Disusun Oleh :
PO.71.31.1.16.038
A. Latar Belakang
Dalam melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit diperlukan sumber
daya manusia yang kompoten, sarana dan prasarana yang memadai, agar
pelayanan gizi yang di laksanakan memenuhi standar yang telah di tetapkan.
Pelayanan gizi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah
sakit, yang saling menunjang dan tidak dipisahkan dengan pelayanan.
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara, yang digambarkan
melalui pertumbuhan ekonomi, umur harapan hidup dan tingkat pendidikan.
Tingkat pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang yang sehat dan
berstatus gizi baik.
Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara individual
mengenai apa yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya
ditanggulangi secara individu. Demikian pula masalah gizi pada berbagai
keadaan sakit yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
proses penyembuhan, harus diperhatikan secara individual. Adanya
kecendrungan peningkatan kasus penyakit yang terkait dengan nutrition
related disease pada semua kelompok rentan dari ibu hamil, bayi, anak,
remaja, dewasa dan usia lanjut, semakin dirasakan perlunya penanganan
khusus. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang bermutu untuk
mempertahankan status gizi yang optimal, sehingga tidak terjadi kurang gizi
dan untuk mempercepat penyembuhan.
Resiko kurang gizi akan muncul secara klinis pada orang sakit,
terutama pada penderita anoreksia, kondisi mulut/gigi geligi buruk serta
kesulitan menelan, penyakit saluran cerna disertai mual, muntah dan diare,
infeksi berat, usila tidak sadar dalam waktu lama, kegagalan fungsi saluran
cerna dan pasien yang mendapat kemoterapi. Fungsi organ yang terganggu
akan lebih terganggu lagi dengan adanya penyakit dan kekurangan gizi.
Disamping itu masalah gizi lebih dan obesitas yang erat hubungannya dengan
penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner dan
darah tinggi, penyakit kanker, memerlukan terapi gizi medis untuk
penyembuhan
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap orang,
memerlukan adanya sebuah pedoman agar diperoleh hasil pelayanan yang
bermutu. Pelayanan gizi yang bermutu di rumah sakit akan membantu
mempercepat proses penyembuhan pasien, yang berarti pula memperpendek
lama hari rawat sehingga dapat menghemat biaya pengobatan. Keuntungan
lain jika pasien cepat sembuh adalah mereka dapat segera kembali mencari
nafkah untuk diri dan keluarganya. Sehingga pelayanan gizi yang disesuaikan
keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat
berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi klien/ pasien
semakin buruk karena tidak di perhatikan keadaan gizi.
Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan
tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak tidak melebihi kemampuan
organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi harus selalu
disesuaikan seiring dengan perubahan fungsi organ selama proses
penyembuhan. Dengan kata lain, pemberian diet pasien harus dievaluasi dan
diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya peningkatan
status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah
sakit, merupakan tugas dan tanggung- jawab tenaga kesehatan, terutama
tenaga yang bergerak di bidang gizi.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit terdiri dari :
1. Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan
2. Asuhan Gizi Pasien Rawat Inap
3. Penyelenggaraan Makanan
Untuk meningkatkan pelayanan paripurna kepada pasien, maka perlu
dibentuk Tim Asuhan Gizi yang bertugas menyelenggarakan rawat inap dan
rawat jalan, termasuk pelayanan Klinik Gizi yang merupakan bagian dari
Instalasi Rawat Jalan.
C. Batasan Operasional
Batasan Operasional ini merupakan batasan istilah, sesuai dengan
kerangka konsep pelayanan gizi di rumah sakit yang tertuang didalam
pedoman pelayanan gizi
1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit : adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah
sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik
rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh,
peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme,
dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif.
2. Pelayanan Gizi : adalah rangkaian kegiatan terapi gizi medis yang
dilakukan di institusi kesehatan (rumah sakit), puskesmas dan institusi
kesehatan lain untuk memenuhi kebutuhan gizi klien/ pasien. Pelayanan
gizi merupakan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam
rangka meningkatkan kesehatan klien/ pasien.
3. Tim Asuhan Gizi : adalah sekelompok petugas rumah sakit yang terkait
dengan pelayanan gizi terdiri dari dokter/ dokter spesialis,
nutrisionst/dietisien, dan perawat dari setiap unit pelayanan bertugas
menyelenggarakan asuhan gizi ( nutrition care) untuk mencapai
pelayanan paripurna yang bermutu.
4. Terapi Gizi Medis : adalah pelayanan gizi khusus untuk peyembuhan
penyakit baik akut maupun kronis atau kondisi luka- luka, serta
merupakan suatu penilaian terhadap kondisi klien/ pasien sesuai dengan
intervensi yang telah diberikan, agar klien/pasien serta keluarganya
dapat menerapkan rencana diet yang telah disusun.
5. Terapi Gizi : adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada klien/pasien
untuk penyembuhan penyakit sesuai dengan hasil diagnosis, termasuk
konseling, baik sebelum perawatan dalam dan sesudah perawatan.
6. Terapi Diet : adalah pelayanan dietetik yang merupakan bagian dari
terapi gizi.
7. Preskripsi Diet atau Rencana Diet : adalah kebutuhan zat gizi klien/
pasien yang dihitung berdasarkan status gizi, degenerasi penyakit dan
kondisi kesehatannya. Preskripsi diet dibuat oleh dokter sedangkan
Rencana diet dibuat oleh nutrisionis/dietisien.
8. Konseling Gizi : adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi
2 (dua) arah untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap,
dan perilaku sehingga membantu klien/ pasien mengenali dan
mengatasi masalah gizi, dilaksanakan oleh nutrisionis/dietisien.
9. Nutrisionis : seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan
kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan, dan
dietetik, baik di masyarakat maupun rumah sakit, dan unit pelaksana
kesehatan lainnya, berpendidikan dasar akademi gizi.
10. Dietisien : adalah seorang nutrisionis yang telah mendalami
pengetahuan dan keterampilan dietetik, baik melalui lembaga
pendidikan formal maupun pengalaman bekerja dengan masa kerja
minimal satu tahun, atau yang mendapat sertifikasi dari Persatuan Ahli
Gizi Indonesia (PERSAGI), dan bekerja di unit pelayanan yang
menyelenggarakan terapi dietetik.
11. Food Model : adalah bahan makanan atau contoh makanan yang terbuat
dari bahan sintetis atau asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan
tertentu sesuai dengan kebutuhan, yang digunakan untuk konseling gizi,
kepada pasien rawat inap maupun pengunjung rawat jalan.
12. Klien : adalah pengunjung poliklinik rumah sakit, dan atau pasien
rumah sakit yang sudah berstatus rawat jalan.
13. Nutrition related disease : penyakit- penyakit yang berhubungan dengan
masalah gizi dan dalam tindakan serta pengobatan memerlukan terapi
gizi.
D. Landasan Hukum
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan
pelayanan gizi di rumah sakit diperlukan perundang- undangan pendukung
(legal aspect). Beberapa ketentuan perundang- undangan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1. Undang – Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Undang- Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333 tahun 1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara nomor 23/Kep/ M.
PAN/4/2001 tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka Kredit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
No INDIKATOR TARGET
1. Ketepatan waktu pemberian makanan kepada 100%
pasien
2. Sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien 100%