berarti tepat diagnosa, tepat indikasi,
tepat dosis, tepat waktu pemberian dan juga tepat harga obatnya. Pilihan ini
mencakup jenis obat dan ketepatan kondisi pasien, dosis, waktu pemberian,
rute pemberian, kombinasi obat, dan lamanya pengobatan. Pada
kenyataannya, pasien seringkali menerima obat yang kurang sesuai dengan
keadaan pasien itu sendiri sehingga pengobatan menjadi tidak efektif dan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk penyembuhannya.
Ketidak rasionalan dalam pengobatan dapat disebabkan antara lain karena
kesalahan pemilihan obat. Keragaman obat yang tersedia mengharuskan
dikembangkan suatu program penggunaan obat yang rasional di rumah sakit
guna memastikan bahwa penderita menerima perawatan yang terbaik. Rumah
sakit harus mempunyai system formularium yang meliputi kegiatan evaluasi,
penilaian dan pemilihan obat.

B. Tujuan
1. Umum
Tersedianya pedoman pelayanan Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit
2. Khusus
a. Pedoman pemilihan obat di rumah sakit
b. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional
c. Memberikan perlindungan kepada pasien dalam memperoleh obat
yang berkualitas
d. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan farmasi dan
terapi

C. Sasaran dan Ruang Lingkup


1. Sasaran : pimpinan Rumah sakit, staf medic, instalasi farmasi
rumah sakit dan KFT (Komite Farmasi Terapi)
2. Ruang Lingkup :
a. Menyusun formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan
obat di rumah sakit dan melakukan revisi formularium secara
berkala
b. Bersama-sama staf medis menyusun standar terapi dan protocol
penggunaan obat
c. Melaksanakan evaluasi penulisan resep dan penggunaan obat
generic bersama-sama dengan instalasi farmasi
d. Menyusun dan melaksanakan program evaluasi penggunaan obat
dan menyebarluaskan hasil evaluasi kepada seluruh staf medis
dan pimpinan rumah sakit
e. Memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit dalam
pemilihan penggunaan obat
f. Mengkoordinasikan pelaporan dan pemantauan efek samping obat

D. Batasan Operasional
 Formularium merupakan suatu dokumen yang secara terus
menerus direvisi memuat sediaan obat dan informasi penting
lainnya yang merefleksikan keputusan klinik mutakhir dari staf
medic rumah sakit.
 Daftar obat adalah daftar produk yang telah disetujui digunakan
di rumah sakit dimana daftar obat ini adalah daftar sederhana
tanpa informasi tentang tiap produk obat hanya terdiri atas nama
generic, kekuatan dan bentuk.
 Sistem formularium adalah metode yang digunakan suatu rumah
sakit untuk mengevaluasi, menilai dan memilih jenis obat dan
bentuk sediaan yang dianggap terbaik dalam perawatan pasien
dan kebutuhan terhadap obat dapat terakomodasi, karena
perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat di rumah sakit
mengacu pada formularium tersebut.

E. Landasan Hukum
1. Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-undang nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah Sakit
3. Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika
4. Undang-undang nomor 5 Tahun 2009 tentang Psikotropika
5. Undang-undang nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktek
Kedokteran
6. Peraturan Pemerintah nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
7. Peraturan menteri kesehatan nomor 1691 Tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
II. TINJAUAN UMUM

A. Komite Farmasi dan Terapi


 Tujuan
Memberi usulan penggunaan atau membantu merumuskan kebijakan,
metode untuk evaluasi, pemilihan dan pemakaian obat- obatan di
rumah sakit.
 Tugas
1. Mewujudkan pengobatan rasional melalui penetapan kebijakan
penggunaan obat
2. Menyusun dan melaksanakan program kerja
3. Melaporkan pelaksanaan program kerja
 Wewenang
memberikan rekomendasi kepada pimpinan RS mengenai rumusan
kebijakan dan prosedur untuk evaluasi, pemilihan dan penggunaan obat
di rumah sakit
 Tata Kerja
1. KFT melakukan rapat rutin, agenda rapat harus disiapkan jauh
hari sebelumnya agar memungkinkan anggota untuk mempelajari
masalah- masalah yang akan dibahas dalam rapat.
2. Anggota yang berhalangan hadir dapat menunjuk wakilnya
3. Notulen rapat harus selalu didokumentasikan dengan baik oleh
Sekretaris KFT
4. Usulan – usulan KFT harus disampaikan kepada pimpinan rumah
sakit dan Komite Medik
B. Format Formularium
Untuk memudahkan dalam penggunaannya, maka Formularium rumah sakit
dapat disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1. Sampul luar dengan judul formularium obat, nama rumah sakit, tahun
berlaku, dan nomor edisi
2. Sambutan
3. Kata Pengantar
4. Petunjuk penggunaan formularium
5. SK KFT, SK Pemberlakuan Formularium.

6. Daftar isi
7. Daftar obat yang sekurangnya memuat nama kelas terapi, nama obat
untuk standarisasi, satuan obat, komposisi obat, peresepan maksimal
dan keterangan retriksi bila ada
8. Nama indeks obat
9. Daftar alat kesehatan memuat nama alat kesehatan, satuan

C. Manfaat Formularium
1. Meningkatkan mutu dan ketepatan penggunaan obat yang rasional di
rumah sakit
2. Memberikan rasio manfaat-biaya yang tertinggi, bukan hanya sekedar
mencari harga obat yang termurah
3. Memudahkan professional kesehatan dalam memilih obat yang akan
digunakan untuk perawatan pasien
4. Memuat sejumlah pilihan terapi obat yang jenisnya dibatasi sehingga
professional kesehatan dapat mengetahui dan mengingat obat yang
mereka gunakan secara rutin
5. IFRS dapat melakukan pengelolaan obat secara efektif dan efisien.
Penghematan terjadi karena IFRS tidak melakukan pembelian obat yang
tidak perlu. Oleh karena itu, rumah sakit mampu membeli dalam kuantitas
yang lebih besar dari jenis obat yang lebih sedikit. Apabila ada dua jenis obat
yang indikasi terapinya sama, maka dipilih obat yang paling cost effective.
Kegiatan yang dilakukan oleh IFRS dalam menjalankan peran tersebut antara
lain :
a. Merekapitulasi usulan obat yang akan dibahas dalam rapat
penyusunan formularium dan mengkaji informasi yang terkait obat yang
diusulkan
b. Menyajikan data ketersediaan dan harga obat
c. Melakukan evaluasi terhadap usulan yang masuk
d. Menyiapkan informasi yang akan dimuat dalam formularium
e. Berpartisipasi aktif dalam rapat pembahasan penyusunan formularium
dan sosialisasi formularium
f. Melakukan pengkajian peggunaan obat, monitoring dan evaluasi
terhadap formularium secara berkesinambungan

III. SISTEM FORMULARIUM


A. Evaluasi penggunaan obat
Bertujuan untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan cost effective
serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Evaluasi penggunaan obat
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Pengkajian dengan mengambil data dari pustaka, naskah ilmiah
berkaitan dengan aspek keamanan, efektivitas dan biaya dari jurnal ilmiah
yang terpercaya
2. Pengkajian dengan mengambil data sendiri, untuk memastikan bahwa
obat digunakan secara tepat, aman dan bermanfaat.
B. Penilaian
Setiap obat baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium harus
dilengkapi dengan informasi tentang kelas terapi, indikasi terapi, bentuk
sediaan dan kekuatan, kelebihan obat baru ini dibandingkan dengan obat
lama yang sudah tercantum di dalam formularium.
Obat yang terpilih masuk dalam formularium adalah obat yang
memperlihatkan tingkatan bukti ilmiah yang tertinggi untuk indikasi dan
keamanannya. Bila dari segolongan obat yang sama indikasinya
memperlihatkan tingkatan bukti ilmiah khasiat dan keamanan yang sama
tinggi, maka pertimbangan selanjutnya adalah dalam hal ketersediaannya di
pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah.
C. Pemilihan Obat
Obat yang dipertimbangkan dapat masuk formularium rumah sakit adalah :
1. Obat yang memiliki nomor izin edar (NIE) dari BPOM terutama obat
generik
2. Memiliki rasio manfaat resiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan pasien
3. Mudah penggunaannya sehingga meningkatkan kepatuhan dan
penerimaan oleh pasien
4. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung
5. Terbukti paling efektif secara ilmiah (evidence based medicine), aman
dan banyak dibutuhkan pelayanan dengan harga yang terjangkau
Jika terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa,
pilihan dijatuhkan pada produk obat yang menunjukkan keunggulan
dibandingkan dengan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat, keamanan,
ketersediaan di pasaran, harga dan biaya yang lebih murah. Obat jadi
kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut :
1. Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap
2. Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih
tinggi daripada masing-masing komponen
3. Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan
perbandingan yang tepat untuk sebagian besar penderita yang memerlukan
kombinasi tersebut
4. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya (benefit-cost
ratio)
5. Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya resisten dan efek merugikan lainnya
D. Penggunaan Obat Non Formularium
Secara umum, hanya obat formularium yang disetujui untuk digunakan
secara rutin dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Prinsip yang
mendasari adanya proses untuk menyetujui pemberian obat non formularium
adalah pada keadaan dimana penderita sangat memerlukan terapi obat yang
tidak tercantum di formularium, sebagai contoh :
1. Kasus tertentu yang jarang terjadi, misalnya kelainan hormon pada
anak, penyakit kulit langka
2. Perkembangan terapi yang sangat memerlukan adanya obat baru yang
belum terakomodir dalam formularium
3. Obat-obat yang sangat mahal dan penggunaannya dikendalikan secara
ketat, misalnya : obat sitostatika baru, antibiotic yang dicadangkan (reserved
antibiotics)
Penilaian terhadap usulan obat non formularium cukup dilakukan oleh
pelaksana harian KFT (ketua, sekretaris dan salah satu anggota) agar tidak
menghambat proses penyediaan obat non formularium.
E. Kriteria penghapusan obat
1. Obat tidak beredar lagi dipasaran
2. Obat tidak ada yang menggunakan lagi
Setelah waktu 3 (tiga) bulan maka akan diingatkan kepada SMF terkait yang
menggunakan obat tersebut. Apabila pada 3 (tiga) bulan berikutnya tetap
tidak/kurang digunakan, maka obat tersebut dikeluarkan dari buku
formularium
3. Sudah ada obat baru yang Cost Effective
4. Obat yang setelah dievaluasi memiliki resiko efek samping yang serius
5. Berdasarkan hasil pembahasan oleh tim KFT
6. Terdapat obat lain yang memiliki efikasi yang lebih baik dan/efek
samping yang lebih ringan
7. Masa berlaku NIE telah habis dan tidak diperpanjang lagi oleh industry
farmasi

IV. PENYUSUNAN FORMULARIUM


A. Proses Penyusunan Formularium
Proses penyusunan formularium di rumah sakit dapat dilakukan dengan
mengikuti tahapan di bawah ini :
1. Staf Medik Fungsional (SMF) mengajukan usulan obat berdasarkan pada
Panduan Praktik Klinis (PPK) atau Clinical Pathway dengan menggunakan
form pengajuan penambahan obat untuk masuk formularium
2. Rekapitulasi usulan obat dari masing-masing SMF berdasarkan kelas
terapi
3. Membahas usulan tersebut dalam rapat KFT, jika diperlukan dapat
meminta masukan dari pakar
4. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam formularium
5. Susun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
6. Lakukan edukasi mengenai formularium kepada staf dan lakukan
monitoring KFT bertanggung jawab dalam penyusunan/revisi formularium
yang dibantu secara aktif oleh IFRS
B. Isi Formularium
Formularium berisi tiga bagian utama yaitu :
1. Informasi kebijakan rumah sakit tentang obat
2. Daftar obat yang memuat nama kelas terapi, nama obat untuk
standarisasi, satuan obat, komposisi obat, peresepan maksimal dan
keterangan retriksi bila ada
3. Daftar obat dan alat kesehatan yang tersedia di rumah sakit
C. Pemberlakuan dan distribusi formularium
Kepatuhan penggunaan formularium memerlukan dukungan dari pimpinan
rumah sakit berupa surat keputusan tentang pemberlakuan formularium.
Sosialisasi harus dilakukan kepada seluruh profesional kesehatan dengan
cara : pertemuan, surat edaran, dan penyerahan buku formularium ke
masing-masing SMF.
D. Distribusi formularium Formularium didistribusikan kepada :
1. Unit pelayanan Rawat inap, Rawat jalan, Gawat darurat
2. Instalasi farmasi dan seluruh unit farmasi
3. Pimpinan rumah sakit
4. Staf Medis Fungsional (SMF)
5. Bagian pengadaan dan bagian lain yang dianggap perlu
E. Evaluasi kepatuhan penggunaan formularium
Evaluasi dapat dilakukan secara menyeluruh atau sebagian tergantung pada
sumber daya yang tersedia. Indikator untuk menilai kepatuhan penggunaan
formularium terdiri dari :
1. Kesesuaian peresepan dengan formularium
Rumus perhitungan :
A
= X 100 %
B
Dimana A : jumlah resep yang diambil sebagai sample yang sesuai
formularium dalam satu bulan
B : Jumlah seluruh resep yang diambil sebagai sampel dalam satu bulan
Catatan: Diperlukan di analisis penyebab ketidakpatuhan dan selanjutnya
dilakukan upaya untuk meningkatkan tingkat kepatuhan penulisan resep
melalui sosialisasi formularium maupun supervise di masing-masing bagian.
2. Ketersediaan obat terhadap formularium
Rumus perhitungan :
A
= X 100 %
B
Dimana A : jumlah jenis obat di rumah sakit yang tercantum di Formularium
B : jumlah jenis obat yang tersedia di rumah sakit

Catatan: Diperlukan analisis penyebab ketidakpatuhan dan selanjutnya


dilakukan upaya untuk meningkatkan tingkat kepatuhan pengadaan.

V. PENUTUP
Buku pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi
rumah sakit dalam menyusun formularium yang baik. Formularium yang
disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi merupakan pedoman pemilihan dan
penggunaan obat yang paling bermanfaat bagi pasien dan akan mendorong
penggunaan obat yang rasional di rumah sakit.
Adanya formularium di rumah sakit diharapkan dapat
menyederhanakan penyediaan obat, membatasi penggunaan obat yang tidak
perlu dan meningkatkan efisiensi biaya pengobatan..
PEDOMAN

KOMITE FARMASI dan TERAPI

RSUD BUNG KARNO

JL. SUNGAI SERANG I RT.03 RW.03 KEL.PSR KLIWON, KEC.MOJO

SURAKARTA

Anda mungkin juga menyukai