Anda di halaman 1dari 7

Bismillahirrahmanirrahim

PANDUAN PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING


RUMAH SAKIT IBU ANAK ANNISA

BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi gagal tumbuh pada
anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya
infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak
memadai terutama dalam 1.000 HPK.
Wasting merupakan gabungan dari istilah kurus (wasted) dan sangat kurus (severe
wasted) yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau
Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan ambang batas (Z- score) <-2 SD.
B. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018
menemukan 30,8% mengalami stunting. Walaupun prevalensi stunting menurun dari angka
37,2% pada tahun 2013, namun angka stunting tetap tinggi dan masih ada 2 (dua) provinsi
dengan prevalensi di atas 40%.
Faktor Penyebab Masalah Gizi Konteks Indonesia penyebab langsung masalah gizi
pada anak termasuk stunting adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan.
Penurunan stunting menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor
yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi
(makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan
anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan
(kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan
sanitasi (lingkungan). Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status
kesehatan ibu dan anak. Intervensi terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat
mencegah masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi.
Ibu hamil dengan konsumsi asupan gizi yang rendah dan mengalami penyakit
infeksi akan melahirkan bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR), dan/atau panjang badan
bayi di bawah standar. Asupan gizi yang baik tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan
pangan di tingkat rumah tangga tetapi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian
kolostrum (ASI yang pertama kali keluar), Inisasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI
eksklusif, dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat.
Kehidupan anak sejak dalam kandungan ibu hingga berusia dua tahun (1.000 HPK)
merupakan masa-masa kritis dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak
yang optimal. Faktor lingkungan yang baik, terutama di awal-awal kehidupan anak, dapat
memaksimalkan potensi genetik (keturunan) yang dimiliki anak sehingga anak dapat

1
mencapai tinggi badan optimalnya. Saat ini Rumah Sakit Ibu Anak Annisa Pekanbaru
dapat melaksanakan konseling masalah gizi anak sampai tahap pemberian intervensi
gizi.
Dengan adanya panduan penanggulangan ini, diharapkan tim Stunting dan Wasting
dapat memberikan edukasi dan pendampingan pada anak agar dapat mempercepat
penurunan prevalensi stunting dan wasting.

C. TUJUAN
Pengaturan pelayanan penurunan prevalensi Stunting dan Wasting bertujuan untuk:
1. Menurunkan prevalensi stunting pada anak baduta dan balita
2. Menurunkan persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
3. Menurunkan prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita
4. Menurunkan prevalensi wasting (kurus) anak balita
5. Meningkatkan persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI
eksklusif
6. Menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil dan remaja putri
7. Menurunkan prevalensi kecacingan pada anak balita
8. Menurunkan prevalensi diare pada anak baduta dan balita
9.

2
BAB II

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelayanan penurunan prevalensi stunting dan wasting yang sesuai
standar pelayanan, dengan menggunakan langkah pelaksanaan sebagai berikut :
1. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan rumah sakit tentang
Program Penurunan Stunting dan Wasting.
2. Peningkatan efektifitas intervensi spesifik:
a. Program 1000 HPK
b. Suplementasi Tablet Besi Folat pada ibu hamil
c. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada ibu hamil
d. Promosi dan konseling IMD dan ASI Eksklusif
e. Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)
f. Pemantauan Pertumbuhan (Pelayanan Tumbuh Kembang bayi dan balita)
g. Pemberian Imunisasi
h. Pemberian Makanan Tambahan Balita Gizi Kurang
i. Pemberian Vitamin A
j. Pemberian Taburia pada Baduta (0-23 bulan)
k. Pemberian obat cacing pada ibu hamil
3. Penguatan sistem surveilans gizi

3
BAB III
TATA LAKSANA
Strategi Nasional menggunakan pendekatan Lima Pilar Pencegahan Stunting, yaitu:
1) Komitmen dan visi kepemimpinan;
2) Kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku;
3) Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah, dan desa;
4) Gizi dan ketahanan pangan; dan
5) Pemantauan dan evaluasi, menetapkan Kementerian/Lembaga penanggung
jawab upaya percepatan pencegahan stunting, menetapkan wilayah prioritas
dan strategi percepatan pencegahan stunting, dan menyiapkan strategi
kampanye nasional stunting

Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu intervensi gizi
spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi
penyebab tidak langsung. Intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung
mengatasi terjadinya stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit
menular, dan kesehatan lingkungan. Intervensi spesifik ini umumnya diberikan oleh sektor
kesehatan.
Terdapat tiga kelompok intervensi gizi spesifik:
a. Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diidentifikasi memilik dampak
paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk menjangkau
semua sasaran prioritas;
b. Intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah gizi
dan kesehatan lain yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah intervensi
prioritas dilakukan.

4
c. Intervensi prioritas sesuai kondisi tertentu, yaitu intervensi yang diperlukan
sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk untuk kondisi darurat bencana
(program gizi darurat).

Tabel 3.1 Intervensi Gizi Spesifik


Intervensi gizi sensitif mencakup:
(a) Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi;
(b) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan;
(c) Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan
anak; (c); serta
(d) Peningkatan akses pangan bergizi.
Intervensi gizi sensitif umumnya dilaksanakan di luar Kementerian Kesehatan.
Sasaran intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat dan dilakukan melalui
berbagai program dan kegiatan.
Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan Holistik, Intergratif, Tematik, dan Spatial (HITS). Upaya
penurunan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi spesifik dan sensitif dilakukan
secara terintegrasi atau terpadu. Beberapa penelitian baik dari dalam maupun luar negeri
telah menunjukkan bahwa keberhasilan pendekatan terintegrasi yang dilakukan pada
sasaran prioritas di lokasi fokus untuk mencegah dan menurunkan stunting.

5
Tabel 3.2 Intervensi Gizi Sensitif

6
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Pencatatan
Salah satu komponen penting dari monitoring dan evaluasi adalah pencatatan dan
pelaporan, dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi,
disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan harus valid
(akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis.
Petugas Fasyankes sangat berperan dalam pencatatan data secara akurat dan lengkap
tersebut. Data yang perlu dicatat:
1. Data identitas;
2. Alasan tes HIV dan asal rujukan kalau ada;
3. Tanggal pemberian informasi HIV;
4. Informasi tentang tes HIV sebelumnya bila ada;
5. Penyakit terkait HIV yang muncul: TB, diare, kandidiasis oral, dermatitis, LGV,
PCP, herpes, toksoplasmosis, wasting syndrome, IMS, dan lainnya;
6. Tanggal kesediaan menjalani tes HIV;
7. Tanggal dan tempat tes;
8. Tanggal pembukaan hasil tes HIV, dan reaksi emosional yang muncul;
9. Hasil tes HIV, nama reagen ke 1, 2 dan ke 3
10. Tindak lanjut: rujukan ke PDP, konseling, dan rujukan lainnya
11. Penggalian faktor risiko oleh tenaga kesehatan/konselor (melalui rujukan);
12. Nama petugas.
Selain data diatas, diperlukan dokumetasi pelengkap seperti inform consent
persetujuan maupun formulir penolakan tes HIV yang akan digabungkan pada rekam
medis pasien.
B. Pelaporan

Pelaporan layanan VCT dimulai dari rekapitulasi pasien yang melakukan tes HIV
sesuai dengan sasaran setiap bulannya selanjutnya akan diajukan ke direktur. Laporan akan
dikumpulkan dalam 2 bentuk file yaitu hard copy dan soft copy.

Anda mungkin juga menyukai