Anda di halaman 1dari 26

PEDOMAN PELAYANAN PENURUNAN PREVALENSI

STUNTING DAN WASTING DI RSU AT MEDIKA

RSU AT MEDIKA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
Pedoman Pelayanan Penurunan Stunting dan Wasting di RSU AT MEDIKA ini dapat selesai disusun.
Pedoman ini merupakan pedoman kerja bagi pelaksana program dan pendukung program pengendalian
stunting di RSU AT MEDIKA. Kami menyadari bahwa Pedoman ini masih belum sempurna. Saran dan
masukan sangat kami harapkan bagi penyempurnaan Pedoman ini di kemudian hari.
Pedoman ini tersusun atas kerja sama serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu tim penyusun
mengucapkan terima kasih dan harapan kami semoga Pedoman ini dapat dipergunakan sebagai acuan dengan
baik.

PALOPO,11 AGUSTUS 2022

LEMBAR PENGESAHAN

PEDOMAN PELAYANAN PENURUNAN STUNTING DAN WASTING

DI RSU AT MEDIKA

KETUA TIM PENYUSUN

dr.KARTINI BADARUDDIN.Sp.A

Ditetapkan oleh

DIREKTUR RSU AT MEDIKA

dr.ANTON YAHYA.M.Kes

ii
KEPUTUSAN DIREKTUR RSU AT MEDIKA
NOMOR : 224/SKEP/RSUATM/PLP/VIII/2022

TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING DI RSU AT MEDIKA

DIREKTUR RSU AT MEDIKA

Menimbang : : a. Bahwa rumah sakit, dalam fungsinya senantiasa dituntut untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat;
b. Bahwa untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan hasil yang maksimal,
diperlukan suatu sistem yang dapat bekerja secara efektif dan efisien;
c. Bahwa penetapan pemberlakuan pedoman pelayanan pencegahan stunting dan wasting
di RSU AT MEDIKA sebagaimana tersebut pada huruf b, perlu ditetapkan dan diatur
HALAMAN JUDUL …………………………………………………...................... i
dengan Keputusan Direktur RSU AT MEDIKA.
KATA PENGANTAR ……………………………………………………................... ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………................... iii
KEPUTUSAN DIREKTUR……………………………………………………................... iv
DAFTAR ISI ....................................................…………………………..... vi
Mengingat : : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
2. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
A. Latar Belakang ………… ................................................ 1
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
B.Tujuan Pedoman……………………………………………… 1
C.Batasan Operasional………………………………………… 2
D. Landasan Hukum…………………………………………… 2
MEMUTUSKAN :
BAB II STANDAR KETENAGAAN 3
…………………………………………………….
Menetapkan : A. Kualifikasi
:KEPUTUSAN DIREKTUR Sumber
RSUDayaManusia.......................................
AT MEDIKA TENTANG PEDOMAN 3
B. Distribusi
PELAYANAN Ketenagaan………………………………………..
PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING DI 3RSU AT
C. Pengaturan Jaga................................................................
MEDIKA. 4
BAB III STANDAR FASILITAS…………………………………………… 5
PERTAMA : :Memberlakukan Pedoman Pelayanan Penurunan Prevalensi Stunting dan
A. Denah Ruang….................................................................. 5
Wasting di RSU AT MEDIKA.
B. Standar Fasilitas……………................................................... 5
KEDUA : :Pedoman Pelayanan Penurunan Prevalensi Stunting dan Wasting RSU AT MEDIKA sesuai dengan
BAB IV TATA
peraturan yangLAKSANA
berlaku; PELAYANAN 6
………………………………………………..
KETIGA : :Segala biaya yang timbul
A. Intervensi sebagai
Spesifik di Rumahakibat ditetapkannya keputusan ini
Sakit………………………….... 6
dibebankan padaLaksana
B. Tata anggaran pendapatan
Gizi RSU AT MEDIKA Tahun 2022.
Buruk……………………………………… 11
KEEMPAT : :Surat keputusan ini mulaiPasien
C. Alur Rujukan berlakuStunting……………………………
sejak tanggal ditetapkan,dngan ketentuan …… apabila17dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam penetapannya ,maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
BAB V LOGISTIK ................................................................................ 18
BAB VI KESELAMATAN PASIEN..…………………………………....... 19
A. Definisi………………………….………................................ 19
B. Tujuan………………………………………………………..... 19
C. Standar Patient Safety………………………………........... 19
BAB VII KESELAMATAN KERJA………………………………………... 20
A. Pengertian ………………………………………………….... 20
B. Tujuan………………………………………………................ 20
C. Tata Laksana Keselamatan Kerja Karyawan …………….... 20
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ……………………………………….... 21 DAFTAR
iii
A. Monitor Perkembangan……………………………………..... 21
B. Mengukur Hasil………………………………………………... 21
BAB IX PENUTUP ……………………………………………………….. 22
ISI

iv
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD BATARA GURU
Nomor : / /RSUATM / / 2022
Tanggal :

PEDOMAN PELAYANAN PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING


DI RSU AT MEDIKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa
awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek
(stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan
(TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference
Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita
dengan nilai z-scorenya kurang dari
-2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari –3SD (severely stunted).
Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting (Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas 2013)
dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar. Balita/Baduta (Bayi
dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal,
menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya
tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.
Stunting tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita,
beberapa faktor lainnya yaitu:
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik.
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan
untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas.
3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi.
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

Beberapa penyebab seperti yang dijelaskan di atas, telah berkontribusi pada masih tingginya
pervalensi stunting di Indonesia dan oleh karenanya diperlukan rencana intervensi yang komprehensif untuk
dapat mengurangi pervalensi stunting di Indonesia.

A. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Terselanggaranya Pelayanan Penurunan Prevalensi Stunting dan Wasting secara terpadu di RSU AT
MEDIKA
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman pelayanan baku dan dapat dipakai melaksanakan kegiatan asuhan pasien stunting
dan wasting;
b. Tersedianya sarana dan prasarana baik medis ataupun non medis untuk menunjang kelancaran
pelayanan;
c. Meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan;

1
d. Meningkatkan mutu pelayanan di RSU AT MEDIKA.
e. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling pada pasien dan keluarganya.
B. Ruang Lingkup Pelayanan
Pelayanan penurunan prevalensi Stunting dan Wasting di RSU AT MEDIKA meliputi :
1. Dokter Spesialis Anak
2. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi
3. Dokter Umum
4. Perawat
5. Ahli Gizi
6. Apoteker
7. Humas
C. Batasan Operasional
Batasan operasional dalam pelayanan stunting dan wasting adalah memberi asuhan keperawatan kepada pasien
gizi buruk. Pelaksanaan pelayanan penurunan prevalensi stunting dan wasting dengan kelompok sasaran meliputi:
1. Remaja;
2. Calon pengantin;
3. Ibu hamil;
4. Ibu menyusui; dan
5. Anak berusia 0 (nol) – 59 (lima puluh sembilan) bulan.
D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun
2009 Nomor 144,Tambahan Lembaga Negara RI Nomor 5063);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
RI Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5072);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
RI Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal di
Rumah Sakit;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan
Penetapan Standar Pelayanan Minimal;
9. Permenkes No.23/2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi;
10. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi;
11. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Pangan dan Gizi yang menetapkan RAN-PG, Pedoman
Penyusunan RAD-PG, dan Pedoman Pemantauan dan Evaluasi RAN/RAD-PG.

2
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Kualifikasi sumber daya manusia yang ada dalam pelayanan penurunan stunting dan wasting di RSU AT
MEDIKA terdiri atas tenaga kesehatan untuk melaksanakan pelayanan. Pelayanan di rumah sakit sangat rumit
dengan keterlibatan berbagai bidang disiplin ilmu kedokteran serta penunjang medik, baik di poliklinik maupun
bangsal rawat inap, maka dalam pengelolaannya dibutuhkan manajemen tim yang terdiri dari:
Pengarah : Direktur RSU AT MEDIKA
Ketua : Dokter Spesialis Anak
Sekretaris : Dokter Umum
Anggota : 1. Staf Medis
2. Staf Keperawatan
3. Staf Instalasi Farmasi
4. Staf Instalasi Gizi
5. Tim Tumbuh Kembang
6. Tim Humas Rumah Sakit
B. Distribusi Ketenagaan
Untuk distribusi ketenagaan di setiap instalasi ada satu orang koordinator dan bergabung dalam tim. Peranan
masing masing tenaga kesehatan tersebut dalam memberikan pelayanan adalah sebagai berikut:
1. Staf Medis
a. Bertanggung jawab dalam aspek gizi yang terkait dengan keadaan klinis pasien.
b. Menentukan preksripsi diet awal (order diet awal)
c. Bersama dietisien menetapkan preskripsi diet definitive
d. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai peranan terapi gizi.
e. Merujuk klien/pasien yang membutuhkan asuhan gizi atau konseling gizi
f. Melakukan pemantauan dan evaluasi terkait masalah gizi secara berkala bersama dietisien, perawat
dan tenaga kesehatan lain selama klien/pasien dalam masa perawatan.
2. Staf Keperawatan
a. Melakukan skrining gizi pasien pada asesmen awal perawatan.
b. Merujuk pasien yang berisiko maupun sudah terjadi malnutrisi dan atau kondisi khusus ke dietisien.
c. Melakukan pengukuran antropometri yaitu penimbangan berat badan, tinggi badan/ panjang badan secara
berkala.
d. Melakukan pemantauan, mencatat asupan makanan dan respon klinis klien/pasien terhadap diet yang
diberikan dan menyampaikan informasi kepada dietisien bila terjadi perubahan kondisi pasien.
e. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga terkait pemberian makanan melalui oral/ enteral dan
parenteral.
3. Staf Instalasi Gizi
a. Mengkaji hasil skrining gizi perawat dan order diet awal dari dokter;

3
b. Melakukan asesmen/pengkajian gizi lanjut pada pasien yang berisiko malnutrisi, malnutrisi atau kondisi
khusus meliputi pengumpulan, analisa dan interpretasi data riwayat gizi; riwayat personal; pengukuran
antropometri; hasil laboratorium terkait gizi dan hasil pemeriksaan fisik terkait gizi;
c. Mengidentifikasi masalah/ diagnosa gizi berdasarkan hasil asesmen dan menetapkan prioritas diagnosis
gizi;
d. Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan dan preskripsi diet yang lebih terperinci untuk
penetapan diet definitive serta merencanakan edukasi / konseling;
e. Melakukan koordinasi dengan dokter terkait dengan diet definitif;
f. Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi, dan tenaga lain dalam pelaksanaan intervensi gizi;
g. Melakukan monitoring respon pasien terhadap intervensi gizi;
h. Melakukan evaluasi proses maupun dampak asuhan gizi;
i. Memberikan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada klien/pasien dan keluarganya;
j. Mencatat dan melaporkan hasil asuhan gizi kepada dokter;
k. Melakukan assesmen gizi ulang (reassesment) apabila tujuan belum tercapai;
l. Mengikuti ronde pasien bersama tim Kesehatan;
m. Berpartisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan dokter, perawat, anggota tim asuhan gizi lain,
klien/pasien dan keluarganya dalam rangka evaluasi keberhasilan pelayanan gizi.
4. Staf Instalasi Farmasi
a. Mempersiapkan obat dan zat gizi terkait seperti vitamin, mineral, elektrolit dan nutrisi parenteral.
b. Menentukan kompabilitas zat gizi yang diberikan kepada pasien.
c. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat dan cairan parenteral oleh klien/pasien
bersama perawat.
d. Berkolaborasi dengan dietisien dalam pemantauan interaksi obat dan makanan.
e. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai interaksi obat dan makanan.
5. Tim Tumbuh Kembang
a. Memantau tumbuh kembang anak;
b. Melakukan pemeriksaan dan membuat diiagnosis masalah tumbuh kembang;
c. Melakukan penanganan yang sesuai dengan hasil pemeriksaan.
6. Tim Humas
a. Memfasilitasi kegiatan penguatan jejaring dengan Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) di Kabupaten Luwu;
b. Meningkatkan kerjasama lintas sektor dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam menurunkan
dan menangani kasus stunting dan wasting di Kabupaten Luwu.
C. Pengaturan Jaga
Untuk waktu kerja petugas dalam tim diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi rumah sakit.

4
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang

15

12 16

5 3
10

4
5 3
6

14

8 13 7
9

B. Standar Fasilitas

1. Tempat tidur periksa 9. Lampu tindakan


2. Meja dokter 10. Timbangan baayi
3. Meja perawat 11. Komputer
4. Kursi 12. AC
5. Lemari 13. Meja alat dan bahan
6. Timbangan digital + alat ukur tinggi 14. Ruang ttunggu pasien
7. Wastafel 15. Pintu
8. Tempat sampah

5
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab
langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Selain mengatasi penyebab langsung
dan tidak langsung, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan,
keterlibatan pemerintah dan lintas sektor, serta kapasitas untuk melaksanakan. Intervensi gizi spesifik merupakan
kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit
menular, dan kesehatan lingkungan. Terdapat tiga kelompok intervensi gizi spesifik: a. Intervensi prioritas, yaitu
intervensi yang diidentifikasi memilik dampak paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk menjangkau
semua sasaran prioritas; b. Intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah gizi dan kesehatan lain
yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah intervensi prioritas dilakukan. c. Intervensi prioritas sesuai kondisi
tertentu, yaitu intervensi yang diperlukan sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk untuk kondisi darurat bencana
(program gizi darurat).
Tabel 4.1 Intervensi Gizi Spesifik
Intervensi Prioritas
Kelompok Sasaran Intervensi Prioritas Intervensi Pendukung
Sesuai Kondisi Tertentu
Kelompok Sasaran 1000 HPK
Ibu Hamil  Pemberian makanan  Suplementasi  Perlindungan dari
tambahan bagi ibu kalsium malaria
hamil dari kelompok  Pemeriksaan  Pencegahan HIV
miskin/KEK kehamilan
 Suplementasi tablet
tambah darah
Ibu menyusui dan anak 0- 23  Promosi dan  Suplementasii  Pencegahan
bulan konseling menyusui kapsul vitamin A kecacingan
 Promosi dan  Suplementasi
konseling pemberian taburia
makan bayi dan anak  Imunissasi
(PMBA)  Suplementasi zinc
 Tatalaksana gizi untuuk pengobatan
buruk diare
 Pemberian makanan  Manajemen terpadu
tambahan pemulihan balita sakit (MTBS)
bagi anak kurus
 Pemantauan dan
promosi
Pertumbuhan

Kelompok Sasaran Usia Lainnya


Remaja putri dan wanita  Suplementasi tablet
subur tambah darah
Anak 2 – 59 bulan  Tatalaksana gizi  Suplementasi  Pencegahan
Buruk kapsul vitamin A kecacingan

6
 Pemberian makanan  Suplementasi
tambahan pemulihan taburia
bagi anak kuruus  Suplementasi zinc
 Pemantauan dan untuk pengobatan
promosi diare
Pertumbuhan  Manajemen terpadu
balita sakit (MTBS)

A. Intervensi Spesifik di Rumah Sakit


Intervensi ini ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30%
penurunan stunting. Intervensi ini juga bersifat jangka pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif
pendek. Berikut beberpa intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pemberian Vitamin A
a. Bila tidak ditemukan tanda defisiensi vitamin A atau tidak ada riwayat campak dalam 3 bulan terakhir, maka
vitamin A dosis tinggi diberikan di hari ke-1 sesuai umur.
b. Bila ditemukan tanda defisiensi vitamin A, seperti rabun senja atau ada riwayat campak dalam 3 bulan
terakhir, maka vitamin A diberikan dalam dosis tinggi sesuai umur, pada hari ke-1, hari ke-2 dan hari ke-15.
c. Jika tidak tersedia kapsul vitamin A dosis tinggi dapat diberikan vitamin A dosis 5000 SI per hari selama
proses pemulihan. Pemberian ½ kapsul biru vitamin A (50.000 SI) dilakukan dengan cara mengeluarkan
semua isi kapsul biru pada wadah yang bersih dan berikan kepada balita gizi buruk usia < 6 bulan ½ dari isi
kapsul biru tersebut sesuai takaran menggunakan pipet tetes atau sendok obat.

Tabel 4.2 Dosis kapsul vitamin a dosis tinggi untuk anak usia < 6 Bulan sampai 5 Tahun
Umur Dosis
< 6 bulan 50.000 SI (½ kapsul biru)
6 - 11 bulan 100.000 SI (1 kapsul biru)
1 - 5 tahun 200.000 SI (1 kapsul merah)

2. Pemberian Suplemen zat gizi mikro:


a. Asam folat (5 mg pada hari pertama, dan selanjutnya 1 mg/hari).
b. Zinc ( dosis 10-20 mg/ hari dengan median 10mg/hari )
c. Multivitamin (vitamin C, vitamin B kompleks dan vitamin D3).
d. Zat besi.
Tabel 4.3 Dosis dan Lama Suplementasi Zat Besi Anak
Usia (Tahun) Dosis Lama Pemberian
Bayi* : BBLR (< 2.500 g) 3 mg/kgBB/hari Usia 1 bulan sampai 2 tahun
Cukup bulan 2 mg/kgBB/hari Usia 4 bulan sampai 2 tahun
2–5 (balita) 1 mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun
> 5 – 12 (usia sekolah) 1 mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun

7
12 – 18 (remaja) 60 mg/hari* 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun
Keterangan: *Dosis maksimum untuk bayi: 15 mg/hari, dosis tunggal

3. Pemberian Obat Cacing


Obat cacing diberikan pada kunjungan/ minggu kedua, bila balita tidak menerima obat cacing dalam 6 bulan
terakhir.
Tabel 4.4 Jenis Obat dan Dosis Antihelmintik

Obat Usia Dosis Resep


Pengobatan infestasi parasite
(jika hasil pemeriksaan tinja positif)
Pirantel 4-9 bulan ½ tablet Dosis tunggal di hari ke- 7
Pamoat (BB 6 - < 8 kg)
125 mg 9-12 bulan ¾ tablet
(BB 8 - < 10 kg)
1-3 tahun 1 tablet
(BB 10 - < 14 kg
3-5 tahun 1 ½
(BB 14 - < 19 kg) tablet
Albendazole 12-23 bulan 200 mg Dosis tunggal di hari ke-
200 mg ≥ 24 bulan 400 mg 7
Mebendazole >12 bulan 100 mg, Selama 3 hari;
100 mg (BB ≥ 10 kg) 2 x/hari Mulai hari ke-7
Preventif untuk daerah endemis dan balita belum/ tidak pernah diberi antihelmintik 6 bulan terakhir
Mebendazole >12 bulan 100 mg, Selama 3 hari;
(100 mg/ tablet (BB ≥ 10 kg) 2 x/hari Mulai hari ke-7
atau100 mg/ 5 ml) 500 mg Dosis tunggal di hari ke-
(5 tablet) 7

4. Konseling Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) beserta jadwal

Energi dari MPASI per


Umur Makanan utama Makanan selingan (snacks)
hari
6-8 bulan 200 kkal (30%) 2-3 X 1-2 X
9-11 bulan 350 kkal (50%) 3-4 X 1-2 X
12-24 bulan 550 kkal (70%) 3-4 X 1-2 X
Sumber: Pan American Health Organization. Guilding Principles for Complementary Feeding of the
Breastled Child. Washington DC: Pan American Health Organization. World Health Organization, 2003.

USIA
Jadwal
6 – 8 bulan 9 – 11 bulan 12 – 23 bulan
06.00 ASI ASI ASI
08.00 Makan Pagi Makan Pagi Makan Pagi

8
10.00 ASI/Makanan Selingan ASI/Makanan Selingan ASI/Makanan
Selingan
12.00 Makan Siang Makan Siang Makan Siang
14.00 ASI ASI ASI
16.00 Makanan Selingan Makanan Selingan Makanan Selingan
18.00 Makan Malam Makan Malam Makan Malam
20.00 ASI ASI ASI
24.00 ASI* ASI* ASI*
03.00 ASI* ASI* ASI*
*
Bila bayi/anak masih ASI

Tekstur
Frekuensi Berapa banyak
Usia (kekentalan/ Variasi
(per hari) setiap kali makan
konsistensi)
Mulai diberikan 2-3 kali Mulai dengan 2-3 sendok Bubur kental ASI (bayi disusui
makanan makan makan sesering yang
tambahan ketika ditambah ASI Mulai dengan diinginkan)
anak pengenalan rasa dan + makanan hewani
berusia 6 bulan secara perlahan (makanan local)
tingkatkan jumlahnya + makanan pokok
(bubur,makanan local
lainnya)
+ Kacang ( makanan
local)
+ Sayur dan buah
(makanan local)
+ Bubuk tabur gizi/
Taburia
Dari usia 6-9 2-3 kali 2-3 sendok makan penuh Bubur ASI (bayi disusui
bulan makan setiap kali makan. kental/makanan sesering yang
ditambah ASI Tingkatkan secara keluarga yang diinginkan)
1-2 kali perlahan sampai ½ dilumatkan + makanan hewani
makanan (setengah) mangkuk (makanan local)
selingan berukuran 250 ml + makanan pokok
(bubur,makanan local
lainnya)
+ Kacang ( makanan
local)
+ Sayur dan buah
(makanan local)
+ Bubuk tabur gizi/
Taburia

9
Dari 9-12 bulan 3-4 kali ½ (setengah) sampai Makanan keluarga ASI (bayi disusui
makan ¾ ( tiga perempat) yang sesering yang
ditambah ASI mangkok berukuran 250 dicincang diinginkan)
1-2 kali ml /dicacah. Makanan + makanan hewani
makanan dengan potongan (makanan local)
selingan kecil + makanan pokok
yang dapat (bubur,makanan local
dipegang. lainnya)
Makanan yang + Kacang ( makanan
diiris-iris local)
+ Sayur dan buah
(makanan local)
+ Bubuk tabur gizi/
Taburia
Dari 12-24 3-4 kali ¾ (tiga per empat) Makanan yang ASI (bayi disusui
bulan makan sampai 1 (satu) mangkuk diris iris sesering yang
ditambah ASI berukuran 250 ml Makanan diinginkan)
1-2 kali keluarga + makanan hewani
makanan (makanan local)
selingan + makanan pokok
(bubur,makanan local
lainnya)
+ Kacang ( makanan
local)
+ Sayur dan buah
(makanan local)
+ Bubuk tabur gizi/
Taburia
Catatan: Tambahkan 1- Sama dengan diatas Sama dengan Sama dengan diatas
Jika anak < 24 2 kali menurut kelompok usia diatas menurut dengan penambahan
bulan tidak makan ekstra kelompok usia 1 sampai 2 gelas susu
diberi ASI perhari + 2 sampai 3
1-2 kali kali cairan tambahan
makanan terutama di daerah
selingan bisa dengan udara panas.
diberikan

Pemberian makan pada batita harus mengikuti kaidah feeding rules untuk mencegah masalah makan

10
Tabel 4.5. Feeding rules (Aturan pemberian makan)
 Ada jadwal makanan utama dan makanan selingan (snack) yang teratur, yaitu tiga kali
makanan utama dan dua kali makanan kecil di antaranya. Susu dapat diberikan dua – tiga
Jadwal kali sehari.
 Waktu makan tidak boleh lebih dari 30 menit.
 Hanya boleh mengonsumsi air putih di antara waktu makan.
 Lingkungan yang menyenangkan (tidak boleh ada paksaan untuk makan).
Lingkungan  Tidak ada distraksi (mainan, televisi, perangkat permainan elektronik) saat makan.
 Jangan memberikan makanan sebagai hadiah.
 Dorong anak untuk makan sendiri
 Bila anak menunjukkan tanda tidak mau makan (mengatupkan mulut, memalingkan
Prosedur kepala, menangis), tawarkan kembali makanan secara netral, yaitu tanpa membujuk
ataupun memaksa.
 Bila setelah 10-15 menit anak tetap tidak mau makan, akhiri proses makan.
Sumber: Bernard-Bonnin, Art-Rodas, 89,90
B. Tatalaksana Gizi Buruk
Pelayanan pasien stunting dan wasting dilakukan melalui tahapan penilaian status gizi meliputi; pengukuran
antropometri yang terdiri dari pengukuran berat, tinggi badan, dan lingkar kepala; melakukan plot hasil (poin) pada
kurva baku; dan menginterpretasikan hasil plot.
Berdasarkan klasifikasi WHO, kurang gizi akut dikelompokkan menjadi:
1 Gizi kurang/wasted

BB/PB (atau BB/TB) di antara -3 SD sampai kurang dari <-2 SD, LiLA di antara 11,5 cm sampai kurang
dari 12,5 cm
2 Gizi buruk/ severely wasted
BB/PB (atau BB/TB) kurang dari -3 SD (bila PB > 45 cm), LiLA < 11,5 cm (balita 6– 59 bulan), atau
edema bilateral yang bersifat pitting (tidak kembali setelah ditekan).
3 Pendek/ stunted
PB/U (atau TB/U) di antara -3 SD sampai kurang dari <-2 SD
4 Sangat Pendek/ severely stunted
PB/U (atau TB/U) kurang dari -3 SD
Tabel 4.5 Kategori dan ambang batas status gizi anak dengan indeks BB menurut PB/TB

Ambang Batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z-Score)
Gizi buruk (severely wasted) < -3 SD
Berat Badan menurut Panjang Gizi kurang (wasted) -3 SD s/d <-2 SD
Badan atau Tinggi Badan Gizi baik (normal) -2 SD s/d +1 SD
(BB/PB atau BB/TB) anak Berisiko gizi lebih (possible risk of >+1 SD s/d +2 SD
usia 0 – 60 bulan overweight)
Gizi lebih (overweight) >+2 SD s/D +3 SD
Obesitas (obese) >-3 SD

Pada balita gizi buruk sering ditemukan satu atau lebih komplikasi medis berikut:
1 Anoreksia;

11
2 Dehidrasi berat (muntah terus-menerus, diare);
3 Letargi atau penurunan kesadaran;
4 Demam tinggi;
5 Pneumonia berat (sulit bernapas atau napas cepat);
6 Anemia berat.
Setiap balita yang berobat ke tenaga medis atau berkunjung di fasilitas kesehatan diperiksa dengan
pendekatan MTBS, agar balita terlayani secara komprehensif. Prosedur yang dilakukan (jelaskan
kepada keluarga, juga tentang kondisi balita):
1. Anamnesis riwayat kesehatan balita: riwayat kelahiran, imunisasi, menyusui dan makan (termasuk
nafsu makan), penyakit dan riwayat keluarga.
2. Pemeriksaan antropometri dan edema
a. Pengukuran berat badan, panjang atau tinggi badan
b. Pengukuran LiLA
c. Pemeriksaan edema bilateral
3. Pemeriksaan fisik:
a. Pemeriksaan fisik umum: kesadaran, suhu tubuh, pernafasan, nadi.
b. Pemeriksaan fisik khusus: seperti tercantum pada formulir MTBS.
4. Pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan.
Tabel 4.6 Penentuan Diagnosis dengan Menggunakan Checklist MTBS
Identitas yang jelas (nama orang tua, nama anak, jenis kelamin, umur, tanggal lahir)
Anamnesis awal:
 Muntah/ diare (tampilan bahan muntah/diare, lama dan frekuensi)
 Mata cekung (yang baru terjadi)
 Kencing (terakhir kapan, kencing berkurang/ sedikit, frekuensi jarang, sakit) Kapan tangan
dan kaki teraba dingin.
 Kesadaran menurun (tampak mengantuk dan tidak aktif).
Anamnesisi lanjutan:
 Riwayat ASI/ MP-ASI Riwayat pemberian makan (sebelumnya dan beberapa hari sebelum sakit).
 Adanya edema atau tampak makin kurus.
 Pernah kontak dengan penderita campak/TB.
 Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
 Riwayat penyakit diare, ISPA, campak, TB dll.
 Riwayat tumbuh kembang (termasuk perkembangan motorik).
 Mempunyai Kartu Menuju Sehat (KMS) dan melakukan penimbangan rutin di posyandu.
 Riwayat imunisasi dan pemberian vitamin A.
 Penyebab kematian pada saudara kandung.
 Keadaan sosial ekonomi, pekerjaan orang tua dll.

12
Bagan 4.1 Alur Penapisan Balita Gizi Buruk/ Kurang dan Jenis Layanan yang Diperlukan

Tindakan pengobatan dan perawatan anak gizi buruk dikenal dengan 10 (sepuluh) langkah Tata
Laksana Anak Gizi Buruk, namun dalam penerapannya sesuai dengan fase dan langkah seperti
bagan 3 dibawah ini, tetapi beberapa langkah dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan,
tergantung dari kondisi klinis yang ditemukan.

13
Tabel 4.7 Langkah Tata Laksana Gizi Buruk

14
C. Alur Rujukan

PUSKESMAS

Jika BB menurut PB berada di Z

<-2 Antara -2 sampai +2

BB naik, Sesuai BB naik, tidak BB BB


RUJUK!
sesuai grafik mendatar menurun
(growth
faltering)
Evaluasi rutin WASPADA
bulan depan

Konseling cara pemberian makan bayi

Evaluasi kenaikan BB dalam 2 minggu

B tetap atau turun : Terjadi kenaikan BB-> lanjutkan evaluasi


B RUJUK! 2 minggu berikutnya untuk diplot di KMS
untuk melihat apakah kenaikan BB sesuai
atau growth

Jika terjadi growth falthering:


RUJUK!

RUMAH SAKIT

POLIKLINIK GIZI POLIKLINIK ANAK KLINIK TERAPI

Gizi Tidak membaik


membaik Evaluasi: cari faktor penyebab, dan bila ada
penyakit penyerta (penyakit jantung
kongenital, HIV)

Rujuk RS
Tingkat lebih tinggi

15
Keterangan Bagan
1. Balita yang dirujuk dari Puskesmas dilakukan validasi dan konfirmasi status gizinya dengan pemeriksaan klinis
dan antropometri menggunakan indikator BB/PB atau BB/TB atau LiLA
2. Apabila didapat hasil BB/PB berada di Z score <-2 dan jika terjadi growth faltering maka rujuk ke RS untuk
mendapatkan tata kelola, pemantauan dan evaluasi di layanan rawat jalan Klinik Anak.
3. Ahli gizi melanjutkan asesmen/pengkajian gizi berupa anamnesa riwayat makan, riwayat personal, membaca hasil
pemeriksaan lab dan fisik klinis (bila ada), kemudian menganalisa semua data asesmen gizi dan menetapkan
diagnosis gizi. Ahli gizi juga memberikan intervensi gizi berupa konseling dan edukasi tentang PMBA
(Pemberian Makan Bayi dan Anak) dengan langkah menyiapkan dan mengisi leaflet flyer/brosur diet (misal: diet
TKTP) dan kebutuhan gizi pasien serta menjelaskan tujuan diet, jadwal, jenis, jumlah bahan makanan sehari
menggunakan alat peraga food model, menjelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan, cara
pemasakan dan lain-lain yang disesuaikan dengan pola makan dan keinginan serta kemampuan pasien.
4. Pada anak yang mengalami keterlambatan perkembangan fisik dan atau mental. Maka sangat diperlukan stimulasi
untuk tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi, koordinasi dan kolaborasi dengan okupasi
terapis. Stimulasi diberikan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur perkembangan anak sesuai empat
aspek kemampuan dasar anak yaitu kemampuan motorik kasar, kemampuan motorik halus, kemampuan bicara
dan bahasa serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian.
5. Tidak membaik: Evaluasi dan cari faktor penyebabnya, bila ada penyakit penyerta (penyakit jantung kongenital,
HIV) perlu dirujuk ke Rumah Sakit rujukan yang lebih tinggi.
6. Gizi membaik: Apabila kondisi klinis membaik, balita sadar, tidak ada komplikasi medis, kenaikan BB cukup,
BB/PB ≥ -2 SD dapat dirujuk balik ke Puskesmas untuk mendapatkan pengawasan dari Puskesmas dan anjuran
kontrol serta pemantauan pertumbuhan rutin di Posyandu

16
BAB V
LOGISTIK

Pengelolaan logistik penanggulangan stunting merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring, dan evaluasi.
1. Alat antropometri (alat timbang berat badan, seperti timbangan digital anak dan bayi, alat ukur panjang atau tinggi
badan, seperti papan ukur panjang atau tinggi badan (length/ height board) dan Pita LiLA) sesuai standar.
2. Tabel Z-skor sederhana (mengacu pada tabel dan grafik dalam Permenkes No. 2 Tahun 2020 tentang Standar
Antropometri 209 Anak) atau perangkat lunak (software) penghitung Z-score (WHO Anthro).
3. Kartu Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
4. Bahan untuk membuat F100 atau formula untuk gizi buruk lainnya.
5. Home economic set (alat untuk mengolah dan menyajikan F100, seperti gelas ukur, kompor, panci, sendok makan,
piring, mangkok, gelas dan penutupnya, dll).
6. Obat-obatan seperti vitamin A, suplemen zat gizi mikro dan obat cacing sesuai protokol.
7. Formulir pasien, formulir rujukan, formulir pencatatan dan pelaporan.
8. Bagan protokol tata laksana rawat jalan, alat bantu kerja (job aids) lainnya, seperti tabel F100.

17
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Definisi
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapakan (KTD) di RS.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
C. Standart Patient Safety
Standar keselamatan pasien (patient safety) untuk pelayanan stunting di rumah sakit adalah:
1. Ketepatan Identitas. Target 100% label identitas tidak tepat apabila tidak terpasang, salah pasang, salah
penulisan nama, salah jenis kelamin, salah alamat.
2. Terpasang gelang identitas pasien rawat inap. Target 100% pasien yang masuk ke rawat inap terpasang
gelang identitas pasien.
3. Pelaksanaan SBAR. Target 100% konsul ke dokter via telpon menggunakan metode SBAR.
4. Ketepatan penyampaian hasil pemeriksaan penunjang. Target 100% yang dimaksud tidak tepat apabila
: salah ketik hasil, mengetik terbalik dengan hasil lain, hasil tidak terketik, salah identitas.
5. Ketepatan pemberian obat. Target 100% yang dimaksud tidak tepat apabila salah obat, salah dosis, salah jenis,
kurang/kelebihan dosis, salah rute pemberian, salah identitas pada etiket, salah pasien.
6. Ketepatan tranfusi. Target 100% yang dimaksud tidak tepat apabila salah identitas pada permintaan salah tulis
jenis produk darah,salah pasien.

18
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian
Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat kerja/ aktifitas karyawan lebih aman.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun
rumah sakit.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di RSUD Batara Guru.
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi
bertambah tinggi.
C. Tata Laksana Keselamatan Kerja Karyawan
1. Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip pencegahan infeksi, yaitu:
a. Menganggap bahwa pasien maupun dirinya sendiri dapat menularkan infeksi.
b. Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, kacamata, sepatu boot/alas kaki tertutup, celemek,
masker dll) terutama bilaterdapat kontak dengan spesimen pasien yaitu: urin, darah, muntah,
sekret, dll.
c. Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah menangani pasien.
2. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius.
3. Mengelola alat dengan mengindahkan prinsip sterilitas yaitu:
a. Dekontaminasi dengan larutan klorin.
b. Pencucian dengan sabun.
c. Pengeringan
d. Menggunakan baju kerja yang bersih

19
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. Monitor perkembangan
Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati perkembangan kondisi pasien/klien yang bertujuan untuk
melihat hasil yang terjadi sesuai yang diharapkan oleh klien maupun tim. Kegiatan yang berkaitan dengan
monitor perkembangan antara lain :
1. Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien/klien.
2. Mengecek asupan makan pasien/klien.
3. Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana/preskripsi Diet.
4. Menentukan apakah status gizi pasien/klien tetap atau berubah.
5. Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif maupun negatif.
6. Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak adanya perkembangan dari kondisi pasien/klien.
B. Mengukur Hasil
Kegiatan ini adalah mengukur perkembangan/perubahan yang terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi.
Parameter yang harus diukur berdasarkan tanda dan gejala dari diagnosis gizi.
1. Evaluasi hasil
Berdasarkan ketiga tahapan kegiatan di atas akan didapatkan 4 jenis hasil, yaitu :
a. Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman, perilaku, akses, dan kemampuan
yang mungkin mempunyai pengaruh pada asupan makanan dan zat gizi.
b. Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan dan atau zat gizi dari berbagai
sumber, misalnya makanan, minuman, suplemen, dan melalui rute enteral maupun parenteral.
c. Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu pengukuran yang terkait dengan
antropometri, biokimia dan parameter pemeriksaan fisik/klinis.
d. Dampak terhadap pasien/klien terhadap intervensi gizi yang diberikan pada kualitas hidupnya.
2. Pencatatan Pelaporan
Pencatatan dan laporan kegiatan asuhan gizi merupakan bentuk pengawasan dan pengendalian mutu
pelayanan dan komunikasi. Terdapat berbagai cara dalam dokumentasi antara lain Subjective Objective
Assessment Planning (SOAP) dan Assessment Diagnosis Intervensi Monitoring & Evaluasi (ADIME).
Format ADIME merupakan model yang sesuai dengan langkah PAGT.

Asesmen Gizi a) Semua data yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, antara lain
riwayat gizi, riwayat personal, hasil laboratorium, antropometri, hasil
pemeriksaan fisik klinis, diet order dan perkiraan kebutuhan zat gizi.
b) Yang dicatat hanya yang berhubungan dengan masalah gizi saja.

Diagnosis Gizi a) Pernyataan diagnosis gizi dengan format PES


b) Pasien mungkin mempunyai banyak diagnosis gizi,lakukan kajian yang
mendalam sehingga diagnosis gizi benar-benar berkaitan dan dapat dilakukan
intervensi gizi.
Intervensi Gizi a) Rekomendasi diet atau rencana yang akan dilakukan sehubungan
dengan diagnosis gizi

20
b) Rekomendasi makanan / suplemen atau perubahan diet yang diberikan.
c) Edukasi gizi
d) Konseling gizi
e) Koordinasi asuhan gizi

Monitoring a) Indikator yang akan dimonitor untuk menentukan keberhasilan intervensi


b) Umumnya berdasarkan gejala dan tanda dari diagnosis gizi antara lain
& Evaluasi Gizi berat badan, asupan, hasil lab dan gejala klinis yang berkaitan.

Monitoring Monitoring:
Pada kunjungan ulang mengkaji :
& Evaluasi a) Asupan total energi, persentase asupan KH,Protein,Lemak dari total
Energi,dan asupan zat gizi terkait diagnosis gizi pasien.
a. Contoh formulir monitoring asupan makanan lampiran 6.
b) Riwayat diet dan perubahan BB / status gizi
c) Biokimia : Kadar Gula darah, ureum, lipida darah, elektrolit, Hb, dll
d) Kepatuhan terhadap anjuran gizi
e) Memilih makanan dan pola makan.
Evaluasi
a) Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman,
perilaku, akses, dan kemampuan yang mungkin mempunyai pengaruh pada
asupan makanan dan zat gizi
b) Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan dan atau
zat gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman, suplemen, dan
melalui rute oral, enteral maupun parenteral
c) Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi. Pengukuran yang
terkait dengan antropometri, biokimia dan parameter pemeriksaan
fisik/klinis.
d) Dampak terhadap pasien/klien terkait gizi pengukuran yang terkait dengan
persepsi pasien/klien terhadap intervensi yang diberikan dan
dampak pada kualitas hidupnya.

21
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini merupakan acuan yang diharapkan dapat digunakan oleh monitoring Tim stunting RSU AT
MEDIKA dalam merencanakan,melaksanakan,monitoring,dan evaluasi program pelayanan stunting dan
wasting di RSU AT MEDIKA. Namun demikian upaya-upaya ini akan lebih berhasil jika didukung oleh
pimpinan RS dan kerjasama yang baik dari seluruh unit kerja RSU AT MEDIKA ini.

Palopo, 11 AGUSTUS 2022


Ketua Tim Penyusun

dr.KARTINI BADARUDDIN.Sp.A

22

Anda mungkin juga menyukai